1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era modern saat ini, pertumbuhan berbagai kegiatan bisnis meningkat semakin pesat yang salah satunya dapat dilihat pada perkembangan industri ritel.
Bisnis ritel dapat dipahami sebagai semua kegiatan yang terkait aktivitas penjualan ataupun distribusi barang secara langsung kepada konsumen akhir,
dimana secara fokus aktivitas tersebut diarahkan guna menambahkan nilai barang untuk penggunaan pribadi Utami, 2008:2.
Keinginan masyarakat untuk berbelanja dengan mudah dan nyaman menjadi salah satu faktor meningkatanya industri bisnis ritel di Indonesia Arvinia, 2013.
Bangkitnya bisnis ritel tradisional seperti pasar, warung, dan toko maupun bisnis ritel moderen seperti supermarket, hypermarket, minimarket, convenience center,
superstore, factory outlet, dan department store sudah sewajarnya para pelaku bisnis ritel dituntut untuk mampu bersaing memperoleh pangsa pasar serta
mempertahankan keberlangsungan usahanya dalam jangka panjang. Seiring dengan kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikann peluang
bagi para pelaku bisnis ritel terutama di bidang fashion. Kenyataanya ini menyebabkan banyak bermunculan toko-toko yang menjual berbagai jenis
produk-produk fashion dan produk lainnya, baik untuk pria ataupun wanita dari kalangan anak kecil sampai orang dewasa. Dalam perubahan gaya hidup tersebut
konsumen akan berusaha memenuhi kebutuhannya. Prilaku ini berkaitan dengan
2
perilaku belanja konsumen. Perilaku ini juga akan muncul akibat adanya perencanaan atau tanpa perencanaan sebelumnya impulse buying.
Indonesia merupakan surga bagi pelaku industri ritel, tak terkecuali pemain ritel dunia. Pasar Indonesia menjadi perhatian pemain ritel dunia. Apalagi, jumlah
penduduk Indonesia mencapai 235 juta dengan capaian gross domestic product GDP mencapai Rp 4.000 triliun. Secara keseluruhan bisnis ritel pada 2010 bagus
dan tumbuh 12, dan pada 2011 akan tumbuh 13-15. Selain itu, daya beli konsumen juga masih bagus dan inflasi masih terkontrol 6-6,5. Prasetyo, 2012
Dalam lima tahun terakhir peningkatan omset ritel modern cukup pesat, hal ini juga didukung oleh pertumbuhan jumlah ritel yang pesat yaitu mencapai
18.152 gerai pada 2011, dibandingkan 10.365 gerai pada 2007. Menurut Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia Aprindo pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia antara
10-15 per tahun. Penjualan ritel pada 2006 masih sebesar Rp 49 triliun, namun melesat hingga mencapai Rp 100 triliun pada 2010. Sedangkan pada 2011
pertumbuhan ritel diperkirakan masih sama yaitu 10-15 atau mencapai Rp 110 triliun, menyusul kondisi perekonomian dan daya beli masyarakat yang relatif
bagus Indonesian Commercial Newsletter, 2011 Perkembangan kemajuan Kota Tangerang Selatan sebagai daerah
perdagangan dan jasa menempatkan masyarakat di wilayah Kota Tangerang Selatan menjadi sangat konsumtif Deslatama, 2016. Masyarakat yang konsuntif
di Tangerang Selatan membuat para pengusaha ritel tertarik membangun pusat perbelanjaan ritel di Tangerang Selatan. Terbukti dari 30 pusat perbelanjaan yang
3
ada di Banten, 18 diantanya berada di Tangerang. Terkonsentrasinya pusat belanja besar di kawasan Tangerang tentu tak lepas dari jumlah populasi penduduknya
yang mencapai 4 juta jiwa lebih. Di sisi lain, semakin bertambah juga masyarakat kelas menengah atas dengan daya beli tinggi di kawasan ini. Menurut Ketua
APPBI Banten, Heru Nasution, jumlah tersebut akan terus bertambah seiring tren aktual yang sedang berkembang saat ini. Tren tersebut tak melulu tentang belanja,
melainkan memenuhi kebutuhan hiburan, relaksasi, kuliner, pertemuan, dan juga gaya hidup. Alexsander, 2014
Pelaku usaha pusat belanja yang tergabung dalam Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia APPBI tahun 2012 mencapai 300 anggota, dan hampir 30
persen berada di DKI Jakarta. Diperkirakan, pertumbuhan toko modern di Indonesia selama 2012-2015 akan berada pada kisaran 4,5-5 persen per tahun.
Sementara. Itu jumlah gerai ritel modern yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia APRINDO mencapai 20.000 gerai. Pertumbuhan
gerai hypermarket rata-rata sebesar 30 persen per tahun, supermarket 7 persen per tahun dan mini market sekitar 15 persen per tahun. Total omzet penjualan ritel
modern mencapai Rp 135 triliun pada tahun 2012 dan diperkirakan pada tahun 2013 mencapai Rp 150 triliun 65 persen makanan dan 35 persen non makanan.
Dari jumlah belanja makanan, hypermarket mengambil porsi 35 persen, minimarket 35 persen dan supermarket 30 persen Malau, 2016.
Lebih lanjut Mendag menjelaskan pertumbuhan perdagangan modern yang ditandai dengan pertumbuhan pusat belanja dan toko modern didorong oleh
urbanisasi, peningkatan pendapatan penduduk dan perubahan gaya hidup Malau,
4
2016. Pertumbuhan pusat belanja dan toko modern pada dasarnya merupakan gambaran dari peningkatan standar hidup masyarakat. Keberadaan pusat belanja
dibutuhkan sebagai sarana pemasaran bagi jaringan ritel nasional maupun multinasional. Perubahan gaya hidup konsumen telah disikapi oleh pengelola
pusat belanja dan toko modern dengan melakukan perubahan konsep dan format toko atau ruang usaha sesuai dengan keinginan konsumen akan suasana belanja
yang lebih santai dan nyaman Dari hasil pengamatan sebelumnya diketahui bahwa menurut Badan Pusat
Statistik BPS Kota Tangerang Selatan menyebutkan, ada 1.443.403 jiwa jumlah penduduk pada tahun 2013 dan meningkat menjadi 1.492.999 jiwa pada tahun
2014, hal ini sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumtif di Kota Tangerang Selatan. Menurut BPS Kota Tangerang Selatan kondisi ekonomi konsumen
triwulan III-2015 sebesar 111,21, artinya kondisi ekonomi konsumen meningkat dari triwulan sebelumnya. Tingkat kepercayaan dan optimisme konsumen juga
meningkat dibandingkan dengan Triwulan II-2015 sebesar 108,19. Dari hasil pengamatan BPS membaiknya kondisi ekonomi konsumen didorong oleh
peningkatan pendapatan rumah tangga, rendahnya pengaruh inflansi terhadap tingkat konsumsi dan meningkatnya konsumsi berbelanja. Selain itu perkiraan
konsidi ekonomi konsumen Triwulan IV-2015 sebasar 103,96, artinya kondisi ekonomi konsumen pada triwulan mendatang diperkirakan akan membaik.
Perbaiakn kondisi ekonomi konsumen triwulan IV-2015 diperkirakan terjadi karena adanya peningkatan pendapatan rumah tangga dan diperkuat oleh
meningkatnya perkiraan rencana pembelian barang-barang. Berikut tabel jumlah
5
penduduk menurut BPS Kota Tangerang Selatan dan tabel jumlah rumah tangga di Kota Tangerang Selatan.
Tabel 1.1 Jumlah Kependudukan Kota Tangerang Selatan
Kecamatan 2013
2014 Jumlah Penduduk
Menurut Jenis Kelamin Jiwa
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Jiwa Laki-laki
Perempuan Laki-laki
Perempuan
Kota Tangerang Selatan 727.802
715.601 752.600
740.399 Setu
38.352 36.650
39.814 38.067
Serpong 78.007
79.245 81.291
82.624 Pamulang
159.014 155.917
163.531 160.426
Ciputat 108.225
104.599 111.535
107.849 Ciputat Timur
97.453 96.031
99.683 98.277
Pondok Aren 172.787
168.629 179.064
174.840 Serpong Utara
73.964 74.530
77.682 78.316
Sumber: Badan Pusat Statistik BPS Kota Tangerang Selatan
Tabel 1.2 Jumlah Rumah tangga Kota Tangerang Selatan
Kecamatan Jumlah Rumah Tangga
2014
Setu 21.151
Serpong 41.677
Pamulang 82.127
Ciputat 54.227
Ciputat Timur 50.276
Pondok Aren 88.708
Serpong Utara 42.425
Kota Tangerang Selatan 380.591
Sumber: Badan Pusat Statistik BPS Kota Tangerang Selatan
6
Dari data di atas diketahui bahwa jumlah penduduk Kota Tangerang Selatan yang meningkat mempengaruhi jumlah konsumsi yang juga meningkat. Hal ini
sangat menguntungkan bagi pengusaha bisnis ritel yang ada di Kota Tangerang Selatan, termasuk AEON Department Store BSD. Selain dengan masyarakat Kota
Tangerang Selatan sendiri terdapat juga masyarakat diluar dari kota Tangerang Selatan yang berkunjung ke AEON Department Store BSD, seperti Jakarta,
Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Nielsen 2007, ternyata 85
pembelanja di ritel modern Indonesia cenderung untuk berbelanja sesuatu yang tidak direncanakan Impulse buying: tantangan baru pemilik merek, 2009. Ini
dapat dilihat pada grafik, di mana 61 konsumen biasanya memang merencanakan membeli sesuatu sehingga mereka datang ke ritel. Namun
demikian, mereka kadang-kadang juga membeli sesuatu yang lain. Artinya, mereka juga melakukan pembelian yang direncanakan. Sebanyak 13 konsumen
selalu membeli sesuatu yang lain, dan bahkan 10 benar-benar tidak merencanakan untuk membeli Impulse buying: tantangan baru pemilik merek,
2009. Survei antar Negara yang dilakukan oleh Nielsen, konsumen di negara
seperti Australia, Selandia Baru, Hong Kong dan China ternyata lebih sering melakukan impulse buying dibandingkan negara seperti Jepang dan Korea
Impulse buying: tantangan baru pemilik merek, 2009. Hal tersebut menunjukkan bahwa bukan hanya di Indonesia saja tetapi hampir di setiap Negara konsumen
cenderung melakukan impulse buying. Fenomena perilaku belanja konsumen yang
7
tidak direncanakan impulse buying dipengaruhi beberapa faktor, antara lain gaya hidup belanja shopping lifestyle konsumen, Jackson 2004 mengatakan
shopping lifestyle merupakan ekspresi tentang lifestyle dalam berbelanja Japarianto dan Sugiharto, 2011.
Shopping lifestyle merupakan pola konsumsi yang mencerminkan pilihan seseorang tentang bagaimana cara seseorang menghabiskan waktu dan uang.
Dengan ketersediaan waktu konsumen akan memiliki banyak waktu untuk berbelanja dan dengan uang konsumen akan memiliki daya beli yang tinggi.
Dengan berbagai faktor internal yang dimiliki konsumen akan berhubungan pula dengan suasana hati dan kebiasaan mereka berbelanja apakah didorong sifat
hedonis atau tidak. Holbrook dan Hirschman 1982 dalam Abednego 2011 membagi perilaku belanja konsumen menjadi dua bagian, yaitu pembelanja
hedonis dan pembelanja utilitarian. Pembelanja hedonis adalah pembelanja yang mengutamakan pengalaman dan kesenangan dalam berbelanja, sedangkan
pembelanja utilitarian adalah pembelanja yang berorientasi pada tugas. Dengan mengetahui tipe perilaku berbelanja, maka diharapkan gerai fashion mampu
melakukan pendekatan yang tepat bagi konsumen maupun calon konsumen yang datang sehingga diharapkan akan terjadi tindak lanjut berupa pembelian produk
fashion bahkan pembelian berulang dari gerai tersebut. Pendapat lain disampaikan Subagio 2011:16 yang menyatakan bahwa utilitarian value merupakan dorongan
dalam diri seseorang untuk mengevaluasi motif dalam mendapatkan produk danatau jasa yang berkualitas, dan juga efisiensi dalam waktu dan tenaga.
8
Maka dari itu didasarkan pada peryataan bahwa di wilayah Kota Tangerang Selatan yang sangat Konsumtif Deslatama, 2016 maka penelitian ini akan fokus
pada nilai belanja hedonis yang dalam memenuhi kebutuhan hedonisnya sangat memungkinkan bagi konsumen untuk terlibat dalam perilaku impulse buying.
Ketika tujuan berbelanja adalah untuk pengalaman yang menyenangkan, produk yang akan dibeli ini nampak seperti terpilih tanpa perencanaan dan mereka
menghadirkan suatu peristiwa pembelian impulsif. Perilaku pembelian impulsif pada orientasi fashion termotivasi oleh versi baru dari fashion dan citra merek
yang memandu konsumen ke pengalaman berbelanja hedonis Park et al., 2006 dalam Abednego, 2011.
Selain dengan faktor internal terdapat juga beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi keputusan pembelian impulsif, salah satunya adalah store
atmosphere yang dimiliki toko untuk menarik para pengunjung datang. Store atmosphere mencangkup disain interior dan eksterior toko, hal ini sangat
mempengaruhi pikiran bawah sadar konsumen untuk merasa tertarik pada toko dan penasaran akan apa yang dijual di dalam toko tersebut, sehingga konsumen
akan datang bekunjung. Dalam hal ini sangat mungkin apabila store atmosphere mempengaruhi dalam pembelian impulsif, desain toko yang menarik membuat
siapa saja akan datang berkunjung. Konsumen yang melakukan pembelian impulsif tidak berpikir untuk
membeli produk atau merek tertentu. Mereka langsung melakukan pembelian karena ketertarikan pada merek atau produk saat itu juga. Konsumen cenderung
untuk membeli secara spontan, reflek, tiba-tiba, dan otomatis. Impulse buying
9
dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti display yang menarik ataupun karena harga diskon.
Adanya perilaku impulsif memberikann dampak positif bagi para pelaku ritel. Dampak positifnya adalah pelaku ritel akan mendapatkan keuntungan yang
tinggi pada toko pada setiap bulannya. Oleh karena itu penting bagi pelaku ritel untuk mendapatkan informasi dalam menentukan strategi bersaing yang harus
dilakukan terhadap perilaku pembelian impulsif. Mengingat perilaku pembelian impulsif sangat memberikann manfaat bagi
pelaku ritel, penelitian ini berusaha untuk mengkaji faktor-faktor yang ada dalam diri konsumen meliputi shopping lifestyle, store atmosphere dan hedonic shopping
value terhadap perilaku pembelian impulsif pelanggan AEON Department Store BSD. Ketiga jenis variabel itulah yang menjadi objek peneliti dalam melakukan
penelitian. Pertimbangan pemilihan AEON Department Store BSD merupakan pusat
perbelanjaan yang
ramai dan
banyak dikunjungi
oleh masyarakat
JABODETABEK umumnya dan masyarakat Kota Tangerang Selatan khususnya. Mall asal negeri sakura tersebut hadir dengan konsep yang segar dengan tema
yang mudah menarik perhatian kaum muda Tangerang Selatan. Selain itu, mall ini pun memiliki nuansa khas Jepang yang tidak dimiliki oleh mal lainnya di kawasan
yang sama Dea, 2016. Letaknya yang strategis yang berada di tengah –tengah
kota BSD, sehingga memungkinkan masyarakat datang ke AEON Department Store BSD. AEON Department Store BSD juga menyediakan semua kebutuhan
10
konsumen akan produk fashion dan produk lain yang lengkap dan berkualitas. AEON Department Store BSD mendorong perilaku konsumen melalui strategi-
strategi seperti rancangan toko yang menarik, pajangan-pajangan produk, dan penjualan.
Kawasan Serpong BSD yang dipilih sebagai pijakan pertama AEON Mall memang dinilai cukup potensial. Meski sudah banyak pusat perbelanjaan di
sekitar sana seperti Living World, Mall Alam Sutra, atau Summarecon Mall serpong, AEON mall optimis bisa memikat warga sekitar bahkan luar kawasan.
Menurut Andrian Pranata selaku Operations General Manager PT AMSL Indonesia, keunikan dan lokasi yang tak jauh dari jalan tol menjadi beberapa
kelebihan mall Anjani, 2015. AEON Department Store sendri berada di pusat kota BSD City, dengan
dikelilingi oleh perumahan elit dan di apit oleh 2 ruas jalan tol menuju BSD City, yaitu jalan Tol Jakarta-Tangerang dari Jakarta melalui Simpang Susun Tomang
kemudia keluar Tangerang pada Km 18 dan jalan Tol Bintaro Serpong, jalan tol ini terhubung dengan Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta JORR dan pada ujungnya
terdapat 2 pintu keluar menuju BSD City yaitu lingkar barat km 12 dan lingkar timur km 10. Selain diapit 2 ruas jalan tol, juga terdapat mode transportasi lain
yang bisa mengantar konsumen menuju ke AEON Mall, yaitu melalui KRL Commuter Line, Shuttle BusFeeder Busway, Angkutan kota dari kota-kota
sekitarnya seperti Pamulang, Ciputat, Tangerang, Serpong, Karawaci, Parung dan Bogor.
11
Selain itu, AEON Mall juga merupakan salah satu pusat perbelanjaan ritel modern yang bergaya jepang pertama di Indonesia. Dengan konsep ini masyarakat
atau pelanggan akan lebih tertarik mengunjungi AEON Department Store yang berada di dalam AEON Mall itu sendiri. Di negara aslinya, Jepang, AEON
merupakan salah satu pusat perbelanjaan populer dan terbesar. AEON sudah mendirikan 141 mal atau 23 dari seluruh pusat perbelanjaan yang ada di sana
Anjani,2015. Dengan adanya produk-produk dari Jepang yang di jual di AEON
Department Store BSD City membuat kosnumen melihat dan tertarik akan produk tersebut lalu membelinya, tanpa direncanakan sebelumnya. Selain dengan produk
dari Jepang, di AEON Department Store BSD City juga menjual produk-produk dengan harga terjangkau sampai dengan yang paling mahal. Dengan adanya
diskon di beberapa produk yang di jual AEON Department Store BSD City akan menimbulakan perilaku pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya. Demak
menambahkan, di lantai 2 terdapat, brand yang hanya dimiliki mall ini dimana para konsumen dapat memesan khusunya kemeja dengan ukuran dan bentuk
sesuai keinginan dengan harga terjangkau wartadki.com, 2015.
Perbedaan AEON Department Store BSD City dengan Department Store lainnya di Tangerang Selatan seperti Ramayana dan Matahari, terletak pada
produk yang di jual di AEON Department Store BSD City. Berbagai merek dan produk dari Jepang di tawarkan di AEON Department Store BSD City. Selain itu
juga barang display AEON Department Store BSD City tertata dengan sangat rapi, dan ketidak padatan di dalam AEON Department Store BSD City
12
menciptakan suasana yang lebih baik dari pada sempit dengan barang-barang yang tidak di tata dengan baik, kebersihan AEON Department Store BSD City
juga sangat terjaga dengan baik. Hal-hal seperti ini terkait dengan variabel yang diambil yaitu store atmosphere.
Berdasarkan argumentasi yang disajikan di atas, maka judul penelitian ini adalah
“Pengaruh Shopping Lifestyle, Store Atmosphere, dan Hedonic Shopping Value Terhadap Perilaku Pembelian Impulsif Pada AEON Department Store
BSD”
B. Rumusan Masalah