1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tujuan pembelajaran sains di SD atau MI dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan KTSP 2006 agar peserta didik dapat mengembangkan pengetahuan
dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, selain itu siswa memperoleh bekal pengetahuan, konsep
dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTS. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, seorang guru diharapkan dapat
merancang pembelajaran sains yang menarik, variatif dan menyenangkan sehingga siswa SD berminat dalam belajar sains dan tidak lagi beranggapan
bahwa pelajaran sains itu sulit dan membosankan. Kenyataannya sebagian siswa merasa bosan dan tidak suka mengikuti pelajaran sains yang mengindikasikan
minat belajar siswa terhadap pelajaran sains masih rendah.
Berdasarkan penelitian di SD Negeri 04 Kendal Doyong, menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran masih kurang.
Kurangnya aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran tersebut dilatar belakangi, oleh beberapa hal yaitu :
a kurangnya keterlibatan siswa dalam pembelajaran yang disebabkan penggunaan metode ceramah oleh guru.
b kurang adanya interaksi antara siswa satu dengan yang lainnya.
2
c siswa kurang berani untuk bertanya atau mengemukakan pendapatnya saat pembelajaran berlangsung.
d jarang sekali diadakan kerja kelompok dan diskusi untuk menemukan dan memahamikonsep-konsep materi yang diajarkan.
e Metode atau model pembelajaran yang digunakan kurang variatif. Kondisi tersebut di atas menunjukkan bahwa proses pembelajaran di SD
berlangsung satu arah dan masih didominasi oleh guru, sehingga dapat dikatakan pasif. Pasifnya siswa dalam kegiatan pembelajaran diduga berpengaruh pada
rendahnya kemampuan akademik atau hasil belajar siswa. Selain hasil belajar yang masih rendah keberadaan alat peraga sebagai
media pembelajaran masih sangat terbatas yang menyebabkan beberapa konsep yang perlu dibuktikan dengan cara melakukan percobaan menjadi terhambat.
Pujianto 2007 mengatakan, tidak menariknya pelajaran sains lebih disebabkan metode pengajaran yang tidak menarik. Guru-guru sering kali enggan
bereksperimen, menemukan metode baru yang bisa menambah ketertarikan anak didiknya belajar.
Media pembelajaran dapat digunakan untuk menciptakan komunikasi yang efektif antara guru dan murid. Media pembelajaran sebagai alat bantu dalam
proses belajar mengajar, baik di dalam maupun di luar kelas dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Ada banyak media pembelajaran yang dapat digunakan
untuk suatu proses pembelajaran, mulai dari media yang sederhana, konvesional, dan murah harganya, hingga media yang kompleks, rumit, modern, dan harganya
3
relatife mahal, mulai dari merespons indera tertentu, sampai dapat merespons perpaduan dari berbagai indera manusia.
Salah satu media yang dapat meningkatkan minat siswa terhadap pembelajaran Sains adalah media permainan Puzzle. Puzzle merupakan salah satu
media pembelajaran yang didalamnya terdapat unsur permainan, sehingga anak tidak merasa bosan dan dapat menarik minat serta menambah motivasi belajar
siswa. Kelebihan Puzzle adalah siswa termotivasi untuk menyusun potongan gambar agar diperoleh gambar yang diinginkan, kemudian siswa mengembangkan
pengetahuan untuk memahami materi atau konsep melalui gambar yang diperoleh. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ermawati 2008 menunjukkan
pembelajaran problem based instruction berbasis media sederhana untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar fisika siswa sekolah menengah pertama.
Dengan demikian media gambar Puzzle dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar yang
dicapai. Hasil belajar siswa yang belum maksimal, menunjukkan masih ada siswa
yang mengalami kesulitan belajar. Salah satu metode pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar adalah pembelajaran
kooperatif. Trianto 2007:41 menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep
yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa sering secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-
masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat
4
menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif. Selama belajar secara kooperatif siswa tetap tinggal dalam kelompoknya selama beberapa kali
pertemuan. Mereka diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar
aktif, memberikan penjelasan kepada teman sekelompok yang baik, berdiskusi, dan sebagainya.
Adapun pembelajaran kooperatif yang akan penulis terapkan adalah tipe STAD Student Team Achievement Division. Tipe ini tidak hanya unggul dalam
membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan bekerjasama, kreatif, berfikir kritis dan
siswa terlibat aktif baik secara mental maupun fisik. Penggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STADdiharapkan siswa dapat lebih mudah dalam
menemukan dan memahami konsep materi pelajaran apabila mereka mendiskusikan masalah-masalah materi pelajaran dengan temannya, sehingga
tercapai hasil belajar yang optimal yang menyebabkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran akan meningkat. Meningkatnya pemahaman siswa terhadap suatu
materi diharapkan hasil belajarnya akan meningkat juga. Berdasarkan uraian diatas maka perlu diadakannya penelitian eksperimen
dengan judul “PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF STAD DENGAN BANTUAN MEDIA GAMBAR
PUZZLE PADA POKOK BAHASAN GAYA UNTUK SISWA SD KELAS V ”.
5
1.2 Rumusan Masalah