Pengusahaan Kebun Kelapa Sawit yang Dikelola Masyarakat Pengusahaan Kebun Karet yang Dikelola Masyarakat

162 sebesar 0.77 yang menunjukkan nilai sekarang arus manfaat lebih kecil dari nilai sekarang arus biaya.

6.3.2. Pengusahaan Kebun Kelapa Sawit yang Dikelola Masyarakat

Berdasarkan hasil analisis finansial, pengusahaan kebun kelapa sawit yang dikelola masyarakat ternyata juga menunjukkan penampilan yang baik untuk seluruh kriteria investasi. Nilai NPV=Rp 72 078 950, artinya masyarakat mendapat keuntungan bersih sebesar nilai tersebut selama jangka waktu analisis 25 tahun pada faktor diskonto suku bunga nominal sebesar 16 persen. Nilai IRR=36.12 persen menunjukkan sampai tingkat bunga tersebut, kredit usahatani masih menguntungkan. Nilai rasio BC=2.74 yang berarti keseluruhan nilai manfaat bersih sekarang yang diterima masyarakat lebih besar dari keseluruhan nilai biaya sekarang yang dikeluarkan. Dengan melakukan internalisasi biaya lingkungan atau biaya sosial kedalam struktur biaya, hasil analisis ekonomi menunjukkan bahwa pengusahaan kebun kelapa sawit yang dikelola oleh masyarakat memberikan dampak yang negatif untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan. Dengan asumsi tidak ada perubahan dalam penggunaan faktor produksi, maka praktik pengelolaan kebun kelapa sawit masyarakat memiliki nilai NPV minus Rp 113 644 340. Hal ini menunjukkan pengelolaan kebun kelapa sawit akan memberikan pengurangan nilai ekonomi kepada masyarakat secara bersama-sama dalam suatu perekonomian. Tingkat IRR perkebunan sawit sangat kecil yakni 2.54 persen yang menunjukkan tingkat pengembalian ekonomi yang jauh di bawah tingkat suku bunga nominal kredit yang berlaku 16 persen. Rasio BC pada perkebunan 163 kelapa sawit sebesar 0.44 yang menunjukkan nilai sekarang arus manfaat lebih kecil dari nilai sekarang arus biaya.

6.3.3. Pengusahaan Kebun Karet yang Dikelola Masyarakat

Berdasarkan hasil analisis finansial maupun analisis ekonomi seperti disajikan pada Tabel 50, pengusahaan kebun karet yang dikelola oleh masyarakat di sekitar eks-areal MJRT menunjukkan penampilan yang baik terutama dengan menggunakan kriteria NPV dan rasio BC. Nilai NPV dari hasil finansial dan ekonomi masing masing adalah Rp 20 422 270 dan Rp 10 049 230 yang berarti secara keseluruhan usahatani ini dapat diterima karena tidak saja memberikan dampak yang positif kepada petani tetapi juga perekonomian secara keseluruhan. Nilai rasio BC masing-masing hasil analisis adalah 1.57 dan 1.04 yang berarti keseluruhan nilai manfaat bersih sekarang yang diterima masyarakat lebih besar dari keseluruhan nilai biaya sekarang yang dikeluarkan. Nilai IRR hasil analisis finansial adalah 24.41 persen sedangkan pada analisis ekonomi hanya 6.81 persen. Kendati nilai IRR hasil analisis ekonomi lebih kecil dari suku bunga nominal sekarang 16 persen, nilai positif NPV dan BC pada hasil analisis ekonomi sudah cukup untuk menunjukkan bahwa dari perspektif sosial dan ekonomi, pengusahaan kebun karet telah memenuhi kriteria pembangunan pertanian yang berkelanjutan serta dapat dikembangkan lebih lanjut bagi pengelolaan eks-areal HPH pada masa yang akan datang. Dari pembahasan terhadap hasil analisis ekonomi terhadap praktik penggunaan lahan eks-areal MJRT untuk perkebunan sebagaimana yang telah diuraikan di atas, perlu digaris bawahi bahwa usahatani tanaman kelapa sawit baik yang dikelola swasta maupun masyarakat memberikan dampak negatif. Hal ini 164 menunjukkan bahwa setelah dilakukan penyesuaian terhadap harga pasar menjadi nilai ekonomi serta internalisasi terhadap biaya imbangan penggunaan lahan pada saat persiapan, maka kedua usahatani tersebut memberikan dampak yang negatif kepada masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan. Penyesuaian harga pasar menjadi nilai ekonomi menunjukkan bahwa usahatani kelapa sawit yang pengelolaannya relatif lebih intensif telah menimbulkan biaya produksi dan biaya imbangan yang lebih tinggi. Kedua faktor ini merupakan penyebab utama terhadap penampilan kedua usahatani yang tidak menguntungkan. Sedangkan pengusahaan kebun karet yang dikelola masyarakat tetap menunjukkan kelayakan ekonomi setelah dilakukan internalisasi biaya imbangan.

6.4. Dampak Ekonomi Alternatif Rehabilitasi Eks-Areal HPH