terikat pada batas-batas ideologi agama, dan legitimas teoritis lain Magis-Suseno, 2001.
Dari beberapa pendapat tersebut maka, teori pendidikan humanisasi memungkinkan konsep belajar disusun dengan menitiberatkan pada sisi
perkembangan kepribadian manusia, berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang dimiliki, serta mengembangkan
kemampuan tersebut. Karenanya, pembelajaran dengan asas humanisasi pendidikan membuka ruang akan proses dilatih dan terarahnya kemampuan
seseorang, kebebasan yang dimiliki sebagi manusia, menyadari konteks hidupnya, memahami posisi dirinya, dan belajar menjawab tuntutan etis yang hadir di depan
matanya sebagai perwujudan perkembangan intelektual yang tanggap realitas. Teori humanisme pendidikan banyak mengadopsi prinsip-prinsip progresif
dan mendapat stimulus dari eksistensialisme, yang mencakup keberpusatan pada anak, peran guru yang tidak otoritatif, pemfokusan pada subjek didik yang terlibat
aktif, dan sisi-sisi pendidikan yang kooperatif dan demokrasi. Selain itu, teori belajar humanistik sifatnya mementingkan isi pembelajaran yang sambung
terhadap keadaan pembelajar daripada terpaku pada langkah baku yang alergi perunahan dan situasi. Humanisasi adalah pendidikan yang memanusiakan
manusia yang artinya semakin mengasah akal budi manusia dan mendidik hati nurani Priyatma dan Mudayen, 2015.
2.1.6.2 Kesadaran Kritis
Dalam buku Rahmat Hidayat yang berjudul Pedagogi kritis: Sejarah, Perkembangan dan Pemikiran 2013:7, Monchinski 2011 mengatakan bahwa
pedagogi kritis merupakan pendekatan pembelajaran yang berupaya membantu
murid mempertanyakan dan menantang dominasi serta keyakinan dan praktik- praktik yang mendominasi. Dalam buku yang sama Vavrus 2007 Pedagogi kritis
menawarkan cara untuk melihat pengajaran dan pembelajaran yang dapat membawa konsep kunci seperti ideologi, hegemoni, resitensi, kekuasaan,
konstruksi pengetahuan, kelas, politik budaya, politik budaya, dan emansipatoris tindakan. Pedagogi kritis berfokus pada isu-isu yang berkaitan dengan
kesempatan, suara dan wacana dominan pendidikan dan mencari pengalaman pendidikan yang lebih adil dan membebaskan.
Dalam prespektif kritis, pembelajaran harus mampu menciptakan ruang untuk mengidentifikasi dan menganalisis secara bebas kritis untuk transformasi
sosial. Dengan kata lain tugas utama pembelajaran adalah „memanusiakan‟ kembali manusia yang mengalami dehumanisasi karena sistem dan struktur yang
tidak adil. Paradigma kritis dalam pembelajaran, bertujuan melatih siswa untuk mampu mengidentifikasi „ketidakadilan‟ dalam sistem dan struktur yang ada,
kemudian mampu melakukan analisis bagaimana sistem dan struktur itu bekerja, serta bagaimana mentransformasikannya. Tugas pembelajar dalam paradigma
kritis adalah menciptakan ruang dan keselamatan agar peserta didik terlibat dalam suatu proses penciptaan struktur yang secara fundamental baru dan lebih baik.
Agar mampu membangun kesadaran kritis maka proses pembelajaran, harus mencerdaskan sekaligus bersifat membebaskan pesertanya untuk menjadi
pelaku subyek utama, bukan sasaran pelaku obyek, dari proses tersebut. Ciri- ciri pokok dari pembelajaran yang demikian itu adalah; 1 Belajar dari
pengalaman, artinya belajar dari keadaan nyata masyarakat atau pengalam seseorang atau sekelompok orang yang terlibat dalam keadaan nyata tersebut. 2
Tidak mengurai, karena tak ada “guru” dan tak ada “siswa yang digurui”, semua orang yang terlibat dalam proser pembelajaran ini adalah “guru sekaligus siswa”
pada saat yang bersamaan. 3 Dialogis, proses pembelajaran yang berlangsung bukan lagi proses “mengajar-belajar”, tetapi proses “komunikasi” dalam berbagai
bentuk kegiatan dan penggunaan media yang lebih memungkinkan terjadinya dialog kritis antar semua orang yang terlibat dalam proses pembelajaran
Haryanto, 2011.
2.1.6.3 Mempertanyakan Sistem