Bangladesh http: www.bi.go.id id publikasi seri ekonomi keuangan syariah Documents Buku wakaf.

198 WAKAF : Pengaturan dan Tata Kelola yang Efekif Company BEIC, mereka idak ikut campur dalam pengelolaan wakaf. Hal ini terjadi hingga pada tahun 1810 terbitlah Regulaion XIX pada 1810 yang isinya ialah bahwa aset-aset wakaf berada di bawah kontrol dari Board of Revenue dari BEIC. Kondisi ini terus berlangsung hingga terbitnya Religious Endowment Act tahun 1863 yang memberikan ketentuan bahwa seiap aset yang berkaitan dengan masjid, kuil dan tempat keagamaan lainnya diserahkan pengelolaannya kepada pihak pengelola tertentu Trustee dengan pengawasan dilakukan oleh Komite Lokal yang bertanggung jawab kepada Board of Revenue. Sejak saat itu, pengelolaan wakaf di Bangladesh, sebagaimana wakaf di India, idaklah menjadi urusan pemerintah. Bahkan, pada Trusts Act 1882 dinyatakan bahwa undang-undang tersebut idak memiliki efek pada wakaf kaum muslimin. Maka, pada masa kolonial, pengelolaan wakaf masih didasarkan pada hukum syariah dan ikih yang dijalankan masyarakat. Pada tahun 1894, Privy Council Britania sebagai badan kekuasaan kehakiman teringgi di anak benua India memutuskan bahwa wakaf keluarga dilarang di India. Keputusan ini diambil karena adanya penilaian bahwa wakaf keluarga adalah upaya golongan kaya umat Islam untuk menghindari pajak dan meneguhkan kekuasaan ekonomi keluarga. Keputusan ini menimbulkan polemik di kalangan umat Islam. Kontroversi keputusan tersebut akhirnya mendorong lahirnya Mussalman Waqf Validaing Act tahun 1913 yang mengembalikan keabsahan wakaf keluarga. Pada tahun 1923, pemerintah kolonial Britania menerbitkan The Mussalman Wakf Act dengan tujuan mengatur pengelolaan manajemen wakaf secara lebih baik dan memasikan akuntabilitas dan keterbukaan pengelolaan atas aset-aset wakaf yang ada. Mussalman Wakf Act 1923 pada dasarnya tetap bersesuaian dengan ikih yang telah berjalan di India serta menjadi aturan perwakafan selanjutnya yang dikenal dengan nama The Bengal Waqf Act 1934. Bengal Waqf Act 1934 adalah aturan perwakafan yang khusus mengatur wakaf di daerah Bengal yang merupakan cikal bakal negara Bangladesh. Di undang-undang tersebut mulai dikenalkan pembentukan Badan Wakaf dan penunjukan Komisioner Wakaf. Di undang-undang tersebut diatur, hakim lokal berperan sebagai penjamin aset-aset wakaf namun idak memiliki kekuasaan untuk mengawasi dan mengontrol pengelolaan aset wakaf yang dijalankan oleh nazhir. Bengal Waqf Act 1934 tetap berlaku di wilayah Bengal, yang selanjutnya menjadi Pakistan Timur, hingga lahirnya Waqf Ordinance tahun 1962 yang 199 WAKAF : Pengaturan dan Tata Kelola yang Efekif mengalami amandemen pada tahun 1988 dan 1998. Pelaksanaan aturan tersebut dijalankan oleh Waqf Directorate sebagai bagian dari Ministry of Religious Afairs yang berwenang menunjuk nazhir wakaf untuk mengelola aset wakaf selama periode lima tahun. Aset-aset wakaf ditujukan untuk kegiatan-kegiatan keagamaan dan amal sosial.

6.8. Brunei Darussalam

Pelaksanaan wakaf di Brunei Darussalam didasarkan pada Laws of Brunei, 11984, The Islamic Religious Council and Kadis Courts Act pada Chapter 77. Pelaksanaan perwakafan di Brunei Darussalam yang terdatar secara resmi dijalankan oleh Majlis Ugama Islam Brunei MUIB. Aset-aset wakaf umum tersebut diarahkan pada investasi yang dilaksanakan oleh enitas bisnis lain.

6.9. India

India merupakan negara dengan jumlah wakaf yang besar. Rashid 2011, menyatakan bahwa terdapat 375.000 aset wakaf yang tersebar di India. Hal ini menjadi menarik mengingat India pada masa kini adalah negara sekuler. Meskipun demikian, keterkaitan India dengan wakaf adalah hal yang wajar. India, khususnya bagian utara, telah dikuasai oleh penguasa muslim sejak abad ke-13 dan wakaf pertama di India tercatat pada abad ke-12. Pada abad ke-18, Kesultanan Mughal mulai mengalami disintegrasi yang mencapai klimaksnya pada tahun 1757 dengan kemenangan Briish East India Company BEIC pada pertempuran Plassey dan berakibat pada jatuhnya India sebagai koloni Britania Raya. Meskipun menjadi koloni Britania Raya, pemerintah kolonial setuju untuk menerapkan syariat Islam bagi umat muslim di India. Hal ini mengingat tujuan utama koloni Britania di India adalah perdagangan. Adanya ketentuan ini diharapkan dapat menghindari konlik antara penduduk lokal dan BEIC. Pada sisi lain, kerajaan Britania Raya juga memberikan kekuasaan kepada BEIC untuk membuat aturan secara independen di India. Hal ini menyebabkan munculnya konlik pada tahun 1772 saat BEIC mulai ingin mengatur masyarakat di India secara lebih luas, idak hanya pada aspek komersial bahkan hingga hukum keluarga. Perbedaan antara hukum Britania dan hukum 200 WAKAF : Pengaturan dan Tata Kelola yang Efekif Islam berujung pada perubahan hukum waris yang didasarkan pada hukum Anglo-Saxon. Selain itu, hakim-hakim Britania menduduki posisi di pengadilan yang sebelumnya dijalankan oleh ahli ikih kaum muslimin. Pada awalnya, kepeningan umat Islam untuk memiliki hukum mereka sendiri yang terpisah dari hukum Britania masih diakomodasi melalui pemberlakuan Anglo-Muhammadan Law yang merupakan hukum posiif bagi kaum muslim India di koloni Britania, yang didasarkan pada tafsir atas literatur dan prakik umat Islam dan mencakup semua aspek hukum, baik pidana, perdata, dan hukum keluarga. Namun, pemberlakuan hukum pidana komprehensif pada tahun 1860 dan terbitnya Muslim Personal Law Applicaion Act pada tahun 1937, menyebabkan Anglo-Muhammadan Law idak lagi berlaku dan hukum Islam di India hanya berlaku pada hukum keluarga semata. Perlakuan wakaf sebagaimana hukum keluarga muslim di India menyebabkan pengelolaan wakaf di India terdesentralisasi pada nazhir-nazhir individual dengan keiadaan keterlibatan dari pemerintah kolonial. Hal ini ditunjukkan dengan terbitnya Indian Trusts Act pada 1882 yang pada pasal 1 berbunyi: “nothing herein contained afects the rules of Muhammadan law as to waqf, … or applies to public or private religious or charitable endowments.” Pada satu sisi, kebijakan di atas memberikan independensi yang besar bagi pengelolaan wakaf di India. Pengelolaan wakaf di India dapat berjalan secara mandiri tanpa terganggu oleh intervensi pemerintah. Akan tetapi, sisi lain dari kebijakan ini ialah keiadaan jaminan akan pengelolaan wakaf yang opimal karena nazhir idak memiliki lembaga pengawas, sehingga para nazhir dapat melakukan indakan-indakan yang merugikan wakaf tanpa mendapatkan sanksi dari negara. Hal ini semakin diperberat dengan keiadaan dukungan negara bagi lembaga-lembaga pendidikan yang berdiri dan dikelola melalui wakaf. Permasalahan lain yang terjadi terkait pengelolaan wakaf ialah mengenai wakaf keluarga. Wakaf keluarga menjadi marak di India sebagai akibat pemberlakuan Undang-Undang Pewarisan yang berdasarkan hukum Britania sebagai gani Fikih Mawarits dalam Islam. Undang-Undang Pewarisan kolonial menghendaki pembagian harta waris yang seimbang antara laki-laki dan perempuan. Kondisi tersebut menjadikan aset-aset strategis keluarga, seperi lahan pertanian, menjadi mudah terkotak-kotak dan peralihan kepemilikannya menjadi mudah. Wakaf keluarga hadir menjadi solusi bagi keluarga yang