Pengaturan Tanggung Jawab Individu Terhadap Kejahatan

sebagaimana dijelaskan dalam ayat 3 atau kejahatan lain yang termasuk dalam yurisdiksi peradilan; t Penghilangan orang secara paksa; u Kejahatan apartheid; v Tindakan tidak manusiawi lainnya dengan karakter yang sama secara sengaja menyebabkan penderitaan berat atau luka terhadap tubuh atau mental atau kesehatan fisik. Terlepas dari perbedaan antara kedua konflik bersenjata tersebut adanya konflik bersenjata memberikan ketakutan yang luar biasa bagi masyarakat internasional.Tidak ada seorang pun yang menginginkan keadaan ini terjadi di wilayahnya. Baik keduanya sama-sama memberikan dampak yang luar biasa mengerikan bagi masyarakat internasional dan tentunya akan banyak memakan korban akibat dari konflik tersebut.

D. Pengaturan Tanggung Jawab Individu Terhadap Kejahatan

Kemanusiaan Berdasarkan ICC Sebagaimana yang telah diutarakan di atas mengenai subjek hukum internasional bahwa tujuan utama mempelajari subjek hukum internasional adalah untuk mengetahui pihak-pihak yang dapat dipertanggungjawabkan atas objek hukum internasional.Namun mengenai perbuatan pidana yang terjadi di dunia internasional yang dapat dipertanggungjawabkan secara pidana adalah perseorangan dan badan hukum korporasi, negara tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana dan untuk pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi khusus pada jenis-jenis tindak pidana internasional tertentu. 77 Prinsip tanggung jawab individu ini selaras dengan semangat demokrasi pasca perang dunia. Pendapat Peradilan Nuremberg mengenai penuntutan dan penjatuhan pidana terhadap seseorang dituliskan sebagai berikut “Tindak pidana terhadap hukum internasional dilakukan oleh manusia, bukan oleh kesatuan abstrak, dan hanya dengan menghukum individu yang melakukan kejahatan maka hukum internasional dapat ditegakkan”. Prinsip pertanggungjawaban yang dianut dalam kejahatan internasional adalah prinsip pertanggungjawaban individual atau perseorangan.Tanggung jawab individu individual responsibility merupakan prinsip yang diikuti sejak diperkenalkan dalam Peradilan Nuremberg.Dalam Pasal 6 Piagam London mengatakan “…para pemimpin, penyelenggara, penghasut dan kaki tangan yang turut serta dalam merencanakan atau melaksanakan rencana umum atau konspirasi untuk melaksanakan kejahatan yang sedang berlangsung, bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukan oleh setiap orang dalam pelaksanaan sebagaimana rencana yang dimaksud”. 78 Prinsip ini kemudian diadopsi oleh ILC sebagai prinsip dasar hukum pidana internasional yang menyatakan “Setiap orang yang melakukan perbuatan yang diatur sebagai kejahatan menurut hukum internasional harus bertanggung jawab dan oleh karena itu dapat dijatuhi hukuman”.Prinsip ini sangat penting 77 Tolib Effendi, Op.Cit., hlm. 132 78 Ibid. dalam hukum internasional karena dengan begitu individu dalam batas tertentu bisa menjadi subjek hukum internasional. 79 Dalam Peradilan Tokyo, prinsip ini tercantum dalam Pasal 5 Charter of The International Military Tribunal for the Far East, “Peradilan memiliki kemampuan untuk mengadili dan menghukum pelaku kejahatan di Timur jauh baik sebagai individu maupun sebagai anggota organisasi yang didakwa melakukan perbuatan yang termasuk dalam kejahatan terhadap perdamaian”. Dari penjelasan mengenai pertanggungjawaban individu diatas dapat dilihat bahwa setiap individu harus bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukannya, tidak adanya pembebasan hukuman atas kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan karena dengan menghukum pelaku kejahatan maka hukum internasional dapat ditegakkan. 80 Statuta ICTY juga memuat secara tegas tentang tanggung jawab individu. Pasal 7 ayat 1 Statuta ICTY menyatakan “Setiap orang yang merencanakan, mendorong, memerintahkan, melakukan, membantu atau bersekongkol dalam perencanaan, persiapan dan pelaksanaan kejahatan yang dicakup oleh statuta dinyatakan memikul tanggung jawab pidana secara individu” dan Pasal 7 ayat 4 yang menyebutkan “Jika seseorang yang bersalah tersebut melakukan perbuatannya karena perintah dari pemerintah atau seseorang yang memiliki pangkat lebih tinggi tidak melepaskannya dari pertanggunjwaban pidana, namun mungkin dapat dipertimbangkan untuk meringankan hukumannya jika dianggap perlu berdasarkan keadilan”. Sama halnya dengan isi Statuta ICTY, Statuta ICTR 79 Ibid. 80 Ibid, hlm. 178. juga memuat tentang tanggung jawab individu yang terdapat dalam Pasal 6 ayat 1 dan ayat 4 yang mana isi dari kedua pasal tersebut tidak berbeda dengan isi dari Pasal 7 ayat 1 dan ayat 4 Statuta ICTY. Namun diantara semua aturan yang diuraikan di atas, prinsip pertanggungjawaban individu yang paling lengkap dijelaskan dalam Statuta Roma 1998 yang terdapat di dalam Pasal 25 dengan bunyi sebagai berikut: Pasal 25, Tanggung jawab pidana individu 1. Pengadilan mempunayi yurisdiksi atas pribadi kodrati menurut Statuta ini. 2. Seseorang yang melakukan suatu kejahatan dalam wilayah yurisdiksi Pengadilan akan secara bertanggung jawab secara pribadi dan dapat dihukum sesuai dengan Statuta ini. 3. Sesuai dengan Statuta, seseorang akan menjadi bertanggung jawab secara pidana dan dapat dihukum untuk suatu kejahatan dalam wilayah yurisdiksi Pengadilan dari orang tersebut jika: a. Melakukan suatu kejahatan, apakah sebagai individu, atau secara bersama-sama atau melalui orang lain, tanpa memandang apakah orang lain tersebut bertanggung jawab secara pidana. b. Memerintahkan, mengusahakan, atau mempengaruhi dapat terjadinya suatu kejahatan yang terjadi atau percobaan melakukannya. c. Bertujuan memberikan fasilitas untuk dapat terjadinya kejahatan tersebut, alat bantu dan segala bentuk bantuan agar dapat terjadinya atau percobaan melakukannya, termasuk menyediakan cara untuk melakukannya. d. Dengan cara lain membantu terjadinya atau percobaan terjadinya kejahatan oleh suatu kelompok yang bertindak dengan tujuan yang sama, perbantuan semacam itu adalah dengan sengaja dan antara lain: i Dilakukannya dengan tujuan melanjutkan tindakan kejahatan atau tujuan kejahatan suatu kelompok, dimana perbuatan atau tujuan tersebut melibatkan terjadinya sebuah kejahatan di dalam wilayah yurisdiksi Pengadilan, atau ii Dilakukan atas niatan dari suatu kelompok untuk melakukan kejahatan. e. Untuk kejahatan genosida yang secara langsung dan terbuka memengaruhi orang lain untuk melakukan kejahatan genosida. f. Percobaan melakukan suatu kejahatan dengan cara mengambil tindakan yang berakibat berlangsungnya kejahatan tersebut dengan langkah-langkah tertentu, tetapi kejahatn tersebut tidak terselesaikan karena hal diluar kendali dari niat orang tersebut. Namun, siapa yang membatalkan niatnya untuk melanjutkan kejahatan tersebut atau mencegah terselesaikannya kejahatan tersebut tidak dapat dihukum berdasarkan Statuta ini untuk percobaan kejahatan tersebut, jika orang tersebut secara penuh dan sukarela membatalkan tujuan kejahatan. 4. Tidak ada ketentuan di dalam Statuta ini yang berhubungan kepada tanggung jawab pidana secara pribadi akan mempengaruhi tanggung jawab dari negara-negara bagian dalam hukum internasional. Dengan adanya pertanggung jawaban individu ini menjadikan alasan menjalankan perintah atasan defense of superior orders tidak dapat diterima kecuali sebagai unsur pertimbangan peringanan hukuman mitigation.Dengan begitu, seorang bawahan yang melakukan pelanggaran tidak dapat menggunakan alasan perintah atasan untuk membebaskannya dari tuduhan kejahatan yang dilakukannya. 81 81 Ibid, hlm. 138. Prinsip tanggung jawab individu pun berlanjut dipakai dalam hukum pidana internasional dan hukum internasional lainnya seperti Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahannya 1977 yang menganut pertanggungjawaban individual.Prinsip tanggung jawab individu juga dipertegas dengan adanya prinsip impunity.Adanya prinsip pertanggungjawaban individu ini sangat menguntungkan bagi keadilan internasional karena tidak ada satu pun yang dapat menghindari kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan dan pelaku kejahatan juga tidak dapat bersembunyi atas kejahatan yang diperbuat.Dengan begitu maka hukum internasional dapat ditegakkan. BAB IV PUTUSAN ICC TERHADAP TANGGUNG JAWAB INDIVIDU DALAM KONFLIK BERSENJATA DI REPUBLIK KONGO

A. Latar Belakang Konflik Bersenjata di Republik Kongo

Dokumen yang terkait

Tinjauan Konvensi Jenewa 1949 Atas Dugaan Kejahatan Kemanusiaan Dalam Konflik Bersenjata Non Internasional di Suriah

2 80 104

Tanggung Jawab Individu Terhadap Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata Di Mali (Studi Kasus Atas Putusan Icc Tahun 2016 Pada Kejahatan Ahmad Al Faqi Al Mahdi)

0 0 15

Tanggung Jawab Individu Terhadap Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata Di Mali (Studi Kasus Atas Putusan Icc Tahun 2016 Pada Kejahatan Ahmad Al Faqi Al Mahdi)

0 1 2

Tanggung Jawab Individu Terhadap Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata Di Mali (Studi Kasus Atas Putusan Icc Tahun 2016 Pada Kejahatan Ahmad Al Faqi Al Mahdi)

0 0 27

Tanggung Jawab Individu Terhadap Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata Di Mali (Studi Kasus Atas Putusan Icc Tahun 2016 Pada Kejahatan Ahmad Al Faqi Al Mahdi)

2 3 40

Tanggung Jawab Individu Terhadap Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata Di Mali (Studi Kasus Atas Putusan Icc Tahun 2016 Pada Kejahatan Ahmad Al Faqi Al Mahdi) Chapter III V

0 0 54

Tanggung Jawab Individu Terhadap Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata Di Mali (Studi Kasus Atas Putusan Icc Tahun 2016 Pada Kejahatan Ahmad Al Faqi Al Mahdi)

1 6 7

Tanggung Jawab Individu Terhadap Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata Di Mali (Studi Kasus Atas Putusan Icc Tahun 2016 Pada Kejahatan Ahmad Al Faqi Al Mahdi)

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum internasional, termasuk - Tanggung Jawab Individu Terhadap Kejahatan Kemanusiaan Dalam Konflik Bersenjata Di Wilayah Ituri Republik Kongo(Studi Kasus Atas Putusan Icc Pada

0 0 21

Tanggung Jawab Individu Terhadap Kejahatan Kemanusiaan Dalam Konflik Bersenjata Di Wilayah Ituri Republik Kongo(Studi Kasus Atas Putusan Icc Pada Kejahatan Germain Katanga)

0 1 10