Asumsi Dasar yang Digunakan

44 Variabel yang menjadi parameter dalam analisis switching value penelitian ini adalah : a. Penurunan produksi telur puyuh dengan asumsi faktor lain tetap ceteris paribus b. Kenaikan harga beli bahan pakan dengan asumsi faktor lain tetap ceteris paribus

4.5. Asumsi Dasar yang Digunakan

Dalam penelitian peternakan puyuh ini menggunakan beberapa asumsi dasar yaitu : 1. Umur proyek didasarkan pada umur ekonomis bangunan kandang yaitu selama tujuh tahun. 2. Pengusaha menggunakan modal sendiri. 3. Tingkat diskonto yang digunakan merupakan tingkat suku bunga rata-rata per bulan deposito Bank Indonesia BI Rate tahun 2008, yaitu 9 persen. 4. Keadaan ekonomi selama proyek berlangsung diasumsikan tetap. 5. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun ke-1 dan biaya reinvestasi dikeluarkan untuk peralatan yang telah habis umur ekonomisnya. 6. Harga untuk seluruh input yang digunakan dalam analisis ini adalah riil. Harga input yang digunakan adalah harga yang berlaku pada saat penelitian. 7. Masing-masing puyuh petelur mampu bertelur sebanyak satu butir per hari dengan peluang keberhasilan pemerolehan telur layak jual setelah dilakukan sortasi pasca panen yaitu sebesar 98 persen. Persentase tersebut didasarkan pada pengalaman usaha PPBT selama ini. 8. Tingkat kematian puyuh PPBT tidak lebih dari 5 persen. 9. Satu orang tenaga kerja pada bagian pemeliharaan puyuh mampu menangani 5.000 ekor puyuh. 10. Harga jual telur puyuh PPBT selama tujuh tahun diasumsikan tetap yaitu Rp175 per butir. 11. Harga jual puyuh pembibit selama tujuh tahun diasumsikan tetap yaitu Rp 7.000,- per ekor. 45 12. Pola usaha yang diusahakan dibedakan menjadi tiga pola. Pembedaan tersebut berdasarkan karakteristik usaha, yaitu usaha yang pernah dijalankan, sedang dijalankan saat ini dan usaha rancangan pengembangan. Pola usaha I merupakan usaha yang dijalankan pada awal berdirinya perusahaan, yaitu usaha puyuh petelur saja sebanyak 12.000 ekor, dengan pemerolehan bibit membeli dari pihak luar. Pola II merupakan usaha yang sedang diusahakan, yaitu penggabungan antara usaha puyuh petelur merangkap usaha puyuh pembibit. Pola II terdiri dari 11.000 ekor puyuh petelur dan 1.000 ekor puyuh pembibit. Pola III merupakan rencana pengembangan usaha PPBT, yaitu penambahan jumlah puyuh petelur dengan penyediaan bibit sendiri. Pada pola III, PPBT berencana menambah puyuh petelurnya dari 11.000 ekor menjadi 22.000 ekor, serta menggunakan puyuh pembibit dari 1.000 ekor menjadi 2.000 ekor. 13. Jumlah puyuh pada pola usaha II dan III disesuaikan dengan kapasitas maksimal mesin tetas yang digunakan pada masing-masing pola. 14. Telur puyuh fertil yang dihasilkan puyuh pembibit yaitu 85 persen dengan persentase keberhasilan penetasan 70 persen dan 60 persen dari telur yang menetas adalah puyuh betina. 15. Analisis data menggunakan data pajak penghasilan yang dikenakan berdasarkan tarif pajak menurut UU Republik Indonesia No. 17 tahun 2000 tentang Tarif umum PPH wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, yaitu :  Jika pendapatan Rp 50.000.000,00 maka pajak yang dibayarkan adalah 10 x pendapatan.  Jika Rp 50.000.000,00 pendapatan Rp 100.000.000,00 maka pajak yang dibayarkan adalah 10 x Rp 50.000.000,00+15 x pendapatan – Rp 50.000.000,00  Jika pendapatan Rp 100.000.000 maka pajak yang dibayarkan adalah 10 x Rp 50.000.000,00+ 15 x Rp 50.000.000,00 + 30 x pendapatan – Rp 100.000.000,00. 46 V DESKRIPSI UMUM PERUSAHAAN PETERNAKAN PUYUH BINTANG TIGA PPBT

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian