82
b. Biaya Operasional
Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan secara berkala selama proyek berjalan. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.
Biaya tetap yaitu biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan dan nilainya sama setiap tahun. Biaya tetap yang
dikeluarkan PPBT tiap tahun yaitu gaji karyawan, perawatan mobil, listrik dan air, biaya sewa lahan, BBM, sapu lidi, perawatan kandang dan mesin pakan, pajak
kendaraan, konsumsi pekerja, biaya komunikasi, THR karyawan, serta biaya tidak terduga yang dianggarkan sebesar 5 persen dari total biaya tetap. Perawatan
kandang yang dimaksud yaitu memperbaiki kawat kandang maupun kurung- kurung yang rusak. Rincian biaya tetap PPBT dapat dilihat di Tabel 19.
Tabel 19. Biaya Tetap per Tahun pada Pola Usaha I
No Uraian
Jumlah Nilai Rp
1. Gaji karyawan
9 orang 58.200.000
2. Perawatan Kendaraan
1.800.000 3.
Listrik dan air 2000 watt
9.600.000 4.
Sewa lahan 2000 m
2
2.000.000 5
BBM 21.000.000
6 Sapu lidi
12 buah 30.000
7 Pemeliharaan kandang
150.000 8
Perawatan mesin pakan 840.000
9 Pajak kendaraan
550.000 10
Keperluan dapur 21.000.000
11 Pulsa
600.000 12
THR karyawan 4.850.000
13 Biaya tidak terduga 5
6.793.521
Total 127.413.521
Biaya variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh jumlah produk dalam produksi puyuh di PPBT. Biaya variabel pada pola usaha I ini
terdiri atas : 1 bibit puyuh masa starter; 2 bahan pakan puyuh seperti jagung, dedak padi, konsentrat, serta bahan tambahan: 3 vitamin; 4 vaksin; 5 obat-
obatan puyuh; 6 desinfektan seperti formalin dan biodes; 7 peti kemas; 8 dus kemas; 9 sekam padi; 10 karung pengemas; dan 11 benang jahit.
Pembelian bibit puyuh dilakukan setiap tahun sebanyak 12.000 ekor dengan harga beli Rp 2.750,- per ekor. Pakan puyuh diproduksi setiap 2 hari
sekali. Pakan yang dihasilkan PPBT selama satu bulan yaitu 11,7 ton dengan
83 proporsi input jagung sebesar 42.5 persen, konsentrat 42,5 persen, dedak padi 14,5
persen, serta bahan tambahan pakan 0,5 persen. Vitamin diberikan kepada puyuh setiap minggu 3 hari berturut-turut sebanyak 375 gram untuk keseluruhan
puyuh. Obat-obatan diberikan jika ada puyuh yang sakit atau bermasalah. Untuk vaksin dilakukan setiap 2 bulan sekali dengan pemakaian sebanyak 1 liter.
Penyemprotan desinfektan dilakukan setiap dua hari sekali dengan menggunakan formalin untuk di luar kandang serta biodes untuk di dalam kandang. Penggunaan
desinfektan yaitu sebanyak 5 liter per dua bulan. Untuk jumlah peti kemasan, dus kemasan serta sekam pada tahun ke-1 dan tahun ke-2 terdapat perbedaan. Pada
tahun ke-1 kebutuhan peti kemas dan dus kemas masing-masing 88 buah. Untuk kebutuhan dus kemas per enam bulan yaitu 44 buah, sehingga dalam setahun
PPBT melakukan pembelian dus kemas sebanyak dua kali. Peti kemas lebih tahan lama, sehingga dalam setahun PPBT hanya melakukan pembelian peti kemas
sebanyak satu kali. Peti kemas dan dus kemas dipakai berulang, artinya setiap mengantar telur, peti dan dus dibawa pulang kembali oleh PPBT. Biaya variabel
pada pola usaha I tahun pertama dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Biaya Variabel Pola Usaha I pada Tahun ke-1
Uraian Satuan
Jumlah Harga
Satuan Rp Nilai Rp
Bibit puyuh Ekor
12.000 2.750
33.000.000 Pakan puyuh
Jagung Kilogram
120.000 2.200
264.000.000 Dedak padi
Kilogram 24.000
1.300 31.200.000
Konsentrat Kilogram
108.000 5.200
561.600.000 Bahan tambahan
Kilogram 1.200
10.000 12.000.000
Vitamin Gram
18.000 175
3.150.000 Vaksin
Liter 6
35.000 210.000
Obat-obatan Liter
1 375.000
375.000 Desinfektan
Formalin Liter
30 10.000
300.000 Biodes
Liter 30
35.000 1.050.000
Peti kemasan Buah
88 6.500
572.000 Dus kemasan
Buah 88
6.000 528.000
Sekam Karung
60 2500
150.000 Karung pengemas pakan
Lembar 2.000
750 1.500.000
Benang jahit Rol
12 20.000
240.000
Total 909.875.000
Pada tahun pertama penggunaan sekam sebagai bantalan telur dalam peti membutuhkan 60 karung atau sama dengan 3.000 kilogram. Pada tahun ke-2
hingga tahun ke-7, kebutuhan peti kemas dan dus kemas masing-masing adalah
84 110 buah, sedangkan kebutuhan sekam yaitu 75 karung atau setara dengan 3.750
kilogram. Perbedaan kebutuhan peti, dus, serta sekam ini disesuaikan dengan jumlah produksi telur puyuh antara tahun pertama dan tahun-tahun selanjutnya.
Untuk pakan, dijual setiap satu minggu sekali. Setiap minggu, karung pengemas yang dibutuhkan sekitar 40 karung. Setiap bulan, benang jahit yang diperlukan
untuk karung pakan yaitu 1 rol. Secara ringkas, biaya variabel pola usaha I pada tahun ke-2 hingga tahun ke-7 dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Biaya Variabel Pola Usaha I pada Tahun ke-2 sampai Tahun ke-7
Uraian Satuan
Jumlah Harga
Satuan Rp Nilai Rp
Bibit puyuh Ekor
12.000 2.750
33.000.000 Pakan puyuh
Jagung Kilogram
120.000 2.200
264.000.000 Dedak padi
Kilogram 24.000
1.300 31.200.000
Konsentrat Kilogram
108.000 5.200
561.600.000 Bahan tambahan
Kilogram 1.200
10.000 12.000.000
Vitamin Gram
18.000 175
3.150.000 Vaksin
Liter 6
35.000 210.000
Obat-obatan Liter
1 375.000
375.000 Desinfektan
Formalin Liter
30 10.000
300.000 Biodes
Liter 30
35.000 1.050.000
Peti kemasan Buah
110 6.500
715.000 Dus kemasan
Buah 110
6.000 660.00
Sekam Karung
75 2500
187.500 Karung pengemas pakan
Lembar 2.000
750 1.500.000
Benang jahit Rol
12 20.000
240.000
Total 910.187.500
7.1.3. Analisis Kelayakan Finansial
Analisis kelayakan finansial dilihat dari kriteria nilai NPV, Net BC, IRR, dan Payback Periode. Pada pola usaha I, diperoleh hasil analisis finansial yang
disajikan pada Tabel 22.
Tabel 22. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha I
Kriteria Hasil
Net Present Value rupiah 145.175.809
Net Benefit and Cost Ratio 1,77
Internal Rate Return persen 32
Payback Periode tahun 3,93
Berdasarkan analisis finansial di atas dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya puyuh untuk petelur di PPBT tanpa usaha pembibitan sendiri ini
85 memperoleh NPV 0 yaitu sebesar Rp 145.175.809,- yang artinya bahwa usaha
puyuh untuk petelur ini layak untuk dijalankan. Nilai NPV yang sama dengan Rp 145.175.809,- juga menunjukkan manfaat bersih yang diterima dari usaha puyuh
untuk petelur selama umur proyek terhadap tingkat diskon discount rate yang berlaku. Kriteria lain yang dianalisis adalah Net BC, pada pola usaha I ini
diperoleh Net BC 1 yaitu sebesar 1,77 yang menyatakan bahwa usaha puyuh untuk petelur layak dijalankan. Nilai Net BC sama dengan 1,77 artinya setiap Rp
1,- yang dikeluarkan selama umur proyek menghasilkan Rp 1,77,- satuan manfaat bersih. IRR yang diperoleh dari analisis finansial pola usaha I adalah 32 persen
dimana IRR tersebut lebih besar dari discount factor yang berlaku yaitu 9 persen. Nilai IRR tersebut menunjukkan tingkat pengembalian internal proyek sebesar 32
persen dan karena IRR 9 persen, maka usaha ini layak dan menguntungkan untuk dijalankan. Pola usaha puyuh untuk petelur ini memiliki periode
pengembalian biaya investasi selama 3,93 tahun atau 3 tahun 11 bulan 5 hari.
7.1.4. Analisis Nilai Pengganti Switching Value
Analisis nilai pengganti switching value digunakan untuk mengetahui seberapa besar perubahan maksimal pada harga output dan harga input variabel
yang dapat ditolerir sehingga usaha yang dilakukan masih layak dilaksanakan. Switching value atau nilai pengganti ditentukan dengan uji coba sampai dapat
menghasilkan nilai NPV yang mendekati nol, IRR mendekati discount rate, dan nilai Net BC sama dengan 1. Hasil switching value pada pola usaha I disajikan
pada Tabel 23.
Tabel 23. Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha I
Perubahan Persentase
persen NPV
rupiah Net
BC IRR
persen Payback
Periode tahun
Penurunan Jumlah Produksi Telur 3,9894449
1,00 9
7,00 Kenaikan Harga Pakan
5,551397 1,00
9 7,00
Dari hasil analisis switching value di atas dapat dilihat bahwa batas maksimal perubahan terhadap penurunan jumlah produksi serta kenaikan harga
pakan masing-masing adalah 3,9894449 persen dan 5,551397 persen. Apabila perubahan yang terjadi melebihi batas tersebut, maka usaha puyuh untuk petelur
di PPBT ini menjadi tidak layak atau tidak menguntungkan. Besarnya penurunan
86 jumlah produksi telur puyuh sebesar 3,9894449 persen, menunjukkan bahwa
usaha puyuh untuk petelur masih layak apabila penurunan yang terjadi terhadap jumlah produksi telur puyuh tidak lebih besar dari 3,9894449 persen. Sementara
itu, besarnya kenaikan harga pakan yang masih mendatangkan keuntungan bagi usaha puyuh petelur PPBT adalah 5,551397 persen. Ini berarti kenaikan harga
pakan memiliki pengaruh yang lebih kecil dibandingkan dengan penurunan jumlah produksi telur puyuh.
Berdasarkan hasil analisis switching value terhadap pola usaha I dapat disimpulkan bahwa jumlah produksi telur dan harga pakan merupakan hal yang
sangat berpengaruh terhadap kelayakan usaha puyuh PPBT. Namun tingkat produksi telur puyuh memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap kelayakan
usaha dibandingkan dengan pengaruh harga pakan. Hal ini dapat dilihat dari besarnya persentase perubahan yang dapat mengubah tingkat kelayakan usaha
puyuh untuk petelur di PPBT. Menurut pengalaman PPBT, pada jenis pola usaha I pernah terjadi
penurunan produksi telur puyuh sampai sebesar 10 persen, sehingga dapat dikatakan bahwa kelayakan usaha PPBT sangat peka terhadap perubahan.
Penurunan produksi tersebut terjadi pada saat pasokan bibit puyuh dari peternak lain mulai tersendat karena serangan penyakit. Puyuh-puyuh PPBT yang mati
akibat stress maupun sakit tidak dapat secara langsung diganti dengan puyuh yang baru, sehingga jumlah produksi telur PPBT mengalami penurunan. Untuk
kenaikan pakan yang terjadi tidak terlalu signifikan, karena pemasok bahan cukup banyak dan mudah diperoleh. Selain itu, PPBT juga mengusahakan pakan secara
mandiri sehingga dapat mengurangi biaya pengadaan pakan.
7.2. Analisis Kelayakan Finansial Pola II Budidaya Puyuh Petelur dan Pembibit dengan Populasi 12.000 Ekor
Pada pola jenis ini, PPBT mengusahakan 12.000 ekor puyuhnya untuk dijadikan puyuh petelur dan puyuh pembibit dengan proporsi 11.000 ekor untuk
puyuh petelur dan 1.000 ekor 800 ekor betina dan 200 ekor jantan untuk puyuh pembibit. Pemenuhan jumlah puyuh petelur diusahakan dari hasil pembibitan
sendiri dengan menambah investasi berupa mesin tetas. Mesin tetas yang diperlukan agar mampu memenuhi kebutuhan puyuh PPBT berjumlah enam buah
87 yaitu empat buah mesin tetas berkapasitas 600 butir telur dan dua buah mesin tetas
berkapasitas 800 butir telur.
7.2.1. Arus Penerimaan Inflow
Arus penerimaan pada pola usaha II yaitu usaha budidaya puyuh petelur dan pembibit diperoleh dari hasil penjualan telur puyuh, puyuh pembibit, puyuh
jantan, puyuh afkir, kotoran puyuh, serta pakan puyuh. Selain itu, penerimaan
juga diperoleh dari nilai sisa biaya investasi proyek berupa generator, timbangan
besar, mesin giling jagung, serta kendaraan mobil. Pemenuhan jumlah puyuh petelur pada tahun pertama yaitu disesuaikan
dengan hasil penetasan DOQ dari mesin tetas yang ada. Setiap bulan mesin mampu menetaskan 2.800 ekor DOQ dimana 60 persen yaitu sekitar 1.680 ekor
puyuh betina dan 40 persen yaitu sekitar 1.120 ekor adalah puyuh jantan. Puyuh betina yang dihasilkan dibesarkan sampai umur sebulan dan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan puyuh petelur, sedangkan pejantannya dijual. Pada bulan ke-6 dan ke-12 puyuh betina hasil penetasan diseleksi sebanyak 800 ekor untuk
puyuh pembibit, dan sisanya dimanfaatkan untuk puyuh petelur. Hal ini dilakukan karena pada bulan ke-6 dan ke-12 puyuh pembibit mengalami pengafkiran
sehingga harus diganti dengan puyuh yang baru. Pada tahun pertama jumlah puyuh telur sebanyak 11.000 ekor baru dapat terpenuhi pada bulan ke-10
sedangkan produksi puyuh petelur dimulai pada bulan ke-3 dari populasi awal 1.680 ekor. Jumlah produksi telur puyuh pada pola usaha II di tahun pertama yaitu
sebanyak 2.315.779 butir telur, sedangkan pada tahun ke-2 sampai tahun ke-7 diasumsikan tetap sebesar 3.934.700 butir telur. Nilai-nilai tersebut diperoleh dari
jumlah puyuh yang ada dikalikan jumlah hari produksi lalu dikalikan dengan persentase perolehan telur layak jual sebesar 98 persen. Harga jual telur puyuh
selama umur proyek 7 tahun diasumsikan tetap yaitu Rp 175,- per butir. Jumlah produksi per tahun dan nilai penjualan telur puyuh disajikan pada Tabel 24.
88
Tabel 24. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Telur Puyuh PPBT Pola II
Tahun Ke Jumlah Produksi Telur
Harga Satuan Nilai
Butir Rpbutir
Rp
1 2.315.779
175 405.261.360
2 3.934.700
175 688.572.500
3 3.934.700
175 688.572.500
4 3.934.700
175 688.572.500
5 3.934.700
175 688.572.500
6 3.934.700
175 688.572.500
7 3.934.700
175 688.572.500
Total 25.923.979
4.536.696.360
Puyuh pembibit yang dijual oleh PPBT adalah puyuh betina yang lolos seleksi dan memiliki fisik sempurna dan bagus. Harga jual puyuh pembibit PPBT
selama umur proyek diasumsikan tetap yaitu Rp 7.000,- per ekor dan merupakan puyuh betina. Pada tahun pertama penjualan puyuh pembibit baru dapat dimulai
pada bulan ke-10 sebanyak 1.640 ekor. Hal ini terjadi karena pada bulan sebelumnya puyuh-puyuh betina yang dihasilkan dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan puyuh petelur PPBT sendiri sebanyak 11.000 ekor, sehingga saat tahun pertama PPBT baru mampu menjual puyuh pembibit sebanyak 4.200 ekor. Pada
tahun ke-2 hingga ke-7, PPBT mampu menjual puyuh pembibit sebanyak 7.560 ekor. Jumlah produksi dan nilai penjualan puyuh pembibit di PPBT dapat dilihat
pada Tabel 25.
Tabel 25. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Puyuh Pembibit PPBT Pola II
Tahun Ke Jumlah Produksi Puyuh
Harga Satuan Nilai
ekor Rpekor
Rp
1 4.200
7.000 29.400.000
2 7.560
7.000 52.920.000
3 7.560
7.000 52.920.000
4 7.560
7.000 52.920.000
5 7.560
7.000 52.920.000
6 7.560
7.000 52.920.000
7 7.560
7.000 52.920.000
Total 49.560
346.920.000
Untuk penjualan puyuh pejantan hampir dilakukan setiap bulan. Puyuh jantan hasil penetasan setiap bulan yaitu sekitar 1.120 ekor. Pada bulan ke-6 dan
ke-12 PPBT mengambil puyuh jantan sebanyak 200 ekor dari hasil penetasan untuk mengganti puyuh pembibit yang telah diafkir serta sisanya dijual. Harga
jual puyuh jantan yaitu Rp 2.000,- per ekor. Pada tahun pertama penjualan puyuh jantan PPBT dimulai pada bulan ke-3 sehingga total puyuh jantan yang mampu
89 dijual PPBT saat tahun pertama yaitu 10.800 ekor, sedangkan pada tahun ke-2
sampai ke-7 jumlah puyuh yang dijual PPBT sebanyak 13.040 ekor. Jumlah produksi dan nilai penjualan puyuh pejantan di PPBT dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Puyuh Pejantan di PPBT Pola II
Tahun Ke Jumlah Produksi Puyuh
Harga Satuan Nilai
ekor Rpekor
Rp
1 10.800
2.000 21.600.000
2 13.040
2.000 26.080.000
3 13.040
2.000 26.080.000
4 13.040
2.000 26.080.000
5 13.040
2.000 26.080.000
6 13.040
2.000 26.080.000
7 13.040
2.000 26.080.000
Total 89.040
178.080.000
Sumber penerimaan lain PPBT yaitu penjualan pakan. Sama seperti pada pola usaha I, setiap tahun PPBT menerima hasil penjualan pakan sebesar
Rp 349.200.000,-. Proporsi untuk konsumsi sendiri serta untuk pakan yang dijual juga sama dengan pola I. Dalam satu tahun, PPBT mampu memproduksi pakan
sebanyak ± 140 ton. Dari jumlah tersebut, PPBT menggunakan sekitar 40 persen untuk memenuhi kebutuhan pakan 12.000 ekor puyuhnya, sedangkan 60 persen
dari produksi pakan dijual ke peternak puyuh lainnya. Jumlah pakan yang dijual PPBT setiap tahun dibagi menjadi dua macam, yaitu 48.000 kilogram dengan
harga jual Rp 4.350,- per kilogram yang dijual ke daerah peternak-peternak di Sukabumi serta 36.000 kilogram dengan harga jual Rp 3.900,- yang dijual ke
peternakan milik Pak Jajuli. Penerimaan dari penjualan puyuh afkir pada pola usaha II dengan harga
jual Rp 2.000,- per ekor pada tahun pertama yaitu sebanyak Rp 4.000.000,-. Diperoleh dari 2.000 ekor sebagai hasil dari afkir puyuh pembibit pada bulan ke-6
dan bulan ke-12. Untuk tahun ke-2 hingga tahun ke-7, penjualan puyuh afkir yaitu Rp 24.000.000,- didapat dari 12.000 ekor puyuh yang diafkir dikalikan harga jual
yang sama seperti pada tahun pertama. Jumlah produksi dan nilai penjualan puyuh afkir dapat dilihat pada Tabel 27.
90
Tabel 27. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Puyuh Afkir PPBT pada Pola II
Tahun Ke Jumlah Produksi Puyuh
Harga Satuan Nilai
ekor Rpekor
Rp
1 2.000
2000 4.000.000
2 12.000
2000 24.000.000
3 12.000
2000 24.000.000
4 12.000
2000 24.000.000
5 12.000
2000 24.000.000
6 12.000
2000 24.000.000
7 12.000
2000 24.000.000
Total 85.500
148.000.000
Untuk penerimaan dari hasil penjualan kotoran pada pola usaha II tidak berbeda dengan penerimaan pada pola usaha I. Untuk penjualan kotoran, PPBT
mendapatkan Rp 4.840.000,- pada tahun pertama dan Rp 5.280.000,- pada tahun kedua. Setiap bulan, PPBT menghasilkan kotoran puyuh sebanyak 110 karung,
dimana setiap karung berkapasitas 50 kilogram. Harga jual kotoran puyuh per karung yaitu Rp 4.000,-. Jumlah produksi dan nilai penjualan kotoran puyuh dapat
dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Kotoran Puyuh PPBT Pola II
Tahun Ke Jumlah Produksi Kotoran
Harga Satuan Nilai
karung Rpkarung
Rp
1 1.210
4.000 4.840.000
2 1.320
4.000 5.280.000
3 1.320
4.000 5.280.000
4 1.320
4.000 5.280.000
5 1.320
4.000 5.280.000
6 1.320
4.000 5.280.000
7 1.320
4.000 5.280.000
Total 9.130
36.520.000
Sama seperti pada pola usaha I, penerimaan perusahaan juga diperoleh dari nilai sisa salvage value biaya investasi yang dikeluarkan pada tahun pertama
yang tidak habis terpakai selama umur proyek. Nilai sisa yang terdapat hingga akhir umur proyek dapat ditambahkan sebagai manfaat proyek. Biaya-biaya
investasi pada usaha puyuh PPBT yang masih memiliki nilai hingga akhir umur proyek antara lain generator, timbangan besar, mesin giling jagung, dan kendaraan
mobil. Penambahan investasi baru pada pola II berupa mesin tetas maupun baki air tidak mempunyai nilai sisa, sehingga nilai sisa pola II sama dengan nilai sisa
pada pola I. Nilai sisa pada proyek dapat dilihat pada Tabel 29.
91
Tabel 29. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek pada Pola II