perilaku karyawan memberikan hasil pekerjaan yang sesuai dengan standar atau kriteria yang ditetapkan oleh organisasi, maka kinerja karyawan tergolong baik.
Sebaliknya juga, bila perilaku karyawan memberikan hasil pekerjaan yang kurang atau tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh organisasi, maka kinerja
karyawan dapat dikatakan kurang baik.
Kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakan sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil kerja seperti yang diharapkan. Dapat
disimpulkan bahwa pengertian kinerja yaitu suatu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi berdasarkan kualitas
dan kuantitas, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi, tidak melanggar hukum, dan sesuai
dengan moral dan etika. Untuk mengukur tingkat kinerja karyawan biasanya menggunakan
performance system yang dikembangkan melalui pengamatan yang dilakukan oleh atasan dari masing-masing unit kerja dengan beberapa alternatif cara penilaian
maupun dengan cara wawancara langsung dengan karyawan yang bersangkutan. Informasi yang diperoleh dari penilaian kinerja tersebut dapat digunakan bagi
penyelia atau manajer untuk mengelola kinerja karyawan, mengetahui apa penyebab kelemahan maupun keberhasilan dari kinerja karyawan sehingga dapat
dipergunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan target maupun langkah perbaikan selanjutnya dalam mencapai tujuan organisasi.
2.2.4.2. Pengukuran Kinerja Karyawan
Sudarmanto 2009 : 11, dimensi atau indikator kinerja merupakan aspek- aspek yang menjadi ukuran dalam menilai kinerja. Ukuran-ukuran dijadikan tolak
Universitas Sumatera Utara
ukur dalam menilai kinerja. Dimensi ataupun ukuran kinerja sangat diperlukan karena akan bermanfaat baik bagi banyak pihak. Mathis dan Jackson 2002 : 78
kinerja pada dasarnya adalah apa yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan oleh karyawan. Kinerja karyawan mempengaruhi seberapa banyak mereka
memberikan kontribusi kepada organisasi. Adapun elemen-elemen kinerja pada umumnya, terdiri dari lima elemen yaitu kualitas hasil, kuantitas hasil, ketepatan
waktu, kehadiran, kemampuan bekerja sama. Menurut Dharma 2001 : 154 cara pengukuran kinerja mempertimbangkan
hal-hal sebagai berikut : 1. Kuantitas yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Ini berkaitan
dengan jumlah keluaran yang dihasilkan. 2. Kualitas yaitu mutu yang harus dihasilkan baik tidaknya. Pengukuran
kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran tingkat kepuasan, yaitu seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran.
3. Ketepatan waktu yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan. Pengukuran ketepatan waktu erupakan jenis khusus dari pengukuran
kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu kegiatan. Menurut Wirawan 2009 : 69, dalam mengukur kinerja, terdapat kriteria
atau ukuran. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut : 1. Kuantitatif seberapa banyak, yaitu hanya dengan menghitung seberapa
banyak unit keluaran kinerja harus dicapai dalam kurun waktu tertentu. 2. Kualitatif seberapa baik. Melukiskan seberapa baik atau seberapa lengkap
hasil harus dicapai. Kriteria ini antara lain mengemukakan akurasi, presisi, penampilan kecantikan dan ketampanan, manfaat atau efektivitas. Standar
Universitas Sumatera Utara
kualitas dapat diekspresikan sebagai tingkat kesalahan seperti jumlah atau presentase kesalahan yang diperbolehkan per unit kerja.
3. Ketepatan waktu pelaksanaan tugas atau penyelesaian produk. Kriteria yang menentukan keterbatasan waktu untuk memproduksi suatu produk, membuat
sesuatu atau melayani sesuatu. 4. Efektivitas penggunaan sumber organisasi. Efektivitas penggunaan sumber
dijadikan indikator jika untuk mengerjakan suatu pekerjaan disyaratkan menggunakan jumlah sumber tertentu.
5. Cara melakukan pekerjaan, digunakan standar kinerja jika kontak personal, sikap personal, atau perilaku karyawan merupakan faktor penentu
keberhasilan melaksanakan pekerjaan. 6. Efek atas suatu upaya. Pengukuran yang diekspresikan akibat akhir yang
diharapkan akan diperoleh dengan bekerja. 7. Metode melaksanakan tugas. Standar yang digunakan jika ada undang-undang,
kebijakan, prosedur standar, metode, dan peraturan untuk menyelesaikan tugas atau jika cara pengecualian ditentukan tidak dapat diterima.
8. Standar sejarah. Standar yang menyatakan hubungan antara standar masa lalu dengan standar sekarang. Dinyatakan lebih rendah atau lebih tinggi dalam
pengertian kualitas dan kuantitas. 9. Standar nol atau absolut. Standar yang menyatakan tidak akan terjadi sesuatu.
Fokus pengukuran kinerja justru terletak pada outcome dan bukan input.
Proses outcome yang dimaksudkan adalah outcome yang dihasilkan oleh individu ataupun organisasi secara keseluruhan, outcome harus mampu memenuhi harapan
dan kebutuhan masyarakat menjadi tolok ukur keberhasilan organisasi. Menurut
Universitas Sumatera Utara
Mangkunegara 2006 terdapat aspek-aspek standar pekerjaan yang terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif dalam pengukuran kinerja karyawan. Aspek
kuantitatif, yaitu 1 Proses kerja dan kondisi pekerjaan; 2 Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan; 3 Jumlah kesalahan dalam
melaksanakan pekerjaan; 4 Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja. Aspek kualitatif, yaitu 1 Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan; 2
Tingkat kemampuan dalam bekerja; 3 Kemampuan menganalisis data atau informasi, kemampuan atau kegagalan menggunakan mesinperalatan; 4
Kemampuan mengevaluasi keluhankeberatan konsumenmasyarakat. 2.3. Kerangka Konseptual
Banyak hal yang berpengaruh terhadap kinerja karyawan dan dapat diketahui bahwa kinerja karyawan itu sendiri dapat dipengaruhi oleh beberapa hal,
misalnya kepuasan kerja yang meliputi gajiupah, lingkungan kerja, ketrampilan karyawan dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena tujuan utama dari karyawan
bekerja adalah memenuhi kebutuhannya dan memperoleh kepuasan hidup agar tercapai kebahagian hidup Ruky, 2001 sehingga dengan adanya kepuasan yang
maksimal dari karyawan, maka karyawan dapat meningkatkan kinerjanya. Oleh karena itu, karyawan menjadi lebih rajin bekerja dan dapat menyelesaikan
tugasnya sesuai harapan organisasi. Disamping itu juga, karyawan ingin pekerjaan yang dilakukannya diberi penghargaan yang layak jika penghargaan yang diterima
tidak layak, maka karyawan akan merasa tidak puas dan secara tidak langsung berpengaruh pula pada kinerjanya.
Kepuasan kerja dan kinerja saling berkaitan meskipun kenyataan bahwa keduanya disebabkan oleh hal yang berbeda. Bahkan Robbins 2007 menyatakan
Universitas Sumatera Utara
bahwa hubungan antara keduanya lebih tepat disebut ”mitos manajemen” dan sulit untuk menetapkan ke arah mana hubungan sebab akibat di antara keduanya.
Namun dari berbagai penelitian ditemukan bukti bahwa organisasi yang memiliki karyawan yang lebih puas cenderung lebih efektif dibandingkan organisasi yang
memiliki karyawan yang kurang puas. Teori pengharapan Vroom dalam Robbins, 2007 mengasumsikan bahwa
reward menyebabkan kepuasan dan dalam beberapa hal kinerja menghasilkan reward, maka kemungkinan yang terjadi di antara kepuasan dan kinerja adalah
melalui variabel ketiga yaitu reward. Secara sederhana digambarkan bahwa kinerja yang baik akan menghasilkan reward yang pada gilirannya akan
mengarahkan kepada kepuasan. Rumusan ini menyatakan bahwa kinerja menyebabkan kepuasan melalui variabel perantara yaitu reward.
Komitmen dipandang penting dalam suatu organisasi, karena dengan komitmen yang tinggi seorang karyawan akan bersikap profesional dan
menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah disepakati bersama dalam organisasi, yang fokusnya adalah nilai-nilai dan sikap yang dimiliki oleh karyawan. Sebagai
contoh perusahaan Coca Cola, dalam menjalankan bisnisnya sangat memperhatikan komitmen dari para karyawan, karena perusahaan meyakini
bahwa tanpa komitmen karyawan yang tinggi maka perusahaan tidak akan sukses. Begitu pula banyak organisasi di Jepang, utamanya organisasi bisnis,
memiliki tradisi yang tumbuh berdasarkan kekuatan masyarakatnya yang mengandalkan nilai-nilai komitmen, dedikasi, loyalitas, kompetensi yang tinggi
dan hasrat yang kuat untuk menghasilkan kinerja karyawannya Alwi, 2001.
Universitas Sumatera Utara
Jika karyawan berpartisipasi secara penuh dalam bekerja berarti karyawan memperhatikan kepentingan-kepentingan organisasi dalam mencapai tujuannya.
Karyawan menjadi lebih peduli terhadap fungsi organisasi yang efektif, sehingga lebih loyal dan berdedikasi dalam melakukan pekerjaan, serta berusaha
memelihara perilaku-perilaku yang dimilikinya dalam melakukan tugas pekerjaan tersebut. Karyawan tersebut akan lebih berkomitmen dalam bekerja, karena
mereka memandang usaha dan kinerja yang mereka berikan terhadap organisasi memiliki makna yang positif bagi kesejahteraan organisasi dan kesejahteraan
individu mereka sendiri Diefendorff, et. al., 2002. Penelitian Yousef 2000 di UEA United Arab Emirate menyimpulkan bahwa komitmen organisasi
mempunyai hubungan dengan prestasi kerja. Kehidupan seseorang tidak dapat dilepaskan dari pengaruh emosi, baik itu
emosi yang bernilai positif maupun yang bernilai negatif. Untuk itu diperlukan adanya kecerdasan emosi agar dapat mengenal dan mengelola emosi dengan baik.
Kecerdasan emosi merupakan kemampuan untuk mengenali emosi diri sendiri dan orang lain, serta menggunakan kemampuan itu untuk memadu pikiran dan tindakan
yang akan dilakukan secara tepat. Ahmadi dan Supriyono 2004 menyatakan kinerja yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang
mempengaruhinya baik dari dalam diri maupun dari luar diri individu. Faktor yang tergolong dari dalam adalah faktor jasmaniah, psikologis, kematangan fisik maupun
psikis. Faktor dari luar meliputi faktor sosial, budaya, lingkungan fisik, lingkungan spiritual atau keamanan. Faktor psikologis yang berasal dari dalam meliputi
intelektif dan non intelektif. Faktor intelektif yang merupakan faktor potensial yaitu kecerdasan yang meliputi kecerdasan intelektual, emosi dan spiritual.
Universitas Sumatera Utara
Kecerdasan emosi memiliki peran yang sangat penting untuk mencapai kesuksesan, misalnya prestasi kinerja. Kecerdasan emosi mencakup kemampuan-
kemampuan yang berbeda-beda, tetapi saling melengkapi dengan kecerdasan akademik academic intelligence yaitu kemampuan kognitif murni yang diukur
dengan kecerdasan intelektual. Kecerdasan emosi meliputi kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain,
membina hubungan baik Goleman, 2009. Adapun kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar II.1 berikut ini :
Gambar II.1. Kerangka Konseptual
Sumber: Dikembangkan untuk penelitian ini dari: McNeese-Smith, 1996, dan Suliman, 2002, Ostroff, 2003, dan Laschinger, Finegen dan Shamian, 2001.
2.4. Hipotesis Penelitian