Yurisdiksi ICC ICC Statuta Roma 1998 tentang Kejahatan Internasional

Walaupun dinyatakan berlaku entry into force pada 1 Juli 2002, namun ICC melaksanakan sidang untuk pertama kali dalam kasus terdakwa Thomas Lubanga Dyilo dari Republik Kongo pada tanggal 26 Januari 2009. 57

1. Yurisdiksi ICC

Adapun hukuman yang dapat dibebankan terhadap pelaku kejahatan dalam ICC diatur dalam Statuta Roma 1998 yang terdapat dalam Bagian 7 dari Pasal 77 – 80 yaitu penjara seumur hidup, pemenjaraan selama kurun waktu tertentu, dan denda, di antara hukuman-hukuman lain. ICC sendiri tidak mengenal adanya hukuman mati. Secara singkat dan sederhana, yurisdiksi dapat diartikan sebagai kepunyaan seperti apa yang ditentukan atau ditetapkan oleh hukum atau dengan singkat dapat diartikan “kekuasaan atau kewenangan hukum” atau “kekuasaan atau kewenangan berdasarkan hukum”. Di dalamnya tercakup “hak”, “kekuasaan”, dan “kewenangan”.Yang paling penting adalah hak, kekuasaan, dan kewenangan tersebut didasarkan atas hukum, bukan atas paksaan, apalagi berdasarkan kekuasaan. Setiap peradilan tentu mempunyai sebuah yurisdiksi.Demikian pula dengan ICC lembaga peradilan kriminal internasional tersebut pun memiliki yurisdiksi tersendiri. Berbicara mengenai yurisdiksi yang dimiliki oleh ICC maka peradilan tersebut mempunyai 4 yurisdiksi yang akan dipaparkan sebagai berikut: a. Yurisdiksi Teritorial 57 International Criminal Court, “Chronolgy of the Inernational Criminal Court”, dikutip dari http:www.icc-cpi.intMenusICCAbout+the+courtICC+at+a+glacediakses pada 2 Februari 2015. Secara umum, yurisdiksi teritorial ICC berlaku di negara-negara peratifikasi Statuta Roma 1998.Berbicara mengenai yurisdiksi ini termasuk hal yang rumit karena tidak semua negara meratifikasi Statuta Roma 1998, sehingga tidak semua Negara mengakui yurisdiksi yang dimiliki oleh ICC. Mengenai yurisdiksi territorial ICC dibahas dalam Statuta Roma 1998 mulai dari Pasal 12 sampai dengan Pasal 15. Ketentuan mengenai yurisdiksi territorial ICC adalah sebagai berikut: 1 Yurisdiksi territorial ICC adalah di negara-negara pihak ICC. 2 Tindak pidana yang dilakukan di dalam suatu wilayah negara atau atas kapal laut atau pesawat terbang yang didaftarkan di negara tersebut, dan negara tersebut adalah negara pihak dalam Statuta Roma atau telah menerima yurisdiksi ICC. Negara yang menerima yurisdiksi ICC disamakan kedudukannya sama seperti negara pihak. 3 ICC dapat menjalankan yurisdiksinya ketika negara pihak meminta kepada Penuntut untuk menyelidiki terjadinya tindak pidana di wilayah teritorinya, dan atas permintaan tersebut Penuntut melakukan penyelidikan sampai akhirnya dilimpahkan ke ICC, yang meminta dilakukan penyelidikan adalah negara pihak. 4 Memberikan kesempatan bagi ICC untuk memutus rantai impunitas dengan dalih bukan bagian dari yurisdiksi territorial ICC. b. Yurisdiksi Temporal Dalam Pasal 11 Statuta Roma 1998 mengatur bahwa ICC memiliki yurisdiksi hanya terhadap kejahatan yang dilakukan setelah statuta dinyatakan berlaku.ICC berlaku di negara pihak atau di negara-negara yang dijelaskan dalam bagian yurisdiksi territorial terhadap kejahatan yang termasuk dalam yurisdiksi material ICC setelah tanggal 1 Juli 2002. Terhadap kejahatan-kejahatan yang dilakukan sebelumnya maka hukum nasional negara masing-masinglah yang akan menyidangkan perkaranya dan apabila negara tersebut tidak mampu atau tidak mau maka dapat membentuk peradilan pidana internasional ad hoc. Namun jika suatu negara menjadi negara pihak dari Statuta Roma 1998 setelah dinyatakan berlaku maka ICC dapat menjalankan yurisdiksinya tetapi hanya terhadap kejahatan yang dilakukan setelah statuta ini dinyatakan berlaku di negara tersebut. Hal ini sesuai dalam Pasal 11 ayat 2 yang terdapat dalam Statuta Roma.Dalam yurisdiksinya, ICC tidak memiliki batasan kadaluwarsa dalam menuntut setiap perkara yang terjadi, baik di negara pihak maupun di negara- negara yang meratifikasi setelah ICC dinyatakan berlaku. c. Yurisdiksi Personal Pada Pasal 1 Statuta Roma 1998 sudah dinyatakan bahwa, “Dengan ini Mahkamah Pidana Internasional ICC didirikan. ICC merupakan lembaga permanen dan memiliki kekuatan untuk melaksanakan yurisdiksinya terhadap individu untuk tindak pidana yang paling serius mendapatkan perhatian internasional, sebagaimana yang dimaksud dalam statuta ini…”.Ketentuan tersebut pun dipertegas dalam Pasal 25 ayat 1 dan 2 yang menyatakan, ayat 1, “ICC memiliki yurisdiksi terhadap kodrat pribadi menurut statuta ini”.Ayat 2 yang berbunyi, “Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana termasuk dalam yurisdiksi ICC harus bertanggung jawab secara individu dan dapat dihukum berdasarkan statuta ini”. Dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 25 tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ICC memiliki yurisdiksi atas orang dimana pelaku kejahatan dalam yurisdiksi ICC harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara individu termasuk pejabat pemerintahan, komandan baik militer maupun sipil. ICC menganut prinsip pertanggungjawaban individu sebagaimana dianut oleh peradilan pidana internasional terdahulu.Namun perbedaan mendasar yang tampak ialah adanya alasan pembenar dan alasan pemaaf di dalam ICC yang banyak diatur dalam hukum nasional negara-negara.Statuta Roma mengatur mengenai batas minimum pelaku tindak pidana serta mengatur alasan yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana. 58 58 Tolib Effendi, Op. Cit., hlm. 253. Mengenai batas minimum pelaku tindak pidana terdapat dalam Pasal 26 Statuta Roma yang menyebutkan, “ICC tidak memiliki yurisdiksi terhadap seseorang yang berada di bawah 18 tahun ketika melakukan tindak pidana”. Selain ketentuan batas usia minimum pelaku tindak pidana internasional, pada pasal 31 ayat 1 mengatur ketentuan mengenai alasan-alasan yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana. Adapun alasan yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana tersebut antara lain: 1 Orang yang menderita penyakit kejiwaan atau kecacatan yang menghancurkan kemampuan seseorang untuk menyadari tindakan melawan hukum atau sifat dari perbuatannya. 2 Orang yang di dalam keadaan keracunan, yang menghancurkan kemampuan seseorang untuk menyadari tindakan melawan hukum atau sifat dari perbuatannya. 3 Orang yang melindungi dirinya atau orang lain terhadap suatu ancaman dan paksaan secara melawan hukum dengan cara yang berbahaya. 4 Perbuatan yang dianggap sebagai suatu kejahatan yang diakibatkan oleh tekanan karena ancaman kematian atau penganiayaan berat secara terus-menerus atau seketika. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa yurisdiksi personal yang dapat diterapkan oleh ICC adalah terhadap individu sebagaimana telah diatur oleh peradilan pidana internasional terdahulu. Namun, dalam ICC terdapat beberapa pengecualian diantaranya: 59 a Terhadap anak di bawah umur 18 taun. b Pelaku tindak pidana tersebut menderita penyakit jiwa, cacat mental atau sakit ingatan. c Pelaku tindak pidana tersebut berada dalam kondisi mabuk ketika perbuatan itu dilakukan sehingga memengaruhi kemampuannya untuk menilai perbuatannya. 59 Ibid. hlm 256-257. d Pelaku tindak pidana tersebut melakukan perbuatannya demi membela diri atau orang lain secara terpaksa. e Perbuatan yang dilakukan tersebut dilakukan di bawah tekanan fisik ataupun mental yang tidak dapat dihindari, baik yang dibuat oleh pihak lainmaupun yang terjadi karena kejadian di luar kuasa pelaku kejahatan tersebut. d. Yurisdiksi Material ICC memiliki yurisdiksi material yang tebatas pada kejahatan yang menjadi perhatian internasional secara keseluruhan.Jenis kejahatan ini pun dimuat dalam Pasal 5 – Pasal 8 Statuta Roma 1998. Menurut Pasal 5 Statuta Roma, kejahatan yang termasuk dalam yurisdiksi ICC yaitu: 1 Genosida 2 Kejahatan terhadap kemanusiaan 3 Kejahatan perang 4 Kejahatan agresi

2. Prinsip Dasar ICC

Dokumen yang terkait

Tinjauan Konvensi Jenewa 1949 Atas Dugaan Kejahatan Kemanusiaan Dalam Konflik Bersenjata Non Internasional di Suriah

2 80 104

Tanggung Jawab Individu Terhadap Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata Di Mali (Studi Kasus Atas Putusan Icc Tahun 2016 Pada Kejahatan Ahmad Al Faqi Al Mahdi)

0 0 15

Tanggung Jawab Individu Terhadap Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata Di Mali (Studi Kasus Atas Putusan Icc Tahun 2016 Pada Kejahatan Ahmad Al Faqi Al Mahdi)

0 1 2

Tanggung Jawab Individu Terhadap Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata Di Mali (Studi Kasus Atas Putusan Icc Tahun 2016 Pada Kejahatan Ahmad Al Faqi Al Mahdi)

0 0 27

Tanggung Jawab Individu Terhadap Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata Di Mali (Studi Kasus Atas Putusan Icc Tahun 2016 Pada Kejahatan Ahmad Al Faqi Al Mahdi)

2 3 40

Tanggung Jawab Individu Terhadap Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata Di Mali (Studi Kasus Atas Putusan Icc Tahun 2016 Pada Kejahatan Ahmad Al Faqi Al Mahdi) Chapter III V

0 0 54

Tanggung Jawab Individu Terhadap Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata Di Mali (Studi Kasus Atas Putusan Icc Tahun 2016 Pada Kejahatan Ahmad Al Faqi Al Mahdi)

1 6 7

Tanggung Jawab Individu Terhadap Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata Di Mali (Studi Kasus Atas Putusan Icc Tahun 2016 Pada Kejahatan Ahmad Al Faqi Al Mahdi)

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum internasional, termasuk - Tanggung Jawab Individu Terhadap Kejahatan Kemanusiaan Dalam Konflik Bersenjata Di Wilayah Ituri Republik Kongo(Studi Kasus Atas Putusan Icc Pada

0 0 21

Tanggung Jawab Individu Terhadap Kejahatan Kemanusiaan Dalam Konflik Bersenjata Di Wilayah Ituri Republik Kongo(Studi Kasus Atas Putusan Icc Pada Kejahatan Germain Katanga)

0 1 10