1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Setiap orang membutuhkan ilmu pengetahuan agar dapat mengikuti perkembangan zaman dan menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada di
lingkungan tempat tinggalnya. Ilmu pengetahuan dapat diperoleh melalui dunia pendidikan. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun
2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Dalam proses tersebut diperlukan guru yang memberikan keteladanan, membangun kemauan
dan mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik. Implikasi dari prinsip ini adalah pergeseran paradigma proses pendidikan yaitu dari paradigma
pengajaran ke paradigma pembelajaran. Mengingat kebhinekaan budaya, keragaman latar belakang dan karakteristik peserta didik serta tuntutan untuk
menghasilkan lulusan yang bermutu, proses pembelajaran untuk setiap mata pelajaran harus fleksibel, bervariasi dan memenuhi standar. Proses pembelajaran
pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
2
3 kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik BSNP 2007: 5-6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, bahwa IPS adalah ilmu yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang
berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SDMI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS,
peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Serta
mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki
kehidupan bermasyarakat yang dinamis BSNP 2007: 575. Pasal 37 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas menjelaskan bahwa
mata pelajaran IPS merupakan muatan wajib yang harus ada dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Lebih lanjut dikemukakan pada bagian
Penjelasan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 37 bahwa bahan kajian ilmu pengetahuan sosial, antara laian, ilmu bumi, sejarah, ekonomi,
kesehatan, dan sebagainya dimaksudkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis peserta didik terhadap kondisi sosial
masyarakat. Tujuan mata pelajaran IPS dalam BSNP 2007: 575 adalah agar peserta
didik memiliki kemampuan: 1 mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungan, 2 memiliki kemampuan untuk berfikir
4 logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan
dalam kehidupan sosial, 3 memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, 4 memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama,
dan berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk ditingkat lokal, nasional, dan global.
Badan Standar nasional Pendidikan 2007: 575 ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1 manusia, tempat dan
lingkungan; 2 waktu, keberlanjutan dan perubahan; 3 sistem sosial dan budaya; dan, 4 perilaku ekonomi dan kesejahteraan. Sardjiyo, dkk. 2008: 1.27
mengemukakan bahwa ruang lingkup IPS adalah hal-hal yang berkenaan dengan manusia dan kehidupannya meliputi semua aspek kehidupannya meliputi semua
aspek kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat. Berdasarkan naskah akademik kajian kebijakan kurikulum mata
pelajaran IPS 2007: 5-7 ditemukan beberapa permasalahan pelaksanaan standar isi mata pelajaran IPS yaitu guru masih berorientasi pada buku teks, alokasi waktu
yang diberikan cukup singkat sedangkan materi yang harus diberikan cukup banyak, pelajaran masih cenderung pada hafalan, metode yang diterapkan guru
cenderung pada aktivitas guru bukan aktivitas siswa sehingga pembelajaran masih berpusat pada guru teacher centered.
Fenomena pelaksanaan pembelajaran IPS tersebut di atas, juga terjadi di SDN Kalibanteng Kidul 01. Berdasarkan refleksi awal dengan tim kolaborasi
ketika pelaksanaan Praktik Pengalaman Lapangan PPL saat pembelajaran IPS ditemukan bahwa guru kurang bervariasi menggunakan model pembelajaran
5 dalam pembelajaran IPS, guru kurang maksimal dalam memanfaatkan media
pembelajaran yang telah tersedia. Ketika memberikan materi pembelajaran guru hanya menggunakan metode konvensional dan pembelajaran menekankan pada
aspek hafalan yaitu guru dalam melaksanakan pembelajaran tidak menggunakan model pembelajaran yang inovatif, mencatatkan materi di papan tulis kemudian
siswa menyalin dan menghafalkan materi pembelajaran IPS tersebut. Selain itu, guru masih berorientasi dari buku teks pegangan siswa saat menyampaikan materi
pembelajaran dan belum memanfaatkan sumber belajar lain seperti buku pegangan guru, modul, dan bahan ajar lain. Oleh karena itu, minat siswa untuk
mengikuti pembelajaran kurang. Apabila diadakan kerja kelompok beberapa siswa kurang dapat bekerja sama mereka masih bergantung pada siswa yang
unggul. Berdasarkan hasil studi dokumentasi arsip nilai semester satu tahun
ajaran 2012-2013 hasil belajar siswa kelas IVA SDN Kalibanteng Kidul 01 Kota Semarang belum sepenuhnya mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal KKM yang
ditetapkan sekolah yaitu 70. Hal ini ditunjukkan dengan data siswa sebanyak 54,54 24 dari 44 siswa kelas IVA SDN Kalibanteng Kidul 01 memiliki nilai
rata-rata yang rendah atau mengalami ketidaktuntasan. Siswa yang sudah mencapai KKM sebanyak 45,45 20 dari 44 siswa artinya siswa tersebut
mengalami ketuntasan. Data hasil belajar ditunjukkan dengan nilai terendah 53 dan nilai tertinggi 87 dengan rata-rata nilai kelas 67,81 dibawah KKM.
Berbagai aspek kualitas pembelajaran yaitu keterampilan guru, aktivitas siswa, iklim pembelajaran, materi pembelajaran, media pembelajaran dan system
6 pembelajaran. Permasalahan yang terjadi di kelas IVA SDN Kalibanteng Kidul 01
yaitu 8 keterampilan dasar guru rendah, aktivitas siswa rendah dan hasil belajar siswa rendah. Melihat pelaksanaan pembelajaran dan data hasil belajar tersebut,
maka sangat perlu dilakukan kegiatan perbaikan pembelajaran agar dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPS khususnya dalam hal keterampilan guru,
aktivitas siswa dan hasil belajar siswa yaitu dengan melakukan penelitian tindakan kelas.
Pemecahan masalah pembelajaran IPS di atas, peneliti bersama tim kolaborasi menetapkan alternatif tindakan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran IPS dengan menggunakan Model Siklus Belajar Berbantuan Media Audiovisual.
Wena 2011: 170 mengemukakan pembelajaran siklus merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis. Menurut Lawson
1994: 168 The learning cycle is a method of instruction that consist of three phase called exploration, term introduction and concept application. Maksud dari
pernyataan tersebut adalah model siklus belajar merupakan model pembelajaran yang terdiri dari tiga fase tahap yaitu eksplorasi, pengenalan konsep dan
penerapan konsep. Tahapan ini dapat dikaitkan dengan IPS dengan materi permasalahan sosial, yaitu pengenalan dan penerapan konsep permasalahan sosial.
Menurut Lorsbach dalam Wena 2011: 171, pada proses selanjutnya, tiga tahap siklus belajar mengalami pengembangan menjadi lima tahap. Peneliti
memilih menggunakan model siklus belajar yang terdiri dari 5 tahap karena salah satu tahapnya yaitu pembangkitan minat sehingga sangat sesuai untuk mengatasi
7 akar permasalahan penelitian ini bahwa aktivitas siswa dalam mengikuti
pembelajaran IPS kurang. Selain itu terdapat juga tahap evaluasi, ini sangat diperlukan untuk mengukur keberhasilan suatu pembelajaran dan mengetahui
hasil belajar siswa sebagai variabel yang diteliti. Langkah pembelajaran menggunakan model siklus belajar berbantuan media audiovisual yaitu:
1 Pembangkitan minat engagement dengan menampilkan video.
2 Eksplorasi exploration
3 Penjelasan explanation
4 Elaborasi elaboration extention
5 Evaluasi evaluation.
Media pembelajaran audiovisual adalah media penyaluran pesan dengan memanfaatkan indera pendengaran dan penglihatan Sukiman, 2012: 184. Jenis
media audiovisual yang dipilih dalam penelitian ini adalah video permasalahan sosial.
Model dan media pembelajaran yang dipilih digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran secara operasional
dapat diartikan sebagai intensitas keterkaitan sistemik dan sinergis dosen, mahasiswa, kurikulum dan bahan belajar, media fasilitas dan sistem pembelajaran
dalam menghasilkan proses dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan tuntutan kurikuler Dikti 2004: 7. Kualitas pembelajaran yang dikaji dalam penelitian ini
meliputi keterampilan guru, aktivitas siswa dan hasil belajar. Hasil penelitian tentang penerapan model siklus belajar dan media
audiovisual dalam penelitian tindakan kelas sudah pernah dilakukan sebelumnya
8 pada jenjang sekolah dasar SD, yang memperkuat keinginan peneliti untuk
menerapkan model siklus belajar berbantuan media audiovisual, antara lain: Penelitian yang dilakukan Puji Rahayu
2010 dengan judul “Penerapan model pembelajaran siklus belajar dalam upaya meningkatkan prestasi belajar
siswa tentang SDA pada siswa kelas V SDN Plosoharjo I Nganjuk ”. Hasil belajar
siswa pada siklus I menunjukkan rata-rata sebesar 7,32 dan ketuntasan belajar klasikal sebesar 60. Jadi, hasil dari siklus I belum memenuhi indikator
keberhasilan. Hasil dari siklus II adalah nilai rata-rata 9,25 dan ketuntasan belajar klasikal sebesar 95 . Hasil dari siklus II ini telah melampaui kriteria ketuntasan
belajar yang mensyaratkan rata- rata hasil tes minimal 7,5 dengan prosentase ketuntasan ≥ 85 .
Penelitian Eni Arifatun Nimah 2011 dengan judul “Penggunaan media
audiovisual untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas V SDN Bakalan Krajan 1 kecamatan Sukun kota Malang
”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan media audio visual
proses belajar siswa lebih efektif dan menyenangkan. Hal ini terbukti dari nilai rata-rata aspek pengamatan proses belajar pratindakan 57,56 menjadi 79,36 pada
siklus I dan 95,35 pada siklus II. Sedangkan hasil belajar siswa dari nilai rata-rata pratindakan 48,14 menjadi 63,49 pada siklus I dan 80,93 pada siklus II.
Alasan peneliti memilih model siklus belajar berbantuan media audiovisual sebagai alternatif pemecahan masalahnya karena akar permasalahan
yang muncul dari siswa adalah aktivitas siswa masih sangat kurang. Sehingga dengan adanya penerapan model dan media tersebut dalam proses pembelajaran
9 siswa diharapkan akan lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran karena guru
sudah menggunakan model pembelajaran yang bervariasi dan menggunakan media yang menarik. Siswa dapat berperan aktif dalam pembelajaran karena
dalam model siklus belajar siswa diberikan kesempatan untuk berdiskusi dengan teman sekelompoknya, mengemukakan konsep, dan menyampaikan ide baru
sebagai hasil diskusinya. Semua itu merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPS kelas IVA SDN Kalibanteng Kidul 01 yang meliputi
keterampilan guru, aktivitas siswa dan hasil belajar siswa. Ulasan latar belakang tersebut, maka peneliti akan mengkaji melalui
penelitian tindakan kelas PTK dengan judul “Penerapan Model Siklus Belajar
Berbantuan Media Audiovisual untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPS Siswa Kelas IVA SDN Kalibanteng Kidul 01 Kota Semarang
”.
1.2. Rumusan Masalah dan Pemecahan Masalah