Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Nuryani, dkk 2012 yang menyatakan bahwa pendapatan tidak berhubungan dengan kejadian eklampsi
p = 0,77. Namun tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rozikhan 2007 bahwa ibu hamil yang berpendapatan kurang dari Rp 500.000 menengah ke
bawah mengalami preeklampsia berat 1,35 kali. Hal ini mungkin dikarenakan secara keseluruhan baik sampel maupun kontrol memiliki pendapatan dengan katagori
≥800.000bulan dimana karakteristik sampel kasus dan kontrol memiliki kemiripan.
5.2. Pengaruh Faktor Status Kesehatan Ibu terhadap Kejadian Preeklampsi
BeratEklampsi di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2013
Pengaruh faktor status kesehatan ibu terhadap kejadian preeklampsi berateklampsi dalam penelitian dilihat dari indikator risiko obesitas, riwayat
preeklampsieklampsi, riwayat hipertensi, riwayat diabetes, yang dijelaskan sebagai berikut :
5.2.1. Pengaruh Body Mass Index BMI terhadap Kejadian Preeklampsi
BeratEklampsi di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2013 Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penderita preeklampsi
berateklampsi di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2013 dengan BMI 25 memiliki resiko 1,27 kali lebih besar dibanding responden yang memiliki BMI
≤25 p0,05. Secara keseluruhan proporsi terbesar pada kelompok kasus adalah responden dengan
BMI 25 64,1 dan pada kelompok kontrol adalah responden dengan BMI ≤ 25
66,7.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil pengamatan peniliti kondisi ini disebabkan tidak adanya kontrol dari responden terhadap kenaikan berat badan dan asupan gizi selama masa
kehamilan, responden yang walaupun sudag mengetahui memiliki riwayat hipertensi tetap mengkonsumsi makanan yang dapat meningkatkan tekanan darah dan kadar
lemak dalam tubuh. Faktor gizi yang sangat berhubungan dengan terjadinya hipertensi melalui
beberapa mekanisme. Aterosklerosis merupakan penyebab utama terjadinya hipertensi yang berhubungan dengan diet seseorang. Konsumsi lemak yang berlebih,
kekurangan konsumsi zat gizi mikro vitamin dan mineral sering dihubungkan pula dengan terjadinya ateroklerosis, antara vitamin C, vitamin E dan vitamin B6 yang
meningkatkan kadar homosistein. Tingginya konsumsi vitamin D merupakan faktor terjadinya asteroklerosis dimana terjadi deposit kalsium yang menyebabkan rusaknya
jaringan elastis sel dinding pembuluh darah Kurniawan, 2002. Menurut Husaini 1992 kenaikan berat badan yang dianggap baik untuk
orang Indonesia ialah 9 kg. Kenaikan berat badan ibu tidak sama, tetapi pada umumnya kenaikan berat badan tertinggi adalah pada umur kehamilan 16–20 minggu,
dan kenaikan yang paling rendah pada 10 minggu pertama kehamilan. Dalam penelitian Riestyawati 2004 menjelaskan tentang pengaruh jumlah
kehamilan, pertambahan berat badan dan tingkat kecukupan gizi protein,kalsium terhadap kejadiaan eklampsi pada kehamilan yaitu ada pengaruh yang signifikan
antara jumlah kehamilan dan pertambahan berat badan dengan kejadian eklampsi. Dari uji hubungan asosiasi diperoleh hasil bahwa jumlah kehamilan dan pertambahan
Universitas Sumatera Utara
berat badan merupakan faktor risiko terhadap kejadian eklampsia. Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah juga menyebabkan kerja
jantung lebih berat, oleh karena jumlah darah yang berada dalam badan sekitar 15 dari berat badan, maka makin gemuk seorang makin banyak pula jumlah darah yang
terdapat di dalam tubuh yang berarti makin berat pula fungsi pemompaan jantung, sehingga dapat menyumbangkan terjadinya -eklampsi Rozikhan, 2007.
Salah satu penilaian status gizi secara langsung adalah antropometri ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, antropometri gizi berhubungan erat
dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berat badan BB merupakan salah satu
ukuran yang sering digunakan untuk pengukuran antropometri selain lingkar lengan atasLILA, tinggi badanTB dan tebal lemak bawah kulit. Berat badan
mengambarkan jumlah dari protein, lemak air dan mineral pada tubuh dan menjadi parameter yang baik untuk melihat perubahan massa tubuh akibat perubahan-
perubahan konsumsi makanan dan perubahan kesehatan Supariasa, 2001. 5.2.2.
Pengaruh Riwayat PreeklampsiEklampsi terhadap Kejadian
Preeklampsi BeratEklampsi di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2013 Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penderita preeklampsi
berateklampsi di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2013 dengan riwayat preeklampsieklampsi memiliki resiko 1,11 kali lebih besar dibanding dengan yang
tidak memiliki riwayat p0,05. Secara keseluruhan proporsi terbesar pada kelompok kasus adalah responden dengan riwayat preeklampsieklampsi 73,0 dan
Universitas Sumatera Utara
pada kelompok kontrol adalah responden tidak dengan riwayat preeklampsieklampsi
74,3.
Hasil analisis multivariat menunjukkan adanya hubungan yang sangat signifikan antara kejadian preeklampsi berateklampsi dengan responden yang
mempunyai riwayat preeklampsi eklampsi. Banyak teori mengatakan bahwa penyebab terjadinya eklampsi belum diketahui secara pasti, para ilmuwan
mensinyalir bahwa terjadinya eklampsi disebabkan oleh faktor hormonal. Inipun banyak penelitian yang belum membuktikan bahwa eklampsi muncul dikarenakan
faktor tunggal. tetapi teori juga mengatakan bahwa salah satu faktor predisposing terjadinya eklampsi adalah mereka ibu hamil yang mempunyai riwayat preeklampsi
atau eklampsi pada kehamilan sebelumnya. Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan menyebutkan
terdapat 50,9 kasus eklampsi mempunyai riwayat preeklampsia, dan pada kelompok kontrol terdapat 7,3 mempunyai riwayat eklampsi, dengan risiko sampai
13 kali untuk terjadi eklampsi bagi ibu hamil yang mempunyai riwayat eklampsipreeklampsi.
5.2.3. Pengaruh Riwayat Hipertensi terhadap Kejadian Preeklampsi