Tabel 4.19 Klasifikasi Keterampilan Proses Sains Untuk Aspek Menganalisa
Penyelidikan
Aspek Pre-Test
Post-test Nilai
Klasifikasi Frekuensi
Frekuensi
Menganalisa penyelidikan
a
81-100 Sangat Baik 8
30,76 61-80
Baik 41-60
Cukup 4
15,38 15
57,69 21-40
Kurang 2
7,69 1
3,84 0-20
Sangat Kurang 20 76,92
2 7,69
Aspek Pre-Test
Post-test Nilai
Klasifikasi Frekuensi
Frekuensi
Menganalisa penyelidikan
b
81-100 Sangat Baik 17
65,38 61-80
Baik 5
19,23 41-60
Cukup 10
38,46 6
23,07 21-40
Kurang 3
11,53 0-20
Sangat Kurang 8 30,76
3 11,53
Dari tabel 4.19 terlihat bahwa aspek menganalisa penyelidikan mengalami kenaikan yang tinggi
e. Nilai Keterampilan Proses Sains dari Hasil Laporan Percobaan untuk Setiap
Aspek.
Untuk lebih lengkap mengidentifikasi tingkat penguasaan keterampilan proses sains siswa dari hasil laporan percobaan dapat dilihat pada tabel 4.20.
Tabel 4.20 Klasifikasi Tingkat Penguasaan Keterampilan Proses Sains dari Percobaan
untuk Setiap Aspek
Aspek keterampilan proses sains
Nilai rerata kelas setiap
aspek Nilai
maksimum setiap aspek
Klasifikasi Merumuskan hipotesa
4,6 5
92 Sangat Baik
Merencanakan penyelidikan 7,3
10 73
Baik Menganalisa penyelidikan
4,6 5
92 Sangat Baik
Menentukan variabel 4
5 80
Baik
Memberi hubungan variabel
3,4 5
68 Baik
Membuat tabel data 1.8
5 36
Cukup Membuat grafik
3,2 5
64 Baik
Menentukan variabel secara oprasional
6,8 10
68 Baik
Memproses data 12
20 60
Cukup
C. Pembahasan
1. Peningkatan Hasil Belajar
Dari analisa statistik dapat disimpulkan bahwa siswa mengalami peningkatan hasil belajar. Bahkan metode eksperimen lebih meningkatkan hasil belajar dari
pada metode ceramah. hal ini dibuktikan dengan perubahan yang signifikan antara
post-test kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Adanya peningkatan hasil belajar yang signifikan dari kedua kelas menunjukan bahwa siswa dari kedua kelas telah mengalami proses belajar. Belajar
itu sendiri merupakan suatu proses yang ditimbulkan melalui latihan atau pengalaman yang membawa perubahan pada aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik. Hasil belajar yang diperoleh siswa ditunjukan adanya perubahan nilai dan pemahaman. Karena dalam proses belajar siswa akan mengkontruksi
pengetahuan baru kedalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa dan
akan dikontruksikan menjadi suatu pemaham yang utuh.
Dari Analisa ditunjukan bahwa metode eksperimen lebih efektif untuk meningkatkan hasil belajar. Hal ini dikarenakan dalam metode eksperimen siswa
dibantu dengan lembar kegiatan, sehingga siswa sudah tau secara keseluruhan materi yang diajarkan pada hari itu. Dalam pembelajaran dengan metode
eksperimen siswa diberikan kesempatan untuk menemukan suatu fakta atau membangun konsep secara aktif dengan bantuan alat-alat laboratorium serta dapat
berhadapan langsung dengan proses perubahan wujud. Dengan siswa dapat belajar aktif maka siswa dapat mengkontruksi pengetahuannya lebih baik. Pengetahuan
itu merupakan kontruksi siswa yang sedang berfikir maka pengetahuan tidak dapat ditransfer. Sehingga pembelajaran yang mengacu pada keaktifan siswa
untuk melakukan akan lebih efektif untuk meningkatkan hasil belajar bila dibandingkan dengan metode ceramah yang membuat siswa menerima informasi
dari satu arah. Semakin baik proses pembelajaran maka hasil belajar akan semakin tinggi. Penelitian ini sesuai dengan teori konstruktivisme yang menjelaskan siswa
aktif melakukan sendiri.
2. Keterampilan Proses Sains
Dari analisa statistik dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan keterampilan proses sains siswa. Pada awalnya keterampilan proses sains siswa masih kurang.
Hal ini dikarenakan siswa terbiasa belajar dengan menggunakan metode ceramah. Sedangkan pembelajaran dengan metode ceramah tidak sepenuhnya dapat
mengasah keterampilan proses sains siswa. Sedangkan untuk mengasah keterampilan proses sains siswa perlu dilatih dengan pengalaman langsung baik
secara kognitif maupun psikomotorik. sedangkan pembelajaran dengan menggunkan metode ceramah hanya melatih siswa pada keterampilan kognitifnya
serta siswa hanya diajak untuk menghafal suatu teori atau konsep. Dengan demikian keterampilan poses sains siswa kurang berkembang secara optimal.
Untuk dapat mengoptimalkan keterampilan proses sains siswa maka perlu dilatih
dengan menggunakan metode eksperimen.
Setelah siswa melakukan pembelajaran dengan metode eksperimen siswa diberi post-test. Pre-test dan post-test kemudian di skor berdasarkan panduan
penskoran yang telah dibuat. Panduan penskoran ini untuk mengurangi unsur subyetifitas dalam penskoran. Nilai pre-test dan post-test kemudian dianalisa
menggunakan SPSS. Dengan menggunakan uji T-Independen, hasil yang diperoleh menunjukan bahwa ada peningkatan keterampilan proses sains. Secara
keseluruhan hasil dari post-test siswa dapat diklasifikasikan dalam kategori “Baik”. Peningkatan ini terlihat dari hasil klasifikasi yang sebelumnya kurang dan
meningkat menjadi baik.
Adanya peningkatan keterampilan proses sains ini dikarenakan pembelajaran dengan metode eksperimen dapat membantu siswa untuk melatih keterampilan
proses sains seperti menentukan variabel, menyusun tabel data, menyusun grafik, memberi hubungan variabel, memproses data, menganalisis penyelidikan,
menyusun hipotesis, menentukan variabel secara oprasional, merencanakan penyelidikan serta mengajak siswa untuk melakukan percobaan sebagai
pembuktian atau pengecekan bahwa teori tentang berubahann wujud yang ada di buku memang benar. Berdasarkan teori pembelajaran, siswa yang belajar dengan
memaksimalkan penggunaan indera akan lebih memudahkan siswa untuk mengkontruksi, sehingga pengetahuan yang dibentuk akan lebih baik.
Pembelajaran dengan metode eksperimen ini membantu siswa untuk
menggunakan semua inderannya dalam proses belajar.
Dari hasil klasifikasi setiap aspek keterampilan pada pre-test dan post-test dapat dilihat juga peningkatannya dalam aspek merancang percobaan yang semula
‘kurang’ kemudian meningkat menjadi ‘baik’, menentukan variabel yang semula ‘kurang’ meningkat menjadi ‘baik’, membuat grafik dari klasifikasi ‘kurang’
menjadi ‘baik’ dan untuk aspek penganalisaan penyelidikan ada peningkatan klasifikasi dari ‘kurang’ menjadi ‘baik’ untuk perumusan hipotesa tidak
mengalami peningkatan.
Selain dari hasil pre-test dan post-test keterampilan proses sains siswa juga dapat dilihat dari observasi dan laporan percobaan. Dari hasil laporan percobaan
siswa dapat dilihat juga tingkat keterampilan proses sains siswa ada pada kategori ‘Baik’. Hal ini membuktikan bahwa pembelajaran dengan metode eksperimen
mampu mengembangkan
keterampilan proses
siswa, karena
didalam pembelajarannya siswa diajak berfikir secara aktif, hal ini sejalan dengan teori
kontruktivisme bahwa siswalah yang harus aktif berfikir untuk mengkontruksi pengetahuan. Meskipun baru sekali diajarkan dengan metode eksperimen siswa
sudah menunjukan bahwa siswa mempunyai keterampilan. Meskipun secara kesulurahan
termasuk dalam kategori ‘baik’ namun untuk aspek membuat tabel data dan memproses masih perlu dilatih lagi.
Dari hasil pengamatan dapat dijelaskan bahwa pembelajaran dengan metode eksperimen ini memacu siswa lebih berfikir kritis dalam merancang percobaan
atau menganalisis suatu permasalahan dan ketika melakukan percobaan perubahan wujud. Hal ini terlihat dari beberapa siswa atau kelompok siswa yang belum
pernah melihat alat-alat yang digunakan, lalu siswa berdiskusi dengan teman PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sekelompoknya atau bertanya kepada peneliti. Kerjasama antar teman sekelompok juga terlihat ketika mereka harus membagi tugas yang mengamati perubahan
suhu, mengamati waktu dan mencatat hasil eksperimen.
Keaktifan dan kreatifitas siswa dapat terlihat juga pada saat merancang percobaan, siswa saling berdiskusi mengungkapkan idenya-idenya untuk
membuat suatu percobaan perubahan wujud dan mereka saling beradu pendapat dengan kelompok lain. Ketika siswa merasa ragu dengan hasil diskusi, siswa
bertanya kepada peneliti atau observan. Bahkan ada kelompok yang mengulang percobaannya karena dianggap tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh
kelompoknya.
Hal ini membuktikan bahwa hasil dari proses belajar dengan metode eksperimen, selain dapat meningkatkan hasil belajar juga dapat mengembangkan
sikap ilmiah siswa. Hal ini sejalan dengan teori belajar yang menyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku pada siswa akibat pengalaman dan interaksi
individu dan lingkungannya dimana perubahan tersebut melalui pengetahuan
kognitif, keterampilan psikomotorik maupun nilai dan sikap afektif.
D. Keterbatasan Penelitian
Selama melakukan penelitian terdapat beberapa keterbatasan yang ditemui oleh
peniliti, antara lain adalah:
1. Tidak semua keterampilan proses dapat diteliti mengingat keterbatasan waktu
penelitian. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Peneliti tidak memiliki data wawancara yang mendukung perubahan sikap
ilmiah dan untuk mengetahui apakah siswa senang atau tidak belajar dengan metode eksperimen.
3. Terjadi pengurangan jumlah jam pertemuan pada saat pembelajaran untuk
pengambilan data. Pengurangan jam pelajaran ini terjadi karena untuk menyamakan jam pelajaran antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Yang
seharusnya 3 JP pelajaran menjadi 2 JP jam pelajaran. Akibatnya pembelajaran tidak sesuai dengan RPP.
4. Pembelajaran untuk pengambilan data hanya 1 kali pertemuan karena kelas X
banyak libur Ujian Nasional, sehingga pembelajaran dirasa kurang cukup untuk melihat keterampilan proses secara menyeluruh.
5. Penilaian untuk hasil hasil belajar dan keterampilan proses sains masih
mengandung unsur subyektifitas, meskipun sudah dibuatkan panduan penskoran.