yang tersedia adalah ojeg dengan tarif yang mahal, misalnya untuk ojeg dari simpang Kaliorang Kaubun ke pusat permukiman desa Bukit Makmur yang
berjarak hanya sekitar 3 km tarifnya Rp 20.000,- sedangkan ke Bumi Rapak yang jaraknya sekitar 25 km tarifnya Rp 75.000,-. Hal ini sangat membebani
masyarakat sehingga mobilitasinteraksi masyarakat menjadi rendah. Masalah ketersediaan sarana transportasi ini juga menjadi kendala untuk anak-anak sekolah
lanjutan yang tempat tinggalnya di desa lain dimana sekolah lanjutan tersebut dibangun. Perjalanan ke sekolah ditempuh dengan berjalan kaki atau menumpang
truk yang kebetulan lewat. Dalam pengembangan agropolitan selain jalan penghubung yang baik
diperlukan juga jalan usahatani. Jalan usahatani yang ada masih merupakan jalan tanah yang kondisinya rusak dan sulit dilalui pada musim hujan. Hal ini
menyulitkan transportasi sarana produksi dan hasil usahatani sehingga biaya produksi relatif tinggi sedangkan harga produksi menurut masyarakat relatif
rendah.
8.1.3. Penerangan
Sarana penerangan dalam hal ini listrik untuk penerangan rumah tangga yang disediakan oleh PLN belum tersedia di kawasan ini. Masyarakat yang
mampu umumnya menggunakan genset yang digunakan untuk beberapa masyarakat yang dihidupkan dari sore hari sampai tengah malam, tetapi saat ini
kondisinya mulai sulit dikarenakan kondisi perekonomian yang menurun dan mahalnya harga BBM bensin Rp 7.500,-liter.
8.2. Pengembangan Pertanian
Lahan Usaha II dan Lahan Usaha I yang belum diolah atau telah diolah tetapi belum memberikan hasil yang optimal merupakan prioritas untuk
pengembangan pertanian sub-sistem produksi di kawasan transmigrasi Kaliorang. Hasil analisis komparatif dan kompetitif terhadap kegiatan pertanian,
menunjukkan komoditas padi sawah, kakao, dan kelapa sawit mempunyai indikasi sebagai komoditas ungulan untuk dikembangkan. Pengembangan kelapa sawit
mempunyai prospek untuk dapat dikerjasamakan dengan investor, sedangkan padi sawah dan kakao belum ada investor yang berminat. Namun demikian, tanaman
kakao masyarakat mulai terserang penyakit yaitu pada bagian buah terjadi bercak kelabu kehitaman yang menyebabkan bagian buah busuk dan bijinya turut
membusuk. Karena itu, untuk pengembangan lebih lanjut diperlukan adanya penyuluhan kepada petani yang lebih intensif terutama untuk menanggulangi
penyakit yang menyebabkan buah busuk tersebut. Komoditas padi sawah berdasarkan analisis komparatif merupakan
komoditas basis di Kaliorang dan berdasarkan analisis kompetitif mempunyai laju pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan
pengusahaan padi sawah di Kutai Timur dan mempunyai nilai differensial yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan pengusahaan padi sawah
disebabkan karena adanya pertumbuhan pengusahaan padi sawah di kawasan tersebut.
Hasil studi yang dilakukan oleh Direktorat Bina Rencana dan Pembangunan Kawasan, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2003
menunjukkan terdapat indikasi untuk pengembangan lahan sawah di beberapa desa eks transmigrasi seluas 1.840 ha, terutama eks SKP Kaubun. Berdasarkan
data kesesuaian lahan sebagian dari kawasan ini mempunyai kesesuaian lahan aktual S
3
dengan faktor pembatas ketersediaan hara dan topografi untuk pengembangan padi sawah. Dengan demikian diperlukan input agar kelas
kesesuaian lahannya meningkat sehingga dapat diperoleh kesesuaian lahan potensial S
2
diantaranya dengan pemupukan untuk meningkatkan kesuburan tanah. Karena itu, komoditi padi sawah dapat lebih dikembangkan di bagian
kawasan ini mengingat sebagian masyarakat telah mengusahakan sawah seperti di desa Cipta Graha dan Bumi Rapak. Saat ini sedang dalam proses pembangunan
bendungan di sungai Rapak yang diharapkan dapat mengairi lebih luas lahan sawah di desa-desa eks SKP Kaubun.
Ketersediaan sarana produksi pertanian saprotan terutama pupuk dan obat-obatan merupakan salah satu kendala yang harus diselesaikan di kawasan ini.
Berdasarkan informasi masyarakat di Bumi Rapak, untuk pengadaan pupuk dan obat-obatan pertanian masyarakat melakukan secara bersama-sama di kelompok
tani. Masyarakat mengumpulkan modal untuk pembelian saprotan misalnya pupuk sesuai dengan kemampuannya di kelompok tani, kemudian perwakilan
kelompok tani menghubungi pedagang saprotan yang ada di Bontang untuk mengirim saprotan ke desa.
Diperlukan fasilitasi dari pemerintah daerah untuk lebih memberdayakan kelembagaan ekonomi semisal Koperasi Unit Desa KUD yang pernah ada untuk
dapat menyediakan saprotan di lingkup desa masing-masing sehingga masyarakat mudah untuk mendapatkan saprotan di desa baik secara kelompok maupun
individu. Tidak semua masyarakat mempunyai kemampuan sama dalam permodalan untuk membiayai usahataninya. Responden menyatakan bahwa
setelah ada program Gerdabangagri, belum terdapat kemudahan untuk mendapatkan kredit pertanian. Karena itu, pemberdayaan kelembagaan ekonomi
tersebut sebaiknya juga diikuti oleh kemudahan masyarakat untuk mendapatkan akses permodalan untuk membiayai kegiatan usahataninya dengan kesepakatan-
kesepakatan yang diformulasikan di antara masyarakat dan kelembagaan ekonomi tersebut.
Kelapa sawit di kawasan agropolitan sangsaka memiliki keunggulan kompetitif dengan kontribusi luasan tanamnya terhadap luasan tanam perkebunan
di kawasan meningkat dari hanya 3,0 2002 menjadi sebesar 43,8 20042005. Masyarakat berkeinginan untuk berpartisipasi dalam pengembangan
komoditi kelapa sawit untuk dikembangkan di LU II yang saat ini berupa padang alang-alang bekas kebun kelapa hibrida yang terbakar atau semak belukar bekas
kebun pisang yang terlantar. Di kawasan transmigrasi Kaliorang yang merupakan bagian dari kawasan
agropolitan Sangsaka saat ini mulai dikembangkan komoditi kelapa sawit yang dilakukan oleh beberapa perkebunan swasta diantaranya diantaranya PT Gonta
Samba, PT Telen, PT Prima Sawit Nusantara, PT Wira Sukses Abadi, dan PT Multi Pasifik International. Di antara investor perkebunan swasta tersebut telah
ada yang pernah datang ke aparat desatokoh masyarakat untuk menyampaikan rencananya dalam pengembangan kebun kelapa sawit dengan melibatkan lahan
yang dimiliki oleh masyarakat. Masyarakat mengalami hambatan modal, karena itu masyarakat
menginginkan adanya investor yang akan membantu dalam pengusahaan kelapa sawit. Bentuk kerjasama kemitraan yang diinginkan masyarakat adalah investor
yang melaksanakan pembukaan lahan kembali, penyediaan bibit, penanaman dan pemeliharaan sedangkan masyarakat sebagai tenaga kerja. Pada saat tanaman
kelapa sawit sudah menghasilkan dilakukan bagi hasil sesuai dengan kesepakatan yang nantinya disetujui bersama antara masyarakat dan investor. Hal ini
dikarenakan sulitnya mencari pekerjaan lain di sektor pertanian maupun di luar sektor pertanian di kawasan tersebut. Dengan bekerja sebagai tenaga kerja di
lahan sendiri atau di perusahaan inti masyarakat mengharapkan adanya tambahan penghasilan sekaligus LU II mereka yang saat ini berupa semak belukar atau
padang alang-alang dapat diusahakan kembali. Dalam kerjasama kemitraan ini, masyarakat menginginkan investor yang
bermodal artinya tidak ada penyerahan sertifikat lahan usaha yang digunakan sebagai agunan untuk mendapatkan kreditmodal dari Bank. Hal ini disebabkan
adanya pengalaman masyarakat di desa Bukit Makmur, di mana pernah ada yayasan yang mengumpulkan uang dari masyarakat tetapi ternyata setelah uang
masyarakat terkumpul yayasan tersebut tidak jelas keberadaannya. Masyarakat keberatan jika sertifikat yang telah diserahkan digunakan sebagai agunan. Jika
perusahaan rugi, masyarakat tidak menghendaki jika lahan usaha yang dipunyai dan sudah bersertifikat akan disita dan dilelang kepada pihak lain untuk
mengembalikan pinjaman. Dalam pengembangan kebun kelapa sawit oleh investor yang bekerjasama
atau melibatkan tanah-tanah milik masyarakat, diperlukan adanya verifikasi ulang terhadap sertifikat-sertifikat tanah yang saat ini ada di masyarakat. Sebagian
sertifikat tanah telah berpindah tangan tetapi masih atas nama transmigran yang menjual tanah tersebut. Sehingga jika ada perjanjian kemitraan antara masyarakat
dan investor tentunya akan menjadi kendala. Terdapat areal seluas 7.917,5 ha Podes 2006 lahan bukan-sawah yang
saat ini tidak diusahakan yang merupakan potensi untuk pengembangan tanaman perkebunan di Kaliorang. Berdasarkan data kesesuaian lahan sebagian dari
kawasan transmigrasi Kaliorang mempunyai kesesuaian lahan aktual S
3
dengan faktor pembatas diantaranya ketersediaan hara dan topografi untuk tanaman
perkebunan. Dengan demikian diperlukan input agar kelas kesesuaian lahannya meningkat sehingga dapat diperoleh kesesuaian lahan potensial S
2
diantaranya
dengan pemupukan untuk meningkatkan kesuburan tanah, teras bangku dan teras gulud.
Untuk komoditas yang memerlukan sarana pengolahan seperti kelapa sawit pengembangannya perlu mempertimbangkan apakah di kawasan tersebut nantinya
dapat terbangun pabrik pengolahan kelapa sawit yang akan mengolah hasil panen kelapa sawit masyarakat. Selain itu, diperlukan pembangunan jalan-jalan kebun
yang memungkinkan panen kelapa sawit dapat sampai di pabrik pengolahan kurang dari 8 jam. Hal ini dikarenakan panen kelapa sawit harus segera diolah,
maksimal 8 jam setelah panen. Apabila usaha pengembangan komoditas sudah berjalan akan terdapat
volume produksi yang cukup besar yang memerlukan pelabuhan untuk perdagangan antar pulau maupun ekspor. Fasilitas pelabuhan yang disiapkan
untuk mendukung pengembangan agribisnis di wilayah ini adalah pelabuhan Maloy. Walaupun demikian di Maloy juga diperlukan sarana pergudangan untuk
gudang sarana produksi dan penyimpanan hasil sebelum pengapalan. Jika di kawasan ini berhasil dikembangkan komoditas kelapa sawit maka di kawasan
agribisnis Maloy perlu juga dibangun tangki timbun untuk CPO. Untuk itu diperlukan studi untuk menentukan seberapa besar fasilitas-fasilitas pergudangan
maupun tangki timbun untuk CPO harus dibangun. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
pengembangan kawasan masih rendah. Partisipasi ini dapat ditingkatkan salah satunya dengan lebih banyak melibatkan masyarakat dalam pengambilan
keputusanmemformulasikan bentuk kerjasama kemitraan dengan investor agar nantinya tidak merugikan petani terutama dari segi bagi hasil setelah kelapa sawit
menghasilkan. Masyarakat dilibatkan dalam perencanaan misalnya bagian lahan mana yang akan dijadikan kebun plasma. Masyarakat dilibatkan dalam
pelaksanaan pembangunan kebun baik di kebun plasma maupun inti sehingga masyarakat memperoleh penghasilan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Dari
adanya pengembangan pertanian ini diharapkan pendapatan masyarakat meningkat sehingga dapat meningkatkan akses masyarakat bukan hanya terhadap
kebutuhan pangan dan papan tetapi juga akses terhadap pendidikan dan kesehatan yang lebih baik.
8.3. Pengembangan Desa, Prasarana Transportasi, dan Ekonomi