98 Jenis hasil hutan non-kayu yang terdapat di eks-areal MJRT, antara lain:
1 getah damar yang berasal dari pohon merah Hopea mengarawan, 2 getah jelutung yang berasal dari pohon jelutungmuai Dyera costulata, 3 sarang
burung wallet yang terdapat di bagian Tenggara areal konsesi, 4 rotan, jenis rotan yang ditemukan adalah rotan mensirai Calamus sp tetapi jumlahnya sangat
sedikitjarang, dan 5 bambu, banyak ditemukan di sebelah Selatan dan Tenggara areal konsesi. Saat ini jenis-jenis ini tidak terlalu banyak lagi ditemukan di eks-
areal HPH PT. MJRT sehingga untuk mendapatkannya, informasi beberapa anggota masyarakat masyarakat harus masuk ke areal TNKS.
5.1.4. Kondisi Tanah, Kelerengan dan Kekritisan Lahan
Berdasarkan Peta Satuan Lahan Lembar Sungai Penuh dan Ketahun skala 1 : 250 000 dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor, tahun 1990 terdiri
atas Latosol, Podsolik Merah Kuning dan Aluvial Independent Concession Audit, 2001. Jenis tanah Podsolik Merah Kuning merupakan jenis tanah terluas lebih
90 persen pada eks-areal MJRT. Jenis tanah ini merupakan tanah yang peka terhadap erosi, sedangkan tanah Latosol dan Aluvial merupakan tanah agak peka
terhadap erosi. Jenis tanah di eks-areal HPH PT. MJRT dan tingkat kepekaannya terhadap erosi disajikan pada Tabel 7.
Kondisi fisiografi lapangan eks-areal HPH MJRT bervariasi mulai dari dataran rendah sampai dengan perbukitan dengan ketinggian tempat berkisar dari
100 hingga 531 m dpl dan seluruhnya merupakan hutan tanah kering. Kemiringan lapangan eks-areal MJRT bervariasi dari datar sampai sangat curam. Areal datar
sampai landai terletak di bagian Selatan berdekatan dengan daerah perkebunan dan pemukiman. Sedangkan kawasan yang merupakan areal agak curam sampai
99 curam dengan banyak perbukitan terletak di bagian Utara sampai dengan kawasan
TNKS terutama di DAS Sebelat dan sub DAS Lalangi. Tabel 7. Jenis Tanah di Eks-Areal HPH PT. Maju Jaya Raya Timber
No Kode Tanah
Soeprapto Harjo, 1961 Jenis Tanah
Luas Ha
1. Had 1.1.1 Podsolik Merah Kuning
6 450 18.76
2. Had 1.2.1 Podsolik Merah Kuning
11 680 33.97
3. Mad 2.1.2 Podsolik Merah Kuning
13 030 37.89
4. Vad 1.4.2 Podsolik Merah Kuning
335 0.98
5. Aq 5
Aluvial 835
2.43 6. Af
4.1.1 Aluvial
885 2.57
7. Pa 8.2
Latosol 695
2.02 8. Pad
8.2 Latosol
475 1.38
Jumlah 34 385
100.00
Sumber: Sarbi, 2001
Kelerengan agak curam terutama di daerah hulu sungai seperti Sungai Ipuh, Sungai Sebelat dan Sungai Ketahun dengan fisiografi perbukitan–
pegunungan yang berbatasan kawasan TNKS. Di eks-areal HPH PT. MJRT terdapat areal sangat curam lereng E seluas 4 045 ha yang terletak di DAS
Sebelat dan Sub DAS Lalangi bagian Timur-Selatan. Rincian mengenai luasan kelerengan lapangan di eks-areal HPH PT. MJRT disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Kondisi Kelerengan Lapangan Eks-Areal HPH PT. Maju Jaya Raya
Timber Kisaran Lereng
Kelas Lereng Uraian
Luas Ha
0 – 8 A
Datar 399
1.16 8 – 15
B Landai
6 137 17.85
15 – 25 C
Agak Curam 14 857
43.21 25 – 40
D Curam
8 947 26.02
40 E
Sangat Curam 4 045
11.76
Jumlah 34 385
100.00
Sumber: Sarbi, 2001
Jika dilihat dari aspek kekritisan lahan, kondisi lahan eks-areal MJRT sebagian besar masih dalam kategori baik dan normal alami dengan luas mencapai
100 36 716.5 ha atau sekitar 78 persen dari luas keseluruhan eks-areal MJRT.
Sedangkan lahan kritis agak kritis dan mulai kritis terdapat seluas 10 270.2 ha atau hanya sekitar 22 persen Tabel 9 dan Lampiran 5 sampai dengan Lampiran
8. Hingga tahun 2005, lahan kritis dapat dijumpai di bagian barat dan selatan eks- areal MJRT yang berjarak cukup jauh dari TNKS. Lahan kritis ini terkonsentrasi
di tiga lokasi, yakni di Desa Semambung Makmur Kecamatan Muko Muko Selatan, Kabupaten Muko Muko serta sekitar Pusat Latihan Gajah PLG, Desa
Suka Baru Kecamatan Putri Hijau, Bengkulu Utara dan Desa Tanjung Harapan Kecamatan Napal Putih, Kabupaten Bengkulu Utara.
Tabel 9. Kondisi Kekritisan Lahan di Eks-Areal HPH PT. Maju Jaya Raya
Timber, Tahun 2005 Kategori Luas
Ha Agak kritis
6 225.3 13.2
Baik 29 032.9
61.8 Mulai kritis
4 044.8 8.6
Normal Alami 7 683.6
16.4
Total 46 986.7
100.0
Sumber: Analisis Spasial, 2005
Sebagian besar jenis penutupan lahan kritis di eks-areal MJRT berupa hutan bekas tebangan dan hutan primer, masing-masing dengan proporsi 48.1
persen dan 36.2 persen. Sedangkan lahan kritis yang sudah mengalami alih fungsi meliputi areal perkebunan 11.7 persen, ladangkebun masyarakat 3.5 persen
dan semak belukar dengan proporsi 0.6 persen Tabel 10. Dengan demikian pengelolaan lahan kritis di eks-areal MJRT lebih diprioritaskan kepada
pengendalian terhadap alih fungsi terhadap kawasan hutan karena memiliki areal yang paling luas.
101
5.1.5. Kondisi Iklim