Uraian Materi Kalor Kajian Konsep Kalor

29 b Kalor Peleburan dan Pembekuan Jika benda mengalami peleburan, perubahan wujud yang terjadiadalah dari wujud zat padat menjadi zat cair. Dalam hal ini, akan terjadi penyerapan kalor pada benda. Adapun perubahan wujud zat dari cair ke padat disebut sebagai proses pembekuan. Dalam hal ini, akan terjadi proses pelepasan kalor. Besarnya kalor yang dibutuhkan pada saat peleburan dan besarnya kalor yang dilepaskan dalam proses pembekuan adalah sama. 6 Perpindahan Kalor Kalor dapat merambat dengan tiga cara, di antaranya secara konduksi hantaran, secarakonveksi aliran, dan secara radiasi pancaran. Berikut pembahasan mengenai setiap jenis perambatan kalor tersebut. a Perpindahan Kalor Secara Konduksi Perpindahan kalor yang tidak diikuti perpindahan massa ini disebut konduksi. Gambar 2.3 Rambatan Kalor di Dalam Konduktor Kalor yang mengalir dalam batang per satuan waktu dapat dinyatakan dalam hubungan: …………………………………2.4 Keterangan A : luas penampang lintang benda l : jarak antara kedua ujung, yang mempunyai temperatur T 1 : ujung batang logam bersuhu tinggi T 2 : ujung batang logam bersuhu tinggi k : konstanta pembanding yang disebut konduktivitas termal 30 : jumlah kalor yang merambat pada batang per satuan waktu per satuan luas. b Perpindahan Kalor secara Konveksi Perambatan kalor yang disertai perpindahan massa atau perpindahan partikel- partikel zat perantaranya disebut perpindahan kalor secara aliran atau konveksi. Rambatan kalor konveksi terjadi pada fluida atau zat alir, seperti pada zat cair, gas, atau udara. Gambar 2.4 Rambatan Kalor di dalam Isolator Besarnya kalor yang merambat tiap satuan waktu, dapat dituliskan sebagai berikut. : jumlah kalor yang berpindah tiap satuan waktu, A : luas penampang aliran, ΔT : perbedaan temperatur antara kedua tempat fluida mengalir, dan h : koefisien konveksi termal. Perpindahan panas secara konveksi disebabkan oleh perbedaan massa jenis pada fluida. Angin laut dan angin darat merupakan satu di antara contoh dari konveksi udara secara alami. Gambar 2.5 Angin Laut dan Angin Darat Terjadi Melalui Konveksi Alami Udara 31 Selain terdapat proses konveksi alami, terdapat juga proses konveksi paksa. Dalam konveksi paksa, fluida yang telah dipanasi langsung diarahkan ke tujuannya oleh sebuah peniup blower atau pompa. Satu di antara contoh dari konveksi paksa yaitu pada sistem pendingin mobil, Gambar 2.6 Konveksi Paksa pada Sistem Pendingin Mobil c Perpindahan Kalor Secara Radiasi Matahari merupakan sumber energi utama bagi manusia di permukaan ini. Energi yang dipancarkan Matahari sampai di Bumi berupa gelombang elektromagnetik. Cara perambatannya disebut sebagai radiasi, yang tidak memerlukan adanya medium zat perantara. Semua benda setiap saat memancarkan energi radiasi dan jika telah mencapai kesetimbangan termal atau temperatur benda sama dengan temperatur lingkungan, benda tersebut tidak akan memancarkan radiasi lagi. Dalam kesetimbangan ini, jumlah energi yang dipancarkan sama dengan jumlah energi yang diserap oleh benda tersebut. Dari hasil percobaan yang dilakukan oleh Josef Stefan dan Ludwig Boltzmann, diperoleh besarnya energi per satuan luas per satuan waktu yang dipancarkan oleh benda yang bersuhu T, yakni …………………………2.5 Keterangan W : energi yang dipancarkan per satuan luas per satuan waktu wattm2 σ : konstanta Stefan–Boltzmann = 5,672 × 10 -8 wattm 2 K 4 T : temperatur mutlak benda K, dan e : koefisien emisivitas 0 e ≤ 1

5. Penelitian Relevan

32 Sebagai acuan dalam penelitian ini, ada beberapa penelitian yang berhubungan dan kesemuanya mendapatkan hasil yang positif atau berhasil, berikut diantaranya: a Marnita 2013 dalam jurnal yang Berjudul “Peningkatan Keterampilan Proses Sains Melalui Pembelajaran Kontekstual pada Mahasiswa Semester I Materi Dinamika ”. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa 1 Terjadi peningkatan keterampilan proses sains mahasiswa melalui penerapan model pembelajaran kontekstual pada mahasiswa semester I materi dinamika, hal ini dapat dilihat dari perolehan hasil belajar berupa keterampilan proses sains mahasiswa pada siklus I hanya tuntas hanya dua komponen keterampilan proses saja yaitu komponen “mengamati” dan “mengkomunikasikan”, sedangkan pada siklus II hasil belajar mahasiswa berupa keterampilan proses sains secara keseluruhan semua komponen keterampilan proses dapat tuntas. 2 Aktivitas dosen melalui penerapan model pembelajaran kontekstual pada mahasiswa semester I materi dinamika mengalami peningkatan. 3 Aktivitas mahasiswa melalui penerapan model pembelajaran kontekstual pada mahasiswa semester I materi dinamika juga mengalami peningkatan. 31 b Lalu Ria Suhardiman dan Asep Saepul Hamdi 2012 dalam jurnal Vol. 2. No. 1 yang berjudul “Pengaruh Metode Inquiry Terhadap Keterampilan Proses dan Hasil Belajar IPA Fisika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 6 Singaraja ”. Berdasarkan analisis statistik, diperoleh hasil: Pertama, keterampilan proses IPA siswa yang diajar dengan menggunakan metode pembelajaran inquiry lebih baik dibandingkan dengan keterampilan proses IPA siswa yang diajar dengan metode pembelajaran konvensional. Kedua, hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan metode pembelajaran inquiry lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang diajar dengan metode pembelajaran konvensional. Ketiga, keterampilan proses IPA dan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan metode pembelajaran inquiry lebih baik dibandingkan dengan keterampilan proses 31 Marnita, Peningkatan Keterampilan Proses Sains Melalui Pembelajaran Kontekstual pada Mahasiswa Semester I Materi Dinamika, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 9, 2013, h. 43. 33 IPA dan hasil belajar siswa yang diajar dengan metode pembelajaran konvensional. 32 c Nita Nurtafita 2012 dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Metode Guided Inquiry Terhadap Keterampilan Proses Sains pada Konsep Suhu Kalor ”. Masalah dalam penelitian ini adalah dalam proses pembelajaran fisika siswa hanya dituntut untuk menghafal rumus dan kurangnya keterlibatan siswa dalam proses belajar-mengajar sehingga siswa tidak memperoleh pengetahuannya sendiri. Oleh karena itu, peneliti menggunakan metode guided inquiry dalam pembelajarannya. Melalui metode ini didapatkan hasil bahwa metode guided inquiry berpengaruh terhadap keterampilan proses sains siswa pada konsep kalor. 33 d Winda Syafitri 2010 dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Keterampilan Proses Siswa Melalui Pendekatan Inkuiri pada Konsep Sistem Koloid ”. Masalah dalam penelitian ini adalah dalam pembelajaran kimia, siswa belum aktif dalam menemukan konsep sendiri, dalam mengembangkan keterampilan proses sains siswa belum dilatih, serta konsep materi hanya sebatas transfer informasi saja. Oleh karena itu, dalam pembelajarannya menggunakan pendekatan inkuiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar kemampuan keterampilan proses sains yang muncul dalam diri siswa melalui pembelajaran ini. Melalui pendekatan ini menunjukkan bahwa aspek yang muncul adalah aspek observasi, klasifikasi, prediksi, dan komunikasi. 34 e Akinyemi Olufunminiyi Akinbobola dan Folashade Afolabi 2010 yang berjudul “Analysis of Science Process Skills in West African Senior Secondary School Certificate Physics Practical Examinations in Nigeria ”. Berdasarkan penelitian dari 15 yang digunakan hanya muncul 5 keterampilan 32 Lalu Ria Suhardiman dan Asep Saepul Hamdi, Pengaruh Metode Inquiry Terhadap Keterampilan Ptoses dan Hasil Belajar IPA Fisikasiswa kelas VIII SMPNegeri Singaraja, Jurnal Teknologi Pendidikan, Program Studi Teknologi Pendidikan, 2012, h. 14. 33 Nita Nurtafita, “Pengaruh Metode Guided Inquiry Terhadap Keterampilan Proses Sains pada Konsep Suhu Kalor”, Skripsi UIN Jakarta, Jakarta, 2012. 34 Winda Syafitri, Analisis Keterampilan Proses Siswa Melalui Pendekatan Inkuiri pada Konsep Sistem Koloid, Skripsi UIN Jakarta, Jakarta, 2010, tidak dipublikasikan. 34 proses sains yang muncul atau terkemuka yakni memanipulasi 17.20, perhitungan 14,20, menalar 13,60, mengamati 12,00 dan berkomunikasi 11,40. Hasil penelitian juga menunjukkan tingkat persentase yang tinggi dari dasar urutan bawah keterampilan proses sains 62.80 dibandingkan dengan yang terintegrasi orde tinggi keterampilan proses sains 37.20. Hasil juga menunjukkan bahwa jumlah keterampilan proses dasar secara signifikan lebih tinggi dari keterampilan proses terintegrasi dalam Ujian praktis SMA Afrika Barat fisika di Nigeria.. 35 f Peggy Bricckman , dkk., 2009, yang berjudul “Effects of Inquiry-Based Learning on Student’ Science Skills and Confidence”. Masalah dalam peneltian ini adalah cara pembelajaran yang masih memakai cara tradisional sehingga kemampuan atau keterampilan siswa tidak berkembang. Oleh karena itu pembelajaran menggunakan “inquiry-based learning” untuk meningkatkan pendidikan dan keterampilan. Berdasarkan dari penelitian ini siswa memperoleh kepercayaan diri dalam kemampuan ilmiah, dibandingkan siswa yang menggunakan pembelajaran tradisional. 36

B. Kerangka Berpikir

Secara umum, pembelajaran fisika di sekolah lebih menekankan aspek produk sedangkan aspek prosesnya diabaikan. Siswa memperoleh pengetahuan berupa konsep, fakta atau prinsip berdasarkan informasi yang didapat dari guru. Siswa tidak dibiasakan untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Sehingga pengetahuan tersebut hanya bersifat hafalan belaka bukan didasarkan pada aspek proses siswa. Padahal untuk menemukan konsep, fakta atau prinsip diperlukan suatu keterampilan proses. Guru harus mengukur dan mengembangkan keterampilan proses sains yang siswa dengan menggunakana tes keterampilan proses sains. Keterampilan ini merupakan keterampilan atau kemampuan mendasar yang miliki oleh setiap 35 Akinyemi Olufunminiyi Akinbobola dan Folashade Afolabi, Analysis of Science Process Skills in West African Senior Secondary School Certificate Physics Practical Examinations in Nigeria, American-Eurasian Journal of Scientific Research, 2010, pp. 234. 36 Peggy Bricckman, dkk, Effects Of Inquiry- Based Learning On Student’ Science Skills And Confidence, International Journal for the Scholarship of Teaching and Learning, 2009, pp. 1.