BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyelenggaraan Program Transmigrasi di Indonesia dan
Permasalahannya
Wilayah Republik Indonesia dengan jumlah penduduk yang begitu besar, penyebaran penduduk yang belum serasi dan belum seimbang antara daya dukung
alam dan daya tampung lingkungan, apabila tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan kerawanan sosial ataupun kerusakan lingkungan. Adanya
penyebaran penduduk yang belum serasi dan belum seimbang tersebut menyebabkan pembangunan wilayah yang tidak merata, sehingga ada
kecenderungan wilayah yang telah berkembang menjadi makin berkembang dan sebaliknya wilayah yang tertinggal menjadi semakin tertingal. Daerah atau
wilayah yang tertinggal dengan penduduk terpencar-pencar dalam kelompok kecil sulit berkembang. Untuk itu perlu diatur melalui penyelenggaraan transmigrasi
Undang-Undang No. 15, 1997. Program Transmigrasi telah dilaksanakan sejak zaman kolonial Belanda
dengan apa yang disebut sebagai kolonisasi dari penduduk yang dipindahkan dari Bagelen Karesidenan Kedu yang ditempatkan di Gedong Tataan Lampung pada
tahun 1905 Ramadhan et al., 1993. Dipilihnya Gedong Tataan, antara lain karena letaknya dekat dengan jalan raya dan tidak jauh dari pelabuhan, tanahnya
datar, mempunyai banyak sumber air, cukup baik untuk pembukaan sawah-sawah baru. Istilah kolonisasi ini pada era setelah kemerdekaan diganti menjadi
transmigrasi Utomo, 2005. Berdasarkan Undang-Undang No. 15 tahun 1997, transmigrasi didefinisikan sebagai perpindahan penduduk secara sukarela dan
berencana untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di Wilayah Pengembangan Transmigrasi WPT atau Lokasi Permukiman Transmigrasi.
Menurut Undang-Undang No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung dan budidaya. Kawasan
transmigrasi adalah kawasan yang ditetapkan fungsinya sebagai wilayah untuk pengembangan permukiman transmigrasi WPT. Permukiman transmigrasi
adalah satu kesatuan permukiman atau bagian dari satuan permukiman yang diperuntukkan bagi tempat tinggal dan tempat usaha transmigran.
Yang dimaksud dengan WPT seperti tertuang dalam Undang-Undang No. 15 tahun 1997 adalah wilayah potensial yang ditetapkan sebagai pengembangan
permukiman transmigrasi untuk mewujudkan pusat pertumbuhan wilayah baru sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. Lokasi Permukiman Transmigrasi
adalah lokasi potensial yang ditetapkan sebagai permukiman transmigrasi untuk mendukung pusat pertumbuhan wilayah yang sudah ada atau sedang berkembang
sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. Seperti halnya kawasan pedesaaan, kawasan transmigrasi mempunyai
kegiatan utama pertanian. Yulia 2005 menyatakan bahwa kawasan transmigrasi adalah kawasan budidaya intensif untuk menampung perpindahan penduduk
secara menetap dalam jumlah besar dengan susunan fungsi-fungsi sebagai tempat permukiman, pelayanan jasa pemerintahan, sosial dan kegiatan ekonomi untuk
menumbuhkan pusat pertumbuhan ekonomi. Penduduk yang dapat menjadi atau mendapat kesempatan ikut serta dalam
program transmigrasi, adalah: a.
Penduduk bermasalah, yang memiliki tekad dan semangat untuk melakukan peningkatan kesejahteraannya, tetapi mengalami keterbatasan dalam
mendapatkan peluang kerja dan usaha. b.
Penduduk yang relatif berpotensi dan telah mendapatkan kesempatan kerja dan usaha, tetapi lebih ingin meningkatkan kesejahteraannya.
c. Penduduk yang telah mampu mengembangkan diri, tetapi ingin lebih
meningkatkan mutu kehidupannya lebih baik lagi. Sebagai salah satu program pembangunan, program transmigrasi sampai
dengan tahun 2005 telah membangun 2.744 Unit Permukiman Transmigrasi UPT. Sebagian dari UPT-UPT tersebut telah mendorong perkembangan daerah
menjadi pusat pemerintahan, berupa 235 kecamatan dan 66 kabupaten yang terus tumbuh dan berkembang dengan berbagai infrastruktur dan dinamikanya masing-
masing Pusat Data dan Informasi Ketransmigrasian, 2004. Namun demikian, tidak semua desa-desa eks UPT tersebut berkembang sesuai dengan yang
diharapkan dan sebagian diantaranya tidak tumbuh dan berkembang dengan baik bahkan banyak yang telah menurun.
Penurunan kondisi ini disebabkan antara lain karena ketidaksiapan Pemerintah Daerah untuk memelihara dan melanjutkan pembangunan yang telah
dilaksanakan sebelumnya. Pada akhirnya desa-desa eks UPT yang demikian belum memberikan kontribusi yang nyata dalam peningkatan pembangunan di
daerah. Karena itu saat ini diperlukan adanya revitalisasi pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kawasan transmigrasi agar kawasan transmigrasi
berkembang dan selanjutnya terbentuk pusat pertumbuhan Deputi Bidang Kawasan Transmigrasi, 2000.
Kegiatan ekonomi di kawasan transmigrasi diharapkan terus meningkat sehingga mampu menumbuh-kembangkan pusat-pusat pertumbuhan secara
mandiri dan terpadu dengan rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten menjadi Kota Terpadu Mandiri Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan
Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi, 2006. Kota Terpadu Mandiri dirancang dengan pendekatan WPTLPT pada kawasan yang sudah terdapat pembangunan
transmigrasi atau kawasan potensial yang belum ada pembangunan transmigrasi. Kota Terpadu Mandiri KTM adalah kawasan transmigrasi yang
pembangunan dan pengembangannya dirancang menjadi pusat pertumbuhan yang mempunyai fungsi perkotaan melalui pengelolaan sumberdaya alam yang
berkelanjutan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2006. Tujuan pembangunan KTM adalah :
a. Menciptakan sentra-sentra agribisnis dan agroindustri yang mampu menarik
investasi swasta untuk menumbuh-kembangkan kegiatan ekonomi transmigran dan penduduk sekitar, serta membuka peluang usaha dan
kesempatan kerja. b.
Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan transmigran dan penduduk sekitar.
c. Meningkatkan kemudahan transmigran dan penduduk sekitar untuk
memenuhi berbagai kebutuhan dasar. Sasaran pembangunan KTM adalah a peningkatan investasi budidaya
dan industri pertanian, jasa dan perdagangan, b peningkatan produktivitas transmigran dan penduduk sekitarnya, c peningkatan pendapatan asli daerah,
d peningkatan efektivitas pemanfaatan ruang yang berwawasan lingkungan. e perluasan kesempatan kerja, dan f peningkatan jaringan infrastruktur.
Untuk mewujudkan KTM ini perlu dukungan kegiatan usaha transmigran yang berada di belakangnya. Oleh karena itu, untuk menumbuhkan KTM perlu
melakukan pembangunan WPT yang dapat mendorong tumbuhnya suatu kota. Konsep pengembangan WPT menyebutkan bahwa WPT akan terdiri atas sejumlah
Satuan Kawasan Pengembangan SKP dan setiap SKP akan terdiri dari beberapa UPT atau desa di mana masing-masing hirarki permukiman memiliki pusat, Desa
Utama untuk setiap SKP dan Pusat Desa untuk setiap UPT atau desa. Dengan demikian KTM akan membawahi Desa-Desa Utama dan Desa Utama akan
membawahi Pusat-Pusat Desa di mana antar Pusat Desa dengan Desa Utama dan antar Desa Utama dengan KTM akan terhubungkan dengan jaringan transportasi
baik darat ataupun airsungai.
2.2. Pola Usaha Pokok Dalam Pembangunan Transmigrasi