Unsur-unsur Intrinsik novel Hakikat Novel

serangkaian peristiwa dan watak melalui alur cerita yang memiliki nilai instrinsik dan ekstrinsik serta mengandung nilai-nilai estetika.

b. Unsur-unsur Intrinsik novel

Novel merupakan sebuah totalitas, suatu keseluruhan yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian, unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menggantungkan. Pembagian unsur yang dimaksud adalah unsur intrinsik dan ekstrinsik Nurgiyantoro, 2012: 23. Lebih lanjut Nurgiyantoro 2012: 23 menjelaskan, bahwa unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud. Atau sebaliknya jika dilihat dari sudut pembaca, unsur-unsur inilah yang dimaksud, untuk menyebut sebagian saja, misalnya, peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain. Unsur dalam intrinsik adalah unsur-unsur yang membentuk karya sastra tersebut seperti penokohan atau perwatakan, tema, alur plot, pusat pengisahan, latar, dan gaya bahasa Semi, 1993: 35. Setiap karya sastra, baik karya sastra dengan jenis yang sama maupun berbeda, memiliki unsur-unsur yang berbeda. Meskipun demikian perlu dikemukakan unsur-unsur pokokyang terkandung dalam ketiga jenis karya, yaitu: prosa, puisi, dan dya, yaitu: prosa, puisi, dan drama. Unsur-unsur prosa diantaranya: tema, peristiwa atau kejadian, latar atau seting, penokohan atau perwatakan, alur atau plot, sudut pandang, dan gaya bahasa Ratna, 2004: 93 perpustakaan.uns.ac.id commit to user Pendapat senada juga disampaikan oleh Winarni, 2009: 92 yang mengatakan bahwa unsur-unsur yang bisa mengembangkan makna keseluruhan itu adalah keterkaitan dari jalinan yang padu antara watak, plot, sudut pandang, latar, dialog, dan lain-lain. Berikut ini dipaparkan beberapa unsur intrinsik novel: 1 Tema Tema adalah gagasan pokok dalam cerita fiksi Waluyo, 2011: 7. Biasanya dalam menyampaikan tema, pengarang tidak berhenti pada pokok persoalannya saja akan tetapi disertakan pula jalan keluar atau pemecahan untuk menghadapi persoalan tadi. Tema cerita mungkin dapat diketahui oleh pembaca melalui judul atau petunjuk setelah judul, namun yang banyak ialah melalui proses pembacaan karya sastra yang mungkin perlu dilakukan beberapa kali, karena belum cukup dilakukan dengan sekali baca Waluyo, 2011: 7. Tema merupakan jiwa dari seluruh bagian cerita. Tema dalam banyak hal bersi fat “mengikat” kehadiran atau ketidak hadiran peristiwa, konflik serta situasi tertentu, termasuk pila berbagai unsur intrinsik yang lain. Waluyo 2011: 8 mengklasifikasikan tema menjadi lima jenis, yaitu: a. Tema yang Bersifat Fisik Tema yang bersifat fisik menyangkut inti cerita yang bersangkut paut dengan kebutuhan fisik manusia, misalnya tentang cinta, perjuangan mencari nafkah, hubungan perdagangan, dan sebagainya. commit to user b. Tema Organik Tema yang bersifat organik atau moral, menyangkut soal hubungan antara manusia, misalnya penipuan, masalah keluarga, problem politik, ekonomi, adat, tatacara, dan sebagainya. c. Tema Sosial Tema yang bersifat sosial berkaitan dengan problem kemasyarakatan. d. Tema Egoik reaksi pribadi. Tema egoik atau reaksi individual, berkaitan dengan protes pribadi kepada ketidakadilan, kekuasaan yang berlebihan dan pertentangan individu. e. Tema Divine Ketuhanan. Sedangkan tema divine ketuhanan menyangkut renungan yang bersifat religius hubungan manusia dengan sang Khalik. Sayuti 2000: 97 menyatakan bahwa tema adalah makna cerita, gagasan sentral, atau dasar cerita. Pendapat yang hampir sama diungkapkan oleh Panuti Sudjiman 1988: 51 yang menyatakan bahwa tema adalah gagasan yang mendasari karya sastra. Nurgiyantoro 2012: 74 berpendapat bahwa sebuah tema baru akan menjadi makna cerita jika ada dalam keterkaitannya dengan unsur-unsur cerita lain. Tema sebuah cerita tidak mungkin disampaikan secara langsung, melainkan “hanya” secara implisit melalui cerita. Di pihak lain, unsur-unsur tokoh, plot, latar, dan cerita, dimungkinkan menjadi padu dan bermakna jika diikat oleh sebuah tema. Tema bersifat memberi koherensi dan makna terhadap keempat unsur tersebut. perpustakaan.uns.ac.id commit to user Lebih jelas Nurgiyantoro 2012: 77 mengkategorikan tema berdasarkan tiga sudut pandang, yaitu penggolongan dikhotomis yang bersifat tradisional dan nontradisional, penggolongan dilihat dari tingkat pengalaman jiwa menurut Shipley, dan penggolongan dari tingkat keutamaannya, sebagai berikut: a. Tema Tradisional dan Nontradisional Tema tradisional dimaksudkan sebagai tema yang menunjuk kepada tema yang hanya “itu-itu” saja, dalam arti ia telah lama dipergunakan dan dapat ditemukan dalam berbagai cerita termasuk cerita lama. b. Tingkatan Tema Shipley Tingkatan tema ini sudah dibahas di atas, seperti yang telah diungkapkan oleh Waluyo yang mengklasifikasikan tema menjadi lima jenis, yaitu: 1. Tema yang Bersifat Fisik Tema yang bersifat fisik menyangkut inti cerita yang bersangkut paut dengan kebutuhan fisik manusia, misalnya tentang cinta, perjuangan mencari nafkah, hubungan perdagangan, dan sebagainya. 2. Tema Organik Tema yang bersifat organik atau moral, menyangkut soal hubungan antara manusia, misalnya penipuan, masalah keluarga, problem politik, ekonomi, adat, tatacara, dan sebagainya. 3. Tema Sosial Tema yang bersifat sosial berkaitan dengan problem kemasyarakatan. 4. Tema Egoik reaksi pribadi. perpustakaan.uns.ac.id commit to user Tema egoik atau reaksi individual, berkaitan dengan protes pribadi kepada ketidakadilan, kekuasaan yang berlebihan dan pertentangan individu. 5. Tema Divine Ketuhanan. Sedangkan tema divine ketuhanan menyangkut renungan yang bersifat religius hubungan manusia dengan sang Khalik. 6. Tema Utama dan Tema Tambahan Tema utama disebut tema mayor, artinya makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya. Tema tambahan disebut tema minor, merupakan makna yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita saja. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa tema adalah ide atau gagasan utama serta pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi penciptaan sebuah karya sastra dan tema dapat bermakna jika terkait dengan unsur-unsur cerita yang lain. 2 Tokoh dan Penokohan Tokoh adalah para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi. Tokoh dalam cerita fiksi merupakan ciptaan pengarang, meskipun dapat juga merupakan gambaran dari orang-orang yang hidup di alam nyata. Oleh karena itu, dalam sebuah fiksi tokoh hendaknya dihadirkan secara alamiah. Dalam arti tokoh- tokoh itu memiliki “kehidupan” atau berarti “hidup”, atau memiliki derajat lifelikeness keseprtihidupan, Sayuti, 2000: 68. Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita Sudjiman, 1988: 16. perpustakaan.uns.ac.id commit to user Tokoh cerita character adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan Abraham 1981 cit . Nurgiyantoro, 2012: 164. Lebih rinci lagi, Nurgiyantoro 2012: 176 menjelaskan tentang tokoh utama dan tokoh tambahan, tokoh protagonis dan tokoh antagonis, tokoh sederhana dan tokoh bulat, tokoh statis dan tokoh berkembang, serta tokoh tipikal dan tokoh netral, sebagai berikut: a. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian Nurgiyantoro, 2012: 177. Pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung Nurgiyantoro, 2012: 177. b. Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero, tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan dan harapan-harapan pembaca Nurgiyantoro, 2012: 178. perpustakaan.uns.ac.id commit to user Tokoh antagonis merupakan tokoh penyebab terjadinya konflik dan ketegangan yang dialami oleh tokoh protagonis Nurgiyantoro, 2012: 1179. c. Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat Tokoh sederhana, dalam bentuknya yang asli, adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja. Sifat dan tingkah laku seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu Nurgiyantoro, 2012: 181 Tokoh bulat, kompleks, berbeda halnya dengan tokoh sederhana, adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Tokoh ini lebih sulit dipahami, terasa kurang familiar karena yang ditampilkan adalah tokoh- tokoh yang kurang akrab dan kurang dikenal sebelumnya Nurgiyantoro, 2012: 183. d. Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan akibat adanya peristiwa yang terjadi Altenberd dan Lewis 1996 cit. Nurgiyantoro, 2012: 188. Tokoh berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan dan perubahan peristiwa dan plot yang dikisahkan Nurgiyantoro, 2012: 188 e. Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral perpustakaan.uns.ac.id commit to user Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan dan kebangsaannya atau sesuatu yang lain yang lebih bersifat mewakili Nurgiyantoro, 2012: 190. Tokoh netral adalah tokoh tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia benar-benar merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi Nurgiyantoro, 2012: 191. Wellek dan Werren 1977: 187 lebih menjelaskan cara mengetahui bahwa seorang tokoh dalam novel dapat dilihat melalui sifat- sifat “luar” dan “dalam”. Bentuk penokohan yang paling sederhana adalah pemberian nama. Setiap “sebutan” adalah sejenis cara memberi kepribadian atau menghidupkan. Nama merupakan suatu cara ekonomis untuk mencirikan watak tokoh. Penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana tokoh-tokoh tersebut, ini berarti ada dua hal penting, yang pertama berhubungan dengan teknik penyampaian sedangkan yang kedua berhubungan dengan watak atau kepribadian tokoh-tokoh tersebut Suroto: 1989: 92-93. Penokohan sebagai salah satu unsur pembangun fiksi dapat dikaji dan dianalisis keterjalinanya dengan unsur-unsur pembangun lainnya. Jika fiksi yang bersangkutan merupakan sebuah karya yang berhasil, penokohan pasti berjalan secara harmonis dan saling melengkapi dengan berbagai unsur lain, misalnya dengan unsur plot dan tema, atau unsur latar, sudut pandang, gaya, amanat, dan lain-lain Nurgiyantoro, 2012: 172. Yang dimaksud perwatakan atau penokohan di sini adalah bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh perpustakaan.uns.ac.id commit to user tersebut. Ini berari ada dua hal yang penting, yang pertama yang berhubungan dengan teknik penyampaian dan yang kedua berhubungan dengan watak atu kepribadian tokoh. Untuk mengenal watak tokoh dan penciptaan citra tokoh terdapat beberapa cara, yaitu: 1 Melalui apa yang diperbuat oleh tokoh dan tindakan- tindakannya, terutama sekali bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis, 2 Melalui ucapan-ucapan yang dilontarkan tokoh, 3 Melalui penggambaran fisik tokoh. Penggambaran bentuk tubuh, wajah dan cara berpakaian, dari sini dapat ditarik sebuah pendiskripsian penulis tentang tokoh cerita, 4 Melalui jalan pikirannya, terutama untuk mengetahui alasan-alasan tindakannya, 5 Melalui penerangan langsung dari penulis tentang watak tokoh ceritanya. Hal itu tentu berbedan fisik tokoh. Penggambaran bentuk tubuh, wajah dan cara berpakaian, dari sini dapat ditarik sebuah pendiskripsian penulis tentang tokoh cerita, 6 Melalui jalan pikirannya, terutama untuk mengetahui alasan-alasan tindakannya, 7 Melalui penerangan langsung dari penulis tentang watak tokoh ceritanya. Hal itu tentu berbeda dengan cara tidak langsung yang mengungkap watak tokoh lewat perbuatan, ucapan, atau menurut jalan pikirannya Sumardjo dan Saini K.M, 1997: 65-66 Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tokoh dan penokohan dapat dilihat dari eksistensi dan jalan cerita, jadi tokoh dan penokohan sangat erat kaitannya dengan unsur-unsur cerita yang lain. 3 Latar Dalam analisis novel, latar juga merupakan unsur yang sangat penting pada penentuan nilai estetik karya sastra. Latar sering disebut sebagai atmosfer perpustakaan.uns.ac.id commit to user karya sastra novel yang turut mendukung masalah, tema, alur, dan penokohan. Oleh karena itu, latar merupakan salah satu fakta cerita yang harus diperhatikan, dianalisis, dan dinilai Sugihastuti dan Suharto, 2013: 54. Latar memiliki fungsi untuk memberi konteks cerita. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sebuah cerita terjadi dan dialami oleh tokoh di suatu tempat tertentu, pada suatu masa, dan lingkungan masyarakat tertentu Wiyatmi, 2006: 40. Setting atau latar adalah tempat kejadian cerita. Tempat kejadian cerita dapat berkaitan dengan aspek fisik, aspek sosiologis, dan aspek psikis. Namun setting juga dapat dikaitkan dengan tempat dan waktu. Jika dikaitkan dengan tempat, dapat dirinci dari tempat yang luas, misalnya negara, propinsi, kota, desa, di dalam rumah, di luar rumah, di jalan, di sawah, di sungai, di tepi laut, dan sebagainya. Yang berkaitan dengan waktu,dapat dulu, sekarang, tahun berapa, bulan apa, hari apa, dan jam berapa, siang atau malam, dan seterusnya Waluyo, 2011: 23. Nurgiyantoro 2012: 216 menyatakan bahwa latar adalah segala keterangan, petunjuk, pangacuan, yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa, dalam cerita. Latar meliputi penggambaran letak geografis termasuk topografi, pemandangan, perlengkapan, ruang, pekerjaan atau kesibukan tokoh, waktu berlakunya kejadian, musim, lingkungan agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional tokoh. Kenney, 1966: 40 menyebutkan tiga fungsi latar, yaitu: a Membaca secara keseluruhan, dara keseluruhan, dari cerita, setting ini mendasari waktu, tempat watak pelaku, dan peristi cerita, setting ini mendasari waktu, tempat watak pelaku, dan peristiwa yang terjadi. b Sebagai atmosfer atau kreasi yang lebih memberi kesan tidak hanya sekedar mr memberi perpustakaan.uns.ac.id commit to user tekanan pada sesuatu. Penggambaran terhadap sesuatu dapat ditambahkan denngan ilustrasi tertentu. c Sebagai unsur yang dominanyang mendukung plot dan perwatakan, dapat dalam hal waktu dan tempat. Tak jauh beda dengan pendapat Semi 1993: 46 yang mengatakan bahwa latar atau landas tumpu setting adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi. Termasuk di dalam hal ini adalah tempat atau ruang yang dapat diamati. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa latar merupakan tempat kejadian cerita yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya dalam cerita. 4 Alur atau Plot Alur merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tidak sedikit orang yang menganggapnya sebagai hal yang terpenting di antara berbagai unsur fiksi yang lain. Kejelasan alur, kejelasan tentang kaitan antarperistiwa yang dikisahkan secara linear, akan mempermudah pemahaman pembaca terhadap cerita yang dibacanya Nurgiyantoro: 2012: 110. Alur atau plot sering disebut kerangka cerita, yaitu jalinan cerita yang tersusun dalam urutan waktu yang menunjukkan hubungan sebab ddan akibat dan memiliki kemungkinan agar pembaca menebak-nebak peristiwa yang akan datang Waluyo, 2011: 9. Alur atau plot merupakan penyajian secara linear tentang berbagai hal yang berhubungan dengan tokoh, maka pemahaman pembaca terhadap cerita amat ditentukan oleh plot Nurgiyontoro, 2012: 75. Plot, di pihak lain berkaitan dengan tokoh cerita. Plot pada hakikatnya adalah apa yang dilakukan oleh tokoh dan commit to user peristiwa apa yang terjadi dan dialami tokoh Kenney 1966 cit . Burhan Nurgiyantoro, 2012: 75. Pada prinsipnya, ada tiga jenis alur, yaitu 1 alur garis lurus atau alur progresif atau alur konvensional dan 2 alur” flasback ” atau sorot balik, atau alur regresif . Di samping kedua jenis alur tersebut, masih terdapat jenis alur ketiga, yaitu, 3 alur campuran, yaitu pemakaian alur garis lurus atau flashback sekaligus di dalam cerita fiksi Waluyo, 2011: 13. Selain pembedaan plot di atas, Nurgiyantoro 2012: 153 mengkategorikan plot ke dalam beberapa jenis yang berbeda berdasarkan sudut-sudut tinjauan atau kriteria yang berbeda pula. Pembedaan plot tersebut didasarkan pada tinjauan dari kriteria urutan waktu, jumlah, kepadatan, dan isi. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa alur merupakan kerangka sebuah cerita. 5 Sudut Pandang Pengarang point of View Sudut pandang merupakan salah satu unsur fiksi yang penting dan menentukan. Sudut pandang mempunyai hubungan psikologis dengan pembaca. Pembaca membutuhkan persepsi yang jelas tentang sudut pandang cerita. Pemahaman pembaca terhadap sebuah novel akan dipengaruhi oleh kejelasan sudut pandangnya. Sudut pandang menurut Nurgiyantoro 2012: 248 disebut juga Point of view , mengarah pada sebuah cerita dikisahkan, merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. commit to user Sementara Wiyatmi 2006: 41 menjelaskan ada dua macam sudut pandang, yaitu sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga. Masing- masing sudut pandang tersebut kemudian dibedakan lagi menjadi: a Sudut pandang first person central atau akuan sertaan, b sudut pandang first person peripheral atau akuan tak sertaan, c sudut pandang third person omniscient atau diaan maha tahu, dan d sudut pandang third person limited atau diaan terbatas. Pendapat hampir sama disampaikan Waluyo dan Wardani 2008: 37 yang membedakan sudut pandang menjadi dua macam, yaitu sebagai orang pertama juru cerita atau sebagai orang ketiga menyebut pelaku sebagai dia. Berdasarkan bentuk persona tokoh cerita, Nurgiyantoro, 2012: 256 membedakan sudut pandang pengarang menjadi dua macam, yaitu: persona pertama dan persona ketiga. Kedua sudut pandang tersebut lebih jelas dapat didefinisikan sebagai berikut: a. Sudut Pandang Persona Ketiga: “Dia” Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona ketiga, gaya “dia”, narator adalah seseorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya; ia, dia, mereka. Sudut pandang “dia” dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya. Di satu pihak pengarang, narator, dapat bebas menceritakan segala sesuatu, di lain pihak ia terikat , mempunyai keterbatasan “pengertian” terhadap tokoh “dia” yang diceritakan, jadi hanya selaku pengamat saja Nurgiyantoro, 2012: 256-257. perpustakaan.uns.ac.id commit to user b. Sudut Pandang Persona Pertama: “Aku”. Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona pertama, first-person point of view , “aku”, jadi: gaya “aku” tokoh yang terkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, self conciousness , mengisahkan peristiwa dan tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang tokoh lain kepada pembaca Nurgiyantoro, 2012: 262. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa semua unsur-unsur cerita sangat berkaitan. Tema novel akan bermakna jika ada jalinan dengan unsur- unsur lain. Demikian juga dengan unsur yang lain akan berfungsi jika saling berkaitan. 6 Amanat Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Amanat dalam cerita bisa berupa nasehat, anjuran, atau larangan untk melakukantidak melakukan sesuatu. Amanat berhubungan dengan makna, yaitu sesuatu yang kias, umum dan subyektif, sehingga harus dilakukan penafsiran. Melalui penafsiran itu dimungkinkan terjadinya perbedaan pendapat antar satu pembaca dengan pembaca lain. Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca, biasanya dalam hal kebaikan Nurgiyantoro, 2012: 335 mengatakan bahwa amanat dalam fiksi mungkin bersifat langsung atau tidak langsung. Pengarang dalam menyampaikan amanat tidak secara serta-merta, tersirat dan terserah pembaca dalam menafsirkan amanat tersebut. Amanat dalam sebuah commit to user karya sastra dapat memberikan manfaat bagi pembaca karya sastra dalam kehidupan nyata.

2. Hakikat Feminisme