Tahap riset dan analisis research and analysis

Berdasarkan penjelasan tersebut, tahap persiapan yang dilakukan oleh PT Sheils Flynn Asia merupakan tahapan penerimaan proyek project acceptance yang dikemukakan oleh Booth. Dalam proposal yang disusun oleh PT Shels Flynn Asia, tertuang lingkup kerja yang harus dilakukan oleh PT Sheils Flynn Asia sebagai konsultan arsitektur lanskap. Hal tersebut berlaku untuk kedua proyek yang dikerjakan, yaitu proyek A125 dan A126. Secara detail proposal tersebut menjelaskan mengenai tiap tahapan yang dilalui dalam proses pengerjaan desain beserta pemaparan produk yang dihasilkan tiap tahap dan batas waktu pengerjaanya deadline. Selain itu dijelaskan pula persentase biaya yang harus klien keluarkan pada tiap tahapnya, juga dengan batas waktu pembayarannya. Dalam antisipasi permasalahan hukum dan lainnya, proposal dan surat kontrak pun memuat tentang penalti atau sanksi yang harus dikeluarkan apabila salah satu dan atau kedua belah pihak kedapatan melanggar isi dari proposal dan surat kontrak tersebut.

5.4.2 Tahap riset dan analisis research and analysis

Setelah terjadi kesepakatan dan penandatanganan kontrak dan proposal antara PT Sheils Flynn Asia dan PT Jakarta Land, maka tahapan selanjutnya yaitu tahap riset dan analisis. Pada tahap ini PT Sheils Flynn Asia melakukan analisis terhadap tapak Kompleks Metropolitan Jakarta. Hasil dari analisis tersebut kemudian menjadi acuan dan dasar pada proses yang akan dilakukan pada tahapan selanjutnya. Hal pertama yang dilakukan oleh PT Sheils Flynn Asia adalah menyiapkan peta dasar. Gambar tersebut sangat penting penting tidak hanya dalam proses analisis tetapi juga pada tahapan-tahapan selanjutnya. Hal ini dikemukakan oleh Booth 1983, bahwa yang pertama harus dilakukan dalam tahap riset dan analisis adalah penyiapan peta dasar tapak. Kemudian dari peta dasar tersebut arsitek lanskap dapat memahami kondisi dan keadaan tapak untuk kemudian dilakukan analisis terhadap tapak tersebut.

5.4.2.1 Kompleks Metropolitan proyek A125

Peta dasar kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta diperoleh PT Sheils Flynn Asia dari PT Jakarta Land dan Aedas Pte. Ltd Gambar 13. Peta dasar saja tidak cukup untuk menjadi bahan acuan analisis oleh karena itu, PT Sheils Flynn Asia, yaitu project leader dan staf yang terlibat pada proyek ini melakukan kunjungan lapang site visit untuk memahami tapak secara langsung. Dalam proses site visit tersebut, tim membawa peta dasar yang telah disiapkan untuk memahami orientasi dan posisi lapang terhadap peta dasar. Selain itu juga dilakukan ground check untuk memastikan keakuratan peta dasar yang diterima. Dalam pengecekan tersebut terdapat beberapa perbedaan antara peta dasar yang ada dengan kondisi sebenarnya di lapang. Hal tersebut dikarenakan adanya perubahan yang terjadi sejak pembangunan awal kawasan Kompleks Metropolitan hingga sekarang. Perubahan tersebut belum diperbaharui pada gambar peta dasar yang diterima oleh PT Sheils Flynn Asia dari PT Jakarta Land. Ketidaksesuaian gambar dan kondisi lapang diantaranya, perbedaan bentuk dan posisi kolam di area entrance, posisi pohon, serta perbedaan bentuk island Gambar 14. Ketidaksesuaian peta dasar yang digunakan akan mempengaruhi ketidakakuratan pembuatan gambar detail pada tahap pembuatan gambar kerja nantinya. Hal ini juga akan berpengaruh pada perhitungan material yang digunakan oleh kontraktor pelaksana saat tahap pembuatan implementation. Oleh karena itu, PT Sheils Flynn Asia selalu melakukan kunjungan lapang site visit untuk mendapatkan data yang seakurat mungkin. Dalam kegiatan kunjungan lapang itu pula dilakukan pengamatan terhadap tapak meliputi kualitas, estetika, fungsi, dan kenyamanan tiap area. Selain itu dilakukan pengamatan terhadap kebiasaan dan perilaku user juga pendokumentasian kondisi tapak untuk merekam kondisi di lapang sebagai bahan diskusi di dalam studio. Gambar 13 Peta Dasar Kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta Sumber: PT Jakarta Land dan PT Sheils Flynn Asia Gambar 14 Ketidaksesuaian Peta Dasar dan Kondisi di Lapang Sumber: PT Sheils Flynn Asia Dari hasil pengamatan dan penilaian terhadap tapak, diperoleh beberapa permasalahan lanskap di kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta. Permasalahan tersebut kemudian dianalisis untuk dicari solusi penyelesaiannya. Beberapa permasalahan yang terdapat di kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta antara lain: 1. Ketidakteraturan pola sirkulasi dan parkir kendaraan 2. Kepadatan area penerimaan entrance 3. Rendahnya kualitas area sosial social space 4. Ketidakteraturan pola dan jalur pejalan kaki pedestrian way 5. Degradasi vegetasi. Sebagai kawasan bisnis yang berada di jantung Kota Jakarta, kawasan Kompleks Metropolitan menjadi kawasan bisnis yang padat dan ramai. Setiap harinya lebih dari 1000 kendaraan yang masuk dan keluar kawasan ini. Akan tetapi kualitas lanskap kawasan Kompleks Metropolitan tidak mendukung dengan baik situasi tersebut. Penataan jalur sirkulasi serta pola sirkulasi yang tidak terarah menyebabkan terjadinya kesemrawutan kendaraan. Selain itu pola parkir di kawasan ini juga tidak tertata dengan baik. Beberapa kendaraan terlihat parkir berdempetan dan beberapa hampir menghalangi badan jalan. Beberapa kendaraan pun terpaksa diparkirkan di sembarang tempat Gambar 15. Hal tersebut dikarenakan ruang parkir yang tidak memenuhi standar dan kesemrawutan pola sirkulasi yang menyebabkan user enggan untuk berputar mencari tempat parkir lain yang kosong. Selain permasalahan sirkulasi dan parkir kendaraan, permasalahan lainnya ialah padatnya area penerimaan entrance Kompleks Metropolitan. Sebenarnya penataan area penerimaan pada gerbang telah cukup baik, terdapat pemisahan antara kendaraan masuk dan keluar, sehingga konflik kendaraan dapat lebih diminimalisir Gambar 16 dan 17. Akan tetapi area penerimaan kawasan Kompleks Metropolitan tersebut sekaligus menjadi area penerimaan bagi gedung Wisma Metropolitan 1 dan 2, sehingga intensitas kendaraan dan pejalan kaki di area ini cukup padat, terutama pada waktu-waktu tertentu, seperti pagi hari jam masuk kantor, siang hari jam istirahat kantor, dan sore hari jam pulang kantor Gambar 18. Gambar 15 Ketidakteraturan Pola Sirkulasi dan Parkir Kendaraan Gambar 16 Gerbang Tengah Pintu Masuk Kompleks Metropolitan Jakarta Gambar 17 Gerbang Samping Pintu Keluar Kompleks Metropolitan Jakarta Gambar 18 Kepadatan Area Penerimaan Entrance Sebagai kawasan bisnis dan perkantoran, Kompleks Metropolitan Jakarta memiliki beberapa area sosial untuk mengakomodir kebutuhan user di dalamnya. Area tersebut diantaranya kafetaria dan restoran, mushola, dan rest area. Bahkan PT Jakarta Land berencana untuk membangun masjid baru di dalam kawasan Kompleks Metropolitan ini. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada user terhadap kebutuhan area sosial dengan kualitas yang baik. Saat tim PT Sheils Flynn Asia melakukan kunjungan lapang ke tapak Kompleks Metropolitan Jakarta, terdapat area sosial dengan kualitas yang kurang baik. Saat ini terdapat kafe dan restoran yang berada di samping bangunan Wisma Metropolitan 1 dan 2 Gambar 19. Kafe dan restoran tersebut menyediakan area makan di luar ruangan teras kafe dengan menggunakan jalur pejalan kaki sebagai tempat makan sebagian pengunjungnya. Pengunjung yang makan di luar ruangan tersebut disediakan meja berkanopi. Pada siang hari yang merupakan saat istirahat dan makan siang, panas matahari cukup terik, sehingga membuat kenyamanan pengunjung tersebut berkurang. Situasi yang sama juga akan terjadi apabila cuaca sedang turun hujan, kanopi meja tersebut tidak cukup menutupi user di bawahnya dari tampias air hujan. Dengan demikian perlu adanya penataan ulang area sosial tersebut. Untuk mengakomodir para sopir yang menunggu majikannya beraktifitas, PT Jakarta Land menyediakan beberapa rest area di berbagai spot lapangan parkir. Sama halnya dengan kondisi kafe dan restoran, kondisi rest area pun tidak lebih baik Gambar 19. Sebagai kawasan bisnis dan perkantoran yang bergengsi, kawasan Kompleks Metropolitan harus dapat memberikan pelayanan yang lebih baik lagi dalam hal tersebut. Oleh karena itu PT Sheils Flynn Asia melihat kondisi tersebut sebagai sesuatu yang harus dibenahi dalam penataan lanskap kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta ini. Gambar 19 Rendahnya Kualitas Area Sosial Sirkulasi pejalan kaki menjadi fokus utama dalam analisis dan desain yang dilakukan PT Sheils Flynn Asia. Hal ini dikarenakan tingginya intensitas pejalan kaki. Sebagian besar sirkulasi user dari dan ke berbagai gedung yang terdapat di kawasan Kompleks Metropolitan merupakan sirkulasi pejalan kaki. Aktifitas perpindahan user tersebut dikarenakan berjalan kaki jauh lebih efektif dibandingkan menggunakan kendaraan di dalam kawasan Kompleks Metropolitan tersebut. Tidak hanya di dalam kawasan Kompleks Metropolitan, sirkulasi pejalan kaki juga menjadi hal yang penting hingga ke luar area kawasan ini. Terutama akses pintu pejalan kaki di sebelah timur kawasan. Hal tersebut dikarenakan di bagian timur kawasan Kompleks Metropolitan merupakan pusat pertokoan yang menjual berbagai makanan. Para karyawan dari kawasan Kompleks Metropolitan sering menuju area ini terutama saat jam istirahat makan siang. Di bagian timur kawasan Kompleks Metropolitan tersebut pula terdapat pemukiman yang menjadi tempat tinggal para karyawan, baik kos maupun kontrak. Maka selain saat jam istirahat makan siang, akses pejalan kaki dari dan menuju area ini memiliki intensitas yang tinggi pada pagi dan sore hari. Tingginya kebutuhan user terhadap akses sirkulasi pejalan kaki tersebut tidak diimbangi oleh keberadaan jalur pejalan kaki yang nyaman dan aman. Jalur pejalan kaki yang saat ini ada belum sepenuhnya memperhatikan aspek keamanan dan kenyamanan bagi penggunanya, seperti lebar yang tidak memenuhi standar, jalur penyeberangan yang seadanya, dan jalur pejalan kaki yang berada di badan jalan kendaraan. Bahkan di beberapa spot jalur pejalan kaki tidak tersedia, sehingga pejalan kaki menggunakan badan jalan kendaraan Gambar 20. Gambar 20 Kualitas Jalur Pejalan Kaki yang Kurang Memadai Permasalahan lainnya yang menjadi perhatian tim PT Sheils Flynn Asia ialah terjadinya penurunan kualitas lingkungan yang disebabkan degradasi vegetasi yang terdapat di kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta. Beberapa pohon yang terdapat di lapangan parkir terlihat mengalami degradasi atau penurunan kualitas, sehingga pohon-pohon tersebut yang awalnya difungsikan sebagai pohon peneduh, justru membuat area tersebut menjadi terlihat kering dan gersang Gambar 21. Salah satu hal yang menyebabkan terjadinya degradasi pohon tersebut antara lain pemangkasan atau penebangan cabang dan batang pohon yang tidak tepat, kesalahan pengelolaan maintenance, dan stres yang dialami pohon-pohon tersebut. Gambar 21 Degradasi Vegetasi Kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta Pada dasarnya proses riset dan analisis yang dilakukan oleh PT Sheils Flynn Asia merupakan suatu tahapan yang sama dengan tahapan riset dan analisis yang dikemukakan oleh Booth 1983, dimana proses analisis ialah sebuah proses pemahaman terhadap tapak yang dilakukan oleh arsitek lanskap. Lebih jauh Booth mengemukakan bahwa proses tersebut berupa evaluasi terhadap masalah dan potensi yang ada di dalam tapak. Dengan kata lain memperhatikan poin yang baik dan buruk di tapak, permasalahan serta suatu hal yang harus dirubah pada tapak tersebut. Hasil dari proses analisis tersebut kemudian dituangkan oleh tim ke dalam bentuk grafik secara spasial Gambar 22 – 28. Poin yang dituangkan tersebut merupakan hasil dari pengamatan dan pemahaman terhadap tapak yang dilakukan baik saat kunjungan lapang maupun saat diskusi di dalam studio. Pembuatan hasil analisis secara spasial ini sangat dibutuhkan untuk memetakan spot atau area yang dinilai terdapat permasalahan di dalamnya. Gambar 22 Pintu Masuk Entrance Pejalan Kaki Sumber: PT Sheils Flynn Asia Gambar 23 Pintu Masuk ke dalam Gedung Sumber: PT Sheils Flynn Asia Gambar 24 Area Sosial di dalam Tapak Sumber: PT Sheils Flynn Asia Gambar 25 Area Sosial di luar Tapak Sumber: PT Sheils Flynn Asia Gambar 26 Sirkulasi Pejalan Kaki Sumber: PT Sheils Flynn Asia Gambar 27 Area Kendaraan Sumber: PT Sheils Flynn Asia Gambar 28 Sirkulasi Kendaraan dan Area Konflik Sumber: PT Sheils Flynn Asia Menurut Reid 1996, grafis yang dihasilkan pada tiap tahapan proses perancangan berfungsi untuk mencatat, mengeluarkan, dan menyampaikan ide-ide atau informasi. Hal tersebut juga sejalan dengan yang dikemukakan oleh Hakim dan Sediadi 2006, bahwa hasil pemahaman orang terhadap pesan secara grafis jauh lebih baik daripada penyampaian pesan secara lisan atau tertulis. Lebih jauh lagi Hakim dan Sediadi mengemukakan bahwa pesan yang dapat ditangkap melalui komunikasi tertulis paling banyak hanya 15 , sedangkan melalui komunikasi grafis pesan yang ditangkap akan mencapai 70 . Apabila komunikasi grafis tersebut dipadukan dengan komunikasi lisan, pesan yang dapat ditangkap akan mencapai 85 . Oleh karena itu, untuk memperjelas penyampaian pesan kepada klien, seorang arsitek lanskap memerlukan penyajian hasil riset dan analisisnya dalam grafis atau spasial. Hal tersebut yang selalu dilakukan oleh PT Sheils Flynn Asia dalam setiap tahapan proses desainnya. Selain itu dalam proyek ini juga PT Sheils Flynn Asia melakukan presentasi di depan klien dan tim desain yang berasal dari berbagai disiplin ilmu lainnya. Hal tersebut bertujuan untuk terciptanya komunikasi aktif di antara semua pihak yang terlibat. Selain untuk mendapatkan masukan, hal penting lainnya ialah agar pesan yang ingin disampaikan oleh tim PT Sheils Flynn Asia dapat lebih banyak ditangkap oleh klien dan pihak lain yang terlibat. Dalam grafis presentasinya pun alur grafis sangat diperhatikan, seperti gambar di atas. Grafis analisis yang ditampilkan berurutan sesuai dengan alur pemikiran tim desain PT Sheils Flynn Asia. Dengan demikian pesan dan ide yang mendasari proses desain ke depannya akan lebih mudah dimengerti oleh klien dan pihak lain yang terlibat.

5.4.2.2 World Trade Center 2 proyek A126

Sementara itu untuk proyek perancangan lanskap area gedung World Trade Center 2 A126, PT Sheils Flynn Asia banyak melakukan komunikasi dengan pihak yang terlibat dalam proyek tersebut. Hal ini dikarenakan pembangunan gedung yang belum selesai, sehingga koordinasi dengan pihak terkait untuk mengetahui informasi layout area World Trade Center 2 sangat diperlukan. PT Sheils Flynn Asia berkoordinasi dengan Aedas Pte Ltd sebagai arsitek bangunan World Trade Center 2 untuk mendapatkan data terkait detail bangunan serta area luar ruangnya. Dalam proyek ini PT Sheils Flynn Asia merancang area luar bangunan World Trade Center 2 yang berada di atas basement bangunan tersebut. Dengan kata lain perancangan lanskap tersebut termasuk ke dalam perancangan roof garden taman atap. Dalam proyek ini PT Sheils Flynn Asia lebih banyak menganalisis berbagai hal yang menjadi pembatas constraint dalam proses desain yang akan dilakukan. Berdasarkan hasil koordinasi dengan Meinhardt selaku konsultan struktur dan PT Balfour Beatty Sakti Indonesia sebagai kontraktor proyek ini, tebal media penanaman yang diizinkan untuk lanskap area bangunan World trade Center 2, yaitu 300 mm untuk semak dan 1000 mm untuk pohon yang dihitung dari level slab. Dalam pembuatan struktur hard material lanskap, penempatan struktur harus memperhatikan posisi kolom basement di bawahnya. Hal itu bertujuan agar beban struktur hard material tersebut tertumpu pada kolom yang secara struktur lebih kuat. Selain itu untuk mengantisipasi terjadinya bahaya kebakaran, perlu adanya rencana jalur pemadam kebakaran fire engine ke bagian dalam taman. Koordinasi pun dilakukan dengan PT Skemanusa Consultana Teknik selaku konsultan mekanik, elektrik, dan pengairan. PT Skemanusa Consultana Teknik merencanakan adanya bangunan baru di selatan gedung World Trade Center 2. Bangunan tersebut merupakan area penempatan service yang berhubungan dengan kelistrikan. Analisis pada proyek A126 ini dituangkan dalam grafis pada Gambar 29 – 31. Secara umum, proses riset dan analisis yang dilakukan oleh tim PT sheils Flynn Asia merupakan proses analisis cepat quick analysis. Dengan proses tersebut, tim secara cepat memahami kendala dan potensi pada tapak yang kemudian dituangkan dalam bentuk grafis. Untuk proyek Kompleks Metropolitan ini, proses tersebut efektif dilakukan karena skala proyek yang masih termasuk skala menengah meso dan termasuk pada proyek redesign dengan layout yang sudah ada. Selain itu keterbatasan waktu yang diberikan klien menjadikan proses quick analysis ini menjadi metode analisis yang efektif. Gambar 29 Level Struktur Area World Trade Center 2 Sumber: PT Sheils Flynn Asia Gambar 30 Rencana Jalur Sirkulasi Pemadam Kebakaran Sumber: PT Sheils Flynn Asia Gambar 31 Rencana Bangunan Pelayanan Kelistrikan Sumber: PT Sheils Flynn Asia

5.4.3 Tahap desain konsep concept design