Tujuan Penelitian Puyuh dan Kerabatnya Ciri-Ciri Morfologi Burung Puyuh

9 2. Bagaimana kelayakan finansial Peternakan Puyuh Bintang Tiga, baik pada usaha puyuh petelur, usaha puyuh petelur dan pembibit maupun pada rencana perluasan usaha puyuh petelur dan pembibit? 3. Bagaimana tingkat kepekaan sensitivitas dari usaha Peternakan puyuh Bintang Tiga PPBT apabila terjadi penurunan produksi telur akibat serangan penyakit dan peningkatan harga pakan? Bagaimana tingkat kepekaan pada rencana perluasan usaha puyuh petelur dan pembibit PPBT jika terjadi peningkatan biaya total?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis kelayakan usaha Peternakan Puyuh Bintang Tiga saat ini, jika dilihat dari aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, dan sosial lingkungan. 2. Menganalisis kelayakan finansial usaha Peternakan Puyuh Bintang Tiga pada usaha puyuh petelur, usaha puyuh petelur dan pembibit maupun pada rencana perluasan usaha puyuh petelur dan pembibit. 3. Menganalisis kepekaan kelayakan usaha Peternakan Puyuh Bintang Tiga PPBT bila terjadi penurunan produksi telur akibat serangan penyakit dan peningkatan harga pakan, serta peningkatan biaya total pada rencana perluasan usaha puyuh petelur dan pembibit PPBT

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi serta masukan yang bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu : 1. Bagi perusahaan PPBT, hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan dan informasi sebagai bahan pertimbangan dalam menjalankan operasionalnya dan dalam membuat rencana pengembangan usaha selanjutnya. PPBT juga dapat mempersiapkan tindakan-tindakan pencegahan terhadap kemungkinan kerugian yang dapat terjadi terutama pada rencana perluasan usahanya. 10 2. Bagi penulis, penelitian ini menambah pengalaman dan merupakan bentuk aplikasi ilmu yang telah diberikan di bangku perkuliahan. 3. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi atau bahan rujukan untuk melihat keadaan dan kondisi peternakan puyuh, serta dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan penulisan selanjutnya dan dalam pemilihan bisnis. 4. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi rujukan dalam pengambilan kebijakan dalam bantuan peminjaman modal serta perhatian lain yang dibutuhkan para peternak puyuh. 11

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Puyuh dan Kerabatnya

Burung puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, berkaki pendek dan dapat diadu. Burung puyuh disebut pula Gemak, merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat pada tahun 1870. Burung puyuh terus dikembangkan ke seluruh penjuru dunia, sedangkan di Indonesia burung puyuh mulai dikenal dan diternakkan semenjak akhir tahun 1979 Progressio, 2003. Menurut Pappas 2002. Klasifikasi burung puyuh adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Aves Ordo : Galiformes Famili : Phasianida Sub Famili : Phasianinae Genus : Coturnix Species : Coturnix coturnix japonica

2.2. Ciri-Ciri Morfologi Burung Puyuh

Menurut Listiyowati dan Roospitasari , 2005, baru beberapa jenis puyuh yang dikenal serta dipelihara untuk diambil telur dan dagingnya. Sebenarnya, banyak jenis puyuh yang tersebar di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Namun, tidak semua puyuh tersebut dapat dimanfaatkan sebagai penghasil pangan. Beberapa jenis diantaranya mempunyai warna bulu yang indah sehingga banyak dipelihara sebagai burung hias, tetapi produksi telurnya rendah. Bagi yang berminat untuk menikmati keindahan warna bulu dan suaranya, puyuh seperti ini sangat tepat. Sementara bagi peternak yang menghendaki produksi telur tentu memilih puyuh yang lazim diternakkan seperti Coturnix coturnix japonica. Puyuh ini termasuk famili Phasianidae dan ordo Galliformes. Dibandingkan dengan jenis puyuh lainnya, C. japonica mampu menghasilkan telur sebanyak 130-300 butir per ekor selama setahun. Puyuh betinanya mulai bertelur pada umur 35 hari. Tak heran bila puyuh ini lebih diprioritaskan untuk 12 diternakkan. Kelebihan lain terletak pada suaranya yang cukup keras dan agak berirama. Oleh sebab itulah puyuh ini banyak dipelihara sebagai song birds burung ocehanklangenan, Jawa. C. japonica biasa ditemukan di hutan belantara. Hidupnya sering berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Sifat-sifat tertentu dari Coturnix seperti kemampuannya menghasilkan 3-4 generasi per tahun menarik perhatian peternak. Ciri-ciri jantan dewasa terlihat dari bulu bagian leher dan dadanya yang berwarna cokelat muda. Puyuh pejantan muda mulai bersuaraberkicau pada umur 5-6 minggu. Selama musim kawin normal, jantan Coturnix akan berkicau setiap malam. Sementara pada puyuh betina, warna tubuhnya mirip puyuh jantan, kecuali bulu pada kerongkongan dan dada bagian atas yang warna cokelatnya lebih terang serta terdapat totol-totol cokelat tua. Bentuk badannya kebanyakan lebih besar dibandingkan dengan jantan. Telur Coturnix berwarna cokelat tua, biru, putih dengan bintik-bintik hitam, coklat, dan biru Listiyowati dan Roospitasari, 2005.

2.3. Teknik Budidaya 2.2.1. Pemerolehan Bibit Puyuh DOQ