159
WAKAF : Pengaturan dan Tata Kelola yang Efekif
6 Memberikan saran dan perimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan;
7 Menerima, melakukan penilaian, menerbitkan tanda buki pendataran nazhir, dan mengangkat kembali nazhir yang telah habis masa bakinya;
8 Memberhenikan dan menggani nazhir bila dipandang perlu; 9 Memberikan saran dan perimbangan kepada Menteri Agama dalam
menunjuk Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang LKS-PWU; 10 Menerima pendataran Akta Ikrar Wakaf AIW benda bergerak, selain
uang, dari Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf PPAIW. Melihat tugas dan wewenang BWI dalam mewujudkan insitusi wakaf
yang profesional, dipercaya masyarakat, memiliki integritas inggi dalam mengelola dan mengembangkan harta wakaf untuk kepeningan ibadah dan
pemberdayaan masyarakat, maka sudah saatnya lembaga ini menjadi pusat pengambilan kebijakan wakaf nasional. Sehingga bisa mengatur segala hal
yang menyangkut prakik perwakafan di Indonesia. Harapannya, problemaika pengelolaan dan pengembangan harta wakaf segera dapat diproses secara
mudah, cepat, dan tepat.
Selain itu, dalam melaksanakan tugasnya BWI bekerja sama dengan berbagai lembaga lain, seperi Direktorat Pemberdayaan Wakaf di Kementerian Agama,
Majelis Ulama Indonesia MUI, Badan Pertahanan Nasional BPN, Bank Indonesia BI, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional BPPN Islamic
Development Bank
IDB, dan berbagai investor atau pengusaha bila hal tersebut dibutuhkan dalam rangka mengembangkan harta wakaf menjadi
lebih produkif BWI, 2009.
5.3.1. Dewan Pengawas Syariah DPS
Sebagai insitusi pemegang amanah dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf, aspek kesesuaian syariah merupakan unsur pening yang membedakan
lembaga ilantropi ini dengan lembaga lainnya. Tujuannya untuk memasikan bahwa harta wakaf benar-benar dikelola dan dikembangkan sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah. Sebab itu, diperlukan pengawasan khusus oleh Dewan Pengawas Syariah DPS sebagai bentuk representasi ulama dalam membantu
pengawasan insitusi wakaf.
160
WAKAF : Pengaturan dan Tata Kelola yang Efekif
Didin Haifuddin dan Hendri Tanjung 2003: 152 berpendapat, bahwa pengawasan control dalam Islam memiliki dua pengerian: Pertama, kontrol
dari diri sendiri yang bersumber dari tauhid dan keimanan seorang hamba pada Penciptanya, Allah SWT. Di mana seluruh akivitas dan kegiatannya idak
pernah luput dari pengawasan-Nya, oleh karena itu dalam berindak harus memperimbangkan banyak hal QS. Al-Mujādalah [58]: 7. Kedua, efekivitas
pengawasan dianggap memiliki nilai baik bila hal tersebut dilakukan dari luar diri sendiri QS. Al-Taubah [9]: 105. Bisa pengawasan dari pimpinan, sejawat
atau kalangan internal lainnya, atau dari eksternal seperi lembaga auditor untuk transparansi dan pertanggungjawabannya dalam hal inansial, seperi
halnya DPS dalam mengawasi kepatuhan insitusi wakaf dengan hukum Islam.
Selain sebagai pengawas kepatuhan syariah, menurut Utomo Nurhasanah, 2011: 223 peran strategis DPS dalam lembaga keuangan syariah juga memiliki
kesamaan dengan insitusi wakaf, yaitu:
1 Supervisor , yaitu melaksanakan fungsi dan tugas pengawasan langsung
kepatuhan syari’ah dan implementasi fatwa MUI; 2 Advisor
, yaitu memberikan nasehat, inspirasi, pemikiran, saran serta konsultasi untuk pengembangan produk wakaf yang inovaif;
3 Marketer , yaitu menjadi mitra strategis untuk peningkatan kuanitas
dan kualitas insitusi wakaf melalui komunikasi masa untuk memberikan moivasi, penjelasan dan edukasi publik sebagai penyiapan SDM, sosialisasi,
community dan networking building, serta peran-peran strategis lainnya
dalam bentuk hubungan kemasyarakatan public relaionship; 4 Supporter
, yaitu memberikan berbagai support dan dukungan seperi networking
, pemikiran dan lain-lain untuk pengembangan wakaf; 5 Player
, yaitu sebagai pemain dan pelaku wakaf, baik sebagai wakif, investor maupun mitra dalam mengembangkan produk wakaf.
Melihat lima peran di atas menunjukkan bahwa selain melakukan fungsi pengawasan, DPS bersama insitusi-insitusi wakaf juga terikat dalam dimensi
yang sama yaitu pertalian amanah yang bersifat formal secara kelembagaan, juga kepada Allah SWT.
161
WAKAF : Pengaturan dan Tata Kelola yang Efekif
5.3.2. Mediasi, Arbitrase dan Pengadilan
Saat ini, pengelolaan dan pengembangan wakaf dalam tahap pembenahan. Berbagai harta wakaf mulai dipetakan sesuai dengan kondisi dan keadaan
lingkungan di mana wakaf tersebut diserahkan. Banyaknya aset wakaf yang dimiliki dan tersebar di berbagai daerah, tentunya masing-masing memiliki
sejarah dan catatan tersendiri. Seperi halnya harta wakaf yang idak dikelola dan hanya didiamkan saja. Perisiwa sejenis mungkin juga terjadi di berbagai
daerah lain. Penyebabnya adalah imbulnya konlik, baik antara nazhir dengan masyarakat, pemerintah, atau pelaku bisnis di sekitarnya. Sebagai upaya
penyelesaian, maka insitusi wakaf memiliki peran untuk menyelesaikan konlik ini. Di antaranya menetapkan lembaga penyelesaian sengketa wakaf
yang ditunjuk secara resmi berdasarkan keputusan undang-undang. Tujuannya selain memberikan kenyamanan kepada wakif, nazhir dan masyarakat
pengguna manfaat wakaf, juga merupakan bentuk penguatan insitusi wakaf itu sendiri.
Pelaksanaan penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan menggunakan iga tahapan. Pertama, dengan melakukan mediasi antarpelaku sengketa dan
menyelesaikan permasalahan di antara keduanya. Tahapan ini dilakukan oleh mediator yang menjadi penengah antarkedua pelaku konlik. Kedua, bila idak
berhasil menemukan iik temu penyelesaian sengketa, sehingga konlik terus berkelanjutan, maka tahapan selanjutnya dapat dilakukan melalui lembaga
arbitrase. Fungsinya adalah untuk menyelesaikan sengketa atau konlik di luar pengadilan. Namun, jika sampai pada tahapan ini belum mampu
terselesaikan, dapat melakukan penyelesaiaan melalui tahap Keiga, yaitu membawa permasalahan tersebut ke Pengadilan Agama. Hal ini sesuai dengan
keputusan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, kemudian diubah menjadi Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, yang memiliki
tugas pokok menyangkut perkara-perkara, di antaranya adalah perkara wakaf.
5.4. Ikatan Akuntan Indonesia IAI
Ikatan Akuntan Indonesia IAI adalah organisasi profesional yang telah berdiri lebih dari 59 tahun lalu. Keberadaan organisasi ini telah mewarnai
pengembangan dan penyusunan standar akuntansi keuangan berbagai lembaga dan insitusi, lokal maupun internasional. Oleh karena itu, keterlibatan
IAI dalam mewujudkan insitusi wakaf yang terbuka, transparan dan akuntabel
162
WAKAF : Pengaturan dan Tata Kelola yang Efekif
sangatlah urgent. Berbagai peran IAI dalam insitusi wakaf secara garis besar dapat mencakup hal-hal berikut:
5.4.1. Sistem Pelaporan dan Akuntansi Wakaf
Islam memiliki sudut pandang akuntansi yang berbeda dengan akuntansi konvensional. Perbedaan ini terbentuk disebabkan perbedaan dasar ideologi
dalam prinsip dan nilai-nilai akuntansi. Akuntansi adalah bagian dari alat tool
untuk menjalankan perintah Allah SWT QS 2:228 melalui kegiatan pencatatan dalam melakukan seiap transaksi usaha dengan berasaskan prinsip
persaudaraan ukhuwah, keadilan ’adalah, kemaslahatan mashlahah, keseimbangan tawāzun, dan universalisme syumuliyah. Kegiatan ini
bertujuan untuk memupuk saling kepercayaan dan kenyamanan dalam bermuamalah dalam Islam. Penekanannya lebih kepada persoalan kebenaran,
kepasian, keterbukaan, dan keadilan di antara sesama Hamka, 2000: 113.
Sejalan dengan perkambangan insitusi wakaf, akuntansi semakin dibutuhkan untuk menjaga akuntabilitas ihisab sebagai bentuk pertanggungjawaban
insitusi kepada Allah dan publik atas amanah yang djalankannya. Maka, dengan akuntansi wakaf, sudah selayaknya informasi yang disajikan terkait
ketaatan insiusi dan nazhir terhadap ketentuan syari’ah Islam, baik mengenai pengelolaan dan pengambangan, hasil dan manfaat wakaf yang diperoleh,
serta untuk sektor apa manfaat wakaf disalurkan, dapat diakses dan dikontrol bersama-sama. Yaacob 2012: 15 mengatakan, bahwa transparansi akan
membawa insitusi wakaf kepada kunci keberhasilan, sebab sosialisasi terbaik yang menarik minat masyarakat dalam berwakaf adalah sikap transparan dari
insitusi wakaf itu sendiri.
Mengingat wakaf adalah jenis ibadah yang memiliki dimensi sosial, sebagaimana tercermin dalam QS. Al-Baqarah [2] ayat 261, 262 dan 267, QS.
Ali Imran [3]: ayat 92, dan surat al-hajj [22]: ayat 77. Sesuai dengan fungsi dan tujuan wakaf yang disampaikan Rasulullah, yaitu menahan bendanya
dan memanfaatkan hasilnya untuk kepeningan umat, maka wakaf bukanlah semata-mata urusan antara wākif dan nazhir, akan tetapi urusan umat
seluruhnya, melalui perwakilan sebuah lembaga insitusi yang memiliki kekuatan hukum posiif dan syariat sekaligus.
Berbagai usaha untuk dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas dalam melakukan transaksi, mengelola dan mendistribusikan wakaf, insitusi