Prinsip Dasar ICC ICC Statuta Roma 1998 tentang Kejahatan Internasional

d Pelaku tindak pidana tersebut melakukan perbuatannya demi membela diri atau orang lain secara terpaksa. e Perbuatan yang dilakukan tersebut dilakukan di bawah tekanan fisik ataupun mental yang tidak dapat dihindari, baik yang dibuat oleh pihak lainmaupun yang terjadi karena kejadian di luar kuasa pelaku kejahatan tersebut. d. Yurisdiksi Material ICC memiliki yurisdiksi material yang tebatas pada kejahatan yang menjadi perhatian internasional secara keseluruhan.Jenis kejahatan ini pun dimuat dalam Pasal 5 – Pasal 8 Statuta Roma 1998. Menurut Pasal 5 Statuta Roma, kejahatan yang termasuk dalam yurisdiksi ICC yaitu: 1 Genosida 2 Kejahatan terhadap kemanusiaan 3 Kejahatan perang 4 Kejahatan agresi

2. Prinsip Dasar ICC

Prinsip yang dianut oleh ICC tidak jauh berbeda dengan prinsip-prinsip yang dianut dalam peradilan pidana internasional yang telah ada sebelumnya.Prinsip dasar ini mengatur tentang sifat perbuatan yang termasuk dalam yurisdiksi ICC serta sifat dasar yang dimiliki oleh ICC. Prinsip dasar yang terdapat dalam lembaga ICC tersebut antara lain: 60 60 Ibid. hlm. 258-272 a. Complementary and Admissibility Prinsip komplementaritas menyatakan bahwa pembentukan ICC harus menjadi pelengkap dari yurisdiksi hukum pidana nasional. Sebagai sebuah instrumen pelengkap dari hukum nasional maka ICC pun menganut prinsip admisissibility penerimaan yang memuat dua kriteria bahwa ICC menjadi pelengkap dan melaksanakan yurisdiksinya ketika terdapat suatu keadaan ‘ketidakinginan’ unwillingness serta ‘ketidakmampuan’ inability untuk melaksanakan yurisdiksi nasional secara benar. b. Yurisdiksi Universal Yurisdiksi universal adalah yurisdiksi dimana setiap negara dimungkinkan untuk memiliki kewenangan atas kejahatan yang semata-mata karena sifat dari kejahatan tersebut tanpa memperhatikan apakah terdapat hubungan antara yurisdiksi territorial dan personal dari kejahatan tersebut 61 c. Ne Bis In Idem Prinsip dimana tidak seorang pun dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama namun prinsip ini tidaklah mutlak tetapi terbatas dengan syarat-syarat tertentu. d. Legalitas Prinsip legalitas merupakan salah satu prinsip yang utama baik di dalam hukum pidana nasional maupun hukum pidana internasional.Prinsip ini dapat diartikan bahwa suatu perbuatan tidaklah dapat dikatakan sebagai suatu kejahatan sebelum adanya pengaturan yang mengaturnya. 61 Win-Chiat Lee. “Intermational Crimes and Universal Jurisdictio”in Larry May and Zachary Hoskins ed,International Criminal Law and Philosophy, Cambridge University Press, New York, 2010, hlm. 17. e. Non Retroaktif Prinsip ini merupakan bentuk pertanggungjawaban terhadap prinsip legalitas. Prinsip non retroaktif diatur dalam Pasal 24 Statuta Roma dalam ayat 1 dan 2 yang menyatakan bahwa “Tidak ada seorang pun bisa bertanggung jawab secara pidana berdasarkan Statuta untuk suatu kejahatan sebelum berlakunya statuta ini” dan “Saat terjadinya perubahan pada hukum yang berlaku terhadap suatu kasus sebelum keputusan akhir, hukum yang lebih menguntungkan orang yang sedang diselidiki, dituntut, atau didakwalah yang berlaku”. f. Pertanggungjawaban Individu Setiap orang yang melakukan kejahatan yang termasuk dalam yurisdiksi ICC harus bertanggung jawab secara individu dan dapat dihukum. g. Non Impunitas Memutus rantai kekebalan hukum bagi para pelaku kejahatan yang mempunyai kapasitas jabatan.tertentu. h. Pertanggungjawaban Komando Seorang atasan akan bertanggung jawab secara pidana atas perbuatan yang dilakukan oleh bawahannya di bawah otoritas dan kewenangannya. i. Kadaluwarsa Perkara Pasal 29 Statuta Roma 1998 menyatakan bahwa ICC tidak tunduk pada pembatasan dalam statuta apapun j. Pengecualian Tanggung Jawab Pidana Pengecualian terhadap tanggung jawab pidana karena keadaan tertentu. k. In Precentia Dalam persidangan suatu perkara harus dihadiri oleh terdakwa dan terdakwa harus hadir selama persidangan. l. Praesumption of Innocent Prinsip dimana setiap orang dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah di depan ICC sesuai dengan hukum yang berlaku. Penyelidikan kasus dalam ICC dapat dibuka oleh Jaksa jika terjadi kondisi sebagai berikut: 1 ketika situasi yang diterimanya oleh negara pihak; 2 ketika situasi yang diterimanya oleh Dewan Keamanan PBB, dimana PBB bertindak untuk mengatasi ancaman terhadap perdamaian dan kemanan internasional; 3 ketika Pra Ruang Pengadilan memberi izin kepadanya untuk membuka investigasi berdasarkan informasi yang diterima dari sumber-sumber lain, seperti individu atau organisasi non pemerintah. 62 ICC pertama kali mengadili kasus Thomas Lubanga Dyilo dari Republik Demokratik Kongo pada 26 Januari 2009. Thomas bertanggung jawab atas kejahatan perang dengan perbuatan mendaftarkan dan melatih anak-anak di bawah umur 15 tahun ke dalam Pasukan Bersenjata Pembebasan Kongo dan menggunakan mereka untuk berpartisipasi aktif dalam peperangan dalam konteks konflik bersenjata berskala internasional mulai dari awal September 2002 sampai 2 Juni 2003. 63 Selain kasus Thomas Lubanga Dyilo masih terdapat kasus lainnya yang telah diperiksa, sedang diperiksa, serta akan diperiksa oleh ICC sendiri seperti 62 International Criminal Court Investigation,http: en. wikipedia. org wiki International_Criminal_Court_investigationscite_note-prosecutor-42 diakses 1 Maret 2015 63 Tolib Effendi, Op. Cit., hlm. 287. kasus dengan terdakwa Germain Katanga dari Republik Kongo, terdakwa Mathieu Ngudjolo Chui dari Republik Kongo, terdakwa Jean Pierre Bemba Gombo dari Republik Afrika Tengah, Abdullah Al Senusi dari Libya dan kasus lainnya. Salah satu kasus di atas diangkat menjadi topik pembahasan dalam skripsi ini, kejahatan tersebut ialah kejahatan yang dilakukan oleh Germain Katanga yang akan dibahas lebih lanjut pada bab selanjutnya. BAB III TANGGUNG JAWAB INDIVIDU TERHADAP KEJAHATAN KEMANUSIAAN DALAM KONFLIK BERSENJATA

A. Individu Sebagai Subjek Hukum Internasional

Dokumen yang terkait

Tinjauan Konvensi Jenewa 1949 Atas Dugaan Kejahatan Kemanusiaan Dalam Konflik Bersenjata Non Internasional di Suriah

2 80 104

Tanggung Jawab Individu Terhadap Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata Di Mali (Studi Kasus Atas Putusan Icc Tahun 2016 Pada Kejahatan Ahmad Al Faqi Al Mahdi)

0 0 15

Tanggung Jawab Individu Terhadap Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata Di Mali (Studi Kasus Atas Putusan Icc Tahun 2016 Pada Kejahatan Ahmad Al Faqi Al Mahdi)

0 1 2

Tanggung Jawab Individu Terhadap Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata Di Mali (Studi Kasus Atas Putusan Icc Tahun 2016 Pada Kejahatan Ahmad Al Faqi Al Mahdi)

0 0 27

Tanggung Jawab Individu Terhadap Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata Di Mali (Studi Kasus Atas Putusan Icc Tahun 2016 Pada Kejahatan Ahmad Al Faqi Al Mahdi)

2 3 40

Tanggung Jawab Individu Terhadap Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata Di Mali (Studi Kasus Atas Putusan Icc Tahun 2016 Pada Kejahatan Ahmad Al Faqi Al Mahdi) Chapter III V

0 0 54

Tanggung Jawab Individu Terhadap Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata Di Mali (Studi Kasus Atas Putusan Icc Tahun 2016 Pada Kejahatan Ahmad Al Faqi Al Mahdi)

1 6 7

Tanggung Jawab Individu Terhadap Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata Di Mali (Studi Kasus Atas Putusan Icc Tahun 2016 Pada Kejahatan Ahmad Al Faqi Al Mahdi)

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum internasional, termasuk - Tanggung Jawab Individu Terhadap Kejahatan Kemanusiaan Dalam Konflik Bersenjata Di Wilayah Ituri Republik Kongo(Studi Kasus Atas Putusan Icc Pada

0 0 21

Tanggung Jawab Individu Terhadap Kejahatan Kemanusiaan Dalam Konflik Bersenjata Di Wilayah Ituri Republik Kongo(Studi Kasus Atas Putusan Icc Pada Kejahatan Germain Katanga)

0 1 10