Pengukuran Kinerja Karyawan Teori Kinerja Karyawan 1. Pengertian Kinerja

perilaku karyawan memberikan hasil pekerjaan yang sesuai dengan standar atau kriteria yang ditetapkan oleh organisasi, maka kinerja karyawan tergolong baik. Sebaliknya juga, bila perilaku karyawan memberikan hasil pekerjaan yang kurang atau tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh organisasi, maka kinerja karyawan dapat dikatakan kurang baik. Kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakan sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil kerja seperti yang diharapkan. Dapat disimpulkan bahwa pengertian kinerja yaitu suatu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi berdasarkan kualitas dan kuantitas, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral dan etika. Untuk mengukur tingkat kinerja karyawan biasanya menggunakan performance system yang dikembangkan melalui pengamatan yang dilakukan oleh atasan dari masing-masing unit kerja dengan beberapa alternatif cara penilaian maupun dengan cara wawancara langsung dengan karyawan yang bersangkutan. Informasi yang diperoleh dari penilaian kinerja tersebut dapat digunakan bagi penyelia atau manajer untuk mengelola kinerja karyawan, mengetahui apa penyebab kelemahan maupun keberhasilan dari kinerja karyawan sehingga dapat dipergunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan target maupun langkah perbaikan selanjutnya dalam mencapai tujuan organisasi.

2.2.4.2. Pengukuran Kinerja Karyawan

Sudarmanto 2009 : 11, dimensi atau indikator kinerja merupakan aspek- aspek yang menjadi ukuran dalam menilai kinerja. Ukuran-ukuran dijadikan tolak Universitas Sumatera Utara ukur dalam menilai kinerja. Dimensi ataupun ukuran kinerja sangat diperlukan karena akan bermanfaat baik bagi banyak pihak. Mathis dan Jackson 2002 : 78 kinerja pada dasarnya adalah apa yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan oleh karyawan. Kinerja karyawan mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada organisasi. Adapun elemen-elemen kinerja pada umumnya, terdiri dari lima elemen yaitu kualitas hasil, kuantitas hasil, ketepatan waktu, kehadiran, kemampuan bekerja sama. Menurut Dharma 2001 : 154 cara pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : 1. Kuantitas yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan. 2. Kualitas yaitu mutu yang harus dihasilkan baik tidaknya. Pengukuran kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran tingkat kepuasan, yaitu seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran. 3. Ketepatan waktu yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan. Pengukuran ketepatan waktu erupakan jenis khusus dari pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu kegiatan. Menurut Wirawan 2009 : 69, dalam mengukur kinerja, terdapat kriteria atau ukuran. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut : 1. Kuantitatif seberapa banyak, yaitu hanya dengan menghitung seberapa banyak unit keluaran kinerja harus dicapai dalam kurun waktu tertentu. 2. Kualitatif seberapa baik. Melukiskan seberapa baik atau seberapa lengkap hasil harus dicapai. Kriteria ini antara lain mengemukakan akurasi, presisi, penampilan kecantikan dan ketampanan, manfaat atau efektivitas. Standar Universitas Sumatera Utara kualitas dapat diekspresikan sebagai tingkat kesalahan seperti jumlah atau presentase kesalahan yang diperbolehkan per unit kerja. 3. Ketepatan waktu pelaksanaan tugas atau penyelesaian produk. Kriteria yang menentukan keterbatasan waktu untuk memproduksi suatu produk, membuat sesuatu atau melayani sesuatu. 4. Efektivitas penggunaan sumber organisasi. Efektivitas penggunaan sumber dijadikan indikator jika untuk mengerjakan suatu pekerjaan disyaratkan menggunakan jumlah sumber tertentu. 5. Cara melakukan pekerjaan, digunakan standar kinerja jika kontak personal, sikap personal, atau perilaku karyawan merupakan faktor penentu keberhasilan melaksanakan pekerjaan. 6. Efek atas suatu upaya. Pengukuran yang diekspresikan akibat akhir yang diharapkan akan diperoleh dengan bekerja. 7. Metode melaksanakan tugas. Standar yang digunakan jika ada undang-undang, kebijakan, prosedur standar, metode, dan peraturan untuk menyelesaikan tugas atau jika cara pengecualian ditentukan tidak dapat diterima. 8. Standar sejarah. Standar yang menyatakan hubungan antara standar masa lalu dengan standar sekarang. Dinyatakan lebih rendah atau lebih tinggi dalam pengertian kualitas dan kuantitas. 9. Standar nol atau absolut. Standar yang menyatakan tidak akan terjadi sesuatu. Fokus pengukuran kinerja justru terletak pada outcome dan bukan input. Proses outcome yang dimaksudkan adalah outcome yang dihasilkan oleh individu ataupun organisasi secara keseluruhan, outcome harus mampu memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat menjadi tolok ukur keberhasilan organisasi. Menurut Universitas Sumatera Utara Mangkunegara 2006 terdapat aspek-aspek standar pekerjaan yang terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif dalam pengukuran kinerja karyawan. Aspek kuantitatif, yaitu 1 Proses kerja dan kondisi pekerjaan; 2 Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan; 3 Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan; 4 Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja. Aspek kualitatif, yaitu 1 Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan; 2 Tingkat kemampuan dalam bekerja; 3 Kemampuan menganalisis data atau informasi, kemampuan atau kegagalan menggunakan mesinperalatan; 4 Kemampuan mengevaluasi keluhankeberatan konsumenmasyarakat. 2.3. Kerangka Konseptual Banyak hal yang berpengaruh terhadap kinerja karyawan dan dapat diketahui bahwa kinerja karyawan itu sendiri dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, misalnya kepuasan kerja yang meliputi gajiupah, lingkungan kerja, ketrampilan karyawan dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena tujuan utama dari karyawan bekerja adalah memenuhi kebutuhannya dan memperoleh kepuasan hidup agar tercapai kebahagian hidup Ruky, 2001 sehingga dengan adanya kepuasan yang maksimal dari karyawan, maka karyawan dapat meningkatkan kinerjanya. Oleh karena itu, karyawan menjadi lebih rajin bekerja dan dapat menyelesaikan tugasnya sesuai harapan organisasi. Disamping itu juga, karyawan ingin pekerjaan yang dilakukannya diberi penghargaan yang layak jika penghargaan yang diterima tidak layak, maka karyawan akan merasa tidak puas dan secara tidak langsung berpengaruh pula pada kinerjanya. Kepuasan kerja dan kinerja saling berkaitan meskipun kenyataan bahwa keduanya disebabkan oleh hal yang berbeda. Bahkan Robbins 2007 menyatakan Universitas Sumatera Utara bahwa hubungan antara keduanya lebih tepat disebut ”mitos manajemen” dan sulit untuk menetapkan ke arah mana hubungan sebab akibat di antara keduanya. Namun dari berbagai penelitian ditemukan bukti bahwa organisasi yang memiliki karyawan yang lebih puas cenderung lebih efektif dibandingkan organisasi yang memiliki karyawan yang kurang puas. Teori pengharapan Vroom dalam Robbins, 2007 mengasumsikan bahwa reward menyebabkan kepuasan dan dalam beberapa hal kinerja menghasilkan reward, maka kemungkinan yang terjadi di antara kepuasan dan kinerja adalah melalui variabel ketiga yaitu reward. Secara sederhana digambarkan bahwa kinerja yang baik akan menghasilkan reward yang pada gilirannya akan mengarahkan kepada kepuasan. Rumusan ini menyatakan bahwa kinerja menyebabkan kepuasan melalui variabel perantara yaitu reward. Komitmen dipandang penting dalam suatu organisasi, karena dengan komitmen yang tinggi seorang karyawan akan bersikap profesional dan menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah disepakati bersama dalam organisasi, yang fokusnya adalah nilai-nilai dan sikap yang dimiliki oleh karyawan. Sebagai contoh perusahaan Coca Cola, dalam menjalankan bisnisnya sangat memperhatikan komitmen dari para karyawan, karena perusahaan meyakini bahwa tanpa komitmen karyawan yang tinggi maka perusahaan tidak akan sukses. Begitu pula banyak organisasi di Jepang, utamanya organisasi bisnis, memiliki tradisi yang tumbuh berdasarkan kekuatan masyarakatnya yang mengandalkan nilai-nilai komitmen, dedikasi, loyalitas, kompetensi yang tinggi dan hasrat yang kuat untuk menghasilkan kinerja karyawannya Alwi, 2001. Universitas Sumatera Utara Jika karyawan berpartisipasi secara penuh dalam bekerja berarti karyawan memperhatikan kepentingan-kepentingan organisasi dalam mencapai tujuannya. Karyawan menjadi lebih peduli terhadap fungsi organisasi yang efektif, sehingga lebih loyal dan berdedikasi dalam melakukan pekerjaan, serta berusaha memelihara perilaku-perilaku yang dimilikinya dalam melakukan tugas pekerjaan tersebut. Karyawan tersebut akan lebih berkomitmen dalam bekerja, karena mereka memandang usaha dan kinerja yang mereka berikan terhadap organisasi memiliki makna yang positif bagi kesejahteraan organisasi dan kesejahteraan individu mereka sendiri Diefendorff, et. al., 2002. Penelitian Yousef 2000 di UEA United Arab Emirate menyimpulkan bahwa komitmen organisasi mempunyai hubungan dengan prestasi kerja. Kehidupan seseorang tidak dapat dilepaskan dari pengaruh emosi, baik itu emosi yang bernilai positif maupun yang bernilai negatif. Untuk itu diperlukan adanya kecerdasan emosi agar dapat mengenal dan mengelola emosi dengan baik. Kecerdasan emosi merupakan kemampuan untuk mengenali emosi diri sendiri dan orang lain, serta menggunakan kemampuan itu untuk memadu pikiran dan tindakan yang akan dilakukan secara tepat. Ahmadi dan Supriyono 2004 menyatakan kinerja yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri maupun dari luar diri individu. Faktor yang tergolong dari dalam adalah faktor jasmaniah, psikologis, kematangan fisik maupun psikis. Faktor dari luar meliputi faktor sosial, budaya, lingkungan fisik, lingkungan spiritual atau keamanan. Faktor psikologis yang berasal dari dalam meliputi intelektif dan non intelektif. Faktor intelektif yang merupakan faktor potensial yaitu kecerdasan yang meliputi kecerdasan intelektual, emosi dan spiritual. Universitas Sumatera Utara Kecerdasan emosi memiliki peran yang sangat penting untuk mencapai kesuksesan, misalnya prestasi kinerja. Kecerdasan emosi mencakup kemampuan- kemampuan yang berbeda-beda, tetapi saling melengkapi dengan kecerdasan akademik academic intelligence yaitu kemampuan kognitif murni yang diukur dengan kecerdasan intelektual. Kecerdasan emosi meliputi kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, membina hubungan baik Goleman, 2009. Adapun kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar II.1 berikut ini : Gambar II.1. Kerangka Konseptual Sumber: Dikembangkan untuk penelitian ini dari: McNeese-Smith, 1996, dan Suliman, 2002, Ostroff, 2003, dan Laschinger, Finegen dan Shamian, 2001.

2.4. Hipotesis Penelitian