12 diternakkan. Kelebihan lain terletak pada suaranya yang cukup keras dan agak
berirama. Oleh sebab itulah puyuh ini banyak dipelihara sebagai song birds burung ocehanklangenan, Jawa.
C. japonica biasa ditemukan di hutan belantara. Hidupnya sering berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Sifat-sifat tertentu dari
Coturnix seperti kemampuannya menghasilkan 3-4 generasi per tahun menarik perhatian peternak.
Ciri-ciri jantan dewasa terlihat dari bulu bagian leher dan dadanya yang berwarna cokelat muda. Puyuh pejantan muda mulai bersuaraberkicau pada umur
5-6 minggu. Selama musim kawin normal, jantan Coturnix akan berkicau setiap malam.
Sementara pada puyuh betina, warna tubuhnya mirip puyuh jantan, kecuali bulu pada kerongkongan dan dada bagian atas yang warna cokelatnya lebih terang
serta terdapat totol-totol cokelat tua. Bentuk badannya kebanyakan lebih besar dibandingkan dengan jantan. Telur Coturnix berwarna cokelat tua, biru, putih
dengan bintik-bintik hitam, coklat, dan biru Listiyowati dan Roospitasari, 2005.
2.3. Teknik Budidaya 2.2.1. Pemerolehan Bibit Puyuh DOQ
Menurut Abidin 2002 ada beberapa cara memperoleh DOQ day old quail atau puyuh umur sehari, yakni membeli dari pembibit, membeli telur puyuh
untuk ditetaskan sendiri, dan memelihara bibit puyuh. a.
Membeli DOQ dari Pembibit Membeli DOQ dari pembibit merupakan langkah yang paling mudah karena
peternak tidak perlu mengatur perkawinan bibit puyuh dan menetaskannya sendiri. Kesulitan yang akan dihadapi adalah membeli DOQ tidak semudah
membeli DOC ayam ras. Calon peternak harus mengetahui sentra-sentra peternakan puyuh di wilayahnya. Sebaiknya DOQ yang dibeli memiliki kualitas
yang cukup baik. Dalam arti proses pembibitannya cukup terarah, misalnya dengan proses pemilihan telur tetas berat standar 10,5 gram, kerabang tidak
cacat, serta berasal dari induk jantan dan betina yang berkualitas baik. Beberapa hal tersebut masih kurang diperhatikan oleh pembibit skala kecil. Di samping itu,
ada baiknya pula membeli DOQ yang sudah divaksinasi.
13 b.
Membeli Telur Puyuh Tetas dan Menetaskan Sendiri Dari segi biaya, upaya memperoleh DOQ dengan menetaskan telur tetas sendiri
mungkin lebih murah, dengan catatan daya tetas telur cukup tinggi. Patut disayangkan,tidak ada perusahaan pembibitan yang menjual telur tetas dengan
jaminan daya tetas tinggi. Ini merupakan salah satu kendala yang akan dihadapi oleh calon peternak yang akan mencoba menetaskan telur puyuh sendiri. Kendala
lainnya adalah sulitnya memperoleh telur tetas yang bermutu baik dan rendahnya ketrampilan peternak dalam mengelola mesin tetas.
c. Memelihara Bibit Puyuh
Memelihara bibit puyuh yang akan diproyeksikan sebagai penghasil DOQ merupakan langkah paling aman, meskipun dari segi pembiayaan akan
membutuhkan modal yang agak besar. Besarnya biaya mungkin masalah yang serius, tetapi yang lebih perlu dipikirkan adalah faktor keamanan usaha.
2.2.2. Tata Laksana Perawatan
Menurut Listiyowati dan Roospitasari 2005, keberhasilan dalam beternak sangat tergantung dari kemampuan peternak dalam melaksanakan program
pemeliharaan burung puyuh yang diternaknnya. Perawatan puyuh dimulai dari perawatan saat telur masih berada dalam mesin tetas. Langkah selanjutnya adalah
perawatan saat anakan hingga masa pembesaran sehingga menjadi puyuh bibit, puyuh petelur, maupun pedaging. Adapun urutan dari budidaya dan perawatan
burung puyuh yaitu :
1. Penetasan Telur
Siklus hidup puyuh relatif pendek. Produksi telurnya 130-300 butir per tahun dengan bobot rata-rata 10-15 g per butir. Bobot telur merupakan sifat kuantitatif
yang dapat diturunkan. Jadi jenis pakan, jumlah pakan, lingkungan kandang, serta besar tubuh induk sangat mempengaruhi bobot telur. Selain itu, sedikitnya protein
ransum menyebabkan kecilnya kuning telur yang terbentuk sehingga menyebabkan kecilnya telur dan rendahnya daya tetas telur. Bobot telur juga
sangat dipengaruhi oleh masa bertelur. Telur pada produksi pertama pada suatu siklus berbobot lebih rendah daripada telur berikutnya pada siklus yang sama.
Dengan kata lain, bobot telur semakin bertambah dengan bertambahnya umur
14 induk. Oleh sebab itu, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan agar
penetasan berhasil yaitu : a.
Pemilihan telur Pemilihan telur perlu dilakukan untuk memperoleh telur yang baik,
yaitu telur yang fertil berisi benih. Ciri-ciri fisik yang dapat dijadikan patokan dalam memilih telur yang baik untuk bibit diantaranya bukan
berasal dari perkawinan saudara. Telur sebaiknya diambil dari induk betina berumur 4-10 bulan dan yang dipelihara bersama pejantan dengan
perbandingan 2-3 : 1. Telur tersebut tidak boleh berumur lebih dari 5 hari karena daya tetasnya akan menurun. Setelah 5 hari penyimpanan, daya
tetasnya akan menurun sebesar 3 persen per hari. Telur yang dipilih untuk ditetaskan harus berbentuk sempurna,
yaitu bulatlonjong dan simetris, serta berukuran seragam sekitar 10-11 gram. Selain itu, kerabang telur harus mulus, tidak terdapat bintil-bintil,
tidak retak atau pecah, serta bercak hitam kelabunya tersebar merata. Telur berkerabang kuning, cokelat, atau putih polos sebaiknya tidak
dipilih karena kulitnya tebal, tetapi sangat rapuh. Kerabang telur hendaknya bersih dan tidak ditempeli kotoran.
Kotoran dalam kulit telur dapat menghambat masuknya udara segar yang berguna bagi pertumbuhan bibit. Kotoran pada telur kotor sebaiknya
dibersihkan dengan dikikir menggunakan silet. Temperatur tempat penyimpanan
telur tetas
sebaiknya sekitar
13
o
C, sedangkan
kelembabannya 75 persen. b.
Mesin tetas Mesin tetas dapat dibuat dari papan atau triplek kerangkanya dari
kayu dan dinding dari triplek, bahkan dari dus bekas. Mesin tetas dibuat dengan ukuran tinggi 40 cm, lebar 80 cm, panjangnya 160 cm. Kotak
sebesar ini dapat menetaskan sekitar 1.000 butir telur puyuh. Mesin dibuat berpintu depan dengan diberi sedikit kaca agar keadaan telur dapat
diawasi dengan mudah. Pada prisipnya, konstruksi mesin tetas tergantung selera
pembuatnya. Hal terpenting yang harus dipenuhi yaitu kestabilan suhu di
15 dalamnya terjaga, sumber panas konstan dan normal serta menjangkau
radius panas yang dibutuhkan telur. Selian itu, kelembaban harus memenuhi dan ventilasinya memadai.
Sumber panas dalam mesin dapat menggunakan lampu listrik, minyak tanah, atau gas. Bila menggunakan lampu minyak tanah maka
peternak harus sering melihat ke dalam kotak penetasan karena suhu yang terjadi tidak stabil. Sumber pemanas harus selalu ada selama
penetasan, minimal tidak lama mati. Guncangan suhu akibat nyala dan matinya listrik dapat menyebabkan kematian benih dalam telur.
Sebagai pengukur suhu, termometer diletakkan sejajar dengan tempat telur. Suhu dalam mesin tetas harus selalu terjaga dan tidak boleh
turun naik. Apabila suhu berada di bawah ambang batas maka kuning telur tidak akan terserap maksimal oleh embrio. Jika suhu melebihi
ambang batas maka telur akan cepat menetas sehingga pusar tidak menutup sempurna dan timbul omphalitis.
Kelembaban udara dalam mesin tetas sekitar 55- 60 persen pada minggu pertama dan 70 persen pada minggu berikutnya. Bila terlalu
kering, telur tidak akan menetas atau anak puyuh tidak akan mampu memecahkan kulit telur yang menyelubunginya. Kelembaban udara dapat
diatasi dengan memberikan air yang ditempatkan dalam tempat tertentu mangkok, piring, baskom.
c. Penetasan
Penetasan biasanya terjadi pada hari ke-17 sampai ke-19. Proses penetasan berjalan selama 3 jam. Telur yang tidak menetas setelah 3 jam
dapat disingkirkan karena bila dipaksakan menetas maka kualitas bibitnya akan rendah dan mudah mati.
d. Perawatan bibit
Setelah menetas, puyuh masih membutuhkan udara hangat yang stabil, oleh sebab itu puyuh anakan jangan langsung dikeluarkan.
Biarkan puyuh anakan berada dalam mesin tetas selama 10 jam. Setelah itu, pindahkan puyuh anakan ke dalam kandang indukan. Selama proses
16 tersebut puyuh tidak perlu diberi pakan karena masih mempunyai
persediaan pakan dalam sisa kuning telurnya.
2. Seleksi Puyuh
Untuk memulai usaha peternakan puyuh, langkah pertama yang harus dilakukan adalah seleksi bibit. Salah satu seleksi yang dilakukan adalah
menyeleksi asal daerah puyuh induk. Asal daerah dari puyuh jantan dan betina disarankan berasal dari daerah yang berbeda misal berbeda provinsi. Selain itu
jangan memilih puyuh yang albino. Seleksi sebaiknya tidak hanya dilakukan pada masa stater anakan, namun
juga pada masa grower remaja, dan menginjak dewasa siap bertelur a.
Seleksi masa starter Seleksi pada periode stater dilakukan saat puyuh berumur 1 hari
sampai 3 minggu. Seleksi meliputi pemilihan anak puyuh DOQ day old quail. Saat seleksi dilakukan juga vaksinasi dan pemotongan paruh.
Selanjutnya seleksi dilakukan dengan memilih anak puyuh yang besarnya seragam, sehat, gesit, serta tidak mengalami cacat fisik. Mata puyuh harus
cerah, bersih, tidak terlihat mengantuk dan penyakitan, serta aktif mencari pakan.
b. Seleksi masa grower
Seleksi selanjutnya dilakukan saat puyuh berumur tiga sampai enam minggu atau masa remaja grower. Pada periode ini burung puyuh
yang pertumbuhannya tidak normal atau kerdil disingkirkan sehingga diperoleh puyuh berbobot dan berukuran seragam.
Pada saat ini mulai dilakukan pengelompokan kelamin sexing. Puyuh jantan yang tidak terpilih sebagai pejantan dalam pembibitan
sebaiknya disingkirkan atau digunakan sebagai puyuh pedaging atau puyuh potong. Sementara betina yang bagus penampilan dan fisiknya
digunakan sebagai puyuh pembibit atau petelur. c.
Seleksi masa layer Seleksi terakhir biasanya dilakukan pada masa bertelur layer,
yaitu saat puyuh berumur lebih dari enam minggu. Puyuh yang dipilih
17 berproduksi tinggi minimal 75 persen, sehat, tidak berpenyakit, tidak
cacat fisik, dan aktif mencari makan.
3. Vaksinasi
Seperti halnya ayam, puyuh dapat terserang penyakit tetelo. Oleh sebab itu, puyuh sebaiknya divaksinasi pada umur empat sampai tujuh hari dengan dosis
separuh dari dosis yang diberikan untuk ayam. Vaksinasi dapat dilakukan melalui tetes mata intraokuler atau air minum per-oral. Pada peternakan skala besar,
vaksinasi melalui air minum lebih efisien baik dari segi waktu maupun tenaga. Selain melalui tetes mata dan air minum, vaksinasi juga dapat dilakukan
dengan cara spraying, intrakloaka pengolesan vaksin pada kloaka, intranasal penetesan vaksin pada lubang hidung, intramuskuler penyuntikan vaksin pada
lubang hidung, dan subkutan penyuntikan vaksin di bawah kulit. Dalam melakukan vaksin terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut :
a. Lakukan vaksinasi hanya pada puyuh yang sehat.
b. Pastikan bahwa vaksin telah benar-benar masuk ke dalam tubuh ternak.
c. Berikan vaksin dengan dosis tepat.
d. Lakukan vaksinasi sesingkat mungkin saat udara sejuk, biasanya setelah
pukul 16.00. e.
Jangan menyimpan atau menggunakan kembali sisa vaksin yang telah diencerkan pada hari berikutnya.
f. Jangan hamburkan vaksin di komplek perumahan.
g. Buang semua botol bekas vaksin yang tidak digunakan lagi.
h. Perhatikan puyuh yang baru divaksin. Bila kedinginan maka berikan
panas tambahan.
4. Pemotongan Paruh
Puyuh termasuk unggas yang mempunyai sifat kanibal. Sifat ini akan timbul bila peternak kurang memahami tata laksana pemeliharaan yang benar, misalnya
kepadatan populasi puyuh dalam satu kandang berlebihan, kekurangan pakan, gangguan yang tidak biasa dialami puyuh, serta penanganan yang salah. Hal ini
mengakibatkan puyuh menjadi stress dan muncul sifat kanibalnya. Untuk mencegah adanya puyuh yang terluka akibat kanibalisme, peternak
sebaiknya melakukan pemotongan paruh. Pemotongan paruh dapat dilakukan
18 pada saat puyuh berumur satu hari. Berdasarkan penelitian Wilson,et al 1975,
pembakaran paruh seperempat bagian memberikan hasil yang baik bagi pertumbuhan dan efisiensi pakan, penampilan ternak, dan mengurangi
kanibalisme. Menurut Peni S. Hardjosworo tahun 1999, pemotongan paruh dapat dilakukan
sampai sepertiga bagian yang dilakukan pada umur tidak lebih dari satu minggu. Pemotongan paruh diulangi kembali ketika puyuh memasuki fase bertelur untuk
mencegah terjadi pematukan terhadap telurnya sendiri.
5. Sexing
Sexing dapat dilakukan saat puyuh berumur satu hari DOQ, starter, atau pada masa grower. Bagi peternak yang sudah berpengalaman, Sexing sudah dapat
dilakukan pada umur satu hari dengan melihat warna bulu di atas matanya. Bulu di atas mata puyuh jantan membentuk garis lengkung berwarna gelap.
Sexing saat starter dua minggu dilakukan dengan melihat lubang kloaka. Bila terdapat tonjolan kecil di bagian atas kloaka berarti puyuh tersebut jantan.
Sementara bila tidak terdapat tonjolan melainkan berbentuk horisontal dengan hitam kebiru-biruan menandakan bahwa puyuh tersebut betina.
Sexing yang dilakukan pada masa remaja grower biasanya dilihat dari bulu dadanya. Bulu dada puyuh betina berwarna cokelat dengan gradasi aba-abu
cokelat sampai coklat dan bergaris atau berbintik-bintik putih. Selain itu terdapat bintik-bintik hitam pada dadanya. Sementara pada puyuh jantan, pangkal paruh
sampai dadanya berwarna cokelat kemerahan, sedang dada bagian bawah warna cokelatnya terlihat lebih muda dari puyuh betina. Selain itu, di dada puyuh jantan
juga tidak terdapat bintik-bintik atau garis hitam putih. Setelah masa dewasa kelamin layer, puyuh lebih mudah dibedakan. Puyuh
jantan memiliki benjolan berwarna merah diantara ekor dan anusnya. Sementara pada puyuh betina, benjolan tersebut tidak ada. Puyuh betina ditandai dengan
kloakanya yang berbentuk horisontal mendatar dengan warna kebiru-biruan.
2.2.3. Pakan
Menurut Listiyowati dan Roospitasari 2005, faktor terpenting dalam keberhasilan beternak puyuh adalah faktor pakan nutrisi, disamping faktor
19 manajemen dan bibit. Faktor pakan meliputi cara pemberian dan kebutuhan gizi
menurut tingkatan umurnya. Selama ini, para peternak masih banyak memberikan ransum ayam ras untuk
puyuh yang diternaknya. Padahal, cara ini dinilai kurang ekonomis. Sebab, kebutuhan gizi burung puyuh lebih tinggi daripada ayam ras sehingga tidak jarang
puyuh ternaknya menderita gejala defisiensi dan stress. Otomatis pertumbuhan dan produksi telurnya akan menurun, bahkan sifat kanibalismenya akan muncul.
Pakan puyuh harus mengandung zat protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan air dalam jumlah yang cukup. Kekurangan salah satu komponen
pakan tersebut
mengakibatkan gangguan
kesehatan dan
menurunkan produktivitas.
Burung puyuh mempunyai dua fase pemeliharaan, yaitu fase pertumbuhan dan fase produksi bertelur. Fase pertumbuhan puyuh terbagi lagi menjadi dua,
yaitu fase starter umur 0-3 minggu dan grower 3-5 minggu. Perbedaan fase ini beresiko pada pemberian pakan berdasarkan perbedaan kebutuhannya. Pada
Tabel 6 dapat dilihat persentase bahan pakan yang disesuaikan dengan umur puyuh.
Tabel 6. Komposisi Pakan Puyuh Menurut Umur
Bahan Pakan Umur
1 hr-1 mg 1-3 mg
3-5 mg Lebih dari 5 mg
Jagung kuning 42,18
47,6 55,78
52,78 55,78
50,57 Tepung ikan teri
tawar 15,27
17,18 16,10
19,11 17,10
14,54 Bungkil kelapa
9,46 10,64
10,63 11,83
10,63 9,67
Bungkil kedelai 19,28
17,18 6,8
7,99 8,33
16,67 Dedak halus
14,20 6,88
10,00 7,69
2,72 2,54
Kulit merang 0,36
0,41 0,41
0,35 5,19
5,62 Vit mix premix A
0,25 0,25
0,25 0,25
0,25 0,25
Total 100,00
100,00 100,00
100,00 100,00
100,00 Keterangan : hr= hari, mg= mingggu
Sumber : Listiyowati dan Roospitasari 2005
Anak puyuh berumur 0-3 minggu membutuhkan protein 25 dan energi metabolis sebesar 2.900 Kkalkg. Pada umur 3-5 minggu, kadar pakannya
20 dikurangi menjadi 20 protein dan 2.600 Kkal kg energi metabolis. Namun,
untuk pertumbuhan optimal, pemberian protein yang dianjurkan sebanyak 25 . Kebutuhan protein dan energi puyuh dewasa berumur lebih dari 5 minggu
sama dengan puyuh berumur 3-5 minggu. Sementara kebutuhan protein puyuh untuk pembibitan sedang bertelur atau dewasa kelamin sebesar 18-20 .
Kandungan protein dalam pakan puyuh petelur direkomendasikan 20 , sedangkan kandungan protein 25 membuat puyuh mengalami dewasa kelamin.
Ransum yang diberikan kepada puyuh, selain ransum utama, berupa konsentrat tepung komplit, puyuh memerlukan pakan tambahan berupa dedaunan
segar. Dedaunan tersebut antara lain daun ubi, singkong, sawi, selada air, bayam, kangkung, atau tauge. Sebelum diberikan, dedaunan tersebut perlu dicuci bersih
agar bersih dari sisa pestisida. Kemudian dedaunan dicincang halus untuk mempermudah puyuh menelannya. Dari hasil penelitian, penambahan tepung
daun kacang-kacangan, terutama tepung daun lamtoro sebanyak 5 dalam ransum dapat menambah rataan berat telur per butir menjadi 10,44 gram dan
meningkatkan skor warna kuning telur. Selain komposisi zat pakan dalam ransum, cara pemberian pakan pun
benar-benar diperhatikan. Pada saat tertentu, misalnya cuaca yang sangat panas, ransum dapat dibasahi dengan air. Dengan bagitu puyuh akan bernafsu untuk
makan. Ransum dapat diberikan dua kali sehari, yaitu pagi dan siang hari. Pemberian ransum puyuh dewasa atau remaja hanya satu kali, yaitu di pagi hari.
Sementara untuk puyuh anakan dua kali, yaitu pagi dan sore. Berdasarkan penelitian S.M. Hasan, et al dalam Listiyowati dan
Roospitasari 2005, pemberian pakan pada siang atau sore hari pukul 14.00-22.00 ternyata meningkatkan kesuburan dan produksi telur puyuh, dibanding puyuh
yang diberi makan pada 06.00-14.00. Namun , bobot telur yang dihasilkan tidak berbeda. Untuk puyuh petelur, pengaturan jadwal makan ini dapat dipraktikkan
agar puyuh lebih banyak bertelur.
2.2.4. Kandang
Menurut Abidin 2002, kandang puyuh harus memperhatikan hal-hal tertentu untuk memberikan kondisi kandang yang terbaik. Kandang harus
ditempatkan di lokasi yang memenuhi beberapa persyaratan teknis yaitu :
21 1.
Jauh dari Permukiman yang Padat Tujuan dari penempatan kandang yang jauh dari pemukiman yaitu
agar puyuh tidak stress karena kebisingan di lingkungan sekitarnya yang berakibat terhadap penurunan produksinya. Selain bermanfaat bagi puyuh
agar tidak stress, masyarakat pun tidak terganggu oleh bau yang ditimbulkan oleh kotoran puyuh.
2. Letak Kandang
Kandang puyuh harus dibangun di tempat yang lebih tinggi, dengan harapan sirkulasi udaranya cukup baik. Selain ketinggian tempat,
bahan pembuat kandangpun harus diperhatikan. Sebaiknya digunakan kawat ram atau bambu yang dipasang dengan jarak tertentu, sehingga
sirkulasi udara bebas keluar masuk. 3.
Arah Sinar Matahari Kandang sebaiknya dibangun membujur dari arah timur ke barat.
Selain membunuh kuman penyakit, sinar matahari juga akan mengurangi kelembaban kandang dan membantu sintesis vitamin D dalam tubuh
puyuh. 4.
Ukuran Kandang Secara umum, ukuran kandang koloni bagi puyuh berukuran 1 x 1
m, dengan tinggi sekitar 30-35 cm. Untuk memudahkan pengambilan telur, sebaiknya lantai kandang dibuat agak miring sekitar 10 atau 20
derajat. Di bawah alas kandang koloni yang berada di bagian atas sebaiknya ditempatkan penampung kotoran agar kotoran tidak mengotori
kandang koloni di bawahnya. 5.
Alas Kandang Ada dua macam jenis alas yang dapat digunakan pada kandang
puyuh. Pertama yaitu kandang diberi alas yang sepenuhnya tertutup dan dilapisi dengan sekam atau ampas gergaji. Alas tersebut sering disebut
litter. Kelebihannya yaitu menghindari terperosoknya kaki-kaki puyuh jika alas kandang terbuat dari kawat ram, sekam mengandung beberapa
vitamin B12 yang berguna bagi tubuh puyuh, mengurangi sifat kanibal puyuh, serta meningkatkan selera kawin sehingga daya tetas telur
22 meningkat. Kelemahannya yaitu kebersihan kandang kurang terjamin dan
membutuhkan tenaga dan waktu lebih untuk membersihkannya. Jenis alas kedua yaitu menggunakan kawat ram. Dengan alas kawat
ram, kebersihan kandang lebih mudah diperhatikan karena kotoran yang dihasilkan terkumpul pada penampung kotoran yang ada di bawah kawat
ram. 6.
Tempat Pakan dan Minum Tempat makan dan minum untuk puyuh terutama puyuh grower
dan layer dapat menggunakan tempat makan dan minum untuk ayam ras, namun dengan melakukan modifikasi di beberapa bagian. Tujuannya agar
pakan dan minum tidak mudah terinjak-injak puyuh, tidak bercampur dengan kotoran, serta mencegah agar puyuh tidak tenggelam di tempat air
minum. Secara umum, puyuh-puyuh dipelihara dalam kandang koloni sejak DOQ
hingga berproduksi. Tidak ada perbedaan konstruksi yang mendasar antara kandang koloni dengan kandang inti. Perbedaannya hanya terletak pada ukuran
luasnya. Semakin tua umur puyuh sampai umur tertentu, ukuran kandangnya pun harus semakin luas. Berdasarkan peruntukannya, kandang puyuh dibedakan
menjadi beberapa jenis kandang yaitu : 1 kandang DOQ atau starter 2 kandang grower 3 kandang layer 4 kandang induk dan pejantan.
2.2.5. Penyakit pada Puyuh
Puyuh termasuk salah satu unggas yang peka terhadap penyakit tertentu. Oleh karena itu, sebaiknya peternak mengetahui gejala penyakit yang menyerang
ternaknya lebih awal agar tidak mengalami kerugian Listiyowati dan Roospitasari, 2005. Menurut Agromedia Pustaka 2001 serta Listiyowati dan
Roospitasari 2005, beberapa penyakit yang sering menyerang puyuh dapat digolongkan ke dalam empat kelompok yaitu :
a. Penyakit akibat bakteri
Penyakit yang menyerang puyuh yang disebabkan oleh serangan bakteri contohnya : Radang Usus Quail Enteritis, Pullorum, Snot Coryza serta
Coccidiosis. b.
Penyakit akibat virus
23 Jenis penyakit yang tergolong penyakit virus adalah Tetelo Newcastle
Disease, Cacar Unggas Fowl Pox, Quail Bronchitis, serta Flu Burung Avian InfluenzaAI.
c. Penyakit cendawan
Penyakit yang disebabkan oleh cendawan yang sering menyerang puyuh yaitu Apergillosis. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Apergillosis
fumigatus. Sasaran yang diserang yaitu alat pernafasan. d.
Penyakit kekurangan gizi serta cacingan Kekurangan atau defisiensi vitamin E dapat ditimbulkan karena kesalahan
dalam pemberian pakan atau ransum, seperti ransum untuk ayam ras diberikan untuk puyuh. Sedangkan puyuh cacingan dapat terjadi karena
makanan yang seharusnya diserap tubuh menjadi santapan cacing pita, cacing rambu, ataupun cacing usus buntu yang ada di perut puyuh.
Penyebabnya adalah masalah sanitasi lingkungan kandang yang buruk.
2.4. Telur Puyuh