Kondisi Penutupan Lahan Kondisi Tanah dan Kekritisan Lahan

110 Berdasarkan Peta Penunjukan Kawasan Hutan Produksi Jambi, areal kerja HPH PT. RKI sebagian besar berfungsi sebagai hutan produksi tetap 71.49 persen dan sisanya sebagai SAPA 22.37 persen dan APL 6.15 persen. Rincian lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Fungsi Hutan Pada Areal Kerja HPH PT. Rimba Karya Indah Berdasarkan Peta Penunjukan Kawasan Fungsi Hutan Luas Ha SAPA 11 520 22.37 Hutan Produksi Terbatas HPT 0.00 Hutan Produksi Tetap HP 36 815 71.49 Areal Penggunaan LainAPL 3 165 6.15 Jumlah 51 500 100.00 Sumber: Sarbi, 2001 Secara de-facto, sejak tahun 1997, PT. RKI telah berhenti beroperasi di areal kerja Unit-I di Kelompok Hutan Hulu Batang Tebo – Batang Kemarau dan Batang Pelepat – Hulu Batang Ole Sarbi, 2001. Hal ini disebabkan oleh meluasnya penolakan dari masyarakat di sekitar kawasan. Sedangkan secara de- jure, izin pengelolaan HPH PT. RKI berakhir sejak tanggal 25 November 2004, sejalan dengan dicabutnya izin pengelolaan melalui SK. Menteri Kehutanan No. 455Menhut-II2004 tanggal 25 November 2004 yang kemudian diperbaiki karena adanya kekeliruan dalam penetapan luas konsesi, melalui SK. 103Menhut- II2005 tanggal 25 April 2005.

5.2.3. Kondisi Penutupan Lahan

Informasi tentang potensi dan komposisi tegakan di areal HPH PT. RKI pada hutan primer maupun bekas tebangan bersumber dari hasil inventarisasi hutan ITSP pada beberapa blok yang dilakukan dengan intensitas 100 persen Laporan Independent Concession Audit, 2001. Sedangkan informasi potensi dan 111 komposisi tegakan di areal bekas tebangan, bersumber dari hasil inventarisasi dengan luas sampel rata-rata 4 ha untuk setiap blok RKT bekas tebangan. Menurut komposisi jenisnya, tegakan siap tebang di hutan primer sebagian besar didominasi oleh jenis-jenis dari kelompok meranti terutama dari spesies Dipterocarpaceae, yaitu jenis meranti, keruing dan durian hutan. Sedang pada hutan bekas tebangan, sebagian besar didominasi oleh jenis-jenis dari kelompok meranti terutama dari suku Dipterocarpaceae, yaitu jenis meranti merah, meranti putih, mersawa dan nyatoh. Jenis hasil hutan non kayu adalah: 1 getah damar yang berasal dari pohon merah Hopea mengarawan dengan potensi pohon pada hutan bekas dan pada hutan primer, 2 getah jelutung yang berasal dari pohon jelutungmuai Dyera costulata pada hutan bekas tebangan, 3 madu yang banyak diambil oleh masyarakat terutama pada musimnya, 4 rotan, tidak banyak digunakan oleh masyarakat kecuali untuk keperluan tali-temali, jenis rotan yang ditemukan adalah rotan manau yang dijual kepada pedagang pengumpul dan jenis rotan mensirai rotan cacing tetapi jumlahnya sedikit, dan 5 bambu, dengan ukuran kecil-kecil dan tipis yang biasa disebut bambu saluang dan tidak banyak digunakan kecuali untuk membuat keranjang untuk keperluan sehari-hari.

5.2.4. Kondisi Tanah dan Kekritisan Lahan

Jenis tanah di eks-areal RKI terdiri atas Podsolik Merah Kuning PMK seluas 26 350 ha 30.29 persen, organosol seluas 35 006 ha 40.24 persen, latosol seluas 16 052 ha 18.44 persen, litosol seluas 9 099 ha 10.46 persen, dan aluvial seluas 493 ha 0.57 persen. Hal ini sesuai dengan Peta Satuan Lahan 112 Lembar Sungai Penuh dan lembar Sarolangun, Sumatera skala 1:250 000 Laporan Independent Concession Audit, 2001. Eks-areal kerja PT. RKI mempunyai topografi bervariasi dari datar sampai sangat curam dengan ketinggian bervariasi dari 190 m hingga 1 670 m dpl. Areal kerja HPH PT. RKI sebagian besar mempunyai topografi datar 50.40 persen, dan selebihnya bertopografi landai hingga sangat curam. Penyebaran kelas lereng disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Penyebaran Kelas Lereng di Eks-Areal HPH PT. Rimba Karya Indah Kelas Lereng Kisaran Lereng Unit-I Ha A 0 – 8 8 345 50.40 B 8 – 15 5 830 6.70 C 15 – 25 13 345 15.34 D 25 – 40 16 570 19.05 E 40 7 410 8.51 Jumlah 51 500 100.00 Sumber : Sarbi, 2001 Jika dilihat dari aspek kekritisan lahan, kondisi lahan eks-areal RKI sebagian besar masih dalam kategori baik dan normal alami dengan luas mencapai 36 981.5 ha atau sekitar 88.5 persen dari luas keseluruhan eks-areal MJRT. Sedangkan lahan kritis agak kritis + mulai kritis seluas 4 736.47 ha atau hanya sekitar 11.4 persen Tabel 18. Lahan kritis banyak terdapat di blok bagian atas yang berjarak relatif dekat dengan TNKS. Lahan kritis ini terkonsentrasi di tiga lokasi, yakni di Desa Renah Sungai Ipuh, Rantau Tipu Kecamatan Lembur Lubuk Mengkuang, Kabupaten Bungo serta Desa Batang Kibul, Telentam dan Sungai Tabir Kecamatan Tabir Ulu, Kabupaten Merangin. Lahan kritis yang terdapat di eks-areal RKI adalah areal yang telah mengalami alih fungsi. Sebagian besar jenis penutupan lahan kritis di eks-areal RKI berupa ladangkebun masyarakat dengan luas mencapai 3 648.3 ha atau 113 sekitar 77 persen dari luas lahan kritis yang terdapat di eks-areal RKI. Tabel 19 dan Lampiran 24 sampai Lampiran 26. Luas lahan kosong dan semak belukar masing-masing seluas 338.9 ha dan 749 ha. Dengan demikian pengelolaan lahan kritis di eks-areal RKI lebih diprioritaskan kepada ladangkebun masyarakat karena memiliki areal yang paling luas terutama yang berdekatan dengan TNKS. Tabel 18. Kondisi Kekritisan Lahan di Eks-Areal HPH PT. Rimba Karya Indah Tahun 2005 Kategori Luas Ha Agak Kritis 519.8 1.2 Baik 30 908.7 74.1 Mulai Kritis 4 216.6 10.1 Normal Alami 6 072.7 14.6 Total 41 717.9 100.0 Sumber: Analisis Spasial, 2005 Tabel 19. Jenis Penutupan Lahan Kritis di Eks-Areal HPH PT. Rimba Karya Indah Tahun 2002 Jenis Penutupan Lahan Luas Ha Mulai Kritis Agak Kritis Total LadangKebun Masyarakat 3 205.9 442.4 3 648.3 77.0 Lahan Kosong 261.5 77.4 338.9 7.2 Semak Belukar 749.3 749.3 15.8 Total 4 216.6 519.8 4 736.4 100.0 Sumber: Analisis Spasial Menggunakan Citra Landsat Akuisisi Tahun 2002, 2005

5.2.5. Iklim