23 Jenis penyakit yang tergolong penyakit virus adalah Tetelo Newcastle
Disease, Cacar Unggas Fowl Pox, Quail Bronchitis, serta Flu Burung Avian InfluenzaAI.
c. Penyakit cendawan
Penyakit yang disebabkan oleh cendawan yang sering menyerang puyuh yaitu Apergillosis. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Apergillosis
fumigatus. Sasaran yang diserang yaitu alat pernafasan. d.
Penyakit kekurangan gizi serta cacingan Kekurangan atau defisiensi vitamin E dapat ditimbulkan karena kesalahan
dalam pemberian pakan atau ransum, seperti ransum untuk ayam ras diberikan untuk puyuh. Sedangkan puyuh cacingan dapat terjadi karena
makanan yang seharusnya diserap tubuh menjadi santapan cacing pita, cacing rambu, ataupun cacing usus buntu yang ada di perut puyuh.
Penyebabnya adalah masalah sanitasi lingkungan kandang yang buruk.
2.4. Telur Puyuh
Secara umum, komposisi kandungan telur puyuh adalah 47,4 albumin putih telur; 31,9 yolk kuning telur; serta 20,7 cangkang dan selaput tipis.
Dari hasil penelitian, ketebalan cangkang telur puyuh sekitar 0,197 mm dan ketebalan membran atau selaput tipis 0,063 mm. Bobot telur puyuh rata-rata 10
gram atau sekitar 8 dari bobot tubuh puyuh betina. Kandungan protein dan lemak telur puyuh lebih baik dibandingkan dengan
telur unggas lainnya. Kandungan proteinnya tinggi, tetapi kadar lemaknya rendah. Telur puyuh juga dipercaya dapat memberi kekuatan sehingga sering
digunakan sebagai obat kuat dan campuran jamu atau anggur. Telur puyuh sangat baik untuk diet kolesterol karena dapat mengurangi terjadinya penimbunan lemak,
terutama di jantung, sedangkan kebutuhan proteinnya tetap mencukupi.
2.5. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan Komalasari 2008, meneliti tentang kelayakan usaha peternakan ayam broiler, dimana dilakukan usaha produksi jagung sebagai
pakan pokok untuk ayam broiler yang disebut sebagai peternakan terpadu. Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Ayam Broiler milik Bapak Sugeng di
24 daerah Caringin, Dramaga Bogor dengan skala 10.000 ekor. Tujuan dari
penelitian ini adalah manganalisis kelayakan finansial peternakan ayam broiler terpadu pada kapasitas 10.000 dan 25.000 ekor, membuat simulasi kelayakan
finansial peternakan ayam broiler terpadu untuk berbagai kombinasi model pengembangan ayam broiker dan menganalisis pengaruh perubahan kenaikan
harga DOC dan penurunan harga ayam Broiler terhadap kelayakan finansial Hasil analisis kelayakan finansial dan analisis switching value dapat
disimpulkan bahwa peternakan ayam broiler terpadu pada skala 10.000 ekor tidak layak diusahakan. Dengan meningkatkan skala usaha menjadi 25.000 ekor maka
usaha menjadi layak. Bila usaha peternakan broiler dilakukan secara integrasi dengan usaha relatif besar maka usaha semakin layak secara finansial
dibandingkan dengan usaha peternakan ayam broiler saja. Diperoleh nilai NPV sebesar Rp 1.481.498.164,- , Net BC lebih besar dari satu yaitu 1,59 dan IRR
sebesar 30,60 persen. Jangka waktu pengembalian investasi selama 3 tahun 2 bulan 12 hari. Dari analisis finansial maka peternakan ayam broiler terpadu
merupakan hasil terbaik untuk diterapkan, dan untuk usaha tersebut diperlukan modal investasi awal sebesar Rp 2.854. 611.767,-. Usaha peternakan ayam broiler
terpadu pada skala 25.000 ekor lebih tahan terhadap perubahan penurunan harga jual ayam broiler dan kenaikan harga DOC dibandingkan dengan model lain.
Analisi switching value menunjukkan bahwa batas maksimum penurunan harga jual dapat membuat usaha tetap layak sebesar 11,08 persen dan kenaikan harga
DOC maksimal 62,73 persen Hasil penelitian Sugiarti 2008, menganalisis usaha peternakan ayam
broiler Abdul Djawad Farm yang terletak di Desa Banyu Resmi, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor. Analisis data dilakukan dengan menggunakan
analisis deskriptif, analisis kelayakan finansial seperti : NPV, IRR, BCR, PBP, serta analisis sensitivitas terhadap perubahan tingkat harga, baik tingkat harga
input maupun output. Hasil analisis finansial selama 10 tahun ke depan dengan modal sendiri
tingkat suku bunga 6,25 maka diperoleh NPV Rp 931. 398.142,05,- ; BCR 1,04; dan pay back period 3 tahun 6 bulan. Jika menggunakan modal pinjaman
tingkat suku bunga 14,5 maka didapat NPV438.192.975,74,- ; BCR 1,03; dan
25 pay back period 4 tahun 4 bulan. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa usaha peternakan Abdul Djawad Farm layak untuk dijalankan.
Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usaha peternakan Abdul Djawad Farm rentan terhadap perubahan harga. Peningkatan harga DOC ceteris
paribus lebih dari 19,50 modal sendiri dan lebih dari 13,04 modal pinjaman, peningkatan harga pakan ceteris paribus lebih dari 7,00 modal
sendiri dan lebih dari 4,68 modal pinjaman serta penurunan harga jual ayam broiler ceteris paribus lebih dari 4,34 modal sendiri dan lebih dari 2,90
modal pinjaman akan menyebabkan peternakan Abdul Djawad Farm mengalami kerugian.
Penelitian dari Suwarto 2003 yang berbentuk tesis, menganalisis usaha ternak burung puyuh di Jl. Narogong, Kelurahan Bojong Menteng, Kecamatan
Rawa Lumbu, Bekasi, Jawa Barat. Tujuan kajian penelitian ini yaitu untuk mengetahui bisnis beternak puyuh untuk dijadikan sumber mata pencaharian,
memahami permasalahan yang ada dalam beternak puyuh, melakukan evaluasi kelayakan finansial usaha ternak puyuh dalam upaya pemenuhan dana dengan
skim yang ada. Analisis usaha pada penelitian tesis ini dilakukan melalui pendekatan metode deskriptif terhadap aspek umum dan melalui pendekatan
metode analisis keuangan terhadap pembiayaan usaha seperti: NPV, IRR, PBP, BEP serta analisis rentabilitas.
Analisis tingkat kelayakan finansial usaha ternak puyuh pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan menggunakan modal sendiri discount rate
18 persen maka diperoleh NPV sebesar Rp 16.071.600, IRR yang didapat sebesar 24,84 persen melebihi tingkat suku bunga yang berlaku, PBP yang diperoleh yaitu
15 bulan, BEP dalam unit sebnyak 135.478 butir dan harga sebesar Rp 71,94,- sehingga analisis kelayakan finansial usaha ternak puyuh tersebut layak untuk
dijalankan. Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa usaha puyuh tersebut dapat diberikan fasilitas KKU s.d.Rp 50 juta untuk menjalankan usahanya dengan
skala 6.500 ekor petelur, dengan kebutuhan yang sesuai berupa kredit modal kerja dan investasi.
26
2.6. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu