Latar Belakang Strategi Pengembangan Ekowisata Hutan Lindung Gunung Lumut Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan di Indonesia merupakan sumberdaya yang sangat penting karena mencakup sebagian besar wilayah Indonesia dan menjadi paru-paru dunia. Hutan dengan segala potensi yang terdapat di dalamnya merupakan kekayaan yang harus dilestarikan sehingga dapat berguna secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat tanpa merusak ekosistem. Akan tetapi hal ini tidak selalu berjalan sebagaimana mestinya sebab keberadaan hutan tidak lepas dari kegiatan masyarakat terutama masyarakat yang berada di sekitar hutan. Interaksi tersebut sangat kompleks dan tergantung pada beberapa faktor antara lain: adat istiadat dan budaya masyarakat, jenis mata pencaharian, tingkat kesejahteraan penduduk, tingkat pendidikan dan tingkat pertumbuhan penduduk. Faktor lain yang turut mempengaruhi interaksi masyarakat adalah pemaknaan masyarakat terhadap keberadaan hutan. Dalam konsideran Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 6 ayat 2 menyebutkan bahwa hutan di Indonesia berdasarkan fungsi pokoknya maka hutan di Indonesia dibagi menjadi hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. Fungsi pokok hutan lindung adalah sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi dan memelihara kesuburan tanah. Selanjutnya, Pasal 26 ayat 1 dari Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pemanfaatan hutan lindung dapat berupa pemanfaatan jasa lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu. Salah satu bentuk pemanfaatan jasa lingkungan pada kawasan hutan lindung adalah pemanfaatan untuk wisata alam terutama minat khusus ekowisata yang harus dilakukan secara bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat lokal dan pelestarian lingkungan. Salah satu hutan lindung di Indonesia yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai obyek wisata alam adalah Hutan Lindung Gunung Lumut HLGL. HLGL ini merupakan salah satu dari empat hutan lindung yang terdapat di Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur. Sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 24 KptsUMI1983 luas kawasan HLGL mencapai 35.350 ha 2 yang kewenangannya dikelola oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Paser. Pertimbangan utama HLGL berpotensi dijadikan sebagai obyek wisata adalah berbagai obyek daya tarik biofisik yang khas dan unik. Obyek-obyek itu berupa kelimpahan vegetasi lumut, keanekaragaman flora dan fauna, pemandangan alam, aliran sungai dan air terjun. Selain daya tarik tersebut, daya tarik sosial budaya masyarakat sekitarnya juga menjadi obyek ekowisata yang bernilai dan menarik. Kawasan HLGL yang memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi di Indonesia, selain sebagai kawasan HLGL juga berperan memberikan manfaat secara ekologis bagi daerah-daerah sekitarnya. Salah satu manfaat tersebut adalah sebagai daerah tangkapan air bagi dua daerah aliran sungai DAS yaitu DAS Telake dan DAS Kendilo. Kedua DAS ini berperan penting bagi sebagian masyarakat Kabupaten Paser, yakni sebagai sumber air bagi kebutuhan masyarakat Tanah Grogot, Muara Komam, Long Iris dan Batu Sopang Tropenbos International Indonesia 2006. Selain memberikan manfaat bagi masyarakat dan perekonomian daerah, HLGL juga memungkinkan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan setempat jika pengelolaannya tidak direncanakan secara baik dan melibatkan peran serta dan dukungan aktif masyarakat setempat. Terkait dengan rencana pemanfaatan kawasan HLGL sebagai suatu obyek ekowisata maka diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui berbagai potensi dan prospek pengembangannya, sehingga dapat disusun strategi pengembangan ekowisata di kawasan tersebut. Dengan demikian, pengembangan ekowisata di HLGL diharapkan tidak bertentangan dengan fungsi utamanya sebagai hutan lindung.

1.2 Perumusan Masalah