1
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan 1 Latar Belakang, 2 Rumusan Masalah, 3 Tujuan Penelitian, 4 Manfaat penelitian, 5 Definisi Operasional, 6 Spesifikasi
Produk yang Diharapkan.
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting. Setiap orang berusaha
untuk mendapatkan
pendidikan setinggi-tingginya.
Orang berpendapat
bahwa pendidikan yang diterima dapat mengembangkan potensinya. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1, dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara dalam Permendikbud No 65 Tahun 2013. Agar
pendidikan dapat diterima dan terlaksana dengan baik maka guru sebagai pendidik perlu mengembangkan perangkat pembelajaran supaya pembelajaran yang akan
diajarkan dapat berjalan dengan baik. Perangkat pembelajaran merupakan perangkat yang dipergunakan dalam
proses pembelajaran Trianto, 2010: 96. Setiap guru di setiap satuan pendidikan diwajibkan untuk menyusun perangkat pembelajaran supaya proses pembelajaran
yang ingin diajarkan dapat berjalan dengan baik dan menarik bagi siswa. Perangkat pembelajaran yang diperlukan dalam mengelola proses belajar
mengajar dapat berupa silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP. Selain membutuhkan perencanaan yang baik, pembelajaran juga membutuhkan
sumber belajar yang dapat membantu dan mempermudah siswa untuk belajar secara mandiri. Salah satu sumber belajar tersebut adalah modul pembelajaran.
Dalam menyusun perangkat dan modul pembelajaran tersebut biasanya guru akan menggunakan pendekatan sebagai pedomannya. Salah satu pendekatan yang ada
adalah pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif PPR. Paradigma Pedagogi Reflektif PPR adalah cara pandang tentang
pendidikan di sekolah yang menekankan pada pengembangan, pengintegrasian usaha penumbuhan nilai-nilai kemanusiaan dan pengembangan kompetensi siswa
melalui pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Penumbuhan nilai-nilai kemanusiaan dilakukan sesuai konteks siswa dan materi pelajaran, serta melalui
mekanisme pemberian pengalaman refleksi dan perwujudan aksi serta evaluasi. Dinamika pelaksanaan PPR meliputi 5 siklus yaitu konteks, pengalaman, refleksi,
aksi, dan evaluasi. Selain 5 siklus tersebut, tujuan dari pembelajaran PPR terwujud dalam 3 unsur yang ada pada tujuan pembelajaran. Ketiga unsur tersebut
adalah
competence
,
conscience
, dan
compassion
.
Competence
merupakan kemampuan secara kognitif atau intelektual,
conscience
ialah kemampuan afektif dalam menentukan pilihan-pilihan yang dapat dipertanggungjawabkan secara
moral, sedangkan
compassion
adalah kemampuan dalam psikomotor yang berupa tindakan konkret maupun batin disertai sikap bela rasa bagi sesama Subagya,
2010: 23-24. Ilmu Pengetahuan Alam IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang
terdapat di jenjang Sekolah Dasar yang mempelajari tentang fenomena alam dan
dapat diperoleh dengan menggunakan metode observasi. Pembelajaran IPA berhubungan dengan mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA
bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Adanya pembelajaran IPA diharapkan dapat menjadi wahana
bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pada pembelajaran IPA di Sekolah Dasar siswa diajak untuk mempelajari tentang
materi IPA yang masih sederhana. Salah satu materi tersebut adalah tentang cara menghemat energi listrik.
Energi listrik merupakan salah satu bentuk energi yang sangat penting dan menjadi kategori kebutuhan pokok yang tidak bisa dipisahkan bagi kehidupan
umat manusia di era globalisasi ini selain makanan dan pakaian. Hal ini terjadi karena hampir semua kebutuhan manusia yang berkaitan dengan peralatan
menggunakan listrik sebagai energinya. Sebut saja kipas angin, televisi, mesin cuci, bahkan pengaduk adonan kue. Secara garis besar, energi listrik dapat
diartikan sebagai salah satu faktor terpenting bagi kehidupan manusia sebab tak sedikit sekali peralatan yang biasa kita gunakan menggunakan listrik sebagai
sumber energinya. Seiring berkembangan zaman yang semakin modern, permintaan akan
energi listrik di seluruh dunia semakin meningkat. Di sisi lain, perkembangan teknologi yang terjadi mulai memunculkan beban listrik baru yang menyebabkan
semakin banyaknya energi listrik yang dibutuhkan. Banyaknya energi yang dibutuhkan tersebut maka mengakibatkan manusia untuk menggunakan energi
listrik secara berlebihan. Tindakan manusia dalam menggunakan energi tersebut dapat berupa menyalakan lampu, TV, kipas angin dan alat elektronik lainnya
secara bersamaan dan lupa untuk mematikannya. Penggunaan energi listrik secara berlebihan tersebut akan menibulkan dampak negatif kehidupan manusia, seperti
global warming
, biaya yang dikeluarkan untuk membayak penggunaan energi listrik akan semakin banyak, dan pekerjaan manusia akan terganggung karena
tidak adanya energi listrik. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti selama PPL pada
guru kelas III A di SDN Petinggen pada tanggal 12 Oktober 2016, dapat diketahui secara garis besar latarbelakang sosial dan ekonomi siswa-siswi SDN Petinggen
adalah menengah kebawah. Hal tersebut dapat terlihat dari 30 siswa, 75 orangtua siswa bekerja menjadi wiraswasta dengan berdagang burjonan, penjual
makanan, tukang parkir, satpam dan lain-lain. Dan sisanya 25 pekerjaan orangtua mereka menjadi PNS.
Peneliti juga melakukan observasi yang dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2016 peneliti mendapatkan fakta bahwa siswa masih
menggunakan energi lisrtik secara berlebihan dengan menyalakan lampu dan kipas angin dari awal hingga akhir pembelajaran bahkan sampai lupa
mematikannya dan jika diingatkan untuk mematikaanya mereka malas untuk melakukannya. Permasalahan tersebut terjadi di semua kelas akibatnya di sekolah
mati listrik sering terjadi sampai 3 kali sehari hal itu disebabkan karena energi listrik yang digunakan tidak seimbang atau melebihi daya listrik yang ada di
sekolah. Penggunaan energi listrik tersebut juga menimbulkan dampak akan tingginya biaya yang dikeluarkan, maka semakin banyak enegi listrik yang
digunakan semakin banyak juga biaya yang akan dikeluarkan. Hal ini akan berdampak pada orang tua siswa yang secara garis besar latarbelakang sosial dan
ekonominya adalah menengah kebawah. Dan saat melakukan wawancara peneliti menemui bahwa siswa tidak tahu tentang dampak menggunakan energi listrik
secara berlebihan dan kurang tahu bagaimana cara untuk menghemat energi listrik.
Peneliti juga melakukan observasi tentang proses pembelajaran di kelas dan wawancara dengan guru di SD Negeri Petinggen Yogyakarta, tentang
perangkat dan sumber pembelajaran yang digunakan di sekolah. Saat melakukan observasi peneliti menemui bahwa selama proses pembelajaran guru lebih banyak
memberikan materi kepada siswa dan hampir 3-4 kali memberikan tugas kepada siswa untuk mengerjakan LKS. Hasil wawancara peneliti menemui bahwa guru
memang sudah membuat perangkat pembelajaran, namun perangkat pembelajaran tidak dibuat secara lengkap dengan menuliskan langkah-langkah kegiatan
pembelajaran secara rinci dan kurang menarik karena metode pembelajaran yang digunakan hanya sebatas ceramah, diskusi dan tanya jawab. Selain itu, guru hanya
menggunakan buku dan LKS yang disediakan dari pemerintah sebagai penunjang pembelajaran. Hal itu juga diperkuat dengan hasil penyebaran kuesioner untuk
siswa yang dilakuan peneliti dan menemui bahwa sebagian besar siswa memerlukan pembelajaran yang membuat mereka berpikir, memerlukan
pembelajaran yang sesuai dengan lingkungannya, dan memerlukan modul pembelajaran yang dapat mempermudah mereka mengikuti pembelajaran dan
membuat mereka mandiri. Siswa juga menyatakan meyukai pembelajaran yang menghargai mereka sebagi manusia dan mengajak mereka untuk berpikir kritis.
Dari hasil pengamatan dan wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa mengalami kesulitan untuk menerapkan materi IPA tentang cara
menghemat energi listrik. Hal ini dikarenakan informasi yang didapatkan oleh siswa ketika pembelajaran hanya ditransfer dari guru, jadi guru menjelaskan
materi tersebut dan siswa mendengarkan. Siswa juga kurang diberikan pengetahuan yang konkrit, jarang untuk diajak melakukan eksperimen dan
mengamati lingkungan sekitar. Pembelajaran yang demikian membuat siswa kesulitan untuk memahami isi materi. Oleh karena itu, peneliti akan
mengembangkan perangkat dan modul pembelajaran dengan memilih Standar Kompetensi SK 5. Menerapkan energi gerak dan Kompetensi Dasar KD 5.2
Menerapkan cara menghemat energi dalam kehidupan sehari-hari. SK dan KD tersebut dipilih peneliti karena dalam SK dan KD tersebut mencakup materi
menghemat energi listrik sesuai dengan permasalahan yang ditemui. Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti terdorong untuk melakukan
penelitian dan pengembangan
Research and
Development
. Prosedur pengembangan materi dan prinsip pengembangan materi menurut Tomlinson
dalam Harsono, 2015 akan digunakan untuk menyusun sebuah materi pembelajaran dikarenakan peneliti akan memfokuskan pengembangan modul
pembelajaran. Tomlinson merupakan salah satu ahli terkemuka di dunia pada pengembangan materi untuk pembelajaran bahasa Aneheim University, 2016.
Pengembangan materi menurut Tomlinson dimaksudkan untuk mengembangkan bahan-bahan apapun yang dapat digunakan untuk membantu pelaksanaan
pembelajaran. Materi tersebut dapat berupa buku teks, buku kerja LKS, kaset, CD-ROM, DVD, video, handout, dan dari internet Tomlinson, 2005.
Peneliti akan mengembangkan perangkat dan modul pembelajaran berdasarkan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif PPR. Pedekatan PPR ini
dipilih karena PPR memiliki polapikir dalam menumbuhkembangkan pribadi siswa menjadi pribadi kristianikemanusiaan. Pola pikir dalam PPR bertujuan
untuk membentuk pribadi siswa dengan menggunakan 3 unsur utama PPR, yaitu pengalaman, refleksi, dan aksi. Siswa akan diberi pengalaman akan suatu nilai
kemanusiaan, kemudian siswa difasilitasi dengan pertanyaan agar merefleksikan pengalaman tersebut, dan siswa difasilitasi dengan pertanyaan aksi agar siswa
membuat niat dan berbuat sesuai dengan nilai. Melalui pola pikir tersebut siswa diharapkan mengalami sendiri bukan hanya mendapatkan informasi karena diberi
tahu Tim PPR kanisius, 2008. Dengan mengunakan mengembangkan perangkat dan modul pembelajaran
berdasarkan pendekatan PPR diharapkan siswa akan mendapatkan pembelajaran yang menarik dan menimbulkan dampak yang positif bagi siswa.
1.2 Rumusan Masalah