101
5.1.5. Kondisi Iklim
Menurut klasifikasi iklim Schmidt Ferguson, tipe curah hujan pada eks- areal HPH PT. MJRT termasuk ke dalam tipe A, dengan nilai Q sebesar 0 persen
bulan basah sepanjang tahun dan tidak terdapat bulan kering, yang berarti daerah basah dengan tipe hutan hujan tropis. Curah hujan tahunan di eks-areal HPH ini
tergolong tinggi berkisar antara 2 751–5 065 mm. Suhu udara relatif panas dengan suhu rata-rata bulanan 31.6
C, sedangkan kelembaban rata-rata tergolong tinggi yang berkisar 78–94 persen. Kondisi iklim tersebut menyebabkan potensi
peningkatan laju aliran permukaan surface run-off cukup besar. Pada akhirnya akan mempengaruhi parameter tanah dan hidrologi. Kondisi beberapa unsur
penyusun iklim di eks-areal HPH PT. MJRT disajikan pada Tabel 11. Tabel 10. Jenis Penutupan Lahan Kritis di Eks-Areal HPH PT. Maju Jaya Raya
Timber, Tahun 2005 Jenis Penutupan Lahan
Luas Ha Mulai
Kritis Agak
Kritis Total
Perkebunan 1 197.0
0 1 197.0 11.7
Ladangkebun masyarakat 354.5
0 354.5 3.5
Hutan bekas tebangan 2 424.3 2 518.0 4 942.3
48.1 Semak belukar
57.7 0 57.7
0.6 Hutan primer
11.4 3 707.3 3 718.7 36.2
Total 4 044.8 6 225.3 10 270.2
100.0
Sumber: Analisis Spasial, 2005
5.1.6. Kondisi Sosial-Ekonomi dan Kependudukan
1. Sistem penguasaan lahan pada eks-areal MJRT Penguasaan lahan oleh masyarakat berdasarkan sistem pewarisan dari keluarga,
membuka hutan, membeli lahan dari masyarakat yang lain. Lahan yang dikuasai masyarakat digunakan untuk daerah pemukiman penduduk, usaha pertanian dan
perkebunan. Jenis usaha produktif pertanian dan perkebunan umumnya komoditi yang dikembangkan adalah padi ladang, singkong, kelapa sawit, kopi, jengkol dan
lain-lain.
102 Tabel 11. Data Curah Hujan, Suhu dan Kelembaban Rata-rata Tahun
1980-1992 di Eks-Areal HPH PT. Maju Jaya Raya Timber No Bulan
Rata-rata Curah Hujan mm
Rata-rata Suhu Udara
o
C Rata-rata
Kelembaban 1 Januari
367.3 31.9
93.2 2 Februari
262.2 31.4
92.6 3 Maret
367.6 32.1
93.2 4 April
291.5 32.1
92.9 5 Mei
201.7 32.3
92.9 6 Juni
147.8 32.2
94.3 7 Juli
213.2 31.6
78.1 8 Agustus
197.2 32.1
65.3 9 September
318.7 31.5
94.5 10 Oktober
381.4 31.5
94.3 11 November
374.5 31.2
94.1 12 Desember
364.0 31.7
94.0
Jumlah 3.487.1 381.6 1 079.1
Rata-rata 290.6 31.8
89.9
Sumber: Sarbi, 2001
Pada eks-areal MJRT tidak terdapat adanya hak ulayat atas tanah dan hutan oleh masyarakat setempat. Sistem penguasaan tanah dan lahan oleh
masyarakat mengikuti peraturan secara tradisi, yakni menganut sistem kepemilikan secara individu dan keluarga. Terlihat bahwa tanah yang kosong bagi
masyarakat setempat dianggap tanah bebas. Masyarakat yang membuka hutan dan tanah kosong pertama kali akan menyatakan sebagai pemilik lokasi atau lahan
tersebut. 2. Kegiatan usahatani dan perambahan
Sebagian besar masyarakat mempunyai mata pencaharian pokok di bidang pertanian, perkebunan dan peternakan. Disamping itu, aktivitas penduduk juga
banyak berinteraksi dengan hutan seperti menangkap ikan di sungai, memungut rotan, damar, madu serta mengusahakan balok kaleng. Perkiraan luas rata-rata
kepemilikan lahan yang dimiliki masyarakat setempat berkisar antara 3 sampai 8 ha per kepala keluarga KK.
103 Masyarakat desa mengembangkan usaha pertanian perladangan dengan
memanfaatkan air hujan dan areal di pinggir sungai. Hal ini dilakukan karena ketiadaan sarana irigasi pada daerah tersebut. Umumnya untuk usaha pertanian
masyarakat memanfaatkan lahan yang ada di sekitar sungai. Produksi pertanian tersebut digunakan untuk kebutuhan konsumsi keluarga sehari-hari subsisten.
Usahatani kebun kelapa sawit merupakan usaha andalan masyarakat desa untuk mendukung ekonomi keluarga. Sejak lima tahun terakhir sejak
dikembangkannya perkebunan besar kelapa sawit di wilayah ini, masyarakat juga marak mengembangkan komoditas yang sama. Hasil perkebunan tanpa diolah
dijual langsung kepada industri pengolahan kelapa sawit terdekat atau dijual kepada pedagang pengumpul yang datang langsung ke desa pada saat hari pasar.
Hernawan 2001, melaporkan dalam pengembangan usaha perkebunan tanaman perkebunan tersebut, masyarakat desa cenderung memanfaatkan kawasan hutan
membuka hutan dan memanfaatkan areal bekas tebangan PT. MJRT. Dari hasil survei diketahui peruntukan lahan yang dimiliki oleh responden,
dimana luas lahan yang ditanami sawit menduduki peringkat pertama yaitu seluas 354 ha atau 64,5 persen dari total luas lahan yang dimiliki oleh petani. Sementara
tanaman karet hanya terdapat seluas 62 ha atau 11.3 persen. Hal ini menunjukkan besarnya animo dan kebutuhan masyarakat dalam pengusahaan usahatani sawit
bahkan telah menjadi suatu budaya bagi masyarakat setempat Tabel 12 menggambarkan klasifikasi kepemilikan lahan yang dimiliki oleh
kepala keluarga. Sebagian besar responden memiliki tanaman karet dengan luas 2 ha 54 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani memiliki luas
tanaman karet sesuai luas lahan yang direkomendasikan oleh Departemen
104 Kehutanan pada program hutan kemasyarakatan HKm seluas 2 haorang. Hasil
survei juga mendapatkan sebagian besar 81 persen usia tanaman sawit yang dimiliki respoden berumur antara 4 sampai 8 tahun. Dengan demikian usahatani
responden adalah berada pada usia produktif. Tabel 12. Luas Peruntukan Lahan yang Dimiliki Kepala Keluarga
Jenis Tanaman
Luas Ha
Responden Kategori Luas Lahan
≤ 1 Ha 1 -
≤ 2 Ha 2 Ha
KK KK
KK KK
Karet 62.00
11.3 20
24.1 4 3.9 7
30.4 9 17.3
Sawit 354.00 64.5
54 65.1
9 8.7
11 47.8
34 65.4
Jeruk 5.61 1.0
2 2.4
1 1.0
0.0 1
1.9 Kopi
45.00 8.2 8
9.6 3
2.9 1
4.3 4
7.7 Kelapa
2.60 0.5
4 4.8 3
2.9 1 4.3 0 0.0
Mangga 0.75 0.1
1 1.2 1
1.0 0 0.0 0 0.0
Cempedak 0.07 0.0 1
1.2 1 1.0 0
0.0 0 0.0 Sawah
0.80 0.1 1
1.2 1
1.0 0.0
0.0 Alang-Alang
78.00 14.2
12 14.5 5
4.9 3 13.0 4 7.7
Total 548.83 100
103 100 28
100 23 100 52 100
Sumber: Hasil surve1, 2005 diolah
Lahan-lahan yang dijadikan sebagai lahan pertanian dan perkebunan masyarakat merupakan kawasan hutan sekunder, termasuk dalam kawasan eks-
areal MJRT. Kawasan ini dimanfaatkan karena menurut masyarakat areal tersebut masih relatif subur. Selain itu menurut penduduk asli, lokasi itu sebelumnya
merupakan areal ladangkebun yang pernah dibuka oleh nenek moyang mereka. Disamping melakukan usaha budidaya pertanian dan perkebunan,
masyarakat juga melakukan kegiatan pemungutan hasil hutan seperti rotan, damar, madu. Kegiatan tersebut telah dilakukan masyarakat setempat sejak sebelum
beroperasinya HPH PT. MJRT. Frekuensi melakukan kegiatan ini tergantung dengan kesibukan mereka dalam melakukan usahataninya.
Ancaman tekanan kegiatan perambahan kawasan penyangga TNKS di masa datang diperkirakan akan meningkat terutama kegiatan perambahan lahan
untuk membuka ladangkebun di areal bekas tebangan HPH. Faktor lain yang
105 mempercepat kegiatan perambahan lahan adalah faktor aksesibilitas penduduk
yang kian terbuka karena adanya pembukaan jalan tembus di beberapa daerah kabupaten.
3. Kependudukan Secara umum, di sekitar eks-areal MJRT terdapat 3 943 rumah tangga
dengan jumlah pupulasi hingga tahun 2003 tercatat sebanyak 31 239 jiwa serta sex-ratio sebesar 108. Dilihat dari sisi administrasi pemerintahan, dari tiga
wilayah yang berbatasan langsung dengan eks-areal MJRT Kecamatan: Muko- Muko Selatan, Napal Putih dan Putri Hijau, penduduk dan rumah tangga di
Kecamatan Putri Hijau tercatat yang paling bayak. Secara rinci, variasi kependudukan di desa sekitar eks-areal MJRT disajikan pada Tabel 13.
Dilihat dari tingkat kepadatan penduduk maupun rumah tangga, desa-desa sekitar MJRT tergolong memiliki kepadatan yang relatif rendah. Kepadatan
rumah tangga tercatat hanya 4 rumah tangga tiap km
2
, sementara kepadatan penduduk rata-rata 33 jiwakm
2
. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Desa Cipta Mulya, Kecamatan Putri Hijau, sedangkan kepadatan penduduk
terendah ditemui di Desa Lubuk Talang, Muko-Muko Selatan. Khusus untuk lokasi penelitian di Kecamatan Putri Hijau, jumlah rumah
tangga di sekitar eks-areal MJRT tercatat sebanyak 1 125 rumah tangga, dengan jumlah penduduk hingga tahun 2005 sebanyak 13 244 jiwa. Tingkat kepadatan
rata-rata untuk penduduk dan rumah tangga juga tergolong relatif rendah, masing- masing adalah 34 jiwakm
2
dan 3 rumah tanggakm
2
. Kepadatan penduduk dan rumah tangga yang paling tinggi tercatat di Desa Cipta Mulya, yakni masing-
masing 328 jiwakm
2
dan 18 rumah tanggakm
2
. Desa ini merupakan pemukiman
106 transmigrasi yang semua penduduknya mengusahakan perkebunan kelapa sawit.
Desa ini hanya berjarak 5 km dari areal perkebunan kelapa sawit milik PT. Alno Agro Utama PT AAU.
Tabel 13. Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk dan Rumah Tangga di Desa Sekitar Lokasi Penelitian
No Kecamatan
Desa Luas
KM
2
Jumlah Pddk
Jiwa Rumah
Tangga RT
Kepadatan Penduduk
JiwaKM
2
RT RTKM
2
Muko-muko Selatan
1 Gajah Makmur
18.56 2
152 288
116 16
2 Semambang makmur
14.52 986
197 68
14 3 Dusun
Pulau 18
1 050
210 58
12 4 Pulau Baru
12 1 002
250 84
21 5 Sumundam
29.48 860
212 29
7 6 Talang
Baru 3.89
886 177
228 46
7 Talang Arah
21.79 1
059 264
49 12
8 Lubuk Talang
79.50 404
101 5
1 9 Talang
Rio 20
468 114
23 6
Napal Putih
1 Tanjung harapan 9.5
1 675 118
176 12
2 SP 7 Bangun Karya 8
798 141
100 18
3 Tanjung Sari
9.99 886
142 89
14 4 Bukit Berlian
12 1 250
167 104
14 5 Tanjung Dalam
255 1 921
107 8
6 Air Lelangi
17 681
74 40
4 7 Air
Tenang 16
730 94
46 6
8 Pagardin 27.5
1 187
162 43
6
Putri Hijau
1 Karya Bakti 12.77
1 813 176
142 14
2 Air Pandan
5 624
77 125
15 3 Suka Makmur
13 2 822
141 217
11 4 Suka
Baru 121.66
936 97
8 1
5 Suka Medan
25.54 788
88 31
3 6 Suka
Merindu 93.21
801 182
9 2
7 Suka Maju
64.18 483
43 8
1 8 Karya
Pelita 17.15
890 85
52 5
9 Air Putih
30 2
445 147
82 5
10 Cipta Mulya 5
1 642 89
328 18
Total 960.24 31
239 3
943 33
4
Keterangan : dan adalah kecamatan dan desa-desa lokasi pengamatan Sumber
: 1. Profil Desa, 1998 2. Kecamatan Napal Putih Dalam Angka, 2003
3. Kecamatan Putri Hijau Dalam Angka, 2003
107
5.2. Eks HPH. PT. Rimba Karya Indah RKI 5.2.1. Letak dan Lokasi