43 pelindung diri, seperti masker, sarung tangan, baju pelindung maupun pelindung
mata. Pada saat menangani pestisida petani hanya menggunakan celana pendek dan koas lengan pendek saja. Kesadaran petani akan bahaya pestisida terhadap
lingkungan dan kesehatan masih rendah. Petani cenderung ceroboh dan berlebihan dalam menggunakan pestisida, petani beranggapan kalau sudah terb iasa dan kebal
dengan pestisida, serta tidak menyadari bahaya pastisida. Keluhan terhadap gangguan kesehatan terhadap petani itu sendiri dianggap sesuatu yang biasa
dialaminya. Pada umumnya petani mencuci peralatan penyemprotan di saluran air
parit d i sekitar sawah setelah selesai bekerja. Begitu pula dengan tangan dan kaki, mereka beranggapan itu sesuatu yang biasa dilakukan sejak dahulu, tanpa
melihat dampak terhadap lingkungan maupun kesehatan. Petani sudah terbiasa malakukan penyemprotan tanpa menggunakan alat pelindung diri, merokok
sambil menyemprot, dan mempunyai personal hygiene yang buruk.
5.4. Sikap Petani yang Berhubungan dengan Penggunaan Pestisida
Berdasarkan hasil penelitian, sikap petani yang berhubungan dengan penggunaan pestisida secara rinci tertera pada Tabel 11 dan Gambar 5. Dari tabel
dan gambar tersebut menunjukan bahwa petani SLPHT mempunyai kategori sikap sedang pada semua jenjang pendidikan, kecuali untuk pendidikan TTSD tidak ada
kategori. Hal ini menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah petani mengikuti pelatihan PHT sehingga petani dapat menentukan sikap dalam
penggunaan pestisida. Setelah melakukan pelatihan pada umumnya petani SLPHT sudah dapat
membedakan mana yang hama sasaran dan mana yang bukan hama sasaran. Dengan demikian aplikasi pestisida hanya dairahkan pada jenis hama sasaran saja.
Petani yang sudah mengikuti pelatihan PHT lebih peka terhadap masalah pencemaran lingkungan. Petani menyadari bahawa pestisida harus dikelola
dengan baik dan benar sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan.
44
Tabel 11. Sikap petani yang berhubungan dengan penggunaan pestisida
Kategori Pendidikan
SLPHT Non SLPHT
TTSD SD
SMP SMA TTSD SD
SMP SMA
rendah 1
5 9 2 0
sedang 16
5 6
4 21 6 4
tinggi 0 0 0 0
Jumlah 0 16 5 7 9 30 8 4 Rata-rata 0,00 1,86 1,90 1,95 1,37 1,53 1,6 2 1,58
Kategori tdk ada sedang sedang sedang rendah sedang sedang sedang
0.50 1.50
2.50 3.50
Rata-rata Sikap Responden Berhubungan dengan Pestisida
TTSD SD
SMP SMA
TTSD SD
SMP SMA
SLPHT Non SLPH
Gambar 5. Rata-rata s sikap yang berhubungan dengan penggunaan
pestisida, rendah 1,50, sedang 1,5 – 2,50, tinggi 2,50.
Dari tabel 11 dan gambar 5 menunjukan bahwa sikap petani yang berhubungan dengan penggunaan pestisida petani non SLPHT mempunyai
kategori sikap rendah pada semua jenjang TTSD, sedangkan pada jenjang pendidikan SMP dan SMA mempunyai kategori sikap sedang. Hal ini
menunjukan makin tinggi jenjang pendidikan semakin tinggi pula. Petani non SLPHT tidak mendapatkan tambahan pengetahuan mengenai PHT, petan i hanya
Tinggi
Sedang
Rendah
45 mengetahui mengenai pestisida secara turun temurun, informasi dari sesama
petani maupun dari toko kios. Kenyataan di lapangan tidak demikian, walaupun telah terlatih dan
mendapatkan bekal pengetahuan dalam kursus PHT yang diikutinya tetapi masih banyak petani yang tidak menerapkan apa yang sudah diperoleh dari pelatihan
PHT. Rendahnya kesadaran petani melaksanakan konsep PHT, karena merasa tidak ada pengawasan dan sangsi, serta hanya merupakan wacana teoritis saja.
Menurut Sarwono 1999 menyatakan bahwa sikap dapat menentukan tindakan jika ia muncul atau dimunculkan dalam kesadaran seseorang.
Petani non SLPHT mempunyai sikap dalam kategori rendah sampai sedang. Petani ini tidak mendapatkan bekal pengetahuan dari konsep PHT,
sehingga tidak mengetahui penggunaan pestisida secara benar dan aman. Petani mempunyai kebiasaan yang turun temurun dan pengalaman sesama petani.
Penggunaan pestisida tidak memperhatikan dosis yang dianjurkan dan pada umumnya melakukan pengoplosan pencampuran beberapa jenis pestisida,
dengan tujuan agar lebih mematikan hama dan penyakit tanaman. Data petani yang melakukan pengoplosan tertera pada tabel 12.
Tabel 12. Data petani yang melakukan pengoplosan pestisida.
Pendidikan Petani Responden
SLPHT Non SLPHT
ya kadang tidak ya kadang tidak
TTSD -
- - 8 1
- SD
10 3 3 27 3 -
SMP 3 2 - 7 1 -
SMA 2 5 - 4 1
- Jumlah
15 10
3 46 5 -
Berdasarkan tabel 12 menunjukan bahwa sebagian besar petani baik yang SLPHT dan non SLPHT cenderung melakukan pengoplosan pestisida, dengan
alasan produk pestisida yang beredar saat ini kurang daya toksisitasnya dan hama serta penyakit tanaman bawang merah kekebalan resistensi sudah tinggi,
sehingga tidak mati jika disemprot dengan satu jenis pestisida. Petani yang
46 melakukan pengoplosan lebih dari 2 jenis pestisida. Petani SLPHT tidak
men erapkan apa yang sudah diperoleh dari pelatihan yang diikutinya, sedangkan petani non SLPHT yang pengetahuannya kurang, juga mempunyai kesadaran
yang kurang dalam penggunaan pestisida. Petani tidak lagi memperhatikan efektivitas dan dampak yang ditimbulkannya, baik dampak terhadap lingkungan
maupun kesehatan. Sering ditemukan fakta di lapangan ketika berbagai merek sudah dicoba
dan tidak mampu membasmi hama, petani melakukan pengoplosan yang tidak rasional. Ada yang mencampur pestisida yang satu dengan yang lain tanpa
memperhatikan efektifitas dan dampaknya. Bahkan ada yang mencampur dengan minyak tanah, solar serta pembasmi nyamuk Pikiran Rakyat, 2002.
Pada umumnya petani cenderung melakukan pengoplosan pencampuran pestisida dengan alasan menghemat waktu dan tenaga penyemprotan.
Penyemprotan pestisida dilakukan pada pagi hari pukul 08.00-10.00 WIB atau sore hari pada pukul 15.00 -17.00 WIB, dengan peralatan yang terbatas. Faktor
lain yang mendorong petani untuk melakukan pengoplosan pestisida adalah keyakinan yang tinggi bahwa dengan pencampuran dua atau lebih pestisida akan
meningkatkan toksisitas pestisida, tanpa melihat jenis hama sasaran. Dalam penggunaan pestisida petani tidak memperhatikan dosis yang sudah
dianjurkan, baik yang tertera pada label kemasan maupun anjuran dari petugas penyuluh pertanian. Berdasarkan Tabel 13 menunjukan bahwa petani non SLPHT
sekitar 27,85 menggunakan pestisida tidak sesuai dosis. Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan petani SLPHT yang sudah mendapatkan bekal pengetahuan
dari kursus PHT. Petani non SLPHT cenderung tidak mengikuti dosis yang ditetapkan karena pengetahuan kurang, kesadaran rendah, serta petani
beranggapan bahwa kualitas pestisida saat ini sudah menurun. Dosis yang ditetapkan produsen melalui tahap -tahap penelitian yang lama.
Pentaatan dosis harus dilaksanakan secara seksama, untuk melindungi pengguna, konsumen, lingkungan dan menghindari pemborosan yang finansial
Djoyosumarto. 2000 dalam Sulistiyono, 2003 . Petani non SLPHT mengabaikan aturan yang ditetapkan dan tidak mentaati aturan yang tertera di label. Petani
beralasan penyemprotan tidak sesuai dosis karena daya toksisitas pestisida sudah
47 berkurang, sehingga tidak mampu membunuh hama tanpa memperhatikan jenis
hama sasaran .
Tabel 13. Data petani yang menggunakan pestisida tidak sesuai dosis.
Pendidikan Petani Responden
SLPHT Non SLPHT
ya k adang tidak ya kadang tidak
TTSD -
- - 1 3
5 SD
1 3 12 13 10 7
SMP 2 2 3 7 2 1
SMA - 4 1 4 -
1
Jumlah 3
9 16 22 15 14 Persentase 3,80 11,39 20,25 27,85 18,99 17,72
5.5. Sikap Petani yang Berhubungan dengan