BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum internasional, termasuk kewajiban-kewajiban sebagaimana tertuang dalam konvensi-konvensi yang
mengatur tentang konflik bersenjata akan menimbulkan tanggung jawab negara bagi yang melanggar ketentuan tersebut. Hal ini karena dalam hukum
internasional tidak ada satu pun negara yang dapat menikmati hak-haknya tanpa menghormati hak-hak negara lain. Setiap pelanggaran terhadap hak negara lain,
menyebabkan negara tersebut wajib untuk memperbaiki pelanggaran tersebut. Dengan kata lain, negara tersebut harus mempertanggungjawabkannya.
1
Selain menimbulkan Tanggung Jawab Negara state responsibility, pelanggaran terhadap ketentuan dalam hukum internasional juga menimbulkan
tanggung jawab individu.Hal ini karena kejahatan terhadap hukum internasional dilakukan oleh manusia, bukan oleh entitas abstrak, dan hanya dengan
menghukum individu ysng melakukan kejahatan tersebut ketentuan hukum internasional bisa ditegakkan.Termasuk dalam kategori yang relevan dengan mana
tanggung jawab individu diletakkan sebagai kejahatan terhadap perdamaian, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
2
1
Hinggorani, Modern Iinternational Law, edisi ke-2, 1984, hlm 241, sebagaimana dikutip dari Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Rajagrafindo Persada,
Jakarta, 1990 hlm. 173.
2
Malcolm N Shaw, International law, Fourth Edition, Cambridge University Press, Cambridge, 1997, hlm. 185.
. Pada Peradilan Nuremberg
3
ditunjukkan bahwa hukum internasional membebankan tugas dan tanggung jawab terhadap individu sebagaimana halnya
terhadap negara. Disamping adanya pengakuan yang jelas terhadap tanggung jawab pidana individu untuk tindak kejahatan internasional, Peradilan Nuremberg
juga merupakan suatu terobosan dengan menghilangkan imunitas pejabat negara dan mengakhiri doktrin tindakan negara sehingga tidak ada seorang pun dapat
lolos dari tanggung jawab kriminal atas kejahatan internasional, bahkan seorang kepala negara sekalipun.
4
Pada awalnya ICC dibentuk terdapat kekhawatiran oleh beberapa kalangan dimana mereka menganggap bahwa dengan meratifikasi Statuta Roma 1998
tentang ICC maka negara-negara harus menyetujui dan mengikatkan diri terhadap Namun terdapat banyak kelemahan dan kekurangan dari Peradilan
Nuremberg ini sehingga akhirnya menggerakkan PBB untuk melaksanakan konferensi-konferensi untuk mendirikan suatu Peradilan Pidana yang permanen
yang diharapkan dapat menyempurnakan Peradilan Internasional sebelumnya.Oleh karena itu, dibentuklah International Criminal Court
sebagaimana diatur dalam Statuta Roma 1998 yang telah diratifikasi oleh 122 negara.Perlu diketahui bahwa ICC merupakan peradilan yang independen dan
bukan merupakan organ dari PBB karena dibentuk berdasarkan perjanjian multilateral.
3
Peradilan Nuremberg ialah peradilan ad hoc pertama dan merupakan rangkaian persidangan kasus-kasus yang berkaitan dengan para anggota utama dari kelompok pemimpin
politik, militer, dan ekonomi dari NAZI Jerman, dikutip dari Tolib Effendi, Hukum Pidana Internasional, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2014, hlm. 154.
4
E van Shedgret, The Criminal Responsibilty of Individual For Violations of International Humanitarian Law, T.M.C., AsserPress, Den Haag, 2003, hlm. 2.
semua aturan Statuta Roma sehingga dapat mengintervensi sistem hukum suatu negara. Yang harus diketahui sebelumnya bahwa ICC mempunyai prinsip yang
mendasar dari Statuta Romadimana ICC merupakan pelengkap bagi yurisdiksi pidana nasional sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 1 Statuta Roma
1998.Prinsip ini mengartikan bahwa ICC tidak dimaksudkan untuk menggantikan sistem peradilan yang masih berfungsi, melainkan untuk menyediakan sebuah
alternatif untuk mencegah impunity yang disebabkan karena sistem peradilan independen dan efektif tidak tersedia.
5
Dalam bukunya, I Wayan Parthiana menuliskan bahwa meskipun HAM sudah diakui secara universal akan tetapi hal ideal tidak selalu terwujud dalam
kehidupan nyata masyarakat. Pelanggaran-pelanggaran atas HAM dalam segala Pada prinsipnya ICC harus mendahulukan peradilan nasional kecuali jika
suatu negara tidak mampu unable dan tidak bersedia unwilling untuk melakukan penyelidikan atau penuntutan atas kejahatan yang terjadi,maka barulah
ICC dapat mengambil alih kejahatan tersebut. ICC memiliki yurisdiksi yang terbatas, hanya pada kejahatan paling serius yang menyangkut masyarakat
internasional secara keseluruhan.Kejahatan internasional dan pelanggaran HAM berat dikategorikan sebagai kejahatan yang paling serius di mata hukum
internasional.Tujuan ICC ialah untuk mewujudkan keadilan yang global, serta mengefektifkan kinerja mekanisme hukum nasional dalam menghukum pelaku
kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang, dan genosida.
5
Mahkamah Pidana Internasional dan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat ELSAM, Statuta Roma: Mahkamah Pidana Internasional. Cetakan Pertama, Lembaga Studi dan
Advokasi Masyarakat ELSAM, Jakarta, 2000, hlm. xi.
bentuk dan macam tingkatannya mulai dari yang ringan sampai yang terberat masih saja dilakukan di dunia ini.
6
Kejahatan terhadap kemanusiaan crimes against humanity merupakan salah satu dari empat bentuk Pelanggaran HAM Berat yang berada dalam
yurisdiksi International Criminal Court. Disamping itu terdapat pelanggaran lainnya yaitu The Crimes of Genoside, War Crimes, dan The Crimes of
Aggression.
7
Salah satu kasus yang menjadi perhatian internasional ialah kejahatan yang dilakukan oleh Germain Katanga yang merupakan seorang mantan pemimpin
Pasukan Perlawanan Patriotik di Ituri Force de Résistance Patriotique en Ituri FPRI.Pada awal tahun 2003, Katanga muncul sebagai komandan senior FRPI
dimana kelompok milisi ini terlibat dalam konflik di Ituri.Peristiwa ini berlangsung sejak tanggal 24 Februari 2003, Katanga diduga memimpin serangan
terhadap desa Bogoro–desa di wilayah Ituri Republik Demokratik Kongo– vdengan pasukan yang di bawah perintahnya membunuh warga tanpa pandang
bulu.Ia juga telah diduga membantu memimpin kejahatan lainnya termasuk Pelanggaran-pelanggaran tersebut juga dapat dikategorikan sebagai
International Crimes karena mempunyai dampak terhadap pertanggungjawaban pidana.International Crimes didefinisikan sebagai kejahatan-kejahatan dimana
tidak satu pun pelakunya boleh menikmati imunitas dari jabatannya dan tidak ada yurisdiksi yang digunakan untuk mencegah proses peradilan terhadapnya.
International crimes menganut asas universal jurisdiction.
6
I Wayan Parthiana, Hukum Pidana Internasional dan Ekstradisi, Yrama Widya, Bandung, 2003, hlm 89.
7
Kejahatan Kemanusiaan, http:id.wikipedia.orgwikiKejahatan_kemanusiaan, diakses 16 Desember 2014 Pukul 20.44 WIB.
pembantaian lebih dari 1.200 warga sipil dalam serangan di Rumah Sakit Nyakunde pada bulan September 2002.
Selama penyerangan terhadap desa Bogoro, sedikitnya terdapat 200 warga sipil yang meninggal dunia yang mana sebagian besar dari etnis Hema.Menurut
laporan PBB, terdapat sekitar 260 orang meninggal dan 70 orang lainnya menghilang sedangkan yang selamat hanya 100 orang. Di antara para korban, 173
orang berada di bawah usia 18 tahun. Desa tersebut juga dijarah oleh anggota FRPI, perempuan dan gadis belia diculik dan dijadikan budak seksual oleh
mereka.Beberapa korban yang selamat dari serangan dipenjara di sebuah bangunan yang penuh dengan mayat dan bahkan anak-anak dijadikan sebagai
tentara dalam penyerangan tersebut.
8
8
Amnesty International, DRC: All you need to know about the historic case against Germain Katanga,http:www.amnesty.orgennewsdrc-all-you-need-know-about-historic-case-
against-germain-katanga-2014-03-06 diakses 22 Desember 2014 Pukul 19.05 WIB.
Sungguh mengerikan peristiwa yang terjadi di wilayah tersebut.Bahkan sampai sekarang pun masih saja ditemukan kekejaman yang menorehkan
kesedihan di mata masyarakat internasional, ternyata perdamaian dan keamanan belum dirasakan oleh semua orang.Dari sekilas peristiwa yang dipaparkan di atas
dapat dirasakan betapa kejamnya perbuatan yang terjadi di desa tersebut.Perbuatan yang keji haruslah dibawa ke ranah hukum, pelakunya harus
bertanggung jawab atas perbuatan yang telah dilakukannya dan diberikan hukuman yang setimpal agar tidak ada lagi terdapat korban jiwa sehingga
masyarakat desa Bogoro dapat merasakan aman dan mendapatkan perlindungan hak asasi manusia.
Germain Katanga akhirnya ditahan dan dibawa ke pengadilan oleh pemerintah Republik Demokratik Kongo yang berwenang untuk ditindaklanjuti.
Kasus ini dibawa ke International Criminal Court pada 17 Oktober 2007 dan proses pengadilan pun dimulai pada 24 November 2008.
Sudah sewajarnya Katanga bertanggung jawab secara pidana atas kejahatan yang telah diperbuatnya.Tidak boleh ada pengecualian hukuman bagi
siapa pun walaupun Germain Katanga memiliki jabatan sebagai pemimpin FRPI.Aturan ini telah diatur dan dapat dilihat dalam Pasal 28 Statuta Roma
dimana disebutkan bahwa “Seorang atasan baik militer maupun sipil harus bertanggung jawab secara pidana ketika terjadi kejahatan dalam yurisdiksi ICC
yang dilakukan oleh anak buahnya”. Kejahatan dalam bentuk apa pun dan yang dilakukan oleh siapa pun tetap harus diadili agar ketentuan hukum internasional
dapat ditegakkan. Melihat peristiwa tersebut Penulis berminat ingin menelaah lebih dalam
mengenai kejahataan yang terjadi di wilayah tersebut.Oleh karena itu, penulis
memilih judul “TANGGUNG JAWAB INDIVIDU TERHADAP KEJAHATAN KEMANUSIAAN DALAM KONFLIK BERSENJATA DI
WILAYAH ITURI REPUBLIK KONGO Studi Kasus Atas Putusan ICC Pada Kejahatan Germain Katanga”
. Skripsi ini akan menguraikan tentang kejahatan kemanusiaan yang terjadi di desa Bogoro, Ituri, Republik Demokrasi
Kongo dan tanggung jawab yang dibebankan kepada Germain Katanga selaku pemimpin milisi atas kejahatan yang dilakukannya sesuai dengan putusan yang
telah dikeluarkan oleh ICC.
B. Perumusan Masalah