Jenis–Jenis Ungkapan yang Mengandung Kata Ati

4.1 Jenis–Jenis Ungkapan yang Mengandung Kata Ati

Jenis-jenis ungkapan yang mengandung kata ati dalam bahasa Jawa yang dimaksud adalah ungkapan tradisional seperti bebasan, paribasan , entar (tembung entar), pacalathon (percakapan sehari-hari), lagu/lelagon , dan geguritan. Berbagai jenis ungkapan tersebut masing- masing dijelaskan sebagai berikut.

SEMINAR (DISKUSI) ILMIAH KELOMPOK PENELITI KEBAHASAAN DAN KESASTRAAN

4.1.1 Bebasan yang Mengandung Kata Ati

Bebasan adalah satuan lingual yang mengandung kias. Secara lengkap Padmosoekotjo (1958:40) mendefinisikan bebasan sebagai berikut.

Bebasan, unen-unen kang ajeg panganggone, mawa teges entar, ngemu surasa pepindhan. Kang dipepindhakake kahanane utawa sesipatane wong utawa barang. Wonge utawa barange uga katut ing sajroning pepindhan iku, nanging kang luwih digatekake kahanane.

‘Bebasan, satuan lingual yang tetap pemakaiannya, mempu- nyai arti kias, mengandung makna perumpamaan. Yang dium- pamakan keadaan atau sifat orang atau barang. Orang atau barangnya juga ikut di dalam perumpamaan itu tetapi yang lebih diperhatikan keadaannya.’ (Lihat pula Triyono,1988:8).

Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui ciri bebasan, yaitu bentuk kias, mengandung makna perumpamaan, yang diperumpama- kan keadaan atau barang tetapi lebih dipentingkan keadaannya atau kadang-kadang juga tindakannya. Pendapat yang hampir sama dike- mukakan dalam Kamus Ungkapan Bahasa Jawa (Adiwimarta at a1., 1990:ix) bahwa bebasan adalah ungkapan yang tidak menggunakan tamsil atau ibarat. Isinya berupa perumpamaan mengenai watak, sifat, dan tingkah laku manusia. Perhatikan contoh berikut.

(4) Atine gedhe. ‘Hatinya besar.’ ‘Orang yang berani berkorban; orang yang selalu menginginkan sesuatu yang baik tidak takut mengeluarkan biaya atau me- lakukan pengorbanan.’

(5) Diwenehi ati ngrogoh rempela. ‘Diberi hati (masih) mengambil (dengan memasukkan tangannya ke dalam (perut, dan sebagainya) ampela.’ ‘(Sudah) diberi yang menjadi haknya, tetapi masih meminta lebih dari apa yang diberikan (hak pembagiannya).’

(6) Mambu ati. ‘Bau hati.’ ‘Orang laki-laki atau perempuan yang sedang menaruh cinta (jatuh hati; mendendam hati) kepada seseorang.’

(7) Punuk ati. ‘Punuk hati.’ ‘Orang yang selalu ingin dipuji.’

(8) Nugraha ati kirda. ‘Anugerah hati bersenang-senang.’

PROSIDING

‘Orang yang memberi sesuatu hadiah kepada seseorang (yang bukan saudaranya sendiri) dengan harapan agar orang yang di- beri atau ditolong muncul rasa hati kasih sayang.’

Pada contoh (4)—(8) mengandung karakter mengenai sifat, wa- tak, dan tingkah laku manusia. Ungkapan (4) Atine gedhe menunjukkan sifat dan watak orang yang besar jiwanya. Ungkapan (5) Diwenehi ati ngrogoh rempela menunjukkan sifat, watak, dan tingkah laku orang yang tidak baik. Ungkapan (6) Mambu ati menunjukkan tingkah laku orang yang sedang dalam keadaan jatuh cinta atau mendendam hati. Ungkapan (7) Punuk ati menunjukkan sifat dan watak orang yang selalu ingin di puji atau disanjung dan ungkapan (8) Nugraha ati kirda menunjukkan sifat dan tingkah laku orang yang berbuat menuruti hatinya dengan jalan bersenang-senang main serong terhadap orang lain (lawan jenis).

4.1.2 Paribasan yang Mengandung Kata Ati

Paribasan hampir sama dengan bebasan. Padmosoekotjo (1958:35) mendefinisikan paribasan sebagai unen-unen kang ajeg panganggone, mawa teges entar, ora ngemu surasa pepindhan ‘ satuan lingual yang tetap pemakaiannya, dengan arti kias, tidak mengandung makna perumpa- maan‘. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ciri paribasan yaitu struk- turnya tetap, mengandung arti kias, bukan perumpamaan, dan kata- katanya lugas (Subalidinata, 1968:35; lihat juga Triyono, 1988:8). Se- bagai contoh dapat dilihat pada (9)—(13) berikut.

(9) Pethuk ati golong pikir. ‘Bertemu hati bulat pikir‘; bersatu hati, bersatu pendapat (tekad).’ ‘Suatu persahabatan yang sangat erat dan tekad bersama yang bulat.’

(10) Ulat madhep ati karep. ‘Air muka menghadap hati niat.’ ‘Memang (sesungguhnya) hatinya sudah cocok atau setuju, lagi pula sudah lama menjadi keinginannya.’

(11) Nggedhekake atine tengu. ‘Membesarkan hatinya tungau.’ ‘Melakukan pekerjaan yang sangat rumit; bagai membendarkan air ke bukit.’ (12) Dahwen ati kopen. ‘Mencela hati suka campur tangan.’ ‘Lahirnya mencela, tetapi di dalam batin ingin memiliki atau mengambil milik yang dicela itu.’

SEMINAR (DISKUSI) ILMIAH KELOMPOK PENELITI KEBAHASAAN DAN KESASTRAAN

331 (13) Wis kecekel lambe atine.

‘Sudah terpegang bibir hatinya’. ‘Orang yang sudah diketahui (atau ketahuan orang lain) keje- lekannya/ keburukannya.’

4.1.3 Sanepa yang Mengandung Kata Ati

Sanepa termasuk jenis peribahasa Jawa yang mempunyai ciri ter- tentu. Ciri yang terkandung dalam sanepa dikemukakan oleh Suba- lidinata (1968:34) sebagai berikut.

Sanepa kalebu ewoning pepindhan, nanging kang dipindhak kahanane, watak utawa sesipatane. Surasaning kanggo mbangetake sarta ngemu surasa kosok balen. ‘Sanepa termasuk jenis perumpamaan, tetapi yang diumpama- kan keadaannya, watak atau sifatya. Maknanya untuk menya- ngatkan dan menunjukkan perlawanan.’

Menurut Adiwimarta (1990:ix), sanepa adalah ungkapan yang menggunakan perumpamaan yang dirangkai dengan kata adjektiva dan nomina. Contohnya adalah sebagai berikut.

(14) Ati iku ratuning badan pancen akeh benere.

‘Hati itu rajanya tubuh (badan) memang banyak benarnya.’ (15) Kodrating alam ngadili nanging wektune ora tartemtu, mula kanthi sabar lan eklasing ati mesthi teka. ‘Kehendak Tuhan (alam) mengadili tetapi waktunya tidak pasti, maka dengan sabar dan ikhlas hati pasti datang (terjadi).’

(16) Panalangsa yen ora dikantheni eklasing ati, bisa salah kedaden. ‘Penyesalan diri jika tidak diikuti dengan keikhlasan hati dapat berakibat salah fatal dan akhirnya berkeluh kesah.’

Pada contoh (14) ati ‘hati‘ dapat diumpamakan raja dan secara logika memang benar. Ungkapan (15) Kodrating alam ngadili meru- pakan perumpamaan yang dirangkaikan dengan kata adjektiva sabar dan eklas ‘sabar dan ikhlas‘ dan nomima ati‘ hati. Ungkapan (16) berupa rangkaian kata nomina panalangsa ‘penyesalan’, adjektiva eklas ‘ikhlas‘ dan nomina ati ‘hati‘, serta salah kedaden ‘berkaibat salah fatal’.

4.1.4 Tembung Entar yang Mengandung Kata Ati

Entar artinya pinjaman. Tembung entar adalah kata pinjaman; kata yang tidak dapat diartikan sebenarnya atau sesungguhnya; arti kiasan. Perhatikan beberapa contoh berikut.

PROSIDING

(17) Kethul atine. ‘Tumpul hatinya.’ ‘Orang yang tidak cerdas; orang yang bodoh.’

(18) Nggadho ati. ‘Makan lauk hati.’ ‘Selalu menyusahkan orang tua karena tidak patuh terhadap nasihatnya.’

(19) Woding ati. ‘Titian hati.’ ‘Orang yang dicintai; kekasih.’

(20) Cumanthel ing ati. ‘Tersangkut di hati.’ ‘Mengerti sungguh-sungguh apa yang dipelajari (arti/makna, atau ilmu).’

(21) Momot ati. ‘Dapat memuat banyak hati.’ ‘Sangat sabar, tidak lekas marah; dapat menyimpan rahasia; dapat mengerti sejelas-jelasnya.’

Pada contoh (17) Kethul atine ‘orang yang bodoh; tidak cerdas; Kata kethul ‘tumpul’ biasanya digunakan untuk menerangkan peso ‘pisau’, arit ‘sabit/arit‘, tetapi di sini dipinjam untuk menerangkan kata ati ‘hati‘. Ungkapan (18) Nggadho ati bukan berarti makan lauk hati yang sesungguhnya tetapi kiasan untuk menggambarkan anak yang selalu menyusahkan orang tua karena tidak patuh nasihat orang tuanya. Akar kata wod ‘titian‘ dalam ungkapan (19) Woding ati ‘orang yang dikasihi atau dicintai‘ dipinjam untuk menggambarkan orang yang dicintai atau kekasih. Pada contoh (20), kata cumanthel ‘tersang- kut’ dalam ungkapan Cumanthel ing ati dipinjam sebagai kiasan untuk menggambarkan keadaan “mengerti sungguh apa yang dipelajari atau dapat menerima dengan benar”. Kata momot ‘dapat memuat banyak’ dalam ungkapan (21) Momot ati dipinjam sebagai perumpamaan un- tuk menggambarkan orang yang sabar, orang yang tidak lekas marah, orang yang dapat menyimpan rahasia orang lain.

4.1.5 Pacalathon yang Mengandung Kata Ati

Kata pacalathon berasal dari bentuk dasar calathu ‘bicara, berbicara, berkata’. Pacalathon adalah ungkapan sejenis aforisme yang berisi pernyataan yang padat dan ringkas tentang sikap hidup atau kebenaran umum. Sebagai contoh, perhatikan (22)—(25) berikut.

SEMINAR (DISKUSI) ILMIAH KELOMPOK PENELITI KEBAHASAAN DAN KESASTRAAN

333 (22) Entenana bolonging ati.

‘Tunggulah/nantikanlah hingga hatinya berlubang.’ ‘Bersabarlah hingga muncul kesadaran atau kebesaran hatinya.’

(23) Aja kaduk ati bela tampa. ‘Jangan terlampau hati turut serta menerima.’ ‘Jangan terlalu dalam memikirkan yang akhirnya merasa kesulitan.’

(24) Wekel taberi nampani, maring sagunging piwulang, teka apepadhanging atine (pitutur jati). ‘Jangan sampai tanpa perhitungan, menurut kehendak hati, hawa nafsu.’

(25) Aja nganti petung, nuruti ardaning ati (pitutur jati). ‘Jangan sampai tanpa perhitungan, menurut kehendak hati, hawa nafsu.’

Pacalathon (22) dapat disejajarkan dengan ungkapan Angon mang- sa ‘menggembala waktu‘ (bentuk idiom) yang mengandung makna jika seseorang memiliki maksud dan tujuan untuk membicarakan se- suatu harus menunggu waktu yang tepat situasinya atau keadaannya. Ungkapan (23) merupakan pernyataan yang menunjukkan sikap hi- dup ataukebenaran umum, yaitu jangan sampai mengejar sesuatu yang belum tampak yang nantinya hanya akan menimbulkan masa- lah. Contoh (24) dan (25) merupakan pacalathon yang berisi nasehat bahwa dalam melakukan segala sesuatu itu harus diperhitungkan, jangan hanya menuruti kehendak hati dan hawa nafsu karena akan berakibat buruk.

4.1.6 Pitutur/Nasihat yang Mengandung Kata Ati

Pitutur atau nasihat adalah ajaran, anjuran atau petunjuk, peri- ngatan, atau teguran yang baik dan mengandung kebenaran. Kata pitutur berasal dari bentuk dasar tutur ‘kata, ucapan, perkataaan’. Pitu- tur ‘nasihat, peringatan‘. Contohnya adalah sebagai berikut.

(26) Ati suci marganing rahayu ’Hati suci jalan keselamatan.’ ‘Hati yang bebas dari dosa, bebas dari cela, bebas dari noda, akan mendapat cahaya Tuhan dan sampai perasaan hati yang sedalam- dalamnya.’

(27) Ngelmu kang nyata iku akarnya reseping ati. ‘Ilmu pengetahuan yang nyata benar itu akan membuat senang/ menyenangkan.’

PROSIDING

(28) Tata tentreming ati, bisa nyumbang ayuning bawana. ‘Aman tenteram, damai, dan sejahtera di hati dapat menyumbang keindahan dunia.’

4.1.7Lagu /Lelagon yang Mengandung Kata Ati

Lagu atau lelagon adalah ragam suara yang berirama. Lagu atau lelagon mengeluarkan suara bernada; berlagu dengan lirik atau tidak berlirik. Dalam karya sastra atau puisi lirik isinya tentang curahan perasaan hati pribadi yang terdiri atas susunan kata-kata sebuah nya- nyian. Contohnya sebagai berikut.

(29) Ana tangis layung-layung tangise wong wedi mati, tangise alara-lara, maras atine yen mati, Gedhongana kuncenana Yen pesthi tan wurung mati. ‘Ada tangis dalam kematian, tangisnya orang yang takut mati, tangisnya sangat sedih, tak rela hati jika mati, Walaupun disembunyikan atau dikunci, Jika sudah takdir akhirnya tetap (akan) mati.’

(30) Sri, apa kowe lali, Janjine urip tekan pati, Aku ora nyana kowe arep lunga, (Saiki) lara atiku, atiku lara. ‘Sri, apakah kamu lupa, Janjimu hidup sampai mati (sehidup semati), Saya tidak mengira (menyangka) kamu akan pergi, (Sekarang) sakit hatiku, hatiku sakit.’

4.1.8Tembang Macapat yang Mengandung Kata Ati

Tembang macapat adalah nyanyian syair yang diberi lagu untuk dinyanyikan; puisi. Tembang yang dimaksud dalam tulisan ini adalah tembang macapat atau tembang cilik, seperti Dhandhanggula, Ki- nanthi, Pucung, Asmaradana, pangkur, Durma, Mijil, Gambuh, dan Sinom. Berikut contoh tembang macapat (tembang cilik) yang me- ngandung kata ati.

(31) Padha gulangen ing kalbu, ing sasmita amrih lantip, aja pijer mangan nendra, kaprawiran den kaesthi , pesunen sariranira, cegahen dhahar lan guling.

(Kinanthi. PB IV) ‘Biasakanlah mengasah hati (batin), agar tajam mata hati/jiwamu, jangan terlalu banyak makan dan

SEMINAR (DISKUSI) ILMIAH KELOMPOK PENELITI KEBAHASAAN DAN KESASTRAAN

335 tidur, jangkaulah keperwiraan, cegah/kurangilah makan dan

tidur.’ (32) Nulada laku utama, tumraping wong tanah Jawi, wong ing Ngeksiganda, Panembahan Senapati, kepati amarsudi, sudaning hawa lan nafsu, pinepsu tapa brata,

tanapi ing siang ratri, amangun karyenak tyasing

sasama. (Sinom Swd) ‘Teladanilah perilaku utama, bagi orang-orang Tanah Jawa, tokoh agung/besar di Ngeksiganda (Mataram), Panembahan Senapati, selalu ber- upaya sekuat daya, menahan hawa nafsu, melakukan tapa brata, baik siang maupun malam, berusaha membahagiakan (hati) sesamanya.’

4.1.9 Geguritan yang Mengandung Kata Ati

Geguritan adalah karangan berbentuk puisi tradisional dalam bahasa Jawa atau Bali yang berirama. Geguritan berasal dari bentuk dasar gurit, nggurit ‘menggurit‘, yaitu mengarang puisi atau tembang yang berirama. Geguritan yang mengandung kata ati sangat banyak. Berikut adalah contohnya.

(33) Ana tembung tanpa sabda, ana swara tanpa rupa, yen cupu manik astha gina, Manggon aneng telenging Nala (Senggono) ‘Ada kata tidak berbicara, ada suara tidak berwajah Jika cembul intan delapan hal Menempat di dalam hati.’

(34) Tangising ati kang sinikara ora kaya tangising ati tuwa kang kasatan wicara ngungkuli pamothah .... ‘Tangisnya hati yang dimantra-mantra tidak seperti tangisnya hati orang tua yang kehabisan bicara melebihi kemarahan ....’