Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
3
utama dalam proses pendidikan karena guru akan menjadi ujung tombak kegiatan pendidikan dan mengorganisir berbagai sumber daya belajar.
Kinerja guru menjadi indikator utama mutu pendidikan. Pendidikan yang baik hanya terjadi jika setiap guru mampu mengoptimalkan capaian yang dapat dilakukan
oleh siswa dengan potensinya masing-masing. Usaha mengoptimalkan capaian sesuai dengan potensi siswa membutuhkan usaha pembaharuan yang terus-menerus karena
lingkungan belajar yang terus berubah, setiap siswa yang bersifat unik, ilmu pegetahuan terus berkembang, dan adanya tuntutan demokratisasi dalam proses
pembelajaran. Perkembangan atau perubahan tersebut menuntut guru untuk melakukan penyesuaian dan inovasi sehingga pengalaman-pengalaman dari murid
dan sumber-sumber belajar baru dapat terus terintegrasi dalam proses pembelajaran ekonomi.
Salah satu sumber belajar yang sangat berkembang saat ini adalah sumber belajar yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Sesuai dengan tren saat
ini, peradaban manusia banyak ditentukan oleh perkembangan teknologi informasi, komunikasi, dan transportasi. Dengan teknologi ini memungkinkan jauh lebih banyak
manusia mampu melihat semua fenomena yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi, dalam cakupan yang lebih dalam dan lebih luas, sebagai suatu
fenomena terintegrasi dengan seluruh bumi dan alam semesta. Alfin Tofler 1981: 127-130 menyebutnya sebagai peradaban gelombang ketiga yaitu berkembangnya
teknologi yang lebih mengutamakan pelipatgandaan kemampuan berpikir dan berbudaya lebih luhur.
4
Lampiran Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007, tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025,
merespon perkembangan jaman dengan menegaskan bahwa perlu adanya integrasi antara pendidikan dengan teknologi informasi serta sektor-sektor strategis lainnya.
Sejalan dengan hal tersebut, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah menegaskan prinsip pembelajaran dengan menerapkan teknologi informasi dan komunikasi TIK. Berkaitan dengan hal tersebut, Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana Prasarana, memfasilitasi penggunaan TIK. Dalam Peraturan menteri
ini dijelaskan bahwa setiap sekolah perlu untuk memiliki ruang laboratorium komputer yang berfungsi sebagai tempat mengembangkan keterampilan dalam
bidang teknologi informasi dan komunikasi. Karena pentingnya TIK dalam dunia pendidikan, maka pemerintah meletakkan kemajuan TIK sebagai salah satu alasan
dalam pengembangan kurikulum baru 2013 Uji Publik Kurikulum 2013. Mata Pelajaran Ekonomi diberikan pertama kali dalam di jenjang Sekolah
Menengah Atas SMA yang merupakan bagian dari kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Meskipun mata pelajaran ekonomi hanya merupakan satu
mata pelajaran di antara belasan mata pelajaran di SMA, namun mata pelajaran ekonomi merupakan mata pelajaran yang memiliki posisi strategis bagi siswa dalam
menghadapi kehidupan saat ini maupun di masa yang akan datang. Slavoj Zizek 2010: 90-
92 mengingatkan bahwa dewasa ini “ekonomi sendiri dengan logika pasar PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
dan kompetisi secara progresif telah mendesakkan dirinya sendiri menjadi ideologi yang menghegemoni”. Maka ekonomi akan dipahami sebagai dasar pertimbangan-
pertimbangan utama dan sekaligus indikator suatu bangsa. Sehingga menjadi tugas penting memperkenalkan ilmu ekonomi secara formal di Sekolah Menegah Atas
SMA. Pembelajaran ekonomi perlu disampaikan secara kontekstual dengan
mengakomodasikan konteks kehidupan peserta didik termasuk di dalamnya adalah perkembangan teknologi yang mewarnai hidup mereka. Mereka adalah suatu generasi
yang tumbuh bersama teknologi digital, memiliki akses yang cepat terhadap informasi dari berbagai sumber, lebih menyukai berinteraksi via dunia maya. Don
Tapscott 2009: 16 memberi julukan The Net Generation pada bagi orang-orang tersebut atau yang lahir dalam rentang tahun 1977-1997.
Perkembangan TIK saat ini sangat pesat dengan munculnya hardware dan software baru yang menarik dan mempermudah pengguna dalam berbagai keperluan.
Penggunaan secara luas terjadi di dalam masyarakat termasuk para siswa dan guru SMA, namun teknologi ini belum banyak digunakan oleh guru dalam pembelajaran
ekonomi. Di sisi lain pembelajaran ekonomi membutuhkan sarana TIK untuk menjadikan pembelajaran ekonomi menjadi efektif. Pembelajaran ekonomi
membutuhkan informasi tentang kondisi perekonomian agar teori yang ada dalam buku teks mendapatkan referensi dalam kehidupan nyata. Dengan adanya informasi
tentang kondisi perekonomin yang relevan maka pembelajaran ekonomi menjadi lebih kontekstual dan bermakna bagi peserta didik. Di samping itu, perkembangan
6
pemikiran ekonomi yang cukup pesat perlu dipahami oleh para guru dan peserta didik.
Berbagai bentuk difusi kebijakan pendidikan tidak akan banyak bermakna kalau tidak diimbangi dengan tingkat penerimaan yang memadai. Dalam konteks ini
permasalahannya adalah para guru ekonomi tidak banyak memanfaatkan beragam media berbasis TIK dalam pembelajaran. Perlu diteliti faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi adopsi TIK dalam pembelajaran ekonomi di SMA. Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut dapat dirumuskan kebijakan yang efektif.
Beberapa ahli mengungkapkan berbagai teori adopsi atau difusi inovasi, namun Surry Ely 2002: 185 mengungkapkan bahwa teori difusi inovasi dari
Rogers 1995 merupakan teori yang paling banyak dirujuk. Hal ini sejalan dengan pengalaman penelitian tentang teknologi pendidikan yang dilakukan oleh Ricradson
2009: 167 mengungkapkan bahwa Innovation Diffusion Theory atau IDT efektif dalam mengungkap adopsi TIK. Determinan penting adopsi teknologi menurut teori
ini adalah variabel-variabel yang disebut dengan persepsi atribut inovasi perceived attributes innovation atau juga disebut dengan karakteristik innovasi innovation
characteristics Agarwal Prasad 1997: 565; Moore Benbasat, 1991: 194; Rogers, 2003: 222; Askarany, 2009: 2051. Atribut atau karakteristik tersebut adalah
keunggulan relatif relative advantage, kesesuaian compatibility, kemungkinan uji coba trialability, keterlihatan hasilnya result demonstrability, persepsi kemudahan
dalam penggunaan ease of use, dan visibilitas visibility. Namun bila dicermati teori difusi inovasi masih belum mampu menjelaskan permasalahan secara
7
komprehensif karena teori difusi inovasi belum melihat dari sisi pengguna inovasi, sementara dalam proses adopsi inovasi, faktor pengguna perlu dikaji dalam kaitannya
dengan faktor-faktor yang ada pada pengguna yang mempengaruhi adopsi inovasi. Richardson 2009: 160 mengusulkan variabel demografis sebagai
determinan adopsi teknologi informasi. Variabel tersebut meliputi jenis kelamin gender, umur age dan pengalaman kerja experience. Sehingga dalam penelitian
Richardson 2009 ini menempatkan dua kelompok variabel sebagai determinan adopsi teknologi TIK dalam pembelajaran yaitu karakteristik inovasi dan faktor
demografis. Dalam penelitian tersebut terungkap bahwa kelompok variabel karakteristik inovasi merupakan prediktor yang baik bagi adopsi TIK, namun variabel
demografis bukan prediktor yang baik. Dalam kaitanya dengan hasil penelitian tersebut, perlu kajian lebih lanjut karena kedua kelompok variabel tersebut
merupakan variabel-variabel penting. Dalam hal ini karakteristik inovasi merupakan variabel yang menggambarkan TIK yang akan diadopsi sedangkan variabel
demografis merupakan variabel yang mengambarkan para pengguna inovasi. Faktor lingkungan guru merupakan faktor penting dari adopsi TIK dalam
pembelajaran ekonomi. Lingkungan tersebut dapat berupa kondisi yang memfasilitasi maupun pengaruh sosial. Kondisi yang memfasilitasi menjadi sangat relevan dalam
penelitian di negara-negara berkembang karena ada kecenderungan fasilitas-fasilitas TIK yang dimiliki sekolah-sekolah memiliki keragaman yang tinggi. Pengaruh sosial
juga menjadi sangat relevan ketika guru-guru menjalin interaksi yang intens dengan rekan sejawat, pimpinan sekolah, siswa, aparat pemerintah terkait, dan pihak-pihak
8
lain yang relevan. Faktor lain yang sangat penting adalah faktor perasaan terhadap penggunaan. Faktor ini menjadi sangat penting dalam konteks penggunaan TIK yang
bersifat sukarela atau guru masih dapat melakukan pembelajaran tanpa menggunakan TIK. Dalam konteks penggunaan sukarela semacam ini, faktor perasaan senang dan
tidak senang akan mempengaruhi keputusan guru dalam mengadopsi TIK dalam pembelajaran. Maka model adopsi inovasi perlu dilengkapi dengan variabel
lingkungan dan variabel perasaan terhadap penggunaan. Secara metodologis, penelitian-penelitian pada bidang ini sampai saat ini
adalah penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Hasil-hasil penelitian kuantitatif belum dijelaskan secara kualitatif. Maka penelitian ini akan menggunakan
metode campuran mixed methods, dimana hasil penelitian kuantitatif akan dijelaskan secara kualitatif.
Penelitian akan dilakukan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta DIY. Provinsi DIY merupakan salah satu provinsi yang mencoba untuk mempertahankan
dan semakin meningkatkan kualitas pendidikan dari waktu ke waktu. Hal tersebut muncul dalam visi pemeritah DIY yang berbunyi “Pemerintah Daerah yang
katalistik dan masyarakat mandiri yang berbasis keunggulan daerah serta sumberdaya manusia yang berkualitas unggul dan beretika”. Dari rumusan visi tersebut nampak
bahwa sumber daya manusia dijadikan basis keunggulan masyarakat DIY RPJMD DIY Tahun 2009-2013, hal 93-94. Berkaitan dengan visi tersebut dirumuskan
empat misi. Misi yang pertama berkaitan dengan pendidikan berbunyi “Mengembangkan kualitas sumberdaya manusia yang sehat, cerdas, profesional,
9
humanis, dan beretika dalam mendukung terwujudnya budaya yang adiluhung”. Misi tersebut dijabarkan dalam delapan sasaran dan lima diantaranya adalah sebagai
berikut RPJMD DIY Tahun 2009-2013, hal: 95 : 1. Terwujudnya peningkatan kualitas lulusan di semua jenjang dan jalur
pendidikan. 2. Terwujudnya peningkatan aksesibilitas pelayanan pendidikan kepada seluruh
masyarakat dalam lingkungan yang kondusif. 3. Berkembangnya pendidikan yang berbasis multikultur untuk meningkatkan
wawasan, keterbukaan dan toleransi. 4. Terwujudnya peningkatan budaya baca masyarakat.
5. Terwujudnya peningkatan kapasitas pemuda, prestasi dan sarana olahraga. Namun amat disayangkan sekitar 70 persen guru di DIY belum melek
komputer Kompas, 26 November 2010. Ada sinyalemen dalam pembelajaran, guru kurang mampu untuk menyesuaikan dengan konteks kehidupan peserta didik dalam
proses pembelajaran. Beberapa fenomena menunjukkan bahwa pendidikan di DIY kurang menunjukkan prestasi. Beberapa fenomena dapat ditunjukkan sebagai berikut:
1. Hasil Ujian Nasional UN untuk wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun ajaran 20092010 mengalami penurunan cukup tinggi dibandingkan
hasil UN tahun ajaran 20082009. Jumlah siswa SMAMASMK DIY yang tidak lulus tahun 2010 mencapai 23,7 persen dari total peserta 39.938 siswa
terdiri dari 19.443 siswa SMAMA dan 20.495 siswa SMK. Dengan demikian, siswa yang tidak lulus sekitar 8.500 orang atau tingkat kelulusan
10
76,3 persen, http:edukasi.kompas.com, 25 April 2010. Pada tahun 2012
terjadi penurunan jumlah siswa yang tidak lulus menjadi 0,71 persen atau 134 orang. Namun, jumlah kululusan siswa SMA ini masih kalah dibandingkan
dengan provinsi lain di Pulau Jawa. Sebagai perbandingan persentase paling bagus ketidaklulusan dicapai Jawa Timur sebesar 0,07 persen disusul Jawa
Barat 0,10 persen, Jawa Tengah 0,22 persen, DKI Jakarta 0,38 persen, dan Banten 0,52 persen http:www.harianjogja.com, 25 Mei 2012.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Dewan Pendidikan Kabupaten Sleman DIY tahun 2009 menunjukkan bahwa komparasi keprofesionalan antara perilaku
awal dan perilaku akhir tidak menunjukkan peningkatan dengan adanya stimulus
program sertifikasi.
Justru ada
kecenderungan perilaku
keprofesionalan tersebut menurun Djohar, 2009: 26. Hal yang senada diungkapkan oleh Mendiknas, guru-guru yang sudah lolos
sertifikasi umumnya tidak menunjukkan kemajuan, baik dari sisi pedagogis, kepribadian, profesional, maupun sosial. Guru hanya aktif menjelang sertifikasi,
tetapi setelah dinyatakan lolos, kualitas mereka justru semakin menurun. Dalam kajian implementasi sertifikasi guru dalam jabatan tahun 2009, kemampuan
pedagogis guru sertifikasi portofolio sebagian tidak meningkat dan sebagian lainnya malah menurun. Hanya segelintir guru sertifikasi portofolio yang mengalami
peningkatan. Di kemampuan sosial, profesional, ataupun kepribadian, tetap saja bagian terbesar adalah mereka yang stagnan kualitasnya, bahkan menurun
Kompas.com, Senin, 1 November 2010. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas maka peneliti mengajukan judul penelitian “Adopsi Teknologi Informasi dan Komunikasi Oleh Guru Dalam
Pembelajaran Ekonomi Sekolah Menengah Atas di Daerah Istimewa Yogyakarta
”.