60 keseharian yang sangat sibuk dan berkurangnya ruang terbuka hijau. Fasilitas
wisata yang umum terdapat di objek wisata adalah fasilitas restaurant, souvenir, gazebo, transportasi lokal, air bersih, mandi cuci dan kakus MCK, puskesmas,
listrik dan fasilitas pelayanan lainnya.
c. Aksesibilitas
Aksesibilitas menuju HLGL dapat dicapai melalui jalan darat dan laut, yaitu kendaraan roda dua atau roda empat. Dari Balikpapan-Bandara Sepinggan
menuju HLGL, maka perjalanan melalui Pelabuhan Kariangau-Penajam Paser Utara. Aksesibilitas menuju kawasan HLGL dapat melalui Simpang Lombok
menuju Dusun Muluy yang masuk dalam Desa Swanslutung untuk ke Gunung Lumut dan dapat juga melalui Desa Rantau Layung, Desa Kesungai dan Desa
Tiwei, untuk mencapai kawasan HLGL harus melalui jalan perusahaan dan jalan setapak.
Kawasan HLGL di dalam maupun sekitarnya dapat ditempuh melalui pemukiman masyarakat. Kawasan HLGL terdapat 1 dusun di dalamnya yaitu
Dusun Muluy yang termasuk wilayah Desa Swanslutung dan 13 desa lainnya yang berada di sekitar kawasan HLGL. Desa Tiwei, Rantau Layung, Kasungai
untuk menuju kekawasan HLGL memiliki kondisi jalan yang masih alami, berupa jalan tanah berbatu dan setapak. Lebar jalan bervariasi antara 30 cm-2 meter, dan
seringkali dibuat jalan baru dengan cara membuka dan menebas semak-semak. Untuk memasuki kawasan HLGL dapat ditempuh hanya dengan 2 pintu
masuk. Jalur bagian selatan ditempuh dengan berjalan kaki, sedangkan jalur utara dapat ditempuh melalui bekas jalan logging dan hanya dapat dicapai
menggunakan kendaraan pribadi, baik kendaraan roda dua maupun roda empat. Kawasan HLGL, umumnya dapat menjumpai pemukiman atau ladang
masyarakat, bahkan ada yang harus melewati jalan air sungai terlebih dahulu. Ada 2 jalan alternatif menuju kawasan HLGL, yaitu melalui jalan darat yang
dipadukan dengan jalan sungai Pelabuhan Kariangau di Penajam Paser Utara. HLGL dengan Ibu kota propinsi samarindah berjarak ± 392 km jalan darat atau
± 257 km jalan darat-laut. Waktu yang ditempuh masing-masing jalur alternatif antara 6-8 jam. Kawasan HLGL dengan Bandara Udara Sepinggan di Balikpapan
berjarak ± 257 km jalan darat atau ± 157 km jalan darat-laut.
61
d. Sarana dan Prasarana Pendukung
Berbagai sarana dan prasarana pendukung yang telah ada di sekitar kawasan HLGL dalam rangka mendukung pengembangan kawasan tersebut
sebagai satu tujuan obyek wisata, adalah sebagai berikut:
1. Transportasi
Sarana transportasi
merupakan perangkat yang sangat diperlukan untuk
memperlancar mobilisasi penduduk dan ekonomi pada satu daerah, baik intra maupun extra. Untuk lingkungan kawasan HLGL maupun kota atau daerah
sekitarnya, kondisi sarana transportasi yang telah ada adalah sebagai berikut:
- Jalan Raya
Kondisi sarana jalan raya pada desa-desa yang bersinggungan langsung dengan kawasan HLGL adalah berupa jalan raya pengerasan. Kondisi jalan raya
antara desa maupun antar kecamatan yang berbatasan wilayah dengan kawasan HLGL, adalah berupa jalan raya aspal dan pengerasan.
- Jenis Kendaraan darat angkutan umum
Jenis kendaraan darat sebagai sarana angkutan umum yang digunakan oleh masyarakat di sekitar wilayah HLGL adalah mobil yang digunakan oleh
perusahaan PT. Rezki Kacida Reana dan ojeg. Sarana pendukung untuk mobilisasi kendaraan angkutan darat berupa stasiun pengisian bahan bakar
minyak, tersedia hanya 2 instalasi.
- Pesawat Udara
Akses memasuki kabupaten Paser melalui lalulintas udara belum tersedia. Mobilisasi manusia dari luar pulau Kalimantan menuju wilayah kabupaten Paser
dengan menggunakan sarana transportasi udara, hanya dapat diakses melalui bandara Balikpapan Ibukota Propinsi.
- Angkutan penyeberangan laut dan sungai
Sarana transportasi lain yang menghubungi desa-desa atau kecamatan- kecamatan di sekitar kawasan HLGL, juga menggunakan sarana Kapal feri, long
boat atau speed boat untuk menyeberangi laut dan sungai. Frekuensi penyeberangan terjadi pada setiap hari, dengan diperkuat oleh armada speed boat,
long boad dan armada Kapal feri.
62
2. Sarana Komunikasi
Bahasa yang dominan digunakan sebagai alat komunikasi bagi masyarakat setempat adalah bahasa Paser, disamping bahasa Indonesia, dan ada juga yang
menggunakan bahasa Dayak dan Jawa. Ketersediaan sarana telekomunikasi pada daerah-daerah pemukiman penduduk kecamatan dan desa-desa di sekitar
kawasan HLGL belum memadai. Tidak tersedianya jeringan telepon kabel, telepon seluler, dan jeringan Internet. Juga tidak terjangkau oleh surat kabar.
3. Sarana Pasar dan Perdagangan
Pasar yang dimiliki oleh masyarakat setempat bersifat pasar tradisional. Kegiatan pasar berlangsung setiap hari dan juga ada Sekali dalam seminggu, dan
dengan menggunakan uang sebagai alat pembayaran yang sah. Meskipun demikian, sistim jual beli dengan cara barter masih berlaku. Aktivitas pasar tidak
hanya dijalankan oleh penduduk setempat, namun juga didatangi oleh pedagang- pedagang dari daerah tetangga.
5.1.4 Masyarakat Sekitar Kawasan
Masyarakat desa pada penelitian ini adalah penduduk desa yang bertempat tinggal disekitar kawasan HLGL dan penduduk yang memiliki akses terdekat
menuju kawasan yaitu penduduk Desa Swanslutung Dusun Muluy, Desa Tiwei, Desa Rantau Layung, Desa Kasungai. Pengamatan dilakukan terhadap
karateristik responden, persepsi responden, partisipasi responden serta saran dan harapan responden terhadap pengembangan ekowisata pada kawasan HLGL.
Berdasarkan pengamatan dilapangan dan hasil wawancara terhadap 120 orang masyarakat yang tinggal di desa tersebut dengan masing-masing desa 30 orang
pada empat desa yang dipilih sebagai sampel dan dijadikan sebagai responden. Maka diperoleh hasil sebagai berikut:
5.1.4.1 Karateristik Responden Masyarakat Desa
Masyarakat desa sekitar lokasi yang menjadi sampel responden dalam penelitian ini terdiri dari 120 orang; 93 orang laki-laki 77,5 dan 27 orang
perempuan 22,5. Distribusi umur lebih dominan pada usia 17-35 tahun 56,67, usia 36-55 thn 36,67 dan sisanya 6,67 merupakan kelompok
lansia; Tingkat pendidikan responden umumnya masih rendah. Hal ini tercermin
63 dari tingkat pendidikan responden yakni tidak tamat SD 20,83, tamat SD
62,5, SLTP 11,67 dan SLTA 5. Sedangkan yang memiliki pendidikan sampai perguruan tinggi tidak ada. Pekerjaan pokok responden umumnya adalah
berladang atau berburu 48,33, usaha makanan 10, tukang perahu 5, tukang ojek 17,5 dan pekerjaaan lainnya 19,17.
Jenis pekerjaan ini terkait erat dengan tingkat pendidikan responden yang relatif rendah. Hal ini disebabkan sarana pendidikan yang tersedia untuk disetiap
desa masih minim sehingga menyulitkan bagi masyarakat yang menyekolahkan anak-anak mereka kejenjang pendidikan yang lebih baik. Disamping itu, beberapa
responden diantaranya merupakan masyarakat transmigrasi yang juga memiliki tingkat pendidikan rendah. Sehingga sampai saat ini belum ada pekerjaan lain
yang bisa dilakukan oleh masyarakat sekitar. Uraian tentang karakteristik masyarakat yang menjadi sampel responden di sajikan dalam tabel 9.
Tabel 9 Karakteristik responden masyarakat desa disekitar kawasan HLGL
Masyarakat Desa No. Parameter
Kriteria 1 2 3 4
Total 1 Responden
a. Laki-laki
b. Perempuan
25 5
22 8
21 9
25 5
93 27
77,5 22,5
2 Umur a.
17-35 tahun
b. 36-55 tahun c. 55 tahun keatas
15 11
4 21
8 1
15 14
1 17
11 2
68 44
8 56,67
36,67 6,67
3 Pendidikan
a. TTSD b. SD
c. SLTP d. SLTA
10 18
2 5
23 5
2 7
9 3
25 7
4 25
75 14
6 20,83
62,5 11,67
5 4 Pekerjaan a.
Berladangberburu b.
Usaha warungjualan makanan
c. Tukang perahupunya
perahu d.
Tukang ojek e.
Lainnya 20
4 2
4 11
2 7
6 18
1 6
1 9
5 12
12 58
12 6
21 23
48,33 10
5 17,5
19,17 5 Bahasa
yang dikuasai
bisa lebih dari satu
jawaban a.
Paser b.
Dayak c.
Jawa d.
lainnya 30
18 2
19 12
15 2
26 17
3 23
13 5
3 98
60 25
5 81,67
50 20,83
4,17 Keterangan: 1 = Desa Swanslutung n=30
2 = Desa Tiwei n=30 3 = Desa Rantau Layung n=30
4 = Desa Kasungai n=30
Semua masyarakat di keempat desa ini sangat mendukung rencana pengembangan ekowisata HLGL, dengan harapan bahwa dengan adanya
pengembangan di kawasan HLGL maka aksesibilitas menuju kawasan kiranya
64 akan mendapatkan perhatian dari pihak-pihak terkait sehingga dapat menjadikan
aksesibilitas menjadi lebih baik dan lebih lancar. Masyarakat juga mengharapkan dengan adanya pengembangan dan HLGL ini dikelola dengan baik, ini bisa
memberikan lapangan pekerjaan pada mereka sehingga masyarakat sekitar tidak lagi tergantung akan hasil alam yang ada di HLGL.
Sebagian besar masyarakat disekitar HLGL ini dapat bersosialisasi dengan baik, ini dibuktikan dengan awal kunjungan penelitian yang langsung mendapat
sambutan sangat baik dan ramah serta penggunaan bahasa mereka hanya sebahagian saja yang bisa memahami bahasa Indonesia dan bahasa setempat yaitu
bahasa Paser sebesar 81,67 selain bahasa setempat yaitu bahasa Dayak 50, dan Jawa 20,83 dan bahasa lainnya 4,17 hal ini menunjukkan telah terjadi
asimilasi penduduk.
5.1.4.2 Persepsi Responden
Persepsi responden adalah pengetahuan dan pandangan mereka terhadap pengembangan ekowisata di kawasan HLGL. Persepsi responden dapat diketahui
dari pengetahuan dan pemahaman mereka terhadap kawasan HLGL sebagai hutan lindung, pengetahuan terhadap tujuan wisata yang akan berkunjung ke kawasan
HLGL, Pemahaman terhadap pengembangan ekowisata di kawasan HLGL, keinginan terlibat langsung dalam pengembangan dan keinginan berpartisipasi
lebih aktif dimasa mendatang di sajikan pada tabel 10. Tabel 10 Persepsi responden terhadap pengembangan ekowisata di kawasan
HLGL
No. Parameter Kriteria
Jumlah 1.
Pemahaman kawasan HLGL perlu dilestarikan
a. Ya b. Tidak
93 27
77,5 22,5
2. Pengetahuan tentang status kawasan
HLGL a. Ya
b. Tidak c. tidak tahu
90 27
3 75
22,5 25
3. Kegiatan pengembangan
ekowisata di
kawasan HLGL a. Ya
b. Tidak c. Tidak tahu
85 23
12 70,83
19,17 10
4. Pengetahuan tentang konflik yang terjadi
di kawasan HLGL a.
Ya b.
Tidak 87
33 72,5
27,5
Sebagian besar masyarakat yang menjadi responden 75 memiliki pengetahuan yang cukup baik tentang status kawasan HLGL. Hal ini berkat
adanya berbagai kegiatan dan sosialisasi yang telah dilakukan oleh pihak
65 pengelola bekerjasama dengan pihak-pihak terkait lainnya terhadap masyarakat
sekitar kawasan. Sedangkan bagi masyarakat yang belum mengetahui dengan baik tentang manfaat dan status kawasan hendaknya dapat diberikan penyuluhan
yang intensif. Rata-rata masyarakat yang ada di sekitar kawasan HLGL setuju 77,5
apabila HLGL dilestarikan dan dikembangkan sebagai obyek wisata alam minat khusus ekowisata. Melihat kondisi ini tentunya merupaka modal dasar yang baik
bagi pengembangan ekowisata di masa mendatang karena adanya persetujuan dan dukungan tersebut. Responden yang tidak tahu 22,5 adalah masyarakat yang
sama sekali tidak mengerti tentang ekowisata dan kepentingannya bagi mereka dimasa mendatang. Pengetahuan tentang status kawasan HLGL 75 mengetahui,
sedangkan 22,5 mengatakan tidak dan tidak tahu sama skali 25; kegiatan pengembangan ekowisata di kawasan HLGL 70,83 mengatakan setuju 19,17
mengatakan tidak dan tidak tahu sama skali 10; pengetahuan tentang konflik yang terjadi di kawasan HLGL 72,5 mengetahui 27,5 mengatakan tidak
mengetahui. Namun masyarakat yang setuju dan mendukung juga belum semuanya
dapat memahami tentang ekowisata yang sesungguhnya. Sebagian besar beranggapan bahwa pengembangan ekowisata yang dimaksud seperti halnya
wisata pada umumnya yang akan mendatangkan banyak wisatawan untuk sekali berkunjung. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa tingkat kesadaran dan
kepedulian masyarakat akan pentingnya kawasan HLGL dapat dikatakan cukup baik, meskipun untuk pemahaman ekowisata itu sendiri belum dimengerti dengan
baik. Oleh karena itu, diperlukan adanya penyuluhan kepada masyarakat setempat mengenai ekowisata dan pengembangannya, agar masyarakat tidak salah
persepsi. Disamping itu, menurut mereka dengan adanya wisata alam minat khusus ekowisata nantinya di dalam kawasan, masyarakat berharap pemerintah
dapat membuka akses yang lebih baik menuju kawasan, utamanya jalan transportasi karena selama ini mereka merasa sangat kesulitan dalam melakukan
dalam berbagai kegiatan guna menunjang kehidupan sehari-hari. Berdasarkan persepsi dari kelompok responden di atas, maka dapat
diketahui bahwa sebagian masyarakat di sekitar kawasan HLGL telah memiliki
66 keterbukaan pikiran dan wawasan untuk mengelolah suatu potensi di daerahnya
yang bernilai ekonomi. Lebih dari itu, mereka telah memahami dampak dari beban lingkungan HLGL yang akan terjadi, jika kawasan ini telah mengalami
pengelolaan dan bernilai jual. Hal mana akan menarik semakin banyak pengunjung, yang daripadanya dapat memberikan tekanan kepada pergeseran
kelestarian lingkungan setempat. Dengan demikian, mereka memberikan pernyataan sebagai suatu bentuk alasan, dalam rangka mencegah degradasi fungsi
kawasan HLGL.
5.1.4.3 Partisipasi Responden
Tingkat partisipasi masyarakat terhadap prospek pengembangan ekowisata di kawasan HLGL dapat terlihat dari tingkat pengetahuan masyarakat sekitar
mengenai lokasi-lokasi obyek wisata yang potensial di dalam kawasan dan peluang pekerjaan sampingan masyarakat yang berhubungan dengan kegiatan
wisata di masa mendatang. Selain itu juga dapat dilihat partisipasi dan keinginan responden untuk ikut terlibat langsung dalam pengelolaan kawasan dan
pengembangan ekowisata di kawasan HLGL pada tabel 10. Partisipasi masyarakat terhadap prospek pengembangan ekowisata di
kawasan HLGL meliputi kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan kawasan 81,67 mengatakan bersedia, sedangkan 12 mengatakan
tidak bersedia dan hanya 8,33 mengatakan tidak tahu; memiliki pekerjaan lain berhubungan dengan kawasan HLGL selain pekerjaan utama 16,67
berhubungan 83,33 mengatakan tidak; letak lokasi usaha dagang 12,5 areal pintu masuk kawasan, 25 sekitar pemukiman penduduk.
Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa masyarakat yang mengetahui secara mendetail tempat-tempat yang menarik untuk di kunjungi di
dalam kawasan HLGL, sebagian besar mengetahui namun ada yang beberapa tempat saja 20,83, ada juga yang mengetahui dengan baik 70,83; dan
selebihnya 8,33 tidak tahu.
67 Tabel 11 Partisipasi responden terhadap prospek pengembangan ekowisata di
kawasan HLGL
No. Parameter Kriteria
Jumlah 1.
Berpartisipasi dalam pengelolaan kawasan HLGL
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
98 12
10 81,67
10 8,33
2. Memiliki pekerjaan lain yang
berhubungan dengan kawasan HLGL selain pekerjaan utama
a. Ya
b. Tidak
20 100
16,67 83,33
3. Letak lokasi usaha dagang
a. Areal pintu
masuk kawasan b.
Sekitar pemukiman
penduduk 15
30 12,5
25 4. Pengetahuan
mendetail tentang
tempat-tempat menarik untuk dikunjungi sekitar kawasan HLGL
a. Ya
b. Beberapa saja
c. Tidak
85 25
10 70,83
20,83 8,33
Masyarakat yang mengetahui dengan baik tempat-tempat yang bagus untuk di kunjungi, biasanya penduduk yang dulunya mempunyai pekerjaan
sebagai perambah hutan, pemburuh atau penebang kayu. Oleh karena itu, mereka dapat dengan mudah menunjukkan daerah mana saja di sekitar kawasan yang
memiliki keindahan atau keunikan, dan dijalur mana saja kita dapat bertemu atau menemukan jejak-jejak satwa liar yang banyak terdapat di dalam kawasan.
Sedangkan responden yang tidak mengetahui tempat-tempat bagus untuk dikunjungi, biasanya terdiri dari masyarakat yang mempunyai pekerjaan sehari-
hari disekitar pemukiman penduduk, seperti supir, tukang ojek, dan usaha dagang. Pengetahuan yang dimiliki masyarakat dapat dijadikan sebagai suatu
peluang dalam pengembangan ekowisata di masa yang akan datang. Jenis usaha yang dapat dilakukan oleh masyarakat sekitarnya antara lain menjadi pemandu
wisatawan yang akan berkunjung. Sedangkan partisipasi atau peran serta masyarakat sekitar kawasan terhadap kegiatan ekowisata di kawasan HLGL,
menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat 70,83 mengetahui secara jelas lokasi yang menarik untuk dikunjungi.
5.1.4.4 Saran dan Harapan Responden
Sedangkan saran masyarakat desa yang berada di sekitar kawasan HLGL mereka berharap dapat bersama-sama menjaga kelestarian HLGL dan dengan
68 adanya pengembangan ekowisata, masyarakat akan mendapatkan lapangan
pekerjaan sehingga tidak lagi tergantung dengan hasil hutan alam.
5.1.5 Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Sekitar Kawasan
Wilayah kawasan HLGL sebelum ditetapkan menjadi kawasan hutan lindung, kawasan Hutan Gunung Lumut telah didiami oleh masyarakat adat
Dayak Paser secara turun temurun bahkan telah mencapai 13 generasi. Secara tradisional wilayah hutan Gunung Lumut dan sekitarnya telah terbagi kedalam
hak kelola tradisional adat oleh 13 wilayah adat desa-desa disekitarnya dan satu dusun berada dalam kawasan HLGL. Keseluruhan masyarakat tersebut sangat
tergantung pada keberadaan wilayah Hutan Gunung Lumut untuk keberlangsungan hidupnya. Batas-batas desa tersebut dikenal dengan batas-batas
alam yaitu daerah aliran sungai, ataupun punggung bukit atau gunung seperti sungai Pias, sungai Tiwei, sungai Muluy, Kesungai Saragih 2004.
Pada umumnya kepadatan populasi penduduk desa-desa tersebut sangatlah rendah, kecuali desa-desa yang berada pada bagian selatan hutan lindung yang
bersinggungan langsung dengan jalan raya Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan Wahyuni el al. 2004.
Bagi masyarakat sekitar kawasan, HLGL berperan secara ekologis sebagai sumber protein hewani masyarakat serta mendukung kegiatan pertanian,
perikanan, perkebunan dan transportasi sungai bagi masyarakat. Kebutuhan protein hewani yang bersumber dari binatang buruan atau ikan sungai, demikian
juga sebagai sumber air minum bagi rumah tangga dan sebagai daerah tangkapan air bagi sungai-sungai kecil dan besar disekitar kawasan seperti Kendilo dan
Telake. Masyarakat asli yang bertempat tinggal disekitar kawasan HLGL memenuhi hampir semua kebutuhannya baik dari wilayah hutan lindung maupun
dari hutan disekitarnya hutan adat seperti kayu bakar, perumahan, pangan sayuran dan dagingikan, obat-obatan dan upacara adat.
Masyarakat yang berdiam didalam dan sekitar kawasan HLGL memiliki ketergantungan terhadap ketersediaan berbagai macam jenis pangan yang berasal
dari hutan, secara langsung maupun tidak langsung. Kebutuhan protein hewani dipenuhi secara berburu di dalam hutan dan bahkan kegiatan tersebut merupakan
69 kegiatan utama sebagai cara mendapatkan uang bagi beberapa rumah tangga yang
berdiam di kawasan tersebut. Pada umumnya masyarakat desa yang berada di dalam dan di sekitar kawasan HLGL bekerja dalam bidang pertanian dengan
pengrelolaan lahan pertanian yang masih tradisional Wahyuni et al. 2004. Jenis mata pencaharian lain yang digeluti oleh masyarakat adalah
berdagang, pegawai negeri sipil, karyawan perusahaan serta bidang lainnya. Dominasi pekerjaan masyarakat sebagai petani, terlihat dari luasan lahan yang
dijadikan areal pertanian dan perkebunan di daerah penyangga kawasan HLGL. Upaya-upaya lain dari masyarakat untuk menambah pendapatannya adalah
dengan mendulang emas bagi desa tertentu, kegiatan ini dilakukan hanya pada saat gagal panen, menjadi tukang ojek dan buruh. Oleh karena itu dapat
diharapkan bahwa dalam pengembangan ekowisata ini dapat memberikan keuntungan pada ekonomi setempat di segala tingkatan dan meningkatkan
kesempatan kerja bagi masyarakat setempat serta mambantu dalam mempertahankan budaya dan tradisi masyarakat dalam kawasan HLGL dan
sekitarnya.
5.1.6 Kondisi dan Permasalahan Masyarakat Sekitar Kawasan
Umumnya desa yang berada di dalam kawasan HLGL dimana tatanan kehidupan masyarakatnya masih relatif belum banyak terpengaruh oleh budaya
luar dimana beberapa tradisi yang telah mengakar secara turun temurun masih dapat ditemukan di Desa Swanslutung Dusun Muluy. Dalam tradisi masyarakat
terdapat kearifan tradisional dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan seperti kelembagaan dalam pengaturan pemanfaatan hutan
dan sungai, pengelolaan sawah, kebun dan ladang serta pengaturan ruang. Desa- desa dikelilingi pegunungan dan dilewati aliran sungai dengan airnya yang jernih
menjadikan desa ini memiliki suasana yang nyaman dan pemandangan yang indah. Hutan di sekeliling desa masih menyimpan berbagai tumbuhan dan satwa
yang memiliki peran sebagai sistem penyangga kehidupan dan menjadi sumber plasma nutfah yang penting untuk berbagai pemanfaatan dan sumber ilmu
pengetahuan.
70 Upaya pengembangan HLGL sebagai salah satu obyek wisata tentu tidak
terlepas dari kondisi aktual yang ada serta permasalahan internal maupun esternal. Berbagai penelitian dan kajian terhadap potensi kawasan HLGL telah dilakukan
oleh berbagai pihak termasuk survei yang dilakukan dalam penelitian ini. Interpretasi yang diberikan terhadap kawasan HLGL adalah bahwa kawasan ini
memiliki keunikan dan berpotensi sebagai obyek wisata yang menjanjikan. Meskipun demikian teridentifikasi pula permasalahan-permasalahan yang dapat
menjadi hambatan upaya pengelolaan kawasan HLGL menjadi suatu obyek wisata yang tetap menjaga keasliannya. Sebab disadari bahwa untuk menjadikan
kawasan HLGL sebagai suatu obyek wisata yang tetap menghindari kerusakan lingkungannya, maka berbagai hambatan harus ditekan serendah mungkin.
Hambatan yang merupakan kekurangan itu adalah, relatif rendahnya kualitas sumberdaya manusia yang mendiami daerah di sekitar kawasan HLGL.
Dari data partisipasi sekolah masyarakat yang bermukim disekitar kawasan HLGL diperoleh bahwa tahun 2007 sebanyak 83,51 anak usia SLTA yang tidak
sekolah, sedangkan anak usia SLTP sebanyak 18,01. Kondisi pendidikan ini menjadi penting untuk dikaji dan dikomentari oleh karena demi keberlanjutan
strategi pengembangan ekowisata HLGL dapat dijadikan sebagai kawasan obyek wisata, perlu disosialisasikan kepada semua elemen masyarakat, terutama
masyarakat sekitar kawasan HLGL berkaitan dengan promosi, pelaksanaan dan partisipasi pengawasan penggunaan kawasan HLGL sebagai obyek wisata.
Dalam mana mekanisme ini lebih dominan menggunakan sarana komunikasi tertulis. Lebih dari itu, masyarakat setempat siap berhubungan dengan
masyarakat pengunjung dari berbagai latar belakang dan budaya yang mendatangi daerah tersebut.
Kemudian tradisi berladang mayoritas masyarakat yang mendiami daerah
sekitar kawasan HLGL, merupakan masyarakat petani ladang. Profesi sebagai petani ladang yang dijalani secara turun temurun, serta tingginya jumlah anak usia
SLTA yang tidak sekolah, menjadi ancaman lain untuk perambahan hutan sebagai lahan berladang. Hal ini dapat dianggap sebagai salah satu faktor yang
mengancam keberlangsungan kelestarian hutan kawasan HLGL. Ketika potensi kawasan HLGL telah dikemas sebagai salah satu tujuan wisata dan memiliki daya
71 tarik serta mendatangkan banyak pengunjung, maka berbagai tuntutan kebutuhan
alam setempat patut disediakan. Misalnya makanan alamiah dari hasil ladang yang dianggap relatif bebas dari cemaran kimia. Tuntutan ini tentu memancing
perluasan ladang untuk menyediakan sumber bahan makanan yang lebih banyak guna memenuhi kebutuhan pengunjung. Perluasan Ladang, juga menjadi faktor
yang rawan terjadinya kebakaran hutan. Minimnya sarana transportasi dalam pengembangan suatu kawasan hutan
lindung sebagai areal wisata, membutuhkan sarana transportasi yang patut memadai. Sarana transportasi diperlukan untuk tiga tujuan utama, yakni
mobilisasi pengunjung, mobilisasi aktivitas perekonomian masyarakat setempat dan kepentingan pengawasan yang menjangkau seluruh kawasan. Kondisi sarana
transportasi pada daerah-daerah di sekitar kawasan HLGL masih sangat minim. Jalan raya yang menghubungi desa-desa berupa jalan pengerasan, tanah berbatu
dan jalan setapak. Kendaraan angkutan umum, masih menggunakan jasa pengendara sepeda motor ojek dengan tarif yang mahal dan tidak menentu.
Sebagian besar penduduk juga melakukan perjalanan dengan memilih berjalan kaki. Untuk penyeberangan sungai tersedia sarana berupa kapal long
boatjohnson berpenumpang kapasitas rendah.
5.2 Potensi Permintaan Wisata 5.2.1 Permintaan Wisata di Kawasan HLGL
Kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut HLGL belum dikenalkan dan dipasarkan secara khusus sebagai objek wisata di Kabupaten Paser. Oleh
karenanya, jumlah pengunjung masih terbatas, yaitu masyarakat lokal dan para peneliti dengan tujuan wisata alam sederhana, pendidikan dan penelitian.
Pengambilan data pengunjung untuk mengetahui pasar potensial bagi berbagai potensi wisata dalam HLGL. Dilakukan di 5 kawasan wisata dengan 100 jumlah
responden Tabel 12.
72 Tabel 12 Kawasan wisata sejenis HLGL
Obyek Wisata Lokasi
Σ Pengunjung
Hutan Lindung Sungai Wain Wisata Alam Bukit Bangkirai
Tahura Lati Petangis Air Terjun Doyam Turu
Desa Budaya Pampang Balikpapan
Kabupaten Kutai Kertanegara Kabupaten Paser
Kabupaten Paser Samarinda
35 50
15
Total =
100
Pengunjung potensial kawasan HLGL juga dapat dilihat dari kepadatan penduduk pada kabupaten-kabupaten di sekitar Kabupaten Paser dengan membagi
luas wilayahnya dengan jumlah penduduk. Semakin besar kepadatan penduduk, maka semakin banyak jumlah pengunjung potensial yang mengunjungi HLGL.
Asumsinya bahwa jarak tempuh masing-masing kabupaten dengan kawasan wisata relatif dekat. Pengunjung potensial memiliki karakteristik tertentu dan
merupakan gambaran permintaan wisata. Karakteristik pengunjung ini menggambarkan karakteristik pasar wisata beserta produk wisata yang diinginkan.
Karakteristik pasar wisata ini dapat digunakan untuk menentukan produk wisata yang akan ditawarkan serta bagaimana penawaran produk wisata dan manajemen
pemasarannya yang tepat. Potensi permintaan wisata ini berdasarkan penelitian sebelumnya Puspitasari 2008.
5.3 Strategi Pengembangan Ekowisata