Patogenesis DELIRIUM PADA TRAUMA KAPITIS 1. Definisi

II.2.5. Patogenesis

Mekanisme patofisiologis yang sebenarnya mendasari terjadinya dan perkembangan delirium belum jelas. Pincus dan Tucker, 2003; Truman dan Ely, 2003 Neurotransmitter utama yang dihipotesiskan berperan pada delirium adalah asetilkholin, dan daerah neuroanatomis utama adalah formasio retikularis. Sadock dan Sadock, 2003; Alagiakrishnan dan Blanchette, 2005 Di dalam batang otak, formasio retikularis terdapat di bagian tengah medula oblongata hingga diensefalon. Struktur ini terdiri atas sel-sel neuron berukuran sedang dan kecil yang berhubungan melalui dendrit dan aksonnya satu dengan lainnya. Neuron-neuron yang membentuk sistem aktifans asendens berakson panjang atau dikenal sebagai ascending reticular activating systems ARAS, mendapat kolateral dari semua saraf-saraf sensorik yang berjalan di dalam batang otak. Markam dam Markam, 2003 Formasio retikularis batang otak adalah daerah utama yang mengatur perhatian atensi dan arousal , dan jaras utama yang berperan dalam delirium adalah jaras tegmental dorsalis, yang berproyeksi dari formasio retikularis mesensefalik ke tektum dan thalamus. Sadock dan Sadock, 2003; Alagiakrishnan dan Blanchette, 2005 Delirium berkaitan dengan kerusakan atau disfungsi pada struktur yang berhubungan dengan arousal dan perhatian atensi. Delirium dapat terjadi oleh karena lesi fokal yang mengenai daerah supramodal area limbik, prefrontal dan parietal dan inframodal ARAS, atau karena lesi multifokal yang mengenai daerah modulasi perhatian spesifik. Katz dan Giacino, 2004 Literatur lain menyebutkan terdapat dua daerah neuronal utama yang mendasari suatu atensi, Kiki Mohammad Iqbal: Hubungan Skore Cognitive Test For Delirium CTD Dengan Lamanya Masa Rawat Inap Penderita Trauma Kapitis Sedang-Berat Di Rumah Sakit, 2008. pertama bersifat difus yang melibatkan thalamus dan jaras bihemisferik, dan kedua bersifat fokal yang melibatkan korteks frontalis dan parietalis di hemisfer kanan. Burns dkk, 2004 Terdapat perluasan gangguan fungsi kortikal luhur pada delirium, dengan bukti terdapatnya disfungsi pada beberapa area di otak, seperti struktur subkortikal, brain stem dan thalamus, lobus parietalis non dominan, fusiformis, korteks pre-frontalis dan juga korteks motorik primer. Lesi di sisi kanan telah disebutkan berperan penting pada final common pathway delirium. Burns dkk, 2004 Laporan-laporan scan otak menyatakan bahwa hemisfer kanan, baik korteks maupun subkorteks, sangatlah penting pada delirium. Trzepacz, 1999 Cuting cit. Trzepacz, 1994 menyatakan bahwa delirium agitasi dengan gejala psikotik yang dominan lebih berkaitan dengan lokasi hemisfer kanan, sedang delirium hipoaktif dan somnolen lebih mungkin berkaitan dengan hemisfer kiri. Mekanisme delirium disebutkan berkaitan dengan gangguan keseimbangan imbalans neurotransmitter yang memodulasi pengaturan fungsi kognitif, tingkah laku dan mood. Tiga sistem neurotransmitter utama yang terlibat dalam patofisologi delirium diantaranya dopamine, γ -amino-butyric acid , dan asetilkholin. Sistem neurotransmitter lainnya yang dapat terlibat yaitu serotonin, hiperfungsi endorfin, peningkatan aktifitas noradrenergik sentral, dan kerusakan sistem enzim interneuronal. Truman dan Ely, 2003 Terdapat beberapa bukti adanya defisiensi kolinergik pada delirium. Pertama, faktor resiko delirium mencakup gangguan metabolik dan struktural otak yang berkaitan dengan penurunan aktifitas asetilkholin. Kedua, aktifitas serum Kiki Mohammad Iqbal: Hubungan Skore Cognitive Test For Delirium CTD Dengan Lamanya Masa Rawat Inap Penderita Trauma Kapitis Sedang-Berat Di Rumah Sakit, 2008. antikolinergik yang tinggi berhubungan dengan keparahan delirium. Ketiga, terdapat bukti-bukti yang berdasarkan riwayat percobaan klinis, yang mengemukakan bahwa penggunaan obat-obat antikolinesterase pada pengobatan penyakit Alzheimer ternyata juga bermanfaat dalam mengobati gejala-gejala delirium. Burns dkk, 2004 Hunter dkk 2005 melakukan studi untuk melihat penurunan kadar N- acetylaspartate NAA di regio frontalis dan oksipitalis dengan menggunakan proton MR spectroscopy pada 7 penderita kanak-kanak yang mengalami trauma kapitis akut non penetrasi dan hubungannya dengan outcome kognitif. Didapati bahwa konsentrasi NAA dan choline Cho menurun pada penderita trauma kapitis, dan penurunan NAA ini berkaitan dengan penurunan fungsi kognitif. Kadar NAA, choline Cho dan creatine Cr dijumpai lebih tinggi pada hemisfer kiri dibanding kanan. Studi terakhir menduga adanya peranan sitokin, seperti interleukin-1 dan interleukin-6, pada patogenesis delirium. Setelah mengalami infeksi, inflamasi dan toksik, pirogen endogen, seperti interleukin-1, akan dilepaskan dari sel. Trauma kapitis dan iskemik, yang sering berkaitan dengan munculnya delirium, ditandai dengan respon otak yang dimediasi oleh interleukin-1 dan interleukin-6. Alagiakrishnan dan Blanchette, 2005

II.2.6. Patologis