Penggunaan Tes Keterampilan Proses Sains (KPS) Siswa dalam Pembelajaran Konsep Kalor dengan Model Inkuiri Terbimbing

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Nurhasanah

1110016300032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Nurhasanah

NIM : 1110016300032

Fakultas/Jurusan : FITK/Pendidikan Fisika Jenis Penelitian : Skripsi

Judul : PENGGUNAAN TES KETERAMPILAN PROSES

SAINS (KPS) SISWA DALAM PEMBELAJARAN KONSEP KALOR DENGAN MODEL INKUIRI TERBIMBING.

Dengan ini menyatakan bahwa saya menyetujui untuk:

1. Memberikan hak bebas royalty kepada perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas penulisan karya ilmiah saya, demi mengembangkan ilmu pengetahuan.

2. Memberikan hak menyimpan, mengalih mediakan/pengalih formatkan. 3. Mengolah dalam bentuk pangkalan data (data base), mendistribusikannya

serta menampilkannya dalam bentuk softcopy untuk kepentingan akademis kepada perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tanpa perlu

meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta.

4. Bersedia dan menjamin untuk menanggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dari segala bentuk tuntutan hukum yng timbul atas pelanggaran hak cipta dalam karya ilmiah ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan semoga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Jakarta, 11 Juli 2016 Yang menyatakan


(6)

iv ABSTRAK

Nurhasanah (1110016300032). “Penggunaan Tes Keterampilan Proses Sains (KPS) Siswa dalam Pembelajaran Konsep Kalor dengan Model Inkuiri Terbimbing”. Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterampilan proses sains siswa yang berkembang dalam pembelajaran konsep kalor dengan model inkuiri terbimbing.

Penelitian ini dilakukan di MAN 2 Serang Model tahun ajaran 2015/2016. Metode

penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Subjek penelitian adalah siswa kelas X.5 MIA yang berjumlah 32 orang sebagai kelas yang menggunakan instrumen

tes keterampilan proses sains pada konsep kalor. Instrumen dalam penelitian ini

menggunakan tes keterampilan proses sains dalam bentuk non-tes berupa lembar observasi dan tes berupa subjektif (uraian). Tes keterampilan proses sains yang digunakan dalam penelitian ini meliputi mengajukan pertanyaan, mengamati (observasi), berhipotesis, merencanakan percobaan, menafsirkan (interpretasi), dan berkomunikasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa aspek mengamati (observasi) merupakan aspek tertinggi dengan nilai persentase rata-rata sebesar 87.50%, sedangkan aspek merencanakan percobaan merupakan aspek terendah dengan nilai persentase rata-rata sebesar 69,44%. Berdasarkan rata-rata keterampilan proses sains siswa yang terukur berdasarkan lembar observasi sebesar 79,17% sedangkan rata-rata hasil belajar siswa sebesar 77,19.


(7)

v

ABSTRACT

Nurhasanah (1110016300032). Uses of Science Process Skills Test (KPS) Students in Learning Concept Heat with Guided Inquiry Models "." A thesis of Physics Education Program, Science Education Departement, Tarbiya and Teaching Sciences of Faculty ,Islamic State University of Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.

This study aims to determine students' science process skills developed in guided inquiry learning activities on the concept of heat. This research was conducted in MAN 2 Serang Model year 2015/2016. The method used is descriptive method. The subjects were students MIA X.5 classes totaling 29 people as a class using science process skills test instrument on the concept of heat. Instruments in this research used test of science process skills test in type of subjective test (essay) and non-test in observation checklist type. Science process skills tests used in this study include asking questions, observing the (observation), hypothesize,

experiment planning, interpreting (interpretation), and communicating. The

observation show that the highest aspect with an average percentage of 87.50%, instead the planning aspect of the experiment is the lowest one the value of the average percentage is 69.44%. Based on the average science process skillsthat

measured in observation checklistis 79,17%. Meanwhile,the average of student’s

value is 77,19.


(8)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Penggunaan Tes Keterampilan Proses Sains (KPS) Siswa dalam Pembelajaran Konsep Kalor dengan Model Inkuiri Terbimbing sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd). Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita, baginda pejuang Islam Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari jaman kebodohan menuju jaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Begitu juga kepada seluruh keluarganya, para sahabatnya, serta pengikut ajarannya yang setia hingga akhir jaman.

Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini melibatkan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dwi Nanto, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika dan dosen penasehat akademik. Terimakasih atas ilmu, saran dan dorongan semangatnya selama peneliti menyelesaikan sttudi di program studi pendidikan fisika.

4. Ibu Diah Mulhayatiah, M.Pd., selaku pembimbing I yang telah membimbing, memberikan arahan, saran-saran yang bermanfaat, serta nasehat bagi penulis dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini.

5. Ibu Kinkin suartini, M.Pd., selaku pembimbing II yang telah membimbing, memberikan arahan, saran-saran yang bermanfaat, serta nasehat bagi penulis dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini.


(9)

vii

6. Dra. Hj. Aida, selaku Kepala MAN 2 Serang yang telah memberikan kesempatan untuk penulis melaksanakan penelitian skripsi ini.

7. Drs. Hardiwijaya, selaku guru bidang studi fisika kelas X MAN 2 Serang yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis di dalam pelaksanaan penelitian skripsi ini.

8. Seluruh siswa-siswi MAN 2 Serang, terutama kelas X MIA 5 yang telah bekerjasama dan membantu penulis di dalam pelaksanaan penelitian skripsi ini.

9. Secara khusus, penulis juga menyampaikan banyak terimakasih pada kedua orangtua tercinta, yaitu Ayahanda Samidin (Alm) dan Ibunda Rodiah yang senantiasa mengiringi langkah penulis dengan untaian doa, pengorbanan, serta dukungan motivasi dan materi dengan penuh keikhlasan dan harapan. 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, mudah-mudahan

bantuan, bimbingan, semangat doa yang telah diberikan menjadi pintu datangnya ridha dan kasih sayang Allah SWT di dunia dan di akhirat kelak.

Penulis menyadari bahwa penelitian skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, secara terbuka penulis menerima setiap kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai pijakan penulis ke depan menjadi lebih baik dari sekarang. Walaupun demikian, penulis tetap berharap semoga penelitian skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Jakarta, Maret 2016


(10)

viii DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...i

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASYAH ...ii

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ...iii

ABSTRAK ...iv

ABSTRACK ...v

KATA PENGANTAR ...vi

DAFTAR ISI ...viii

DAFTAR TABEL ...xi

DAFTAR GAMBAR ...xii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiii

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Identifikasi Masalah ...4

C. Pembatasan Masalah ...4

D. Perumusan Masalah ...4

E. Tujuan Penelitian ...5

F. Manfaat Penelitian ...5

BAB II KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ...6

A. Deskripsi Teoritis ...6

1. Tes ...6

a. Pengertian Tes ...6

b. Fungsi Tes ...7

c. Jenis-jenis Tes ...8

2. Keterampilan Proses Sains ...9


(11)

ix

b. Tujuan Melatih Keterampilan Proses Sains ...10

c. Jenis-jenis Keterampilan Proses Sains ...11

d. Karakteristik Butir Soal Keterampilan Proses Sains (KPS) ...15

3. Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ...16

a. Pengertian Pembelajaran Inkuiri ...16

b. Karakteristik Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ...18

c. Sintak Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ...20

d. Keunggulan dan kelemahan model pembelajaran inkuiri ...21

4. Kajian Konsep Kalor ...22

a. Karakteristik Konsep Kalor ...22

b. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Kalor ...22

c. Kompetensi Inti ...22

d. Kompetensi Dasar ...23

e. Peta Konsep Kalor ...24

f. Uraian Materi Kalor ...25

5. Penelitian Relevan ...31

B. Kerangka Berpikir ...33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...36

A. Waktu dan Tempat Penelitian ...36

B. Metode Penelitian ...36

C. Subjek Penelitian ...36

D. Prosedur Penelitian ...36

1. Tahap Persiapan ...36

2. Tahap Pelaksanaan ...37

3. Tahap Akhir ...37

E. Teknik Pengumpulan Data ...39


(12)

x

1. Tes Keterampilan Proses Sains (KPS) ...39

2. Lembar Observasi ...40

G. Kalibrasi Instrumen Penelitian ...40

1. Validitas ...40

2. Reliabilitas ...41

3. Tingkat kesukaran ...42

4. Daya Pembeda ...43

H. Teknik Analisis Data ...44

1. Teknik analisis data lembar observasi ...44

2. Teknik Analisis Data Tes Uaraian ...45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...47

A. Hasil Penelitian ...47

1. Hasil Observasi Keterampilan Proses Sains (KPS) ...47

2. Hasil Belajar Siswa ...54

B. Pembahasan Hasil Penelitian ...55

1. Pembahasan Hasil Penelitian pada Lembar Observasi ...56

2. Pembahasan Hasil Tes Uraian Keterampilan Proses Sains (KPS) ... 57

C. Keterbatasan Penelitian ...58

BAB V PENUTUP……… 59

A. Kesimpulan……… 59

B. Implikasi ...59

C. Saran……… 60

DAFTAR PUSTAKA ...61


(13)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Keterampilan Proses Sains dan Indikator ...14

Tabel 2.2 Karakteristik Khusus Butir Soal KPS ...16

Tabel 2.3 Tahap Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ...20

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Keterampilan Proses Sains (KPS) ...39

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Instrumen ...41

Tabel 3.3 Kriteria Koefisien Korelasi ( ...42

Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ...42

Tabel 3.5 Klasifikasi Indeks Kesukaran ...43

Tabel 3.6 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Instrumen ...43

Tabel 3.7 Klasifikasi Daya Pembeda ...44

Tabel 3.8 Hasil Uji Daya Pembeda Instrumen ...44

Tabel 3.9 Kategori Keterampilan Proses Sains (KPS) ...45

Tabel 4.1 Penilaian Hasil Observasi I Keterampilan Proses Sains (KPS) ...48

Tabel 4.2 Penilaian Hasil Observasi II Keterampilan Proses Sains (KPS) ...48

Tabel 4.3 Penilaian Hasil Observasi III Keterampilan Proses Sains (KPS) ...49

Tabel 4.4 Rekapitulasi Data Hasil Observasi Tes KPS...50

Tabel 4.5 Ukuran Pemusatan Data Hasil Belajar Siswa ...52


(14)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Konsep Kalor ...24

Gambar 2.2 Bagan Perubahan Wujud Benda ...27

Gambar 2.3 Rambatan Kalor di Dalam Konduktor ... 28

Gambar 2.4 Rambatan Kalor di Dalam Isolator ... 29

Gambar 2.5 Angin Laut Dan Angin Darat terjadi Melalui Konveksi Alami Udara ...29

Gambar 2.6 Konveksi Paksa pada Sistem Pendingin Mobil ...30

Gambar 2.7 Bagan Kerangka Berpikir ...35

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian ...38


(15)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 67

Lampiran 2 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 85

Lampiran 3 Lembar Observasi ... 101

Lampiran 4 Kisi-Kisi Uji Coba Instrumen Tes Keterampilan Proses Sains ... 113

Lampiran 5 Uji Validitas Instrumen Tes Keterampilan Proses Sains ... 125

Lampiran 6 Uji Reliabilitas Instrumen Tes Keterampilan Proses Sains ... 126

Lampiran 7 Uji Daya Pembeda Instrumen Tes Keterampilan Proses Sains ... 127

Lampiran 8 Uji Tingkat Kesukaran Instrumen Tes Keterampilan Proses Sains ... 128

Lampiran 9 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen Tes Keterampilan Proses Sains ... 129

Lampiran 10 Kisi-Kisi Tes Uraian Instrumen Keterampilan Proses Sains (KPS) ...130

Instrumen 11 Tes Keterampilan Proses Sains ... 137

Lampiran 12 Data Hasil Observasi Tes Keterampilan Proses Sains... 142

Lampiran 13 Data Hasil belajar siswaTes Keterampilan Proses Sains (KPS) ... 144


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Selama ini pembelajaran dan pengukuran hasil belajar fisika di sekolah hanya memperhatikan aspek kognitif saja.1 Guru kurang melatih keterampilan-keterampilan yang dimiliki siswa untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Padahal hakekat fisika itu sendiri ialah sebagai produk dan proses.2 Hakekat fisika sebagai produk artinya sebagai hasil proses berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah ataupun bahan-bahan bacaan untuk penyebaran pengetahuan. Hakekat sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan untuk menemukan pengetahuan baru.3

Secara umum, pembelajaran fisika di sekolah lebih menekankan aspek produk sedangkan aspek prosesnya diabaikan. Siswa memperoleh pengetahuan berupa konsep, fakta atau prinsip berdasarkan informasi yang didapat dari guru. Siswa tidak dibiasakan untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Guru dianggap sebagai sumber pengetahuan sedangkan siswa hanya sebagai penerima pengetahuan. Seharusnya guru menjadi fasilitator dan motivator dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai seperti yang diharapkan. Akibatnya pengetahuan tersebut hanya bersifat hafalan belaka bukan didasarkan pada aspek proses siswa. Padahal untuk menemukan konsep, fakta atau prinsip diperlukan suatu keterampilan proses.4

Keterampilan proses yang dimaksud adalah keterampilan proses sains. Guru harus mengukur dan mengembangkan keterampilan proses sains siswa dengan menggunakan tes keterampilan proses sains. Keterampilan ini merupakan keterampilan atau kemampuan mendasar yang dimiliki oleh setiap siswa.

1

A. Rusmiyati , dan A. Yulianto, Peningkatan Keterampilan Proses Sains dengan Menerapkan Model Problem Based-Instruction, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 5, 2009), h. 75.

2

Nuryani Y Rustaman, dkk, Strategi Belajar Mengajar Biologi, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2005), h. 103.

3

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014), cet VI, h. 137. 4


(17)

Keterampilan proses sains merupakan keterampilan-keterampilan yang biasa dilakukan ilmuan untuk memperolah pengetahuan.5 Keterampilan-keterampilan atau kemampuan-kemampuan tersebut diantaranya: mengobservasi, membuat hipotesis, merencanakan penelitian (eksperimen), mengendalikan variabel, menginterpretasi atau menafsirkan data, menyusun kesimpulan sementara, meramalkan, menerapkan dan mengomunikasikan.6

Penggunaan tes keterampilan proses sains ini dapat dilakukan melalui kegiatan praktikum karena siswa diberi pengalaman langsung dengan objek yang sedang dipelajari. Selain itu, siswa juga diberi tes tertulis berupa soal uraian. Dengan kegiatan pembelajaran ini, diharapkan dapat melatih siswa memiliki keterampilan berpikir berdasarkan pengetahuan sains yang dimilikinya. Keterampilan berpikir siswa akan efektif jika keterampilan proses sains siswa dikembangkan dan dilatih karena keterampilan proses sains ini melibatkan keterampilan kognitif atau intelektual, manual dan sosial.7 Keterampilan kognitif atau intelektual terlibat dalam keterampilan proses karena siswa menggunakan pikirannya. Keterampilan manual terlibat dalam keterampilan proses karena melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan atau perakitan alat. Keterampilan sosial, siswa berinteraksi dengan sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan keterampilan proses. Apabila keterampilan proses sains ini dikembangkan, siswa akan menemukan konsep dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Keterampilan proses sains perlu diterapkan karena mempunyai beberapa alasan. Pertama, perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung secara cepat sehingga tidak mungkin lagi peran guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa. Kedua, siswa mudah memahami konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-contoh yang konkret. Ketiga, penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat mutlak benar seratus persen, penemuannya bersifat relatif. Keempat, proses belajar mengajar

5

Zulfiani, Dkk, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2009), h. 51.

6

Conny Semiawan, Pendekatan Proses Sains, (Jakarta: PT Gramedia Widiasmara, 1992), h.17.

7


(18)

seyogyanya pengembangan konsep yang tidak dilepaskan dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri siswa.8

Tes keterampilan proses sains dalam penelitian ini menggunakan konsep kalor. Kalor merupakan konsep yang banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Pada konsep ini siswa dituntut untuk melakukan beberapa percobaan. Percobaan ini seperti mengamati keadaan suhu akhir pada pencampuran zat yang suhu yang berbeda dengan menggunakan termometer, membuat hipotesis mengenai perpindahan kalor, mengkomunikasikan grafik hasil percobaan pada perubahan wujud benda. Dari beberapa pengamatan tersebut siswa diberi pengalaman langsung untuk menggabungkan interaksi siswa dengan objek belajar.

Berkaitan dengan persoalan di atas, untuk menggunakan tes keterampilan proses sains ini perlu adanya suatu pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa. Pembelajaran ini menuntun siswa mengkonstruk sendiri pengetahuannya melalui proses penyelidikan. Salah satu pembelajaran yang dimaksud ialah model inkuiri terbimbing (guided inquiry) yang merupakan aplikasi dari pembelajaran kontruktivisme. Pembelajaran ini akan lebih bermakna jika siswa diberi kesempatan untuk menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori maupun prinsip yang dilihat dari lingkungan dengan bimbingan guru sehingga muncul sikap ilmiah pada diri siswa. Model inkuiri terbimbing (guided

inquiry) dapat dirancang penggunaannya oleh guru berdasarkan kemampuan atau

tingkat perkembangan intelektual siswa. siswa memiliki sifat yang aktif, sifat ingin tahu yang besar, terlibat dalam suatu situasi secara utuh dan reflektif terhadap suatu proses dan hasil-hasil yang ditemukan.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Penggunaan Tes Keterampilan Proses Sains (KPS)

Siswa dalam Pembelajaran Konsep Kalor dengan Model Inkuiri Terbimbing”.


(19)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalm latar belakang masalah, terdapat beberapa masalah yang dapat diidentifikasi antara lain:

1. Secara umum pembelajaran fisika di sekolah masih menekankan pada hasil sedangkan proses seringkali diabaikan.

2. Kegiatan belajar mengajar fisika relatif masih menekankan pada aspek hafalan bukan aspek proses.

3. Siswa memiliki keterampilan-keterampilan mendasar, namun guru belum mengembangkan keterampilan-keterampilan siswa.

C. Pembatasan Masalah

Agar masalah yang diteliti tidak terlalu meluas, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti yaitu sebagai berikut:

1. Tes keterampilan proses sains yang digunakan dalam penelitian ini menurut Nuryani Y. Rustaman yang meliputi mengamati (observasi), menafsirkan (interpretasi), mengajukan pertanyaan, berhipotesis, merencanakan percobaan, dan berkomunikasi.

2. Model inkuiri terbimbing yang digunakan dalam penelitian ini menurut Eggen & Kauchak adalah menyajikan pertanyaan atau masalah, membuat hipotesis, merancang percobaan, melaksanakan percobaan, mengumpulkan dan menganalisis data serta membuat kesimpulan.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan batasan masalah, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimana deskripsi penggunaan tes keterampilan proses sains siswa dalam pembelajaran konsep kalor dengan model inkuiri terbimbing?”.

Rumusan masalah di atas, secara operasional dapat dijabarkan ke dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Aspek keterampilan proses sains apakah yang terukur paling tinggi dalam pembelajaran konsep kalor dengan model inkuiri terbimbing?


(20)

2. Aspek keterampilan proses sains apakah yang terukur paling rendah dalam pembelajaran konsep kalor dengan model inkuiri terbimbing?

3. Bagaimana rata-rata keterampilan proses siswa yang terukur setelah pembelajaran konsep kalor dengan model inkuiri terbimbing?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas penggunaan tes keterampilan proses sains siswa secara deskriptif dalam pembelajaran konsep kalor dengan model inkuiri terbimbing. Secara spesifik tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui aspek keterampilan proses sains apakah yang terukur paling tinggi dalam pembelajaran konsep kalor dengan model inkuiri terbimbing.

2. Untuk mengetahui aspek keterampilan proses sains apakah yang terukur paling rendah dalam pembelajaran konsep kalor dengan model inkuiri terbimbing.

3. Untuk mengetahui aspek rata-rata keterampilan proses siwa yang terukur setelah pembelajaran konsep kalor dengan model inkuiri terbimbing.

F. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sejumlah manfaat. Adapun manfaat penelitian ini antara lain:

1. Dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa yang dimilikinya melalui model inkuiri terbimbing.

2. Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran fisika melalui penilaian sistematis dan berorientasi pada keterampilan berpikir. 3. Dapat memberikan masukan pada guru tentang pengembangan instrumen

penilaian yang berorientasi keterampilan berpikir khususnya yang berorientasi pada pengembangan keterampilan proses sains.


(21)

BAB II

DESKRIPSI TEORITIS DAN KERANGKA PIKIR

A. Deskripsi Teoretis 1. Tes

a. Pengertian Tes

Tes berasal dari bahasa latin “testum” yang berarti sebuah piring yang digunakan untuk memilih logam mulia dari benda-benda lain. Dalam perkembangannya, istilah tes diadopsi dalam psikologi dan pendidikan.1 Secara umum tes diartikan sebagai alat yang dugunakan untuk mengukur pengetahuan atau penguasaan obyek ukur terhadap seperangkat konten atau materi tertentu.

Menurut Sudijono, tes adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian. Tes juga dapat diartikan sebagai alat pengukur yang mempunyai standar objektif, sehingga dapat dipergunakan secara meluas, serta betul-betul dapat digunakan untuk mengukur dan membandingkan psikis atau tingkah laku individu.

Menurut Bruce, tes digunakan untuk mengukur banyaknya pengetahuan yang diperoleh individu dari suatu bahan pelajaran yang terbatas pada tingkat tertentu. Oleh karena itu, tes merupakan alat ukur yang banyak digunakan dalam dunia pendidikan. Hal ini dikarenakan umumnya orang masih memandang bahwa indikator keberhasilan seseorang mengikuti pendidikan dilihat dari seberapa banyak orang menguasai materi yang telah dipelajari dalam suatu jenjang pendidikan tertentu.2

Menurut Norman, mengemukakan bahwa tes merupakan salah satu prosedur evaluasi yang komperhensif, sistematik, dan objektif yang hasilnya dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dalam proses pengajaran

1

Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2009), h.2. 2

Djaali dan Pujdi Muljono, Pengukuran dalam Bidang Pendidikan, (Jakarta: Universitas Negeri Jakarta, 2004), h. 8.


(22)

yang dilakukan oleh guru.3 Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tes memiliki peranan sangat penting dalam dunia pendidikan.

b. Fungsi Tes

Secara umum ada beberapa fungsi tes di dalam dunia pendidikan, yaitu:4 1) Alat untuk mengukur prestasi belajar siswa

Hal ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai siswa setelah menempuh proses belajar-mengajar dalam jangka waktu tertentu. Dalam kaitan ini, tes berfungsi sebagai alat untuk mengukur keberhasilan program pengajaran. Sebagai alat untuk mengukur keberhasilan program pengajaran, tes berfungsi untuk seberapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan dapat tercapai dan seberapa banyak yang belum tercapai serta menentukan langkah apa yang perlu dilakukan untuk mencapainya. 2) Berfungsi sebagai motivator pembelajaran

Hampir semua ahli teori pembelajaran menekankan pentingnya umpan balik yang berupa nilai untuk meningkatkan intensitas kegiatan belajar. Thorndike mengemukakan bahwa siswa akan belajar lebih giat dan berusaha lebih keras apabila mereka mengetahui bahwa diakhir program yang sedang ditempuh akan ada tes untuk mengetahui nilai dan prestasi mereka. Menurut Ebel, tes kadang-kadang dianggap sebagai motivator ekstrinsik. Fungsi ini dapat optimal apabila nilai hasil tes yang diperoleh siswa betul-betul obyektif dan sahih, baik secara internal maupun eksternal yang dapat dirasakan langsung oleh siswa yang diberi nilai melalui tes.

3) Upaya perbaikan kualitas pembelajaran

Dalam rangka perbaikan kualitas pembelajaran ada tiga jenis tes, yaitu tes penempatan, tes diagnostik, dan tes formatif. Tes yang dilaksanakan untuk keperluan penempatan bertujuan agar setipa siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas atau pada jenjang pendidikan tertentu dapat mengikuti kegiatan pembelajaran secara efektif karena sesuai dengan bakat dan

3 Ibid., h. 9.

4


(23)

kemampuannya masing-masing. Evaluasi diagnostik dilaksanakan untuk mengidentifikasi kesulitan belajar siswa. Menentukan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesulitan siswa dan menetapkan cara mengatasi kesulitan belajar tersebut. Berhasil atau gagalnya suatu kegiatan pembelajaran dalam proses pendidikan pada suatu jenis atau jenjang pendidikan tertentu sangat dipengaruhi oleh apakah siswa mengalami kesulitan belajar atau tidak. Tes formatif pada dasarnya adalah tes yang bertujuan untuk mendapatkan umpan balik bagi usaha perbaikan kulaitas pembelajaran dalam konteks kelas. Kualitas pembelajaran ditentukan oleh intensitas proses belajar dalam diri setiap siswa sebagai subyek belajar sekaligus siswa.

4) Menentukan berhasil atau tidaknya siswa sebagai syarat untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Untuk keperluan ini dikenal istilah tes sumatif. Tes sumatif yang dikenal dengan istilah summative test adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan materi pelajaran atau satuan program pengajaran setelah diberikan. Di sekolah, tes sumatif dikenal dengan tes ulangan umum.

c. Jenis-Jenis Tes

Dalam penjelasaan ini, hanya ada dua jenis tes yang akan dibahas yaitu tes tertulis yang dibedakan menjadi 2 yaitu tes uraian dan tes objektif.

1) Tes uraian

Secara umum tes uraian ini adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk yang sejenis yang sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata atau bahasa sendiri. Dengan demikian, dalam tes ini dituntut kemampuan siswa dalam hal mengekspresikan gagasan melalui bahasa tulisan. Tes uraian ini dibedakan menjadi tiga yaitu uraian bebas, uraian terbatas dan uraian berstruktur.


(24)

2) Tes objektif

Tes objektif sering juga disebut tes dikotomi (dichotomously scored item) karena jawabannya antara benar atau salah dan skornya antara 1 atau 0. Disebut objektif karena penilaianya objektif. Tes objektif menuntut siswa untuk memilih jawaban yang benar diantara kemungkinan jawaban yang telah disediakan, memberikan jawaban singkat, dan melengkapi pertanyaan atau pernyataan yang belum sempurna. Tes objektif sangat cocok untuk menilai kemampuan yang menuntut proses mental yang tidak begitu tinggi. Tes objektif terdiri atas beberapa bentuk, yaitu tes benar-salah, pilihan ganda, menjodohkan, dan melengkapi jawaban singkat.5

2. Keterampilan Proses Sains

a. Pengertian Keterampilan Proses Sains

Pendekatan keterampilan proses merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses belajar, aktivitas dan kreativitas siswa dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, serta menerapkannnya dalan kehidupan sehari-hari. Pengertian tersebut, termasuk di antaranya keterlibatan fisik, mental, dan sosial siswa dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan.6 Pendekatan keterampilan proses sains (KPS) merupakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada proses IPA.7 Keterampilan proses sains dapat juga diartikan sebagai kemampuan untuk melaksanakan tindakan dalam belajar sains sehingga menghasilkan konsep, prinsip, hukum maupun fakta. Mengajarkan keterampilan proses pada siswa berarti memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan sesuatu bukan hanya membicarakannya.8 Keterampilan ini dapat digunakan sebagai wahana penemuan dan pengembangan konsep, prinsip atau teori. Konsep, prinsip atau teori yang

5

Zainal arifin. Op.Cit.,h. 135

6

E. Mulyasa, Menjadi Guru Professional, (Bandung: PT Rosdakarya,2005), h. 99. 7

Nuryani Y. Rustaman, Strategi Belajar Mengajar Biologi, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2005), h. 95.

8

Widayanto, Mengembangkan Keterampilan Proses dan Pemahaman Siswa kelas X Melalui KIT Optik, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 5, 2009, h. 2.


(25)

telah ditemukan atau dikembangkan ini akan memantapkan pemahaman tentang keterampilan proses tersebut.

Keterampilan proses sains dibangun dari tiga keterampilan yakni manual, intelektual, dan sosial. Sesuai dengan karakteristiknya sains yang berhubungan dengan mencari tahu tentang alam secara sistematis, bukan hanya fakta, konsep, dan prinsip saja namun menekankan pada penemuan. Kemampuan siswa dalam menemukan konsep perlu dibekalkan dengan kegiatan pembelajaran yang berorientasi proses (student centered). Dalam hal ini guru dapat mengembangkan keterampilan proses sains dalam pembelajaran sains. Terlatihnya siswa dalam menggunakan keterampilan proses ini akan memudahkan dalam menerapkan konsep sains dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Semiawan, dkk, keterampilan proses sains (KPS) perlu diterapkan karena mempunyai beberapa alasan. Pertama, perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung secara cepat sehingga tidak mungkin lagi peran guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa. Kedua, siswa mudah memahami konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-contoh yang konkret. Ketiga, penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat mutlak benar seratus persen, penemuannya bersifat relatif. Keempat, proses belajar mengajar seyogyanya pengembangan konsep yang tidak lepas dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri siswa.9

b. Tujuan Melatih Keterampilan Proses Sains

Melatih keterampilan proses merupakan salah satu upaya yang penting untuk memperoleh keberhasilan siswa yang optimal. Materi pelajaran akan lebih mudah dipelajari, dipahami, dihayati, dan diingat dalam waktu yang relatif lama bila siswa sendiri memperoleh pengalaman langsung dari peristiwa belajar tersebut melalui pengamatan atau eksperimen.

9

Conny Semiawan, Pendekatan Proses Sains, (Jakarta: PT Gramedia Widiasmara, 1992), h.17.


(26)

Menurut Muhammad, tujuan melatihkan keterampilan proses sains diharapkan sebagai berikut:10

1. Meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa, karena dalam melatih keterampilan proses siswa dipacu untuk berpasrtisipasi secara aktif dan efisien dalam belajar.

2. Menuntaskan hasil belajar siswa secara serentak, baik keterampilan produk, proses, maupun keterampilan kinerjanya.

3. Menemukan dan membangun sendiri konsepsi serta dapat mendefinisikan secara benar untuk mencegah terjadinya miskonsepsi.

4. Untuk lebih memperdalam konsep, pengertian, dan fakta yang dipelajarinya karena dengan latih keterampilan proses, siswa sendiri yang berusaha mencari dan menemukan konsep tersebut.

5. Mengembangkan pengetahuan teori atau konsep dengan kenyataan dalam kehidupan masyarakat.

6. Sebagai persiapan dan latihan dalam menghadapi kenyataan hidup di dalam masyarakat, karena siswa telah dilatih keterampilan dan berpikir logis dalam memecahkan berbagai masalah dalam kehidupan.

c. Jenis-jenis Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses terdiri atas sejumlah keterampilan yang satu sama lain sebenarnya tak dapat dipisahkan, namun ada penekanan khusus dalam masing-masing keterampilan proses tersebut.11 Keterampilan proses yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran IPA, yaitu:12

1) Melakukan observasi

2) Menafsirkan hasil pengamatan 3) Mengelompokkan

4) Meramalkan

10

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014), Cet ke-6, h. 150.

11

Nuryani Y. Rustaman, op.cit., h. 96.

12

Zulfiani, dkk, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 53.


(27)

5) Keterampilan berkomunikasi 6) Hipotesis

7) Merencanakan percobaan atau penyelidikan 8) Menerapkan konsep atau prinsip

9) Mengajukan pertanyaan 10) Keterampilan menyimpulkan

Melakukan observasi merupakan keterampilan yang dilakukan melalui kegiatan dengan menggunakan seluruh alat indera secara optimal, seperti telinga, mata, hidung, lidah dan kulit. Pengamatan dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pengamatan juga dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu ataupun tidak.

Menafsirkan hasil pengamatan merupakan keterampilan mencatat hasil pengamatan dalam bentuk angka. Pengamatan tersebut siswa dapat menghubung-hubungkan hasil pengamatan dan menemukan pola dalam suatu pengamatan. Setelah itu, siswa dapat menemukan kesimpulan sementara terhadap hasil observasi atau pengamatan.

Mengelompokkan merupakan keterampilan mendasar dimana siswa memiliki kemampuan untuk mengklasifikasikan perbedaan dan persamaan antara berbagai obyek yang diamati. Termasuk kedalam jenis keterampilan jenis ini adalah menggolong-golongkan, membandingkan, mengontraskan, dan mengurutkan.

Meramalkan, merupakan kemampuan membuat prediksi atau perkiraan menggunakan pola-pola tertentu terhadap sesuatu yang mungkin terjadi sebelum dilakukan pengamatan. Meramalkan dalam sains tentu berbeda dengan meramalkan secara magis, karena meramalkan dalam sains tidak beradasarkan hal-hal yang sifatnya tahayul, tetapi berdasarkan teori/fakta yang sudah ada sebelumnya.

Keterampilan berkomunikasi merupakan kemampuan dalam menjelaskan hasil pengamatan. Bentuk komunikasi ini bisa dalam bentuk lisan, tulisan, grafik, tabel, diagram atau gambar. Jenis komunikasi dapat berupa paparan sistematik (laporan) atau transformasi parsial.


(28)

Hipotesis merupakan kemampuan yang mendasar dalam kerja ilmiah. Hipotesis sendiri adalah jawaban sementara terhadap suatu permasalahan berdasarkan teori-teori/fakta-fakta yang ada. Kebenaran suatu hipotesis diuji melalui sebuah eksperimen. Oleh karena itu, suatu hipotesis ada kalanya benar dan ada kalanya tidak.

Merencanakan percobaan atau penyelidikan merupakan keterampilan menentukan alat bahan yang diperlukan untuk menguji atau menyelidiki sesuatu, dalam lembar kerja siswa (LKS) tidak dicantumkan secara khusus alat-alat dan bahan yang diperlukan.

Menerapkan konsep atau prinsip, Keterampilan ini meliputi keterampilan menggunakan konsep-konsep yang telah dipahami untuk menjelaskan peristiwa baru, menerapkan konsep yang dikuasai pada situasi baru atau menerapkan rumus-rumus pada pemecahan soal-soal baru.

Mengajukan pertanyaan, Keterampilan ini sebenarnya merupakan keterampilan mendasar yang harus dimiliki siswa sebelum mempelajari suatu masalah lebih lanjut. Setiap berhadapan dengan suatu masalah semestinya siswa mengajukan pertanyaan. Keberanian siswa untuk bertanya, harus ditumbuhkan guru dalam setiap pembelajaran.

Keterampilan menyimpulkan, Keterampilan-keterampilan proses yang dipaparkan di atas menjadi kurang begitu bermakna bagi hasil belajar siswa, terutama dalam hal menguasai konsep, apabila tidak ditunjang dengan keterampilan menarik suatu generalisasi dari serangkaian hasil kegiatan percobaan atau penyelidikan. Tetapi perlu diingat bahwa untuk siswa pada pendidikan dasar, kesimpulan yang dibuat harus dibimbing guru secara proposional sesuai dengan tingkat usia mereka hingga pada akhirnya menyimpulkan secara mandiri.


(29)

Tabel 2.1 Keterampilan Proses Sains dan Indikator (Harlen 1992, Rustaman 2005)13

Keterampilan Proses Sains Indikator

1. Mengamati/observasi a. Menggunakan sebanyak mungkin indera b. Mengumpulkan/menggunakan

fakta-fakta yang relevan

2. Mengelompokkan/klasifiskasi a. Mencatat setiap pengamatan secara terpisah

b. Mencari perbedaan, persamaan c. Mengontraskan ciri-ciri

d. Membandingkan

e. Mencari dasar pengelompokkan atau penggolongan

f. Menghubungkan hasil-hasil pengamatan 3. Menafsirkan/interpretasi a. Menghubungkan hasil-hasil pengamatan b. Menemukan pola dalam satu seri

pengamatan c. Menyimpulkan

4. Meramalkan/prediksi a. Menggunaka pola-pola hasil pengamatan b. Mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati 5. Mengajukan pertanyaan a. bertanya apa, bagaimana, dan mengapa

b. bertanya untuk meminta penjelasan c. mengajukan pertanyaan yang berlatar

belakang hipotesis

6. Berhipotesis a. Mengetahui bahwa ada lebih dari satu kemungkinan penjelasan dari satu kejadian

b. Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji kebenarannya dengan memperoleh bukti lebih banyak atau melakukan cara pemecahan masalah

7. Merencanakan percobaan/penelitian

a. Menentukan alat/bahan/sumber yang akan digunakan

b. Menentukan variabel/faktor penentu c. Menentukan apa yang akan diukur,

diamati, dicatat

d. Menentukkan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah kerja

13Ibid., h. 56.


(30)

8. Menggunakan alat/bahan a. Memakai alat/bahan

b. Mengetahui alasan mengapa menggunakan alat/bahan

c. Menggunakan bagaimana menggunakan alat/bahan

9. Menerapkan konsep b. Menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru

c. Menggunakan konsep pada pengalamn baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi

10.Berkomunikasi a. Memeriksa/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan grafik atau tabel atau diagram

b. Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis

c. Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian

d. Membaca grafik atau tabel atau diagram e. Mendiskusikan hasil kegiatan suatu

masalah aau suatu peristiwa 11.Melaksanakan percobaan

Menurut Frunk, keterampilan proses sains (KPS) terdiri atas keterampilan proses tingkat dasar (basic science process skills) dan keterampilan proses terpadu

(integrated science process skills). Keterampilan proses tingkat dasar terdiri atas

enam keterampilan yakni observasi, klasifikasi, komunikasi, pengukuran, prediksi, dan interferensi. Keterampilan proses tepadu terdiri atas menentukan variabel, menyusun tabel data, menyusun garfik, memberi hubungan variabel, memproses data, menganalisis penyelidikan, menyusun hipotesis, menentukan variabel secara operasional, merencanakan penyelidikan, dan melakukan eksperimen.14

d. Karakteristik Butir Soal Keterampilan Proses Sains (KPS)

Nuryani Rustaman mengemukakan bahwa karakteristik butir soal KPS dibahas secara umum dan secara khusus. Secara umum pembahasan butir soal KPS lebih ditujukan untuk membedakan dengan butir soal biasa yang mengukur

14


(31)

penguasaan konsep. Secara khusus karakteristik jenis KPS tertentu akan dibahas dan dibandingkan satu sama lain, sehingga jelas perbedaannya.15

1) Karakteristik umum

Secara umum butir soal KPS dapat dibedakan dengan butir soal penguasaan konsep. Butir-butir soal KPS memiliki beberapa karakteristik.

Pertama, butir soal KPS tidak boleh dibebani konsep (nonkonsep burdan). Hal ini

diupayakan agar butir soal tersebut tidak rancu dengan pengukuran penguasaan konsepnya. Konsep dijadikan konteks. Konsep yang terlibat harus diyakini oleh penyusun butir soal sudah dipelajari siswa atau tidak asing bagi siswa (dekat dengan keadaan sehari-hari siswa). Kedua, butir soal KPS mengandung sejumlah informasi yang harus diolah oleh responden atau siswa. Informasi dalam butir soal KPS dapat berupa gambar, diagram, grafik, data dalam tabel atau uraian, atau objek aslinya. Ketiga, seperti butir soal pada umumnya, aspek yang akan diukur oleh butir soal KPS harus jelas dan hanya mengandung satu aspek saja, misal interpretasi. Keempat, sebaiknya ditampilkan gambar untuk membantu menghadirkan objek.16

2) Karakteristik Khusus

Rustaman menyatakan karakteristik khusus butir soal KPS seperti terterapada Tabel 2.2.17

Tabel 2.2 Karakteristik Khusus Butir Soal KPS

Aspek KPS Keterangan

Observasi Harus dari objek atau peristiwa sesungguhnya

Interpretasi Harus menyajikan sejumlah data yang menyajikan pola

Klasifikasi

Harus ada kesempata mencari/menemukan persamaan dan perbedaan, atau diberikan kriteria tertentu untuk melakukan pengelompokkan, atau ditentukan jumlah kelompok yang harus terbentuk

15

Rustaman., op. cit., h. 194.

16

Ibid.

17


(32)

Prediksi Harus jelas pola atau kecenderungan untuk dapat mengajukan dugaan atau ramalan

Berkomunikasi

Harus ada bentuk penyajian tertentu untuk diubah ke bentuk penyajian lain, misalnya bentuk uraian ke bentuk bagan atau bentuk tabel ke bentuk grafik

Berhipotesis

Dapat merumuskan dugaan atau jawaban sementara, atau menguji pernyataan yang ada dan mengandung hubungan dua variabel atau lebih, biasanya mengandung cara kerja atau menguji atau membuktikan

Merencanakan percobaan

Harus memberi kesempatan untuk mengusulkan gagasan berkenaan dengan alat/bahan yang akan digunakan, urutan prosedur yang harus ditempuh, menentukan perubah (variabel), mengendalikan peubah

Menerapkan konsep

Harus membuat konsep atau prinsip yang akan diterapkan tanpa menyebutkan nama konsepnya

Mengajukan pertanyaan

Harus memunculkan sesuatu yang mengherankan, mustahil, tidak bias, atau kontradiktif agar responden atau siswa termotivasi untuk bertanya

3. Model Inkuiri Terbimbing

a. Pengertian Pembelajaran Inkuiri

Kata “inquiry” dalam bahasa inggris berarti pertanyaan, memeriksa, atau penyelidikan. Menurut Schmid, inkuiri berasal dari bahasa inggris inquiry yang dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan. Pertanyaan ilmiah merupakan yang dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap objek pertanyaan.18

Menurut Gulo, pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia, atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analisis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.19 Sasaran utama kegiatan pembelajaran inkuiri adalah keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar, keterarahan

18

Sofan Amri dan Iif Khoiru Ahmadi, Proses Pembelajaran Inovatif Dan Kreatif dalam Kelas (Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2010), h. 85.

19

Trianto, Mode-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011), Cet V, h. 135.


(33)

kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran, mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri.

Kondisi umum yang merupakan syarat timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa adalah:20

1) Aspek sosial di kelas dan suasana terbuka yang mengundang siswa berdiskusi 2) Inkuiri berfokus pada hipotesis

3) Penggunaan fakta sebagai evidensi(informasi dan fakta).

Pembelajaran inkuiri dirancang untuk mengajak siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah kedalam waktu yang relative singkat. Salah satu prinsip utama inkuiri, yaitu siswa dapat mengonstruk sendiri pemahamannya dengan melakukan aktivitas aktif dalam pembelajarannya.21 Proses belajar mengajar, inkuiri ini digunakan sebagai metode pengajaran yang memungkinkan ide siswa berperan dalam investigasi yang akan dilakukan oleh siswa.

b. Karakteristik Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Menurut Carol C. Kuhlthau dan Ross J. Todd ada enam karakteristik inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu:22

1) Siswa belajar aktif dan terefleksikan pada pengalaman

Jhon dewey menggambarkan pembelajaran sebagai proses aktif individu, bukan sesuatu dilakukan untuk seseorang tetapi lebih kepada sesuatu itu dilakukan oleh seseorang. Pembelajaran merupakan sebuah kombinasi dari tindakan dan refleksi pada pengalaman. Deway sangat menekankan pembelajaran Hands On (berdasar pengalaman) sebagai penentang metode otoriter dan menganggap bahwa pengalaman dan inkuiri (penemuan) sangat penting dalam pembelajaran bermakna.

2) Siswa belajar pada apa yang mereka tahu

20

Ibid.

21

Zulfiani, dkk. op.cit.,h. 119. 22

Carol Kuhlthau dan Ross J. Todd, 2006, “Guided Inquiry: A Framework For Learning Through School Libraries In 21” Century School” .


(34)

Pengalaman masa lalu dan pengertian sebelumnya merupakan bentuk dasar untuk membangun pengetahuan baru. Menurut Ausubel, faktor yang terpenting mempengaruhi pembelajaran adalah melalui apa yang mereka tahu. 3) Siswa mengembangkan rangkaian berpikir dalam proses pembelajaran

melalui bimbingan

Rangkaian berpikir kearah yang lebih tinggi memerlukan proses mendalam yang membawa kepada sebuah pemahaman. Proses yang mendalam memerlukan waktu dan motivasi yang dikembangkan oleh pertanyaan-pertanyaan yang otentik mengenai objek yang telah digambarkan dari pengalaman dan keingin tahuan siswa. Proses yang mendalam juga memerlukan perkembangan kemampuan intelektual yang melebihi dari penemuan dan pengumpulan fakta. Menurut Bloom, kemampuan intelektual seperti pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi membantu merangsang untuk berinkuiri yang membawa kepada pengetahuan dan pendalaman yang mendalam.

4) Perkembangan siswa terjadi secara bertahap.

Siswa berkembang melalui tahap perkembangan kognitif, kapasitas mereka untuk berpikir abstrak ditingkatkan oleh umur. Perkembangan ini merupakan proses kompleks yang meliputi kegiatan berpikir, tindakan, refleksi, menemukan dan menghubungkan ide, membuat hubungan, mengembangkan dan mengubah pengetahuan sebelumnya, kemampuan serta sikap dan nilai.

5) Siswa mempunyai cara yang berbeda dalam pembelajaran

Siswa belajar melalui semua pengertiannya. Mereka menggunakan seluruh kemampuan fisik, mental dan sosial untuk membangun pemahaman yang mendalam mengenai dunia dan apa yang hidup didalamnya.

6) Siswa belajar melalui interaksi sosial dengan orang lain

Siswa hidup di lingkungan sosial dimana mereka terus menerus belajar melalui interaksi dengan orang lain di sekitar mereka. Orang tua, teman, saudara, guru, kenalan, dan orang asing merupakan bagian dari lingkungan sosial yang membentuk pembelajaran lingkungan pergaulan dimana mereka membangun pemahaman mengenai dunia dan membuat makna untuk mereka, Vigotsky


(35)

berpendapat bahwa perkembangan proses hidup bergantung pada interaksi sosial dan pembelajaran sosial berperan penting untuk perkembangan kognitif.

Berdasarkan karakteristik tersebut, inkuiri terbimbing merupakan sebuah pembelajaran yang berfokus pada proses berpikir yang membangun pengalaman oleh keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Siswa belajar dengan membangun pemahaman mereka sendiri berdasarkan pengalaman-pengalaman dan apa yang mereka tahu. Selain itu, siswa juga belajar melalui interaksi dengan orang lain yang berperan penting dalam perkembangan kognitifnya.

c. Sintak Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Pada penelitian ini tahapan pembelajaran yang digunakan mengadaptasi dari tahapan pembelajaran yang dikemukakan oleh Eggen & Kauchak. Adapun tahapan pembelajaran inkuiri sebagai berikut.23

Tabel 2.2 Tahap Pembelajaran Inkuiri

Fase Perilaku guru

Menyajikan pertanyaan atau masalah

Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan masalah ditulis di papan tulis. Guru membagi siswa dalam kelompok

Membuat hipotesis

Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk curah pendapat dalam membentuk hipotesis. Guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan

Merancang percobaan

Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan. Guru membimbing siswa mengurutkan langkah-langkah percobaan

Melakukan percobaan Guru membimbing siswa mendapatkan informasi melalui percobaan

23 Trianto., op.cit., h. 141.


(36)

Mengumpulkan dan menganalisis data

Guru memberi kesempatan pada kelompok untuk menyampaikan hasil percobaan data yang terkumpul

Memberi kesimpulan Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan

Menurut Sudjana menyatakan ada lima (5) tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan pembelajaran inkuiri yaitu:24

1) Merumuskan masalah untuk dipecahkan oleh siswa.

2) Menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan istilah hipotesis. 3) Mencari informasi, data, dan fakta yang diperlukan untuk mencari jawaban

hipotesis atau permasalahan.

4) Menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi. 5) Mengaplikasikan kesimpulan.

d. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Inkuiri Model pembelajaran inkuiri memiliki keunggulan yaitu:25

1) Membantu siswa untuk mengembangkan, kesiapan, serta penguasaan keterampilam dalam proses kognitif.

2) Siswa memperoleh pengetahuan secara individual sehingga dapat dimengerti dan mengendap dalam pikirannya.

3) Membangkitkan motivasi dan gairah belajar siswa untuk belajar lebih giat lagi.

4) Memberikan peluang untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan dan minat masing-masing.

5) Memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses menemukan sendiri karena pembelajaran berpusat pada siswa dengan guru yang terbatas.

24

Trianto, Ibid., h. 142.

25

Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2012 ), Cet. III, h.79.


(37)

Adapun beberapa kelamahan dari model pembelajaran inkuiri yaitu:26 1) Siswa harus memiliki kesiapan dan kematangan mental, siswa harus berani

dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik.

2) Keadaan kelas di kita kenyataannya gemuk jumlah siswanya makan metode ini tidak akan mencapai hasil yang memuaskan.

3) Guru dan siswa sudah sangat terbiasa dengan PBM gaya lama maka metode inkuiri ini akan mengecewakan.

4) Ada kritik bahwa proses dalam metode inkuiri terlalu mementingkan proses pengertian saja, kurang memerhatikan perkembangan sikap dan keterampilan bagi siswa.

4. Kajian Konsep Kalor

a. Karakteristik Konsep Kalor

Materi kalor yang diajarkan di SMA pada kurikulum 2013 diajarkan di kelas X. Sebelum memulai materi kalor, siswa dituntut untuk menguasai materi suhu karena materi ini saling berkaitan. Setelah itu siswa dapat mempelajari konsep kalor. Materi pokok yang dipelajari pada konsep di kelas X adalah kalor dan perubahan wujud, asas Black, serta perpindahan kalor. Siswa dapat mengaplikasikan konsep kalor ini dalam kehidupan sehari-hari seperti termos, setrika, memasak air dengan menggunakan panci logam, solder, terjadinya angin darat dan angin laut, oven microwave, radiasi panas dari tungku perapian dan masih banyak lagi.

b. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Kalor

Kompetensi inti dan kompetensi dasar kalor pada kurikulum 2013 adalah sebagai berikut:

1) Kompetensi Inti

KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

KI 2 : Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan

26


(38)

pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

KI 3 : Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

KI 4 : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

2) Kompetensi Dasar

3.8 Menganalisis pengaruh kalor dan perpindahan kalor pada kehidupan sehari-hari.

4.8 Merencanakan dan melaksanakan percobaan untuk menyelidiki karakteristik termal suatu bahan, terutama kapasitas, dan konduktivitas kalor.


(39)

c. Peta Konsep Kalor


(40)

d. Uraian Materi Kalor

Ketika suatu ketel air dingin diletakkan di atas kompor, temperatur air akan naik. Kita katakan bahwa kalor mengalir dari kompor ke air yang dingin. Ketika kedua benda yang temperaturnya berbeda diletakkan saling bersentuhan, kalor akan mengalir seketika dari yang panas ke yang dingin. Aliran kalor seketika ini selalu dalam arah yang cenderung menyatakan temperature. Jika kedua benda tersebut disentuhkan cukup lama sehingga temperatur keduanya sama, keduanya dikatakan dalam keadaan setimbang termal, dan tidak ada lagi kalor yang mengalir di antaranya. Sebagai contoh, ketika teermometer demam pertama kali dimasukkan ke mulut pasien, kalor mengalir dari mulut pasien tersebut ke thermometer; ketika pembacaan termometer berhenti naik, termometer setimbang dengan mulut orang tersebut dan temperaturnya sama.27

1) Kalor sebagai Transfer Energi

Kalor mengalir dengan sendirinya dari suatu benda yang temperaturnya lebih tinggi ke benda lain dengan temperatur yang lebih rendah. Satuan yang umum untuk kalor, yang masih digunakan sekarang, dinamakan kalori. Satuan yang lebih sering digunakan dari kalori adalah kilokalori (kkal), yang besarnya 1000 kalori. Kadangkala satu kilokalori disebut Kalori (dengan huruf K besar).28 Dimana 1 kal = 4,186 J yang merupakan jumlah kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan 1 g air sebesar 1 Co. Jadi, kalor mengacu pada transfer energi dari satu benda ke yang lainnya karena adanya perbedaan temperatur.

2) Kalor Jenis

Besar kalor Q yang dibutuhkan untuk mengubah temperatur zat tertentu sebanding dengan massa m zat tersebut dan dengan perubahan temperatur ∆T. Hal ini dapat dinyatakan dalam persamaan,29

………(2.1)

27

Douglas C Giancoli, Fisika, Edisi 5, Jilid 1, (Jakarta: Erlangga, 2001), h. 488.

28

Ibid., h.489.

29


(41)

di mana c adalah besaran karakteristik dari zat tersebut, yang disebut kalor jenis. Dimana kalor jenis durumuskan sebagai berikut: c = Q/m∆T,

Keterangan: Q : kalor (Joule) m : massa benda (kg)

c : kalor jenis benda (J/kg °C) T : perubahan suhu benda (° C)

Jadi, kalor jenis, c, dari zat didefinisikan sebagai energi (atau kalor) yang dibutuhkan untuk mengubah temperatur massa satuan zat sebesar 1 derajat.

3) Kapasitas kalor

Kalor yang dibutuhkan 1 panci air agar suhunya naik 1° C disebut kapasitas kalor. Kapasitas kalor sebenarnya banyaknya energi yang diberikan dalam bentuk kalor untuk menaikkan suhu benda sebesar satu derajat. Pada sistem SI, satuan kapasitas kalor adalah JK-1. Namun, karena di Indonesia suhu biasa dinyatakan dalam skala Celsius, maka satuan kapasitas kalor yang dipakai dalam buku ini adalah J/°C. Kapasitas kalor dapat dirumuskan sebagai berikut.

Keterangan:

Q : kalor yang diserap/dilepas (J) C : kapasitas kalor benda (J/°C)

T : perubahan suhu benda (°C)

4) Konservasi Energi

Konservasi energi memainkan peranan penting: kehilangan kalor sebanyak satu bagian sistem sama dengan kalor yang didapat oleh bagian yang lain:30

…………(2.2) Pertukaran energi tersebut merupakan dasar teknik yang dikenal dengan nama kalorimetri, yang merupakan pengukuran kuantitatif dari pertukaran kalor. Dengan demikian, ketika kalor mengalir di dalam sistem yang terisolasi,

30


(42)

konservasi energi memberitahu kita bahwa kalor yang diterima oleh satu bagian sistem sama dengan kalor yang dikeluarkan oleh bagian sistem yang lain.

Konservasi energi pada pertukaran kalor, seperti yang ditunjukkan oleh Persamaan (2.2), pertama kali diukur oleh Joseph Black (1728-1799), seorang ilmuwan Inggris. Oleh karena itu, Persamaan (2.2) dikenal sebagai asas Black.

5) Perubahan Wujud Zat

Kecenderungan untuk berubah wujud ini disebabkan oleh kalor yang dimiliki setiap zat. Suatu zat dapat berubah menjadi tiga wujud zat, di antaranya cair, padat, dan gas. Perubahan wujud zat ini diikuti dengan penyerapan dan pelepasan kalor.

Gambar 2.2 Diagram Perubahan Wujud Zat a) Kalor Penguapan dan Pengembunan

Kalor penguapan adalah kalor yang dibutuhkan oleh suatu zat untuk menguapkan zat tersebut. Jadi, setiap zat yang akan menguap membutuhkan kalor. Adapun kalor pengembunan adalah kalor yang dilepaskan oleh uap air yang berubah wujud menjadi air. Secara matematis, kalor penguapan dan pengembunan dapat dituliskan sebagai berikut.

………(2.3) Keterangan

Q : kalor yang dibutuhkan saat penguapan atau kalor yang dilepaskan saat pengembunan,

m : massa zat, dan


(43)

b) Kalor Peleburan dan Pembekuan

Jika benda mengalami peleburan, perubahan wujud yang terjadiadalah dari wujud zat padat menjadi zat cair. Dalam hal ini, akan terjadi penyerapan kalor pada benda. Adapun perubahan wujud zat dari cair ke padat disebut sebagai proses pembekuan. Dalam hal ini, akan terjadi proses pelepasan kalor. Besarnya kalor yang dibutuhkan pada saat peleburan dan besarnya kalor yang dilepaskan dalam proses pembekuan adalah sama.

6) Perpindahan Kalor

Kalor dapat merambat dengan tiga cara, di antaranya secara konduksi (hantaran), secarakonveksi (aliran), dan secara radiasi (pancaran). Berikut pembahasan mengenai setiap jenis perambatan kalor tersebut.

a) Perpindahan Kalor Secara Konduksi

Perpindahan kalor yang tidak diikuti perpindahan massa ini disebut konduksi.

Gambar 2.3 Rambatan Kalor di Dalam Konduktor

Kalor yang mengalir dalam batang per satuan waktu dapat dinyatakan dalam hubungan:

………

(2.4) Keterangan

A : luas penampang lintang benda

l : jarak antara kedua ujung, yang mempunyai temperatur T1 : ujung batang logam bersuhu tinggi

T2 : ujung batang logam bersuhu tinggi


(44)

: jumlah kalor yang merambat pada batang per satuan waktu per satuan luas.

b) Perpindahan Kalor secara Konveksi

Perambatan kalor yang disertai perpindahan massa atau perpindahan partikel- partikel zat perantaranya disebut perpindahan kalor secara aliran atau konveksi. Rambatan kalor konveksi terjadi pada fluida atau zat alir, seperti pada zat cair, gas, atau udara.

Gambar 2.4 Rambatan Kalor di dalam Isolator

Besarnya kalor yang merambat tiap satuan waktu, dapat dituliskan sebagai berikut.

: jumlah kalor yang berpindah tiap satuan waktu,

A : luas penampang aliran,

ΔT : perbedaan temperatur antara kedua tempat fluida mengalir, dan h : koefisien konveksi termal.

Perpindahan panas secara konveksi disebabkan oleh perbedaan massa jenis pada fluida. Angin laut dan angin darat merupakan satu di antara contoh dari konveksi udara secara alami.

Gambar 2.5 Angin Laut dan Angin Darat Terjadi Melalui Konveksi Alami Udara


(45)

Selain terdapat proses konveksi alami, terdapat juga proses konveksi paksa. Dalam konveksi paksa, fluida yang telah dipanasi langsung diarahkan ke tujuannya oleh sebuah peniup (blower) atau pompa. Satu di antara contoh dari konveksi paksa yaitu pada sistem pendingin mobil,

Gambar 2.6 Konveksi Paksa pada Sistem Pendingin Mobil c) Perpindahan Kalor Secara Radiasi

Matahari merupakan sumber energi utama bagi manusia di permukaan ini. Energi yang dipancarkan Matahari sampai di Bumi berupa gelombang elektromagnetik. Cara perambatannya disebut sebagai radiasi, yang tidak memerlukan adanya medium zat perantara. Semua benda setiap saat memancarkan energi radiasi dan jika telah mencapai kesetimbangan termal atau temperatur benda sama dengan temperatur lingkungan, benda tersebut tidak akan memancarkan radiasi lagi. Dalam kesetimbangan ini, jumlah energi yang dipancarkan sama dengan jumlah energi yang diserap oleh benda tersebut. Dari hasil percobaan yang dilakukan oleh Josef Stefan dan Ludwig Boltzmann, diperoleh besarnya energi per satuan luas per satuan waktu yang dipancarkan oleh benda yang bersuhu T, yakni

………(2.5) Keterangan

W : energi yang dipancarkan per satuan luas per satuan waktu (watt/m2) σ : konstanta Stefan–Boltzmann = 5,672 × 10-8 watt/m2 K4

T : temperatur mutlak benda (K), dan e : koefisien emisivitas (0 < e ≤ 1) 5. Penelitian Relevan


(46)

Sebagai acuan dalam penelitian ini, ada beberapa penelitian yang berhubungan dan kesemuanya mendapatkan hasil yang positif atau berhasil, berikut diantaranya:

a) Marnita (2013) dalam jurnal yang Berjudul “Peningkatan Keterampilan Proses Sains Melalui Pembelajaran Kontekstual pada Mahasiswa Semester I

Materi Dinamika”. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa 1) Terjadi

peningkatan keterampilan proses sains mahasiswa melalui penerapan model pembelajaran kontekstual pada mahasiswa semester I materi dinamika, hal ini dapat dilihat dari perolehan hasil belajar berupa keterampilan proses sains mahasiswa pada siklus I hanya tuntas hanya dua komponen keterampilan proses saja yaitu komponen “mengamati” dan “mengkomunikasikan”, sedangkan pada siklus II hasil belajar mahasiswa berupa keterampilan proses sains secara keseluruhan semua komponen keterampilan proses dapat tuntas. 2) Aktivitas dosen melalui penerapan model pembelajaran kontekstual pada mahasiswa semester I materi dinamika mengalami peningkatan. 3) Aktivitas mahasiswa melalui penerapan model pembelajaran kontekstual pada mahasiswa semester I materi dinamika juga mengalami peningkatan.31

b) Lalu Ria Suhardiman dan Asep Saepul Hamdi (2012) dalam jurnal Vol. 2. No. 1 yang berjudul “Pengaruh Metode Inquiry Terhadap Keterampilan Proses dan Hasil Belajar IPA (Fisika) Siswa Kelas VIII SMP Negeri 6

Singaraja”. Berdasarkan analisis statistik, diperoleh hasil: Pertama,

keterampilan proses IPA siswa yang diajar dengan menggunakan metode pembelajaran inquiry lebih baik dibandingkan dengan keterampilan proses IPA siswa yang diajar dengan metode pembelajaran konvensional. Kedua, hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan metode pembelajaran

inquiry lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang diajar

dengan metode pembelajaran konvensional. Ketiga, keterampilan proses IPA dan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan metode pembelajaran inquiry lebih baik dibandingkan dengan keterampilan proses

31

Marnita, Peningkatan Keterampilan Proses Sains Melalui Pembelajaran Kontekstual pada Mahasiswa Semester I Materi Dinamika, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 9, 2013, h. 43.


(47)

IPA dan hasil belajar siswa yang diajar dengan metode pembelajaran konvensional.32

c) Nita Nurtafita (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Metode Guided Inquiry Terhadap Keterampilan Proses Sains pada Konsep Suhu

Kalor”. Masalah dalam penelitian ini adalah dalam proses pembelajaran

fisika siswa hanya dituntut untuk menghafal rumus dan kurangnya keterlibatan siswa dalam proses belajar-mengajar sehingga siswa tidak memperoleh pengetahuannya sendiri. Oleh karena itu, peneliti menggunakan metode guided inquiry dalam pembelajarannya. Melalui metode ini didapatkan hasil bahwa metode guided inquiry berpengaruh terhadap keterampilan proses sains siswa pada konsep kalor. 33

d) Winda Syafitri (2010) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Keterampilan Proses Siswa Melalui Pendekatan Inkuiri pada Konsep Sistem

Koloid”. Masalah dalam penelitian ini adalah dalam pembelajaran kimia,

siswa belum aktif dalam menemukan konsep sendiri, dalam mengembangkan keterampilan proses sains siswa belum dilatih, serta konsep materi hanya sebatas transfer informasi saja. Oleh karena itu, dalam pembelajarannya menggunakan pendekatan inkuiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar kemampuan keterampilan proses sains yang muncul dalam diri siswa melalui pembelajaran ini. Melalui pendekatan ini menunjukkan bahwa aspek yang muncul adalah aspek observasi, klasifikasi, prediksi, dan komunikasi.34

e) Akinyemi Olufunminiyi Akinbobola dan Folashade Afolabi (2010) yang berjudul “Analysis of Science Process Skills in West African Senior

Secondary School Certificate Physics Practical Examinations in Nigeria”.

Berdasarkan penelitian dari 15 yang digunakan hanya muncul 5 keterampilan

32

Lalu Ria Suhardiman dan Asep Saepul Hamdi, Pengaruh Metode Inquiry Terhadap Keterampilan Ptoses dan Hasil Belajar IPA (Fisika)siswa kelas VIII SMPNegeri Singaraja, Jurnal Teknologi Pendidikan, Program Studi Teknologi Pendidikan, 2012, h. 14.

33

Nita Nurtafita, “Pengaruh Metode Guided Inquiry Terhadap Keterampilan Proses Sains pada Konsep Suhu Kalor”, Skripsi UIN Jakarta, Jakarta, 2012.

34

Winda Syafitri, Analisis Keterampilan Proses Siswa Melalui Pendekatan Inkuiri pada Konsep Sistem Koloid, Skripsi UIN Jakarta, Jakarta, 2010, tidak dipublikasikan.


(48)

proses sains yang muncul atau terkemuka yakni memanipulasi (17.20%), perhitungan (14,20%), menalar (13,60%), mengamati (12,00%) dan berkomunikasi (11,40%). Hasil penelitian juga menunjukkan tingkat persentase yang tinggi dari dasar (urutan bawah) keterampilan proses sains (62.80%) dibandingkan dengan yang terintegrasi (orde tinggi) keterampilan proses sains (37.20%). Hasil juga menunjukkan bahwa jumlah keterampilan proses dasar secara signifikan lebih tinggi dari keterampilan proses terintegrasi dalam Ujian praktis SMA Afrika Barat fisika di Nigeria.. 35

f) Peggy Bricckman, dkk., (2009), yang berjudul “Effects of Inquiry-Based

Learning on Student’ Science Skills and Confidence”. Masalah dalam

peneltian ini adalah cara pembelajaran yang masih memakai cara tradisional sehingga kemampuan atau keterampilan siswa tidak berkembang. Oleh karena itu pembelajaran menggunakan “inquiry-based learning” untuk meningkatkan pendidikan dan keterampilan. Berdasarkan dari penelitian ini siswa memperoleh kepercayaan diri dalam kemampuan ilmiah, dibandingkan siswa yang menggunakan pembelajaran tradisional.36

B. Kerangka Berpikir

Secara umum, pembelajaran fisika di sekolah lebih menekankan aspek produk sedangkan aspek prosesnya diabaikan. Siswa memperoleh pengetahuan berupa konsep, fakta atau prinsip berdasarkan informasi yang didapat dari guru. Siswa tidak dibiasakan untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Sehingga pengetahuan tersebut hanya bersifat hafalan belaka bukan didasarkan pada aspek proses siswa. Padahal untuk menemukan konsep, fakta atau prinsip diperlukan suatu keterampilan proses.

Guru harus mengukur dan mengembangkan keterampilan proses sains yang siswa dengan menggunakana tes keterampilan proses sains. Keterampilan ini merupakan keterampilan atau kemampuan mendasar yang miliki oleh setiap

35

Akinyemi Olufunminiyi Akinbobola dan Folashade Afolabi, Analysis of Science Process Skills in West African Senior Secondary School Certificate Physics Practical Examinations in Nigeria, American-Eurasian Journal of Scientific Research, 2010, pp. 234.

36

Peggy Bricckman, dkk, Effects Of Inquiry-Based Learning On Student’ Science Skills And Confidence, International Journal for the Scholarship of Teaching and Learning, 2009, pp. 1.


(49)

siswa. Dengan kegiatan pembelajaran ini, diharapkan dapat melatih siswa memiliki keterampilan berpikir berdasarkan pengetahuan sains yang dimilikinya. Keterampilan berpikir siswa akan efektif jika keterampilan proses sains siswa dikembangkan karena keterampilan proses sains ini melibatkan keterampilan kognitif atau intelektul, manual dan sosial.37

Berkaitan dengan persoalan di atas, untuk menggunakan tes keterampilann proses sains ini perlu adanya suatu pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa. Salah satu pembelajaran yang dimaksud ialah model inkuiri terbimbing

(guided inquiry) yang merupakan aplikasi dari pembelajaran kontruktivisme.

Pembelajaran ini akan lebih bermakna jika siswa diberi kesempatan untuk menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori maupun prinsip yang dilihat dari lingkungan dengan bimbingan guru sehingga muncul sikap ilmiah pada diri siswa. Model inkuiri terbimbing (guided inquiry) dapat dirancang penggunaannya. Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.7.

37


(50)

Gambar 2.7 Bagan Kerangka Berpikir

 Pembelajaran fisika di sekolah lebih menekankan aspek produk sedangkan aspek prosesnya diabaikan..

 Siswa tidak dilatih untuk menemukan konsep, fakta, atau prinsip pada pembelajaran fisika

 Pengetahuan siswa hanya bersifat hafalan bukan diadasarkan pada pengalaman belajar siswa.

 Keterampilan berpikir siswa akan efektif jika keterampilan proses siswa dikembangkan.

 keterampilan proses sains dikembangkan maka siswa akan membentuk konsep sendiri

Keterampilan proses sains (KPS) siswa kurang berkembang

Pembelajaran menggunakan model inkuiri terbimbing (guided inquiry)

Keterampilan siswa berkembang Tes keterampilan proses sains (KPS) dapat


(51)

(52)

36 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di MAN 2 kota Serang pada semester ganjil tahun ajaran 2015/2016. Pengambilan data dilakukan pada bulan Agustus 2015.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu suatu penelitian yang diupayakan untuk mengamati permasalahan secara sistematis dan akurat mengenai fakta dan sifat objek tertentu. Metode ini berusaha menggambarkan dan menginterpretasikan apa yang ada atau mengenai kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang sedang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau kecenderungan yang tengah berkembang.1

Peneliti mendeskripsikan data apa adanya dan menjelaskan analisis data secara kuantitatif hasil tes yang diberikan kepada siswa. Oleh karena itu, penelitian ini berorientasi pada penggunaan tes yang proses penggunaannya dideskripsikan secara teliti.

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X.5 MIA di MAN 2 Serang pada semester ganjil tahun ajaran 2015/2016 yang berjumlah 32 siswa sebagai kelas yang akan diterapkan instrumen penilaian keterampilan proses sains pada konsep kalor.

D. Prosedur Penelitian

Agar semua dapat diperoleh dengan baik, ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:


(53)

1. Tahap Persiapan

a. Membuat proposal penelitian

b. Pengurusan surat izin penelitian dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

c. Survei tempat sekolah untuk uji coba instrumen dan penelitian.

d. Menyusun perangkat pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian. Perangkat penelitian yang dibuat adalah:

1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 2) Lembar Kerja Siswa (LKS)

3) Instrumen tes

Intrumen tes ini berupa soal tes urain untuk mengetahui keterampilan proses sains siswa yang diberikan di akhir pembelajaran.

4) Intrumen nontes

Intrumen ini berupa lembar observasi keterampilan proses sains (KPS) selama pembelajaran.

e. Menguji coba instrumen, menganalisis hasil uji coba instrument, dan memperbaiki instrument.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Implementasi instrumen tes Keterampilan Proses Sains (KPS) dalam pembelajaran inkuiri terbimbing pada konsep kalor.

b. Posttest berupa tes uraian.

3. Tahap Akhir

a. Analisis data dari hasil penelitian

b. Penarikan kesimpulan berdasarkan hasil yang telah diperoleh dari pengolahan data.

Langkah-langkah pada setiap tahap dalam prosedur penelitian ini dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 3.1


(54)

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian Tahap Persiapan

Tahap Pelaksanaan

Tahap Akhir

- Membuat proposal penelitian - Mengurus surat izin

- Survei tempat peneltian

- Uji coba intrumen, analisis hasil uji coba intrumen dan perbaikan intrumen. - Menyusun perangkat pembelajaran

seperti: RPP, LKS, lembar observasi KPS dan soal posttest.

Pelaksanaan tes keterampilan proses sains (KPS) dalam pembelajaran konsep kalor dengan menggunakan model inkuiri terbimbing.

Posttest

Analisis data


(55)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dan nontes. Tes KPS diberikan diakhir (posttest) pembelajaran konsep kalor. Nontes yang digunakan adalah pedoman observasi untuk mengamati aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaanya lebih mudah dan hasilnya lebih baik.2 Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes Keterampilan Proses Sains (KPS) berupa tes uraian dan lembar observasi.

1. Tes Keterampilan Proses Sains (KPS)

Instrument tes Keterampilan Proses Sains (KPS) berupa tes uraian sebanayak 20 soal. Soal tersebut dibuat berdasarkan indikator aspek KPS yaitu: mengajukan pertanyaan, berhipotesis, merencanakan percobaan, menafsirkan (interpretasi) dan berkomunikasi. Kisi-kisi instrumen Keterampilan Proses Sains (KPS) dapat dilihat pada tebel 3.1

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Keterampilan Proses Sains (KPS)

No Aspek KPS indikator Nomor Soal

1.

Mengajukan pertanyaan

a. Bertanya apa, bagaimana dan mengapa

b. Bertanya untuk meminta penjelasan

1, 2*, 4*, 3 2.

Berhipotesis

a. Mengetahui bahwa ada lebih dari satu kemungkinan penjelasan perlu diuji kebenarannya dengan memperoleh penjelasan dari suatu kejadian

5*,6*, 7, 8*

3. Merencankan percobaan

a. Menentukkan alat/bahan yang akan digunakan

9*, 10, 11, 12* 4. Menafsirkan/in

terpretasi

a. Menemukan pola dalam suatu seri pengamatan b. Menyimpulkan 13*, 16 14*, 15 2

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Edisi Revisi 2010, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), cet.14, h.203.


(56)

5.

Berkomunikasi

a. Membaca grafik atau tabel atau diagram

b. Menggambarkan data hasil

pengamatan dengan grafik atau tabel atau diagram

17*, 18 19, 20*

Keterangan: * soal yang valid

2. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mengukur keterampilan proses sains yang dimiliki siswa ketika proses pembelajaran berlangsung.

G. Kalibrasi Instrumen Penelitian

Untuk instrumen tes keterampilan proses sains, sebelum tes diberikan kepada sampel penelitian, instrumen tersebut harus diuji cobakan dahulu diluar kelas sampel dengan tujuan untuk menguji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda instrumen tersebut.

1. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan.3 Teknik yang digunakan untuk mengetahui validitas suatu instrumen evaluasi adalah teknik korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson, yaitu :4

√ ∑ ∑ ∑ ∑ ………… (3.1)

Keterangan :

koefisien validitas

: skor item skor total N : jumlah siswa

3

Ibid., h.211.


(57)

Cara penafsiran harga koefisien korelasi yaitu membandingkan koefisien korelasi butir soal (rhitung) dengan koefisien korelasi product moment (rtabel). Butir soal dikatakan valid jika rhitung > rtabel pada taraf signifikan α = 0,05. rtabel untuk n = 29 adalah 0,367 yang artinya jika validitas soal ≥ 0,367 maka soal valid, begitu sebaliknya. Berikut merupakan hasil uji validitas dalam penelitian ini, sedangkan tabel analisis selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 5.

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Instrumen Statistik

Jumlah Soal 20

Jumlah Siswa 29

Nomor Soal Valid 2,4, 5, 6, 8, 9, 12, 13, 14, 17, 20

Jumlah Soal Valid 11

2. Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan pada satu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Reliabel artinya dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan.5 Rumus yang digunakan untuk menghitung reliabilitas instrumen tes ini adalah rumus Alpha dengan rumus:.6

……...…….…(3.2)

Di mana:

r11 = reliabilitas yang dicari

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal Σσb2

= jumlah varians butir σt2

= varians total

Klasifikasi untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas suatu tes dapat dilihat pada Tabel 3.3 sebagai berikut :

5

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, op.cit., h.221.

6


(58)

Tabel 3.3 Kriteria Koefisien Korelasi ( Rentang Kriteria Koefisien Korelasi 0,80 – 1,00 Sangat tinggi

0,60 – 0,80 Tinggi

0,40 – 0,60 Cukup

0,20 – 0,40 Rendah

0,00 – 0,20 Sangat rendah

Cara penafsiran harga koefisien reliabilitas yaitu membandingkan koefisien reliabilitas butir soal (r11) dengan rtabel. Instrumen soal dikatakan reliabel jika r11 > rtabel pada taraf signifikanα = 0,05. rtabel untuk n = 29 adalah 0,367 yang artinya jika reliabilitas soal ≥ 0,367 maka soal reliabel, begitu sebaliknya. Berikut merupakan hasil uji reliabilitas dalam penelitian ini, sedangkan tabel analisis selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 6.

Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Statistik

r11 0.796

Kesimpulan Tingkat reliabel tinggi

3. Tingkat kesukaran

Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasa dinyatakan dengan indeks.7 Rumus untuk menghitung tingkat kesukaran soal adalah sebagai berikut.8

……..…………(3.3)

Penentuan klasifikasi indeks kesukaran suatu butir soal dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut ini.9

7

Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), h h.134.

8

Ibid., h.135.


(59)

Tabel 3.5 Klasifikasi Indeks Kesukaran

Rentang Indeks Kesukaran Kriteria Tingkat Kesukaran

Sukar

Sedang

Mudah

Berikut merupakan hasil uji tingkat kesukaran soal dalam penelitian ini, sedangkan untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 7.

Tabel 3.6 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Instrumen Kategori Soal Jumlah Soal Persentase (%)

Sukar 3 15 %

Sedang 14 70 %

Mudah 3 15 %

Jumlah 20 100 %

4. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (menguasai materi) dengan siswa yang kurang pandai (kurang/tidak menguasai materi). Rumus untung menghitung daya pembeda soal adalah sebagai berikut.10

̅ ̅ ………...……… (3.4) Keterangan:

DP = daya pembeda XKA = rata-rata kelas atas XKB = rata-rata kelas bawah

Skor maks = skor maksimum

Penentuan klasifikasi daya pembeda butir soal dapat dilihat pada Tabel 3.6 berikut ini.11

10

Ibid., h.133.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)