6
BAB II LANDASAN TEORI
A. Filsafat Konstruktivisme
Filsafat konstruktivisme adalah filsafat yang mempelajari hakikat pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu terjadi Suparno, 2013: 14. Menurut
filsafat konstruktivisme pengetahuan itu adalah bentukan konstruksi kita sendiri yang sedang menekuninya Von Glaserfeld dalam Suparno, 2013: 14. Sedangkan
menurut Driver dan Bell pengetahuan bukanlah hanya kumpulan hukum atau daftar fakta. Ilmu pengetahuan terutama sains adalah ciptaan fikiran manusia
dengan semua gagasan dan konsepnya yang ditemukan secara bebas Eisntein dan Infeld dalam Bettencourt 1989, dalam Suparno, 1997: 17.
Bila yang menekuni itu adalah siswa maka pengetahuan itu adalah bentukan dari siswa itu sendiri. Oleh karena pengetahuan itu merupakan konstruksi
seseorang yang sedang mengolahnya maka pengetahuan itu tidak dapat ditransfer atau dipindahkan begitu saja dari guru ke siswa. Pengetahuan hanya dapat
ditawarkan kepada siswa untuk dikonstruksikan sendiri secara aktif oleh siswa itu sendiri.
Para konstruktivis menjelaskan bahwa alat atau sarana yang tersedia bagi seseorang untuk mengetahui sesuatu adalah inderanya Suparno, 1997: 18.
Tampak bahwa pengetahuan lebih menunjuk pada pengalaman seseorang, tanpa pengalaman itu, sesorang atau siswa tidak dapat membentuk pengetahuannya.
Pengalaman tidak harus diartikan sebagai pengalaman fisik, tetapi juga dapat diartikan sebagai pengalaman kognitif dan mental Suparno, 1997: 19.
Menurut Suparno 2013: 19 filsafat konstruktivisme ini membawa dampak
pembelajaran bagi siswa dan guru.
1. Dampak Konstruktivisme bagi Siswa yang Belajar
Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah proses yang aktif dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka
pelajari. Dari proses ini siswa menyesuaikan konsep dan ide-ide baru yang mereka pelajari dengan kerangka berfikir yang telah mereka punyai Betterncourt, 1989;
Shymansky, 1992; Watss Pope, 1989, dalam Suparno, 2013: 19.
Setiap siswa mempunyai cara untuk mengerti sendiri pelajaran fisika. Setiap siswa mempunyai cara yang cocok untuk mengkonstruksikan bahan fisika yang
kadang sangat berbeda dengan yang lain.
2. Dampak Konstruktivisme bagi Guru Fisika
Menurut kaum konstruktivis, seorang pengajar atau guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan
baik Suparno, 1997: 65. Tekanan ada pada siswa yang belajar dan bukan pada disiplin atau guru yang mengajar. Siswa sudah membawa konsep awal sebelum
belajar fisika secara formal, maka seorang guru fisika perlu mengerti bahwa siswanya bukanlah lembaran kertas kosong tabula rasa yang begitu saja dapat
dicekoki. Seorang guru yang konstruktivis beranggapan bahwa siswanya itu sudah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengerti sesuatu sebelum mengikuti pelajaran fisika karena pengalaman hidup siswa itu.
Menurut Suparno 2013: 21 secara garis besar fungsi sebagai mediator dan fasilitator dari guru itu dapat dijabarkan dalam beberapa tugas sebagai berikut:
a. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa ambil
tanggung jawab dalam membuat perencanaan belajar, proses belajar, dan membuat penelitian.
b. Menyediakan atau memberikan kegiatan yang merangsang keingintahuan
siswa, membantu siswa untuk mengekspresikan gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiahnya.
c. Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukan apakah pemikiran itu jalan
atau tidak. d.
Guru membantu dalam mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan siswa.
B. Metode Eksperimen
Secara singkat konstruktivisme mengungkapkan bahwa pengetahuan itu adalah konstruksi siswa Von Glasersfeld dalam Bettencourt, dalam Mattehews
1994, dalam Suparno, 2009: 24. Siswalah yang membentuk pengetahuan fisika selama bela;jar fisika dalam otaknya. Oleh karena itu siswa hanya dapat mengerti
sesuatu konsep fisika bila mereka sendiri belajar aktif dan memikirkannya. Metode eksperimen merupakan suatu cara mengajar yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri data atau fakta yang diperlukannya atau diinginkannya secara aktif. Dengan siswa dapat belajar secara
aktif, maka siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya. Pada dasarnya prinsip pembelajaran konstruktivis dapat diwujudkan dengan metode eksperimen. Melalui
metode eksperimen siswa dapat berhadapan langsung dengan fenomena yang akan dipelajari. Siswa dapat dengan bebas dan terbimbing melakukan kegiatan untuk
mencari jawaban dari masalah yang ditemui. Bila kita melihat tujuan pembelajaran dengan metode eksperimen, maka metode eksperimen merupakan
pendekatan pembelajaran konstruktivis.
Menurut Suparno 2013: 18, metode eksperimen dan inquiry sangat cocok untuk mendalami fisika karena dengan menggunakan metode eksperimen dan
inquiry siswa dapat mengamati, mengukur, mengumpulkan data, menganalisa data, dan menyimpulkan data. Secara umum metode eksperimen adalah metode
mengajar yang mengajak siswa untuk melakukan percobaan sebagai pembuktian, pengecekan bahwa teori yang sudah dibicarakan itu memang benar Suparno,
2013: 83. Metode eksperimen bukan untuk menemukan teori, tetapi lebih untuk menguji teori atau hukum yang sudah ditemukan para ahli. Dalam praktik dapat
dilakukan eksperimen untuk menemukan teori atau hukumnya. Metode eksperimen dalam proses pembelajaran IPA tidak terlepas dari metode ilmiah
scientific method dalam mempelajari IPA serta keterampilan proses IPA Wisudawati Sulistyowati, 2014: 155. Metode eksperimen dapat digunakan
untuk mengembangkan keterampilan proses sains.
Menurut Suparno Metode eksperimen dapat dibedakan menjadi dua, yaitu eksperimen terbimbing dan eksperimen bebas 2013: 84.