Pengaruh metode eksperimen terbimbing terhadap peningkatan hasil belajar dan keterampilan proses sains pada pokok bahasan perubahan wujud kelas X SMA Stella Duce Bantul.

(1)

ABSTRAK

Ita Susanti. 2016. Pengaruh Metode Eksperimen Terbimbing Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Dan Keterampilan Proses Sains Pada Pokok Bahasan Perubahan Wujud Kelas X SMA Stella Duce Bantul. Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pembimbing: Prof. Dr. Paul Suparno, S.J., M.S.T.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Pengaruh metode eksperimen terhadap peningkatan hasil belajar siswa di SMA Stella Duce Bantul, (2) Pengaruh metode eksperimen terhadap peningkatan keterampilan proses sains siswa di SMA Stella Duce Bantul untuk topik perubahan wujud.

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 01 Maret 2016 sampai dengan 26 April 2016. Penelitian ini dilakukan pada dua kelas. Untuk kelas kontrol dengan jumlah sampel 27 siswa dan pada kelas eksperimen dengan jumlah sampel 26 siswa. Instrumen yang digunakan yaitu pre-test dan post-test sebagai tes tertulis untuk melihat hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa serta laporan percobaan dan lembar observasi untuk keterampilan proses sains siswa. Data dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Untuk data kuantitatif analisa yang penelitian adalah uji Test-T.

Hasil dari penelitian ini adalah pembelajaran fisika pada pokok bahasan perubahan wujud zat dengan menggunakan metode eksperimen di SMA Stella Duce Bantul: (1) dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan hasilnya lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran dengan metode ceramah, (2) dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa.


(2)

ABSTRACT

Ita Susanti. 2016. The Influence Of Guided Experiment Method Towards Learning Improvement and Science Process Skill in Shape-Changing Topic At 10th Grade Of SMA Stella Duce Bantul. An Undergraduate Thesis. Physics Education Study Program. Science and Mathematics Education Program. Faculty of Teacher Training and Education. Sanata Dharma University. Advisor: Prof. Dr. Paul Suparno, S.J., M.S.T.

This research aimed to know: (1) the influence of experiment method towards learning improvement of students in SMA Stella Duce Bantul, (2) the influence of experiment method towards the improvement of science process skill of students in SMA Stella Duce Bantul regarding shape-changing topics.

This research was conducted on March 1st, 2016 until April 26th, 2016 in two classes. The first class was a control group with 27 sample students and the second class was an experimental group with 26 sample students. The instruments were pre and posttest as written test intended to examine the learning improvement and the student’s science process skill; an experiment report and

observation sheet for the student’s science process skill. The data were analyzed

quantitatively and qualitatively. Qualitative analysis in this research used a T-test. The results of this research was that the physics learning about shape-changing topics using experiment in SMA Stella Duce Bantul: (1) could improve

student’s learning result and the result was better compared to learning using

preaching method, (2) could improve student’s science process skill. Keywords : Learning improvement, Science process skill, Experiment


(3)

PENGARUH METODE EKSPERIMEN TERBIMBING TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS

PADA POKOK BAHASAN PERUBAHAN WUJUD KELAS X SMA STELLA DUCE BANTUL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika

Disusun Oleh : ITA SUSANTI

121424027

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

PENGARUH METODE EKSPERIMEN TERBIMBING TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS

PADA POKOK BAHASAN PERUBAHAN WUJUD KELAS X SMA STELLA DUCE BANTUL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika

Disusun Oleh : ITA SUSANTI

121424027

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

SKRIPSI

PENGARUH METODE EKSPERIMEN TERBIMBING TERIIADAP

PENINGKATAI\ HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA POKOK BAITASAI{ PERT'BAI{AN WUJUD KELAS X

g*IA STELLA DUCE BAN?UL

Ilosen Pembimbing

Tanggai:

7l

Juli2fil6

Paul Suparno, S.J., M.S.T


(6)

SKRIPSI

PENGARUH METODE EKSPERIMEN TERBIMBINC TEAIIADAP

PEI{INGKATAFI HASIL BrcLAJAR DAI{ KETERAMPILAN PROSES SAINS

PAI}A FOKOK BAIIASAN PERIJBAIIAN WUJT]D KtrLAS X SMA

STELLA DUCE BANTUL Dipersiapkan dan ditulis oleh:

Ketua Sekretaris Anggota Anggota Anggota

: Prof. Dr. Paul Suparno, S.J., M.S.T. : Dr. Drs. Vet. Asan Damanik

: Ir. Sri Agustini Suiandari, M.Si.

Yogyakarta,

lo

A1ul+us Lolb

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Dekan,

.h dipertahankan di depan Panitia Penguj Pada tanggal 10 Agustus 2016 Dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguj i:

Tangan


(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini, di persembahkan kepada Tuhan Yesus Kritus dan Bunda Maria yang telah memberikan cinta kasih-Nya bagi penulis.


(8)

(9)

LEMBAR PERYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

ILMIAII

UNTUK Kf,PERLUAN AKAI}EMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Ita Susanti

NIM

:121424027

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

Pengauh Metode Eksperimen Terbimbing Terhadap Peningkatan Hasil Belajar dan Keterampilan Proses Sains Pada Pokok Bahasan Perubahan lilujud Kelas X SMA Stella Duce Bantul

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusi secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atalr media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Padatanggal 2l Juli 2016 Yang menyatakan

fiW

Ita Susanti


(10)

ABSTRAK

Ita Susanti. 2016. Pengaruh Metode Eksperimen Terbimbing Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Dan Keterampilan Proses Sains Pada Pokok Bahasan Perubahan Wujud Kelas X SMA Stella Duce Bantul. Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pembimbing: Prof. Dr. Paul Suparno, S.J., M.S.T.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Pengaruh metode eksperimen terhadap peningkatan hasil belajar siswa di SMA Stella Duce Bantul, (2) Pengaruh metode eksperimen terhadap peningkatan keterampilan proses sains siswa di SMA Stella Duce Bantul untuk topik perubahan wujud.

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 01 Maret 2016 sampai dengan 26 April 2016. Penelitian ini dilakukan pada dua kelas. Untuk kelas kontrol dengan jumlah sampel 27 siswa dan pada kelas eksperimen dengan jumlah sampel 26 siswa. Instrumen yang digunakan yaitu pre-test dan post-test sebagai tes tertulis untuk melihat hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa serta laporan percobaan dan lembar observasi untuk keterampilan proses sains siswa. Data dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Untuk data kuantitatif analisa yang penelitian adalah uji Test-T.

Hasil dari penelitian ini adalah pembelajaran fisika pada pokok bahasan perubahan wujud zat dengan menggunakan metode eksperimen di SMA Stella Duce Bantul: (1) dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan hasilnya lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran dengan metode ceramah, (2) dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa.


(11)

ABSTRACT

Ita Susanti. 2016. The Influence Of Guided Experiment Method Towards Learning Improvement and Science Process Skill in Shape-Changing Topic At 10th Grade Of SMA Stella Duce Bantul. An Undergraduate Thesis. Physics Education Study Program. Science and Mathematics Education Program. Faculty of Teacher Training and Education. Sanata Dharma University. Advisor: Prof. Dr. Paul Suparno, S.J., M.S.T.

This research aimed to know: (1) the influence of experiment method towards learning improvement of students in SMA Stella Duce Bantul, (2) the influence of experiment method towards the improvement of science process skill of students in SMA Stella Duce Bantul regarding shape-changing topics.

This research was conducted on March 1st, 2016 until April 26th, 2016 in two classes. The first class was a control group with 27 sample students and the second class was an experimental group with 26 sample students. The instruments were pre and posttest as written test intended to examine the learning improvement and the student’s science process skill; an experiment report and

observation sheet for the student’s science process skill. The data were analyzed

quantitatively and qualitatively. Qualitative analysis in this research used a T-test. The results of this research was that the physics learning about shape-changing topics using experiment in SMA Stella Duce Bantul: (1) could improve

student’s learning result and the result was better compared to learning using

preaching method, (2) could improve student’s science process skill. Keywords : Learning improvement, Science process skill, Experiment


(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yesus Kritus atas berkat dan kasih-Nya dalam penyusunan skripsi yang berjudul ‘Pengaruh Metode Eksperimen Terbimbing Terhadap Peningkatan Hasil Belajar dan Keterampilan Proses Sains Pada Pokok Bahasan Perubahan Wujud Kelas X SMA Stella Duce

Bantul’ sehingga dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir untuk memenuhi syarat kelulusan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Universitas Sanata Dharma. Penulisan skripsi ini dapat diselsaikan dengan baik, tidak terlepas dari banyak pihak yang turut memberi dukungan, doa, materi serta bantuan dan semangat yang sangat bermanfaat bagi penulis. Oleh karena itu penulis ingin berterimakasih kepada:

1. Rohandi, Ph. D. selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma;

2. Prof. Dr. Paul Suparno, S.J., M.S.T. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dukungan, masukan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

3. Dr. Ign. Edi Santosa, M.S. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika yang memberi dukungan dan motivasi;

4. Drs. Saverinus Domi, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang memberi dukungan, semangat dan motivasi;


(13)

Agustinus Sulistiono atas doa restu, cinta, kasih sayang, perhatian, arahan, dukungan finansial, serta kesabaran kepada penulis selama ini;

9. Teman

seperjuangan Lorentina Elsi dan Bernadetta Savitri Sutasoma

atas kerjasama, semangat, saran, masukan, dukungan serta doa yang diberikan kepada penulis;

10. Sahabat-sahabatku, Steffani, Angel, Galuh, Weni dan Fausi yang selama ini memberikan dukungan dan semangatnya.

Penulis menyadari bahwa

masih

banyak kekurangan dan

kelemahan

dalam

penulisan

skripsi

ini,

karena

itu

penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dapat dikembangkan menjadi penelitian yang lebih baik.

Yogyakarta,2l J:'uJi2076 Penulis

w

Ita Susanti


(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

A. Filsafat Konstruktivisme ... 6

B. Metode Eksperimen ... 8

C. Hasil Belajar ... 13

D. Keterampilan Proses Sains ... 22

E. Perubahan Wujud Zat ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 38

A. Desain Penelitian ... 38


(15)

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40

D. Treatmen ... 40

E. Instrumen Penelitian ... 43

F. Metode Analisis Data ... 49

BAB IV DATA DAN ANALISA DATA ... 54

A. Pelaksanaan Penelitian ... 54

B. Data dan Analisis ... 60

1. Peningkatan Hasil Belajar ... 60

2. Keterampilan Proses Sains ... 66

C. Pembahasan ... 72

D. Keterbatasan Penelitian ... 76

BAB V PENUTUP ... 78

A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 80


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Desain Penelitian Pretest and Posttest Control Group ... 39

Tabel 3.2. Kisi-kisi Tes Pengetahuan Tentang Perubahan Wujud ... 45

Tabel 3.3. Kisi-kisi Tes Keterampilan Proses Tentang Perubahan Wujud ... 46

Tabel 3.4. Klasifikasi Penguasaan Hasil Belajar dan Keterampilan Proses ... 50

Tabel 4.1. Kegiatan Yang Dilakukan Selama Penelitian ... 54

Tabel 4.2. Nilai Pre-test dan Post-test Siswa ... 60

Tabel 4.3. Hasil Perbandingan Kemampuan Awal Kelas X.1 dan Kelas X2 ... 61

Tabel 4.4. Hasil Peningkatan Kemampuan Kelas Kontrol (X.1) ... 62

Tabel 4.5. Hasil Peningkatan Kemampuan Kelas Eksperimen (X.2) ... 63

Tabel 4.6. Hasil Perbedaan Kemampuan Akhir Kelas X1 dan Kelas X2 ... 64

Tabel 4.7. Klasifikasi Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol ... 65

Tabel 4.8. Klasifikasi Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen ... 65

Tabel 4.9. Nilai Pre-test dan Post-test siswa Kelas X.2 ... 66

Tabel 4.10. Peningkatan Keterampilan Proses Sains ... 67

Tabel 4.11. Klasifikasi Keterampilan Proses Hasil Pretest dan Posttest ... 68

Tabel 4.12. Porsentase Klasifikasi Keterampilan Proses Sains Siswa Secara Umum Dari Hasil Pre-test dan Post-test Untuk Setiap Aspek ... 68

Tabel 4.13. Nilai Laporan Percobaan ... 69

Tabel 4.14. Klasifikasi Laporan percobaan ... 69

Tabel 4.15. Klasifikasi KPS Untuk Aspek Membuat Hipotesis ... 69

Tabel 4.16. Klasifikasi KPS Untuk Aspek Merancang Percobaan ... 70

Tabel 4.17. Klasifikasi KPS Untuk Aspek Menentukan Variabel ... 70

Tabel 4.18. Klasifikasi KPS Untuk Aspek Membuat Grafik ... 70

Tabel 4.19. Klasifikasi KPS Untuk Aspek Menganalisa Penyelidikan ... 71


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 83

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 84

Lampiran 3. RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol) ... 85

Lampiran 4. RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen) ... 88

Lampiran 5. Lembar Kerja Siswa ... 91

Lampiran 6. Soal Pretest dan Posttest ... 93

Lampiran 7. Hasil Validasi Pretest dan Posttest ... 96

Lampiran 8. Panduan Penskoran Soal Pretest dan Posttest ... 98

Lampiran 9. Jawaban Soal Pretest dan Posttest ... 102

Lampiran 10. Lembar Observasi ... 105

Lampiran 11. Panduan Penskoran Laporan dan Lembar Jawaban ... 109

Lampiran 12. Daftar Nilai Pre-tes dan Post-tes Kelas X1 ... 114

Lampiran 13. Daftar Nilai Pre-tes dan Post-tes Kelas X2 ... 115

Lampiran 14. Hasil Penilaian KPS dari observasi ... 116

Lampiran 15. Contoh Pekerjaan Siswa (Pretest X1) ... 118

Lampiran 16. Contoh pekerjaan siswa (Posttest X1) ... 119

Lampiran 17. Contoh Pekerjaan Siswa (Pretest X2) ... 120

Lampiran 18. Contoh Pekerjaan Siswa (Posttest X2) ... 121

Lampiran 19. Contoh Pekerjaan Siswa KPS (Pretest X2) ... 122

Lampiran 20. Contoh Pekerjaan Siswa KPS (Posttest X2)... 123

Lampiran 21. Contoh Laporan Percobaan Siswa ... 125


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Gambar Pretest Kelas Kontrol ... 133

Gambar 2. Gambar Posttest Kelas Kontrol ... 133

Gambar 3. Gambar Siswa Melakukan Percobaan ... 134

Gambar 4. Gambar Pembelajaran Kelas Kontrol ... 134

Gambar 5. Gambar Pretest Kelas Eksperimen ... 135


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada hakikatnya pembelajaran IPA (Fisika) terdiri dari tiga aspek yaitu sikap, proses dan produk. IPA sebagai sikap yaitu sikap ilmiah yang ditimbulkan dari proses. IPA sebagai proses yaitu kerja ilmiah yang dilakukan sedangkan IPA sebagai produk yaitu pengetahuan IPA yang berupa pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif. Kajian IPA menjadi semakin luas, meliputi konsep IPA, proses, nilai, dan sikap ilmiah, dan aplikasi IPA dalam kehidupan sehari-hari (Wisudawati & Sulistyowati, 2014: 22).

Teori belajar konstruktivistik memahami belajar sebagai proses pengetahuan oleh si belajar itu sendiri (Siregar & Nara, 2011: 39). Bila yang sedang belajar adalah siswa, maka pengetahuan itu adalah bentukan siswa sendiri. Menurut Suparno (2013: 8) unsur terpenting dalam belajar fisika adalah siswa yang aktif belajar fisika. Maka semua usaha guru harus diarahkan untuk membantu dan mendorong agar siswa mau mempelajari fisika sendiri. Dengan kata lain dalam belajar siswa harus aktif mengolah bahan, mencerna, memikirkan, menganalisis dan akhirnya merangkumnya sebagai suatu pengertian yang utuh.

Fisika oleh Piaget dikelompokan sebagai pengetahuan fisis. Pengetahuan fisis adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari suatu obyek atau kejadian seperti bentuk, besar, kekasaran, berat, serta bagaimana objek-objek itu berinteraksi satu dengan yang lain (Piaget,Wadsworth, dalam Suparno, 2013: 18).


(20)

Karena fisika adalah pengetahuan fisis maka untuk mempelajari fisika dan membentuk pengetahuan tentang fisika, diperlukan kontak langsung dengan hal yang ingin diketahui atau dipelajari. Menurut Suparno metode eksperimen dan inquiry sangat cocok untuk mendalami fisika, dimana siswa dapat mengamati, mengukur, mengumpulkan data, menganalisa data, dan menyimpulkan.

Pada tahun 2013 di Indonesia diterapkan kurikulum 2013. Pembelajaran yang digunakan pada IPA di kurikulum 2013 adalah pendekatan saintifik atau pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah ini diyakini sebagai pengembangan sikap, keterampilan dan pengetahuan peserta didik. Pembelajaran dengan pendekatan sainstifik ini memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau eksperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi dan menguji hipotesis. Keterampilan proses yang ditunjukan dalam pendekatan saintifik seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan dan menyimpulkan. Karakteristik pada pembelajaran metode saintifik ini berpusat pada peserta didik, keterampilan proses sains dalam mengkonstruksi konsep, hukum, atau prinsip, serta melibatkan proses-proses kognitif (Daryanto, 2014).

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik itu lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. Hasil penelitian membuktikan bahwa pada pembelajaran tradisonal, retensi informasi dari guru sebesar 10% setelah 15 menit, dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25%. Pada pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, retensi informasi dari guru sebesar


(21)

lebih dari 90% setelah dua hari dan perolehan pemahaman kentekstual sebesar 50-70%. (Daryanto, 2014).

Menurut Suparno (2009: 2) banyak sekolah belum mempunyai laboratorium fisika. Beberapa mempunyai ruang laboratorium tetapi tidak mempunyai peralatan laboratorium fisika yang lengkap, bahkan beberapa tidak mempunyai peralatan. Beberapa SMA di luar Jawa masih ada yang belum mempunyai kelas yang mencukupi.

Dari hasil pengamatan peneliti di sekolah yang pernah ditemui menunjukan bahwa siswa jarang sekali melakukan percobaan fisika, siswa belajar fisika lebih dengan teori tanpa praktik, tanpa ditatapkan pada lingkungan mereka yang konkret dan hidup. Guru cenderung berceramah atau menjelaskan di depan kelas, kemudian siswa mendengarkan dan mencatat. Akibatnya fisika menjadi kurang menarik, sulit dipahami dan membosankan. Selain itu mengakibatkan pembelajaran fisika yang terjadi di sekolah tidak sesuai yang diharapkan, seperti yang dijelaskan di atas.

Menurut Susanto (2015) masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran siswa kurang didorong untuk mengembangkan keterampilan berfikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan siswa untuk menghafal informasi, siswa terbiasa untuk mengingat dan menimbun informasi, tanpa berusaha untuk menghubungkan yang diingat itu dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya siswa hanya pintar secara teoritis tetapi miskin dalam hal aplikasi.


(22)

Dari penjelasan diatas, pengajaran fisika di sekolah yang diamati belum menyentuh aspek proses dan sikap, kenyataan yang terjadi di sekolah-sekolah. Guru lebih mengutamakan nilai akhir peserta didik dibandingkan proses pembelajarannya. Pembelajaran fisika yang berfokus pada proses dan hasil akan lebih baik dari pembelajaran fisika yang hanya berfokus terhadap hasil akhir. Akibatnya keterampilan proses sains siswa rendah.

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti ingin melakukan penelitian di SMA Stella Duce Bantul, untuk melihat pengaruh metode eksperimen terhadap peningkatan hasil belajar dan keterampilan proses sains pada topik perubahan wujud suatu benda. Jika terbukti berpengaruh maka salah satu metode pembelajaran yaitu eksperimen perlu diterapkan di sekolah untuk pembelajaran fisika.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah pembelajaran dengan metode eksperimen meningkatkan hasil belajar siswa di SMA Stella Duce Bantul kelas X pada topik perubahan wujud suatu benda?

2. Apakah pembelajaran dengan metode eksperimen meningkatkan keterampilan proses sains siswa di SMA Stella Duce Bantul kelas X pada topik perubahan wujud suatu benda?


(23)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui:

1. Pengaruh metode eksperimen terhadap peningkatan hasil belajar siswa di SMA Stella Duce Bantul, untuk topik perubahan wujud benda;

2. Pengaruh metode eksperimen terhadap peningkatan keterampilan proses sains siswa di SMA Stella Duce Bantul, pada topik perubahan wujud benda;

D. Manfaat Penelitian 1. Kegunaan teoritis

Bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan, terutama pendidikan fisika.

2. Kegunaan praktis a. Bagi guru

1) Memberi masukan kepada guru fisika bahwa metode eksperimen dapat meningkatkan hasil belajar dan keterampilan proses siswa. 2) Memeberi alternatif pembelajaran fisika yang lebih mengaktifkan

siswa. b. Bagi siswa

Untuk menumbuhkan, melatih keterampilan proses sains siswa terutama pada pelajaran fisika.


(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Filsafat Konstruktivisme

Filsafat konstruktivisme adalah filsafat yang mempelajari hakikat pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu terjadi (Suparno, 2013: 14). Menurut filsafat konstruktivisme pengetahuan itu adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri yang sedang menekuninya (Von Glaserfeld dalam Suparno, 2013: 14). Sedangkan menurut Driver dan Bell pengetahuan bukanlah hanya kumpulan hukum atau daftar fakta. Ilmu pengetahuan terutama sains adalah ciptaan fikiran manusia dengan semua gagasan dan konsepnya yang ditemukan secara bebas (Eisntein dan Infeld dalam Bettencourt 1989, dalam Suparno, 1997: 17).

Bila yang menekuni itu adalah siswa maka pengetahuan itu adalah bentukan dari siswa itu sendiri. Oleh karena pengetahuan itu merupakan konstruksi seseorang yang sedang mengolahnya maka pengetahuan itu tidak dapat ditransfer atau dipindahkan begitu saja dari guru ke siswa. Pengetahuan hanya dapat ditawarkan kepada siswa untuk dikonstruksikan sendiri secara aktif oleh siswa itu sendiri.

Para konstruktivis menjelaskan bahwa alat atau sarana yang tersedia bagi seseorang untuk mengetahui sesuatu adalah inderanya (Suparno, 1997: 18). Tampak bahwa pengetahuan lebih menunjuk pada pengalaman seseorang, tanpa pengalaman itu, sesorang atau siswa tidak dapat membentuk pengetahuannya.


(25)

Pengalaman tidak harus diartikan sebagai pengalaman fisik, tetapi juga dapat diartikan sebagai pengalaman kognitif dan mental (Suparno, 1997: 19).

Menurut Suparno (2013: 19) filsafat konstruktivisme ini membawa dampak pembelajaran bagi siswa dan guru.

1. Dampak Konstruktivisme bagi Siswa yang Belajar

Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah proses yang aktif dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari. Dari proses ini siswa menyesuaikan konsep dan ide-ide baru yang mereka pelajari dengan kerangka berfikir yang telah mereka punyai (Betterncourt, 1989; Shymansky, 1992; Watss & Pope, 1989, dalam Suparno, 2013: 19).

Setiap siswa mempunyai cara untuk mengerti sendiri pelajaran fisika. Setiap siswa mempunyai cara yang cocok untuk mengkonstruksikan bahan fisika yang kadang sangat berbeda dengan yang lain.

2. Dampak Konstruktivisme bagi Guru Fisika

Menurut kaum konstruktivis, seorang pengajar atau guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik (Suparno, 1997: 65). Tekanan ada pada siswa yang belajar dan bukan pada disiplin atau guru yang mengajar. Siswa sudah membawa konsep awal sebelum belajar fisika secara formal, maka seorang guru fisika perlu mengerti bahwa siswanya bukanlah lembaran kertas kosong (tabula rasa) yang begitu saja dapat dicekoki. Seorang guru yang konstruktivis beranggapan bahwa siswanya itu sudah


(26)

mengerti sesuatu sebelum mengikuti pelajaran fisika karena pengalaman hidup siswa itu.

Menurut Suparno (2013: 21) secara garis besar fungsi sebagai mediator dan fasilitator dari guru itu dapat dijabarkan dalam beberapa tugas sebagai berikut:

a. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa ambil tanggung jawab dalam membuat perencanaan belajar, proses belajar, dan membuat penelitian.

b. Menyediakan atau memberikan kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa, membantu siswa untuk mengekspresikan gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiahnya.

c. Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukan apakah pemikiran itu jalan atau tidak.

d. Guru membantu dalam mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan siswa.

B. Metode Eksperimen

Secara singkat konstruktivisme mengungkapkan bahwa pengetahuan itu adalah konstruksi siswa (Von Glasersfeld dalam Bettencourt, dalam Mattehews 1994, dalam Suparno, 2009: 24). Siswalah yang membentuk pengetahuan fisika selama bela;jar fisika dalam otaknya. Oleh karena itu siswa hanya dapat mengerti sesuatu konsep fisika bila mereka sendiri belajar aktif dan memikirkannya.

Metode eksperimen merupakan suatu cara mengajar yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri data atau fakta yang diperlukannya atau diinginkannya secara aktif. Dengan siswa dapat belajar secara


(27)

aktif, maka siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya. Pada dasarnya prinsip pembelajaran konstruktivis dapat diwujudkan dengan metode eksperimen. Melalui metode eksperimen siswa dapat berhadapan langsung dengan fenomena yang akan dipelajari. Siswa dapat dengan bebas dan terbimbing melakukan kegiatan untuk mencari jawaban dari masalah yang ditemui. Bila kita melihat tujuan pembelajaran dengan metode eksperimen, maka metode eksperimen merupakan pendekatan pembelajaran konstruktivis.

Menurut Suparno (2013: 18), metode eksperimen dan inquiry sangat cocok untuk mendalami fisika karena dengan menggunakan metode eksperimen dan inquiry siswa dapat mengamati, mengukur, mengumpulkan data, menganalisa data, dan menyimpulkan data. Secara umum metode eksperimen adalah metode mengajar yang mengajak siswa untuk melakukan percobaan sebagai pembuktian, pengecekan bahwa teori yang sudah dibicarakan itu memang benar (Suparno, 2013: 83). Metode eksperimen bukan untuk menemukan teori, tetapi lebih untuk menguji teori atau hukum yang sudah ditemukan para ahli. Dalam praktik dapat dilakukan eksperimen untuk menemukan teori atau hukumnya. Metode eksperimen dalam proses pembelajaran IPA tidak terlepas dari metode ilmiah (scientific method) dalam mempelajari IPA serta keterampilan proses IPA (Wisudawati & Sulistyowati, 2014: 155). Metode eksperimen dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan proses sains.

Menurut Suparno Metode eksperimen dapat dibedakan menjadi dua, yaitu eksperimen terbimbing dan eksperimen bebas (2013: 84).


(28)

1. Eksperimen Terbimbing

a. Pengertian Eksperimen Terbimbing

Eksperimen terbimbing merupakan eksperimen yang seluruh jalannya percobaan sudah dirancang oleh guru sebelum percobaan dilakukan oleh siswa. Langkah-langkah yang harus dibuat siswa, peralatan yang harus digunakan, apa yang harus diamati dan diukur semuanya sudah ditentukan sejak awal. Maka siswa tidak akan bingung tentang langkah-langkah yang akan dibuat.

b. Tugas Guru

Untuk melakukan pembelajaran dengan eksperimen terbimbing, guru punya peran sangat penting. Beberapa hal yang harus dilakukan guru adalah:

1) Memilih eksperimen apa yang akan ditugaskan kepada siswa;

2) Merencanakan langkah-langkah percobaan seperti: apa tujuannya, peralatan yang digunakan, bagaimana merangkai percobaan, data yang harus dikumpulkan siswa, bagaimana menganalisis data, dan apa kesimpulannya;

3) Mempersiapkan semua peralatan yang akan digunakan sehingga pada saat siswa mencoba siap dan lancar;

4) Pada saat percobaan sendiri, guru dapat berkeliling melihat bagaimana siswa melakukan percobaanya dan memberikan masukan kepada siswa; 5) Bila ada peralatan yang macet guru membantu siswa agar alat dapat jalan


(29)

6) Membantu siswa dalam menarik kesimpulan dengan percobaan yang dilakukan;

7) Bila siswa membuat laporan, maka guru harus memeriksannya;

8) Guru sebaiknya mempersiapkan petunjuk dan langkah percobaan dalam satu lembar kerja sehingga memudahkan siswa bekerja.

c. Tugas Siswa

Dalam eksperimen siswa sendiri atau dalam kelompok kecil melakukan percobaan sesuai dengan petunjuk yang diberikan guru. Dalam percobaan, siswa antara lain akan melakukan tindakan berikut:

1) Membaca petunjuk percobaan dengan teliti; 2) Mencari alat yang diperlukan;

3) Merangkai alat-alat sesuai dengan skema percobaan; 4) Mulai mengamati jalannya percobaan;

5) Mencatat data yang diperlukan;

6) Mendiskusikan dalam kelompok untuk ambil kesimpulan dari data yang ada;

7) Membuat laporan percobaan dan mengumpulkan;

8) Dapat juga mempresentasikan percobannya di depan kelas.

2. Eksperimen Bebas

Eksperimen bebas merupakan eksperimen dimana guru tidak memberikan petunjuk pelaksaan percobaan secara rinci. Dengan kata lain, siswa harus lebih


(30)

banyak berfikir sendiri, bagaimana akan merangkai rangkaian, apa yang harus diamati, diukur, dianalisa serta disimpulkan.

Keuntungan dari eksperimen bebas adalah siswa ditantang untuk merencanakan percobaan sendiri tanpa banyak dipengaruhi arahan guru. Dengan demikian, akan tampak bagaimana kreativitas, kepandaian, dan kemampuan siswa dalam memecahkan tugas yang diberikan guru. Jelas model ini lebih konstruktivis dari pada percobaan yang sudah dibuatkan langkah-langkahnya.

Dalam penelitian ini digunakan metode eksperimen bebas terbimbing. Guru tidak memberi petunjuk percobaan secara rinci. Siswa dibantu dengan pertanyaan-pertanyaan yang memandu untuk melakukan percobaan, sehingga siswa akan lebih aktif untuk merancang percobaan.

3. Keunggulan Metode Eksperimen

Menurut Djajadisastra (1982: 16) ada beberapa keuntungan menggunakan metode eksperimen dalam pembelajaran, yaitu:

a) Siswa mengalami atau mengamati sendiri suatu proses atau kejadian; b) Karena mengamati sendiri suatu proses atau kejadian, maka siswa menjadi

benar-benar yakin akan hasil suatu proses;

c) Siswa menjadi lebih bersikap hati-hati, teliti, dan mampu berfikir analitis; d) Memupuk dan mengembangkan sikap berfikir ilmiah;

e) Membangkitkan hasrat ingin tahu pada anak;


(31)

4. Kelemahan Metode Eksperimen

Menurut Djajadisastra (1982: 17) ada beberapa kelemahan menggunakan metode eksperimen dalam pembelajaran, yaitu:

a) Tidak semua mata pelajaran dapat diajarkan dengan metode eksperimen; b) Tidak semua hal dapat dieksperimenkan;

c) Eksperimen tidak selalu berhasil seperti yang diharapkan;

d) Mahalnya alat-alat praktikum menjadi hambatan untuk melakukan eksperimen di sekolah.

C. Hasil Belajar 1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup. Salah satu tanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya, tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif) (Siregar dan Nara, 2011: 3).

Menurut Ausubel, Novak, dan Hanesian (dalam Suparno, 1997: 53) ada dua jenis belajar yaitu belajar bermakna (meaningful learning) dan belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Belajar menghafal ini perlu bila seseorang memperoleh


(32)

informasi baru dalam dunia pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan dengan apa yang telah ia ketahui.

Menurut Ausubel dalam proses belajar ini siswa mengkonstruksi apa yang ia pelajari sendiri. Teori belajar Ausubel ini sangat dekat dengan inti pokok konstruktivisme. Keduanya menekankan pentingnya belajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru ke dalam sistem pengertian yang telah dipunyai. Keduanya menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru ke dalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa. Keduanya menekankan andaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif.

Beberapa tokoh lain juga mendefinisikan pengertian belajar. Belajar didefinisikan sebagai perubahan perilaku yang relatif tetap yang disebabkan praktik atau pengalaman yang sampai pada situasi tertentu (Singer 1968, dalam Siregar dan Nara 2011: 4). Menurut James O. Whittaker, belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman (dalam Annurrahman, 2010: 35). Pendapat Whittaker didukung oleh pendapat Hilgard (1962) yang mengemukakan bahwa belajar adalah suatu perubahan kegiatan yang dimaksud mencakup pengetahuan, kecakapan, tingkah laku, dan ini diperoleh melalui latihan (pengalaman) (dalam Susanto, 2015: 3). Holgard menegaskan bahwa belajar merupakan proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembiasaan, dan pengalaman.

Menurut Herman Hudojo (1988: 1) belajar merupakan kegiatan bagi setiap orang. Herman Hudojo mengungkapkan bahwa pengetahuan keterampilan, kegemaran dan sikap seseorang terbentuk, dimodifikasi dan berkembang


(33)

disebabkan oleh proses belajar. Karena itu seseorang dikatakan belajar apabila diri orang itu menjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku.

Menurut Gagne (1989, dalam Susanto 2015: 1) belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai suatu proses dimana organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dua konsep ini menjadi terpadu dalam satu kegiatan dimana terjadi interaksi antara guru dengan siswa, serta siswa dengan siswa pada saat pembelajaran berlangsung.

Paul Suparno (2013: 19) mendefinisikan belajar sebagai proses aktif dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya. Siswalah yang mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari. Belajar bukanlah suatu kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi suatu perkembangan berfikir dengan membuat kerangka pengertian yang baru. Siswa harus punya pengalaman dengan membuat hipotesis, meramalkan, mengetes hipotesis, memanipulasi objek, memecahkan persoalan, mencari jawaban, menggambarkan, meneliti, berdialog, dan mengadakan refleksi.

Dalam kesimpulan yang dikemukakan Abdillah (2002), belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu (dalam Aunurrahman, 2012: 35). Dengan demikian, secara singkat dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri seseorang akibat pengalaman dan interaksi


(34)

individu dengan lingkungannya, dimana perubahan tersebut melaui pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif).

2. Ciri–ciri Belajar

Dalam pengertian yang umum, belajar seringkali diartikan sebagai aktivitas untuk memperoleh pengetahuan. Kemampuan orang untuk belajar menjadi ciri penting yang membedakan jenisnya dari jenis mahluk yang lain (Gredler 1994 dalam Aunurrahman, 2011: 38). Menurut Surjadi seseorang dikatakan belajar apabila perubahan-perubahan berikut ini terjadi (2012: 3):

1) Penambahan informasi;

2) Pengembangan atau peningkatan pengertian; 3) Penerimaan sikap-sikap baru;

4) Perolehan penghargaan baru;

5) Pengerjaan sesuatu dengan mempergunakan apa yang telah dipelajari; 6) Mengganti informasi lama.

Keenam jenis perubahan ini dapat dimasukan dalam tiga kategori yaitu: pengetahuan (Cognitive), perasaan (Affective), dan perubahan (Behavioral). Siregar dan Nara (2011: 5) menjelaskan ada 4 ciri belajar yaitu:

1) Adanya kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku tersebut bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), maupun nilai dan sikap (afektif).


(35)

2) Perubahan belajar tidak berlangsung sesaat saja, melainkan menetap atau dapat disimpan.

3) Perubahan itu tidak terjadi begitu saja, melainkan harus dengan usaha. Perubahan akan terjadi bila ada interaksi dengan lingkungan.

4) Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan fisik atau kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ciri belajar yaitu membawa perubahan pada seseorang yang mengalami proses belajar.

3. Prinsip Belajar dalam Pembelajaran

Dalam proses pembelajaran, guru dituntut untuk mampu mengembangkan potensi siswa secara optimal. Agar aktivitas guru dalam proses pembelajaran terarah pada upaya peningkatan potensi siswa secara komprehensip, maka pembelajaran harus sesuai dengan prinsi-prinsip yang benar, yang bertolak dari kebutuhan internal siswa untuk belajar. Prinsip belajar ini menunjuk kepada hal-hal penting yang harus dilakukan guru agar terjadi proses belajar siswa sehingga proses pembelajaran yang dilakukan dapat mencapai hasil yang diharapkan. Bagi guru, kemampuan menerapkan prinsip-prinsip belajar dalam proses pembelajaran akan dapat membantu terwujudnya tujuan pembelajaran yang dirumuskan dalam perencanaan pembelajaran. Sementara bagi siswa prinsip-prinsip pembelajaran akan membantu tercapainya hasil belajar yang diharapkan.

Berikut ini diuraikan kerangka dasar bagi penerapan prinsip-prinsip belajar dalam proses pembelajaran (Davies 1991, dalam Aunurrahman, 2012: 114):


(36)

1) Hal apapun yang dipelajari peserta didik, ia harus mempelajarinnya sendiri. Tidak seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuk seseorang.

2) Setiap peserta didik belajar menurut tempo (kecepatannya) sendiri dan untuk setiap umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar.

3) Peserta didik akan belajar lebih banyak apabila setiap langkah segera diberikan penguatan.

4) Penguasaan secara penuh dari setiap langkah pembelajaran, memungkinkan peserta didik belajar secara lebih berarti.

5) Apabila peserta didik diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia akan lebih termotivasi untuk belajar.

4. Hasil Belajar

Dalam kegiatan pembelajaran secara formal guru menetapkan tujuan belajar. Siswa yang berhasil dalam belajar adalah siswa yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Berikut adalah beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian hasil belajar. Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar (Abdurrahman 1999 dalam Jihad dan Haris, 2013: 14). Menurut Benyamin S. Bloom terdapat tiga ranah (domain) dari hasil belajar, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dari ranah kognitif ini merupakan hasil dari proses berfikir atau perilaku dari hasil kerja otak. Hasil belajar untuk ranah afektif merupakan perilaku yang dimunculkan seseorang sebagai pertanda untuk


(37)

membuat pilihan atau keputusan akan sesuatu hal. Sedangkan untuk hasil belajar pada ranah psikomotorik yaitu dimunculkan oleh hasil kerja fungsi tubuh manusia.

Selanjutnya Benyamin S. Bloom berpendapat bahwa hasil belajar dapat dikelompokan ke dalam dua macam yaitu pengetahuan dan keterampilan (dalam Jihad dan Haris, 2013: 14)

1) Pengetahuan terdiri dari empat kategori, yaitu: a) Pengetahuan tentang fakta;

b) Pengetahuan tentang prosedural; c) Pengetahuan tentang konsep; d) Pengetahuan tentang prinsip.

2) Keterampilan juga terdiri dari empat prinsip, yaitu:

a) Keterampilan untuk berfikir atau keterampilan kognitif; b) Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik; c) Keterampilan bereaksi atau bersikap;

d) Keterampilan berinteraksi.

Menurut A.J. Romizowski (dalam Jihad dan Haris, 2013: 14) hasil belajar merupakan keluaran (outputs) dari suatu sistem pemrosesan masukan (input). Masukan dari sistem tersebut berupa macam-macam informasi sedangkan keluarannya adalah perbuatan atau kinerja. Sudjana (2012) berpendapat bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.


(38)

Secara sederhana yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar (Susanto, 2015: 5). Dalam kegiatan pembelajaran biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Anak yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan pembelajaran. Nawawi (dalam Brahim, 2007 dalam Susanto 2015: 5) menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam nilai yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu.

Djamarah dan Zain (2002:120, dalam dalam Susanto 2015: 3) menetapkan bahwa hasil belajar tercapai apabila telah terpenuhi dua indikator berikut, yaitu:

1) Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok;

2) Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus telah dicapai oleh siswa baik secara individual maupun kelompok.

Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu (Sudjana, 2012: 3). Penilaian proses belajar merupakan upaya untuk memberi nilai terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan pengajaran. Dalam penilaian dapat dilihat sejauh mana keefektifan dan efisien dalam mencapai tujuan pengajaran yaitu perubahan tingkah laku siswa. Tujuan penilaian menurut Sudjana (2012: 4) terbagi menjadi empat, yaitu:

1) Mendeskripsikan kecakapan belajar para siswa sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangan dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran


(39)

yang ditempuh, selain itu dapat diketahui pula posisi kemampuan siswa dibandingkan dengan siswa lain.

2) Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran disekolah, yaitu seberapa jauh keefektifan dalam mengubah tingkah laku para siswa kearah tujuan pendidikan yang diharapkan. Keberhasilan pendidikan dan pengajaran penting artinya mengingat peranannya sebagai upaya memanusiakan atau membudayakan manusia.

3) Menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta strategi pelaksanaannya. Kegagalan para siswa dalam hasil belajar yang dicapai hendaknya tidak dipandang sebagai kekurangan pada diri siswa, tetapi bisa disebabkan oleh program pengajaran yang diberikan kepadanya atau kesalahan strategi dalam melaksanakan program tersebut.

4) Memberikan pertanggungjawaban dari pihak sekolah kepada pihak yang berkepentingan. Pihak yang dimaksud meliputi pemerintah, masyarakat, dan orang tua siswa. Untuk mempertanggungjawabkan hasil yang telah dicapai, sekolah memberikan laporan berbagai kekuatan dan kelemahan pelaksanaan sistem pendidikan dan pengajaran serta kendala yang dihadapi.

Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa hasil belajar secara khusus adalah suatu perolehan suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan yang akan memungkinkan terjadi perubahan sikap seseorang atau peserta didik secara kognitif, afektif, dan psikomotorik setelah ia menerima


(40)

pengalaman belajar yang dapat dinyatakan dalam bentuk nilai. Baik buruknya hasil belajar dapat dilihat dari hasil pengukuran yang berupa evaluasi. Selain mengukur hasil belajar penilaian dapat juga ditunjukan kepada proses pembelajaran, yaitu untuk mengetahui sejauh mana tingkat keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Semakin baik proses pembelajaran maka hasil belajar yang diperoleh akan semakin tinggi sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.

D. Keterampilan Proses Sains

Usman dan Setiawati (1993, dalam Susanto, 2015: 9) mengemukakan bahwa keterampilan proses merupakan keterampilan yang mengarah kepada pembangunan kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu siswa.

Keterampilan proses juga diartikan sebagai keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotorik) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep, prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, atau untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (Indrawati,1999, dalam Trianto 2012: 144). Dari penjabaran mengenai keterampilan proses dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses merupakan keterampilan baik secara mental, fisik, dan sosial yang mengarah pada proses ilmiah (kognitif dan psikomotorik) yang digunakan untuk menemukan suatu konsep, prinsip atau teori yang telah ada sebelumnya dalam proses pembelajaran.


(41)

Ada empat alasan yang melandasi perlunya diterapkan pendekatan keterampilan proses dalam kegiatan belajar mengajar (Semiawan, 1985: 14) antara lain:

a. Perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung semakin cepat sehingga tak mungkin lagi para guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa.

b. Para ahli psikologi umumnya sependapat bahwa anak-anak mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh kongkret, contoh yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang hadapi. Perkembangan pikiran (kognitif) sesungguhnya dilandasi oleh gerakan dan perbuatan. Anak harus bergerak dan berbuat sesuatu terhadap obyek yang nyata.

c. Penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat mutlak, penemuannya bersifat relatif. Suatu teori mungkin terbantah dan ditolak setelah orang mendapat data baru yang mampu membuktikan kekeliruan teori yang dianut. Semua konsep yang ditemukan melalui penyelidikan ilmiah masih tetap terbuka untuk dipertanyakan, dipersoalkan, dan diperbaiki. Maka anak perlu dilatih untuk selalu bertanya, berfikir kritis, dan mengusahakan kemungkinan-kemungkinan jawaban terhadap satu masalah.

d. Dalam proses belajar mengajar, pengembangan konsep tidak dilepaskan dari pengembangan sikap dan nilai dari diri anak didik. Karena itu, pengembangan keterampilan memproseskan perolehan akan berperan


(42)

sebagai wahana pengait antara pengembangan konsep dan pengembangan sikap serta nilai.

Indrawati (1999, dalam Trianto 2012: 144) membagi keterampilan proses menjadi dua tingkatan, yaitu keterampilan proses tingkat dasar (basic science process skill) yang meliputi observasi, klasifikasi, komunikasi, pengukuran, prediksi dan inferensi. Sedangkan keterampilan proses terpadu (intregated science process skill) meliputi menentukan variabel, menyusun tabel data, menyusun grafik, menginterprestasi data, memberi hubungan variabel, memproses data, menganalisis penyelidikan, menyusun hipotesis, menentukan variabel secara oprasional, merencanakan penyelidikan dan melakukan eksperimen.

1. Keterampilan proses tingkat dasar (basic science process skill) meliputi: a. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah salah satu keterampilan ilmiah yang mendasar. Mengobservasi atau mengamati tidak sama dengan melihat (Semiawan, 1985: 19). Dalam melakukan observasi digunakan semua indera, untuk melihat, mendengar, merasa, mengecap, dan mencium. Observasi atau mengamati memiliki dua sifat utama, yakni sifat kualitatif dan sifat kuantitatif (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 142). Mengamati bersifat kualitatif apabila dalam pelaksanaannya hanya menggunakan panca indera untuk memperoleh informasi. Sedangkan mengamati bersifat kuantitatif apabila dalam pelaksanaanya selain menggunakan panca indra, juga menggunakan peralatan lain yang memberikan informasi khusus.


(43)

Menurut Trianto (2012: 144) ada beberapa perilaku yang dikerjakan siswa pada saat melakukan observasi atau pengamatan

1) Penggunaan indera-indera tidak hanya penglihatan;

2) Pengorganisasian objek-objek menurut suatu sifat tertentu; 3) Pengidentifikasian banyak sifat;

4) Melakukan pengamatan kuantitatif; 5) Melakukan pengamatan kuantitatif.

b. Klasifikasi

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 142) mengklasifikasi merupakan keterampilan proses untuk memilah berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya, sehingga didapat golongan atau kelompok sejenis dari objek yang dimaksud. Dalam membuat klasifikasi, dituntut kecermatan anak dalam mengamati.

Pengklasifikasian adalah pengelompokan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (Trianto 2012: 145). Semakin tinggi tingkat pendidikan anak, semakin rumit jenis klasifikasi yang dapat dilatih. Menurut Trianto (2012: 145) ada dua perilaku siswa dalam melakukan kegiatan klasifikasi antara lain:

1) Pengidentifikasian suatu sifat umum


(44)

c. Komunikasi

Menurut Semiawan (1987: 32) setiap ahli dituntut agar mampu menyampaikan hasil penemuannya kepada orang lain. Komunikasi atau pengkomunikasian adalah mengatakan apa yang ketahui dengan ucapan kata-kata, tulisan, gambar, demonstrasi, atau grafik (Trianto, 2012: 145).

Menurut Trianto (2012: 146) ada beberapa perilaku yang dikerjakan siswa pada saat melakukan komunikasi antara lain:

1) Pemaparan pengamatan dengan menggunakan kata yang sesuai

2) Pengembangan grafik atau gambar untuk menyajikan pengamatn dan peragaan data

3) Perancangan poster atau diagram untuk menyajikan data untuk menyakinkan orang lain.

d. Pengukuran

Pengukuran adalah penemuan ukuran dari suatu objek, objek tersebut dibandingkan dengan suatu pengukuran (Trianto, 2012: 146). Keterampilan mengukur sangat penting dalam kerja ilmiah. Proses ini digunakan untuk melakukan pengamatan kuantitatif. Dasar dari pengukuran adalah pembanding (Semiawan, 1985: 21). Semakin tinggi tingkat sekolah, pengukuran yang didapatkan akan semakin rumit.


(45)

e. Inferensi

Inferensi atau kesimpulan sementara sering dilakukan oleh seorangilmuwan dalam proses penelitian. Kesimpulan tersebut bukan merupakan kesimpulan akhir, hanya merupakan kesimpulan sementara yang dapat diterima sampai pada saat ini (Semiawan, 1985: 30).

f. Prediksi

Prediksi atau peramalan adalah pengajuan hasil-hasil yang mungkin dihasilkan dari suatu percobaan (Trianto, 2012: 145). Prediksi dapat diartikan juga sebagai membuat ramalan tentang segalah hal yang terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola, hubungan antar fakta, konsep, dan prinsip dalam ilmu pengetahuan (Dimyati & Mudjiono, 2006:144). Prediksi atau peramalan ini ini didasarkan pada pengamatan dan inferensi sebelumnya. Prediksi merupakan suatu pernyataan tentang pengamatan apa yang mungkin dijumpai di masa yang akan datang. Beberapa perilaku siswa antara lain:

1) Penggunaan data dan pengamatan yang sesuai; 2) Penafsiran generalisasi tentang pola-pola;

3) Pengujian kebenaran dari prediksi atau ramalan yang sesuai.

2. Keterampilan proses terpadu (intregated science process skill)

Adapun keterampilan proses terpadu yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(46)

a. Menentukan variabel

Variabel digunakan untuk memilih faktor yang mempengaruhi suatu penelitian (Semiawan, 1985: 28). Dalam penyelidikan ilmiah para ilmuwan sering mengendalikan variabel eksperimen atau penelitian (Semiawan,1985: 28). Dalam suatu eksperimen, seluruh variabel harus dijaga tetap sama kecuali satu, yaitu variabel manipulasi.

Dalam pengendalian variabel ada beberapa perilaku yang harus diperhatikan. Menurut Trianto (2012: 147) beberpa perilaku tersebut antara lain:

1) Pengidentifikasian variabel yang mempengaruhi hasil; 2) Pengidentifikasian variabel yang diubah dalam percobaan;

3) Pengidentifikasian variabel yang dikontrol dalam suatu percobaan.

b. Meyusun tabel data

Keterampilan membuat tabel perlu diajarkan kepada siswa karena fungsinya yang penting untuk menyajikan data yang diperlukan dalam penelitian (Dimyati & Mudjiono, 2006:146).

c. Meyusun grafik

Keterampilan membuat grafik adalah kemampuan mengolah data untuk disajikan dalam bentuk visualisasi garis atau bidang datar dengan variabel termanipulasi pada sumbu datar dan variabel hasil pada sumbu vertikal (Dimyati & Mudjiono, 2006:147). Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan keterampilan membuat grafik diataranya adalah membaca data dalam tabel,


(47)

membuat grafik garis, membuat grafik balok, dan membuat grafik bidang lain. Keterampilan membuat grafik ini untuk memudahkan dan meningkatkan daya tarik penyajian data.

d. Memberi hubungan variabel

Keterampilan mendeskripsikan hubungan antar variabel merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap peneliti. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:147) keterampilan ini dapat diartikan sebagai kemampuan mendeskripsikan hubungan antar variabel termanipulasi dengan variabel hasil. Hubungan antar variabel ini perlu digambarkan karena merupakan inti penelitian ilmiah (Singarimbun, 1986, dalam Dimyati & Mudjiono 2006:144).

e. Memproses data

Menurut Surakhmad (1978, dalam Dimyati & Mudjiono, 2006:148) keterampilan mengolah data diperlukan untuk pengukuran dan pengujian hipotesis. Keterampilan memproses data adalah kemampuan memperoleh informasi/data dari orang atau sumber informasi lain dengan cara lisan, tertulis, atau pengamatan dan mengkajinya secara kuantitatif atau kualitatif sebagai dasar pengujian hipotesis atau penyimpulan (Dimyati & Mudjiono, 2006:148).

f. Menganalisa penyelidikan/penelitian

Untuk menjadi seorang ilmuwan, keterampilan menganalisis penelitian sangat diperlukan oleh setiap calon ilmuwan yakni siswa. Keterampilan menganalisis


(48)

penelitian merupakan kemampuan menelaah laporan penelitian untuk meningkatkan pengenalan terhadap unsur-unsur penelitian (Dimyati & Mudjiono, 2006:148).

g. Menyusun / merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah suatu perkiraan yang beralasaan untuk menerangkan suatu kejadian atau pengamatan tertentu (Semiawan, 1985:24). Menyusun/ merumuskan hipotesis adalah merumuskan dugaan yang masuk akal yang akan dapat diuji tentang bagaimana atau mengapa sesuatu terjadi (Trianto, 2012: 147). Perumusan hipotesa ini berdasarkan pengamatan dan inferensi. Dalam kerja ilmiah, seorang ilmuwan biasanya membuat hipotesis yang kemudian diuji melalui eksperimen. Keterampilan menyusun hipotesis menghasilkan rumusan dalam bentuk kalimat pertanyaan (Dimyati & Mudjiono, 2006:149).

Menurut Trianto (2012: 147) ada beberapa perilaku yang dikerjakan siswa pada saat merumuskan hipotesis antara lain:

1) Perumusan hipotesis berdasarkan pengamatan dan inferensi; 2) Merancang cara-cara untuk menguji hipotesis;

3) Merevisi hipotesis apabila data tidak mendukung hipotesis tersebut.

h. Menentukan variabel secara oprasional

Variabel secara oprasional adalah perumusan suatu definisi berdasarkan pada apa yang dilakukan atau apa yang diamati. Suatu definisi oprasional mengatakan bagaimana sesuatu tindakan atau kejadian berlangsung, bukan apakah tindakan


(49)

atau kejadian itu (Trianto, 2012: 147). Beberapa perilaku siswa yang dapat dilakukan adalah:

1) Memaparkan pengalaman-pengalaman dengan menggunakan objek-objek konkret;

2) Mengatakan apa yang diperbuat objek-objek tersebut;

3) Memaparkan perubahan atau pengukuran selama suatu kejadian.

i. Merencanakan penyelidikan

Penyelidikan atau penelitian tidak lain adalah usaha menguji atau mengetes melalui penyelidikan praktis (Semiawan, 1985: 26). Perencanaan penyelidikan ini diperlukan alam kegiatan ilmiah karena untuk melakukan suatu percobaan atau penelitian dibutuhkan perencaan yang matang. Karena tanpa rencana bisa terjadi pemborosan waktu, tenaga, dan biaya serta hasilnya mungkin tidak sesuai dengan yang diharapkan.

j. Melakukan eksperimen.

Melalukan eksperimen adalah pengujian dari hipotesisi atau prediksi (Trianto, 2012:146). Menurut Dimyati & Mudjiono (2006:150) bereksperimen merupakan keterampilan mengadakan pengujian terhadap ide-ide yang bersumber dari fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan sehingga dapat diperoleh informasi yang menerima atau menolak ide-ide itu.

Kemampuan atau keterampilan ini justru berproses dalam kerja ilmiah. Keterampilan-keterampilan itu pada dasarnya dimiliki oleh anak-anak meskipun


(50)

dalam wujud potensi atau kemampuan yang belum terbentuk secara jelas, kemampuan yang masih sederhana, kemampuan yang masih perlu dirangsang agar mampu menampilkan diri (Semiawan, 1985: 18).

Dengan mengembangkan keterampilan memproseskan perolehan, anak akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Dengan demikian keterampilan proses menjadi sebuah roda penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep serta penumbuhan dan pengembangan sikap dan nilai atau tindakan dalam proses belajar mengajar. Seperti ini akan menciptakan kondisi cara belajar siswa aktif (Semiawan, 1985: 18).

3. Keterampilan Proses dalam IPA

Trianto (2012: 148) mengemukakan bahwa keterampilan proses perlu dilatihkan atau dikembangkan dalam pembelajaran IPA karena keterampilan proses mempunyai peran-peran sebagai berikut:

a. Membantu siswa belajar mengembangkan pikirannya.

b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan. c. Meningkatkan daya ingat.

d. Memberi kepuasan intrinsik bila anak telah berhasil melakukan sesuatu. e. Membantu siswa mempelajari konsep-konsep sains.

Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan proses IPA, anak akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta


(51)

Muhammad (2003, dalam Trianto, 2012: 150) mengemukakan beberapa tujuan melatihakan keterampilan proses pada pembelajarana IPA, diantarannya sebagai berikut:

a. Meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa, karena dalam melatihkan ini siswa dipacu untuk berpartisupasi secara aktif dan efisien dalam belajar.

b. Menuntaskan hasil belajar siswa secara serentak, baik keterampilan produk, proses maupun keterampilan kinerjannya.

c. Menemukan dan membangun sendiri konsepsi serta dapat mendefinisikan swecara benar untuk mencegak terjadinya miskonsepsi. Untuk lebih memperdalam konsep, pengertian, dan fakta yang dipelajarinya

E. Perubahan Wujud Zat

Kalor dapat mengubah wujud zat. Misalnya es (zat padat) yang dipanaskan (diberi kalor) akan berubah wujudnya menjadi air (zat cair). Demikian pula sebaliknya air (zat cair) yang didinginkan akan berubah wujud menjadi es. Pada gambar 2.1 ditunjukan diagram perubahan wujud zat.


(52)

Gambar 2.1 Diagram perubahan wujud zat.

Melebur  perubahan wujud dari padat ke cair

Membeku  perubahan wujud dari cair menjadi padat Menguap  perubahan wujud dari cair ke gas

Mengembun perubahan wujud dari gas menjadi cair Menyublim  perubahan wujud dari padat menjadi gas Menghablur / deposisi  perubahan wujud dari gas ke padat 1. Kalor Laten

Kalor laten adalah banyaknya kalor yang diperlukan oleh 1 kg zat untuk mengubah wujud zat itu. Disebut kalor laten (laten artinya tersembunyi) karena pemberian kalor ini pada suatu zat tidak tampak sebagai kenaikan suhu.

a) Kalor laten lebur dan beku

Kalor laten lebur atau kalor lebur adalah banyaknya kalor yang diserap untuk mengubah 1 kg zat dari wujud padat menjadi cair pada titik leburnya.

Kalor laten beku atau kalor beku adalah banyaknya kalor yang dilepaskan untuk mengubah 1 kg zat dari wujud cair menjadi padat pada titik bekunya. Kalor lebur sama dengan kalor beku dan titik lebur sama dengan titik beku.

Kalor yang digunakan untuk mengubah wujud benda disebut kalor laten. Kalor beku sama dengan kalor lebur (Hf). Kalor laten lebur (Hf) adalah banyaknya kalor yang diperlukan oleh m kg zat untuk melebur adalah Q joule.


(53)

Dengan Q = kalor, m = massa zat Hf = kalor lebur

b) Kalor laten didih dan embun

Kalor laten didih atau kalor didih adalah banyaknya kalor yang diserap untuk mengubah 1 kg zat dari wujud cair menjadi uap pada titik didihnya. Kalor didih juga disebut kalor uap.

Kalor laten embun atau kalor embun adalah banyaknya kalor yang dilepaskan untuk mengubah 1 kg zat dari wujud uap menjadi cair pada titik embunnya. Kalor didih sama dengan kalor embun dan titik didih sama dengan titik embun.

Kalor yang digunakan untuk mengubah wujud benda disebut kalor laten. Kalor embun sama dengan kalor didih (Hv). Kalor didih (Hv) adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk mengubah 1 kg zat dari air ke gas. Besarnya sama dengan

Hv = Q / m atau Q = m.Hv Dengan Q = kalor,

m = massa zat Hv= kalor didih


(54)

Tabel 2.1 Kalor Lebur dan Kalor Didih Beberapa Zat. No Zat Titik

lebur

(˚C)

Kalor lebur (J/kg)

Titik didih

(˚C)

Kalor didih (J/kg)

1 Alkohol -144 1,05 x 105 78 8,54 x 105 2 Tembaga 1083 1,34x 105 1187 5,07 x 106 3 Timah 330 2,50 x 104 1170 8,70 x 105 4 Merkuri -39 1,20 x 104 358 2,97 x 105 5 Perak 961 8,80 x 104 2193 2,33 x 106

6 Air 0 2,50 x 104 100 2,26 x 106

2. Grafik Suhu Terhadap Waktu

Gambar grafik suhu terhadap waktu untuk es yang dipanaskan sampai menjadi uap air. Gambar di atas menunjukan grafik suhu-waktu ketika sejumlah massa tertentu es yang bersuhu dibawah 0˚C dipanaskan (diberi kalor). Suhu naik (dari a ke b) sampai pada titik lebur es 0˚C dicapai. Antara a dan b berwujud padat (es). Kemudian ketika kalor ditambahkan (dari b ke c), suhu tetap sampai semua es melebur menjadi air. Antara b dan c berwujud padat (es) dan cair (air). Kemudian suhu air dinaikan (dari c ke d) sampai titik didih 100˚C. Antara c dan d terdapat


(55)

wujud cair (air). Pada titik didih (dari d ke e) kembali suhu tetap walau kalor terus ditambahkan sampai semua air mendidih menjadi uap air (gas). Antara d dan e terdapat wujud cair (air) dan gas (uap air).

Peneliti menggunakan buku Physics For Senior High School Year X (Purwoko dan Fendi, 2009:198), Physics For Senior High School Second Semester Grade X (Kanginan, 2010:165) dan Pengantar Termofisika (Suparno, 2009: 48)


(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif adalah desain penelitian yang menggunakan data berupa skor atau angka, lalu menggunakan analisis dengan statistik. Sedangkan penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif, data yang dikumpulkan dalam bentuk kata-kata, gambar, dan keadaan (Suparno, 2007: 136-154).

Penelitian ini disebut kuantitatif karena data yang diperoleh untuk mengukur keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa dalam bentuk skor yang dianalisa secara statistik. Sedangkan penelitian ini dikatakan kualitatif karena peneliti menjelaskan gambaran keterampilan proses sains siswa selama penelitian secara deskriptif, dan data yang diperoleh dianalisa secara kualitatif. Penelitian kualitatif ini bermanfaat untuk memperkuat data kuantitatif mengenai keterampilan proses sains siswa.

Penelitian ini menggunakan treatmen metode eksperimen terbimbing. Sedangkan desain penelitian ini menggunakan pretest and posttest control group. Pretest and posttest control group adalah desain penelitian yang terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok treatmen dan kelompok kontrol. Kelompok yang pertama adalah kelompok treatmen yaitu kelompok yang menerima treatmen sedangkan kelompok kedua adalah kelompok kontrol. Kelompok kontrol merupakan kelompok yang dibantu belajar lewat metode ceramah. kelompok


(57)

lebih baik atau tidak.

Kedua kelompok tersebut akan diberi pre-test dan post-test. Pre-test digunakan untuk mengukur keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa sebelum diberikan treatmen. Pre-test juga digunakan untuk mengetahui apakah kedua kelompok itu memiliki karakter yang sama atau beda. Sedangkan post-test digunakan untuk mengukur keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa setelah diberikan treatmen. Desain penelitian yang digunakan dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1 Pre-test and Post-test Control Group

Treatment Group O1 X1 O1’

Control Group O2 X2 O2’ Keterangan:

O1 : Pre-test kelas treatmen(Kelas X.2)

X1 : Pembelajaran dengan metode eksperimen (Kelas X.2) O1’ : Post-test kelas treatmen (Kelas X.2)

O2 : Pre-test kelas kontrol (Kelas X.1)

X2 : Pembelajaran dengan metode ceramah (Kelas X.1) O2’ : Post-test kelas kontrol (Kelas X.1)


(58)

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi SMA Stella Duce Bantul kelas X.1 dan kelas X.2 yang terdiri dari 53 orang. Kelas X.1 terdiri dari 27 siswa: 15 siswi dan 12 siswa. Kelas X.1 akan digunakan sebagai kelas kontrol. Sedangkan kelas X.2 terdiri dari 26 orang: 13 siswa dan 13 siswi, akan digunakan sebagai kelas eksperimen.

C.Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Sella Duce Bantul, Ganjuran, Sumbermulyo, Bambanglipuro, Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di SMA Sella Duce Bantul, Ganjuran, Sumbermulyo, Bambanglipuro, Yogyakarta.

D. Treatmen

Treatmen adalah perlakuan peneliti kepada subyek yang mau diteliti agar nantinya mendapatkan data yang diinginkan (Suparno, 2007: 51). Treatmen yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen terbimbing. Pada kelas X.2 diberikan metode pembelajaran dengan eksperimen. Sedangkan pada kelas X.1 sebagai kelas kontrol diberikan metode pembelajaran dengan ceramah


(59)

1. Kelas Eksperimen

Pada kelas X2 pembelajaran dengan menggunakan eksperimen terbimbing. Treatmen dengan metode pembelajaran eksperimen terbimbing diberikan sebanyak satu kali. Secara singkat proses pembelajarannya sebagai berikut:

a. Guru membantu siswa membentuk kelompok.

b. Siswa dipandu dengan LKS dan didampingi guru untuk membuat rancangan percobaan. LKS dapat dilihat pada no 4.

c. Siswa melakukan percobaan perubahan wujud dengan didampingi guru. d. Siswa diminta membuat laporan.

2. Kelas Ceramah (Kontrol)

Pada kelas X.1 atau kelas kontrol, pembelajaran dengan metode ceramah diberikan sebanyak 1 kali pembelajaran. Secara singkat proses pembelajarannya sebagai berikut:

a. Peserta didik diajak mengamati gambar air yang direbus secara terus menerus.

b. Guru bertanya kepada siswa apa yang terjadi pada peristiwa tersebut. c. Guru bertanya kepada siswa apa yang terjadi pada air yang dimasukan ke

dalam freezer.

d. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok (teman sebangku) untuk mendiskusikan mengenai perubahan wujud.


(60)

e. Siswa bersama guru membahas bersama-sama mengenai perubahan wujud dan siswa diminta memberikan contoh dari masing-masing perubahan wujud.

f. Guru meminta siswa memberi contoh peristiwa penyerapan dan pelepasan kalor.

g. Guru menjelaskan tentang kalor laten peleburan dan kalor laten penguapan.

h. Guru memberi contoh soal mengenai kalor.

i. Siswa diminta mengerjakan contoh soal yang diberikan secara berkelompok, dan guru meminta siswa mengerjakan di papan tulis untuk dibahas bersama.

j. Guru memberi tugas rumah.

3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan panduan langkah-langkah yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran. RPP disusun dalam pembelajaran yang akan dilakukan selama pengambilan data penelitian. Materi RPP mengenai perubahan wujud yang dibuat sesuai kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). RPP untuk kelas kontrol dapat dilihat pada lampiran 3, sedangkan RPP untuk kelas eksperimen dapat dilihat pada lampiran 4.


(61)

4. Lembar Kerja Siswa (LKS)

Pada saat melakukan percobaan mengenai perubahan wujud untuk kelas eksperimen, peserta didik diberi LKS (Lembar Kerja Siswa). LKS ini untuk membantu siswa dalam melakukan percobaan. Jika siswa menemukan cara lain untuk melakukan percobaan, hal tersebut diperkenankan. Secara lengkap LKS siswa dapat dilihat pada lampiran 5. LKS ini berisi pertanyaan-pertanyaan yang diharapkan dapat membantu siswa dalam melakukan percobaan. Beberapa pertanyaan panduan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Sebutkan alat dan bahan yang dapat kamu gunakan untuk melakukan percobaan!

b. Buatlah prosedur percobaan!

c. Peristiwa apa yang akan terjadi pada percobaan yang kamu lakukan? d. Sebutkanlah yang menjadi variabel bebas dan variabel terkontrol pada

percobaanmu!

e. Buatlah tabel data untuk percobaan mu!

f. Lakukanlah percobaan sesuai dengan prosedur percobaan yang telah dibuat!

E. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian (Suparno, 2007: 56). Bentuknya dapat berupa: tes tertulis, angket, wawancara, dokumentasi dan observasi. Instrumen penelitian yang digunakan


(62)

dalam penelitian ini terdiri dari: tes tertulis (Pre-test dan Post-test), observasi dan laporan percobaan.

1. Tes Tertulis

Tes tertulis yang digunakan peneliti merupakan bentuk tes esai yang dibuat sendiri oleh peneliti. Soal tes dapat dilihat pada lampiran 6. Tes esai tersebut berbentuk pertanyaan dengan jawaban bebas, sehingga siswa dapat bebas mengungkapkan gagasannya, sehingga dari tes tersebut dapat diketahui sejauh mana siswa memahami persoalan. Tes tertulis ini divalidasi oleh Guru. Hasil validasi dapat dilihat pada lampiran 7. Tes tertulis ini terbagi menjadi dua yaitu:

a. Pre-test

Pre-tes merupakan suatu bentuk pertanyaan yang diberikan peneliti kepada siswa sebelum memulai suatu pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah kemampuan awal siswa mengenai materi yang akan disampaikan.

b. Post-test.

Post-test merupakan bentuk pertanyaan yang diberikan setelah materi disampaikan. Pemberian post-test dimaksudkan untuk mengetahui apakah siswa sudah mengerti dan memahami materi yang sudah disampaikan. Manfaat dari post-test adalah untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan yang dicapai setelah penyampaian materi.

Pre-test dan post-test terbagi menjadi dua. Soal untuk menguji keterampilan proses sains yang akan diberikan khusus pada kelas eksperimen dan soal


(63)

pengetahuan siswa tentang perubahan wujud yang akan diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Panduan penskoran serta lembar jawaban pre-test dan post-test dapat dilihat pada lampiran 8 dan 9. Isi dari soal untuk pre-test ini sama dengan isi dari soal pada post-test. Pada tabel 3.2 dan tabel 3,3 disajikan kisi-kisi pembuatan tes untuk hasil belajar dan keterampilan proses.

Tabel 3.2 Kisi-kisi Tes Pengetahuan Tentang Perubahan Wujud Zat No Pengetahuan

tentang perubahan wujud zat Indikator soal hasil belajar

Butir soal test Item Soal

No Soal

Skor

1. Peristiwa pelepasan dan penerimaan kalor Dapat memeberikan contoh peristiwa pelepasan kalor dan penerimaan kalor

Berikan 1 contoh peristiwa mengenai;

a. Pelepasan kalor dalam kehidupan sehari-hari! b. Penerimaan kalor dalam kehidupan sehari-hari!

1 1 20

2. Perbedaan suhu dan kalor Dapat menjelaskan pengertian suhu dan kalor Jelaskan pengertian a. Suhu b. Kalor

1 2 10

3. Macam-macam perubahan wujud Dapat menjelaskan pengertian perubahan wujud (menyublim,me nguap,mengemb un dan Jelaskan pengertian perubahan wujud zat berikut ini

a. Menyublim b. Menguap c. Mengembun d. Membeku


(64)

membeku) 4. Grafik

perubahan wujud Dapat menggambarkan grafik tahap-tahap perubahan wujud es dari padat,cair sampai menguap Gambarkanlah grafik tahap-tahap perubahan wujud (padat-cair-uap)!

1 4 10

5. Analisis perubahan wujud Dapat menghitung kalor yang dibutuhkan untuk melakukan perubahan wujud

Hitunglah kalor yang dibutuhkan untuk megubah 1 gram es yang suhunya -5 oC menjadi 1 gram uap dengan suhu 150 oC. diketahui kalor jenis es adalah 0,5 kal/ g. o

C, kalor didih air 540 kal/ g, kalor lebur es 80 kal/g, dan kalor jenis air 1 kal/ g. oC

1 5 40

Tabel 3.3 Kisi-kisi tes keterampilan proses tentang perubahan wujud No Keterampilan

Proses Sains

Indikator soal keterampilan proses sains

Butir soal test Item Soal

No soal

Skor

1. Membuat hipotesis Dapat membuat hipotesis berdasarkan masalah yang

Saya sedang melakukan percobaan, dengan cara meletakan mentega di atas sendok, kemudian sendok diletakan di atas


(65)

diajukan lilin. Dari percobaan di atas, hipotesis (dugaan) apa yang dapat kamu ajukan!

2. Merancang eksperimen dan Menentukan variabel Dapat mendeskripsik an rancangan percobaan yang sesuai dan dapat menentukan yang menjadi variabel terikat dan variabel bebas

Saya ingin menyelidiki pengaruh lamanya waktu pemanasan terhadap kenaikan suhu. a. Buatlah rancangan

percobaan

berdasarkan masalah yang dihadapi tersebut! b. Tentukanlah

variabel terikat dan variabel bebas dari rancangan

percobaan yang kamu buat!

1 2 20

3. Membuat grafik Membuat grafik berdasarkan data yang sudah diperoleh Saya mempelajari pengaruh waktu terhadap suhu. Saya memperoleh data sebagai berikut: N o Waktu (menit) Suhu (oC)

1 5 0

2 10 4

3 15 16

4 20 32

5 25 40

6 30 60

7 35 72


(66)

2. Observasi

Observasi atau pengamatan meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indera (Suparno, 2007: 63). Observasi dilakukan oleh peneliti dan dibantu asisten selama pembelajaran di

Buatlah grafik

berdasarkan data diatas! 4. Menganalisa

penyelidikan Menjelaskan sebuah kejadian melalui analisis yang sesuai dengan permasalahn.

Alex ingin mengukur jumlah kalor yang bisa dihasilkan oleh nyala api dalam waktu tertentu. Sebuah alat pembakar atau Bunsen akan digunakan untuk memanaskan sebuah beker glass yang berisi 1 liter air dingin selama 10 menit. Bagaimana cara Alex akan

mengukur jumlah kalor yang dihasilkan oleh nyala api tersebut?

1 4 20

5. Menganalisa penyelidikan

Menjelaskan peristiwa penguapan

Sebanyak 50 ml air dipanaskan, setelah selang waktu 30 menit yang terjadi pada air tesebut adalah…... Jelaskan proses yang dialami pada air tesebut!


(67)

deskriptif untuk memberi gambaran tentang keterampilan proses sains siswa pada saat melakukan percobaan. Lembar observasi dapat dilihat pada lampiran 10. Adapun kegiatan yang dilakukan observan pada saat mengobservasi siswa adalah sebagai berikut:

a. Observan berada di dekat kelompok.

b. Observan mengamati kegiatan siswa dan memberi tanda (√) cek list sesuai

dengan indikator penelitian yang muncul dalam kegiatan percobaan. c. Observan diperkenankan bertanya seputar percobaan perubahan wujud

kepada siswa.

d. Observan mengamati siswa pada saat membuat perencanaan sampai pada melakukan percobaan dan mencatat pada lembar yang telah ditentukan.

3. Laporan Percobaan

Laporan hasil percobaan merupakan laporan yang dibuat pada kelas eksperimen setelah melakukan percobaan. Data hasil laporan siswa ini akan digunakan untuk melihat beberapa aspek mengenai keterampilan proses sains siswa. Panduan penskoran dan lembar jawaban laporan dapat dilihat pada lampiran 11.

F. Metode Analisis Data

Data yang telah diperoleh melalui observasi dianalisis secara kualitatif. Data tes tertulis (pre-test dan post-test), laporan percobaan akan dianalisis secara


(68)

kuantitatif. Jawaban siswa tersebut diskor dan diklasifikasi. Pengklasifikasian dapat dilihat pada tabel 3.4

Tabel 3.4 Klasifikasi Tingkat Penguasaan Hasil Belajar dan Keterampilan Proses

Rata - rata nilai benar Klasifikasi 81-100 Sangat Baik

61-80 Baik

41-60 Cukup

21-40 Kurang

0-20 Sangat Kurang

Penskoran terhadap hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa dalam mengerjakan soal pre-test dan post-test dilakukan dengan membuat skala skor. Skor hasil belajar siswa yaitu jumlah skor setiap siswa dibagi jumlah skor maksimal dikali seratus, begitu juga untuk skor tes keterampilan proses sains

Skor hasil belajar siswa=

x 100 %

Soal pre-test dan post-test akan diberikan skor untuk jawaban siswa atas pertanyaan yang diajukan. Penskoran pre-test dan post-test didasarkan pada panduan penskoran. Untuk melihat apakah hasil pre-test dan post-test benar memiliki perbedaan diuji dengan uji T-independent. Untuk mengukur apakah ada peningkatan hasil belajar dan keterampilan proses sains dilihat dari peningkatan hasil pre-test dibandingkan dengan post-test diuji T-dependent. Perhitungan uji-T


(69)

menggunakan bantuan SPSS. Data akan dianalisa melalui beberapa tahap dibawah ini:

1. Untuk mengetahui apakah metode ceramah dan metode eksperimen dapat meningkatkan hasil belajar, maka digunakan uji T dengan tingkat signifikan 0,05, diantaranya yaitu:

a. Uji T-Independent untuk pre-test kelas kontrol dan kelas eksperimen (kelas X.1 dan X.2). Analisa ini untuk melihat pemahaman awal kedua kelas tersebut sama atau berbeda.

b. Uji T dependent untuk membandingkan pre-test dan pos-test untuk kelas kontrol (X.1), apakah ada peningkatan.

c. Uji T dependent untuk membandingkan Pre-test dan pos-test untuk kelas eksperimen ( X.2), apakah ada peningkatan.

d. Uji T independent untuk membandingkan post-test untuk kelas kontrol dan kelas eksperimen (X.1 dan X.2), apakah sama atau berbeda.

2. Untuk mengetahui apakah metode eksperimen dapat meningkatkan keterampilan proses sains, maka digunakan uji T dengan tingkat signifikan 0,05, diantaranya yaitu:

a. Uji T-Dependent untuk membandingkan Pre-test dan pos-test untuk kelas eksperimen ( X.2), apakah sama atau berbeda.

b. Keterampilan proses sains juga dianalisa dari hasil observasi (pengamatan). Data observasi ini akan dianalisa secara deskripsi, sebagai


(70)

data untuk menjelaskan keterampilan siswa pada saat melakukan percobaan.

c. Keterampilan proses sains juga dianalisa dari hasil laporan percobaan. Data dari hasil laporan ini akan diskor dan akan dikelompokan berdasarkan aspek-aspek keterampilan proses sains.

3. Analisa Data Menggunakan SPSS a. Pre-test dan pre-test

Untuk mengetahui pengetahuan awal dari kedua kelas, maka pre-test kedua kelas dibandingkan menggunakan uji T independent. Persamaan umum uji-T kelompok independen adalah sebagai berikut:

tobs =

Keterangan :

n1 = jumlah anggota kelompok 1 n2 = jumlah anggota kelompok 2 = nilai rata-rata kelompok 1 = nilai rata-rata kelompok 2 1 = standar devisi kelompok 1 2 = standar deviasi kelompok 2

Bila p > α maka signifikan, dengan α= 0,05. P merupakan nilai probabilitas yang dilihat dari SPSS.


(71)

b. Pre-test dan post-test (hasil belajar dan keterampilan proses sains)

Untuk melihat peningkatan hasil belajar serta keterampilan proses sains (kelas kontrol dan eksperimen) maka hasil pre-test dan post-test dari masing-masing kelas dibandingkan dengan menggunakan uji T dependen Persamaan umum uji-T kelompok dependen adalah sebagai berikut:

Dimana : X1 = nilai pretest X2 = nilai posttest

D = perbedaan nilai (X1 - X2 ) N = jumlah pasangan

Bila p > α maka signifikan, dengan α= 0,05. P merupakan nilai probabilitas


(1)

(2)

(3)

(4)

Lampiran gambar 1

Gambar Pretest Kelas Kontrol (X1)

Lampiran gambar 2


(5)

Gambar Eksperimen Kelas x.2

Lampiran gambar 4


(6)

Lampiran gambar 5

Gambar Pretest Kelas Eksperimen (X2)

Lampiran gambar 6


Dokumen yang terkait

PENGARUH KETERAMPILAN PROSES SAINS (KPS) TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA MELALUI METODE EKSPERIMEN DENGAN PENDEKATAN INKUIRI TERBIMBING

2 25 63

PENERAPAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA MATERI POKOK PENYEBAB PERUBAHAN LINGKUNGAN FISIK.

0 3 29

Pengaruh simulai komputer terhadap keterampilan proses sains dan hasil belajar pada pokok bahasan kalor kelas VII SMP Pangudi Luhur I Yogyakarta.

0 0 4

Pengaruh metode eksperimen terhadap peningkatan hasil belajar dan keterampilan proses sains pada pokok bahasan perubahan wujud zat untuk kelas X SMA Negeri 1 Kasihan Bantul.

0 7 162

Minat, nilai karakter, dan peningkatan hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Wewewa Timur melalui metode eksperimen terbimbing dalam pokok bahasan pengukuran besaran dan satuan.

0 7 223

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING INTEGRASI PEER INSTRUCTION TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN ELASTISITAS

0 3 142

PENGARUH KETERAMPILAN PROSES SAINS (KPS) TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA MELALUI METODE EKSPERIMEN DENGAN PENDEKATAN INKUIRI TERBIMBING

0 0 11

PENINGKATAN KREATIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR IPA POKOK BAHASAN SIFAT DAN PERUBAHAN WUJUD BENDA MELALUI METODE EKSPERIMEN DI KELAS IV SD N 1 PETIR

0 0 11

INTERAKSI SOSIAL DALAM PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA TOPIK LOGARITMA DI KELAS X SMA STELLA DUCE 3 BANTUL

0 5 214

MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS X SMA STELLA DUCE BANTUL TAHUN AJARAN 20072008 YANG DIUNGKAP MELALUI METODE FOCUS GROUP

0 0 125