IV.23 tidak ada yang signifikan pada p0,05. Maka dapat disimpulkan H4 tidak didukung; Pelatihan. Pemahaman. Dukungan Rekan Kerja. Desain Penelitian

commit to user Dari persamaan regresi stepwise dapat dilihat pada tabel IV.20, IV.21dimana β signifikan pada p0,001, dan pada tabel IV.23 dimana β signifikan pada p0,05. Maka dapat disimpulkan H1 didukung; dilihat pada nilai β pada tabel IV.20, IV.21, IV.22, IV.23 tidak ada yang signifikan pada p0,05. Maka dapat disimpulkan H2 tidak didukung; dilihat pada nilai β pada tabel IV.21, IV.22, IV.23 signifikan pada p0,001 tapi bernilai negatif. Maka dapat disimpulkan H3 tidak didukung; dilihat pada nilai β pada tabel IV.20, IV.21,

IV.22, IV.23 tidak ada yang signifikan pada p0,05. Maka dapat disimpulkan H4 tidak didukung;

dilihat pada nilai β pada tabel IV.24, IV.25, IV.26 signifikan pada p0,001. Maka dapat disimpulkan H5 didukung; dilihat pada nilai β pada tabel IV.24, IV.25, IV.26 tidak ada yang signifikan pada p0,05. Maka dapat disimpulkan H6 tidak didukung; dilihat pada nilai β pada tabel IV.24, IV.25,

IV.26 signifikan pada p0,001. Maka dapat disimpulkan H7 didukung; dilihat pada nilai

β pada tabel IV.26 signifikan pada p0,01. Maka dapat disimpulkan H8 didukung . Berdasarkan temuan-temuan tersebut maka diajukan saran-saran sebagai berikut : Disarankan untuk penelitian yang akan datang sebaiknya melakukan pre-test untuk memperkecil kemungkinan indikator-indikator yang tidak valid, Penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan pada bidang perbankan dengan populasi beberapa perusahaan, supaya dapat membandingkan hasil yang diperoleh. Keyword : kebutuhan karyawan, sosialisasi organisasi dan budaya organisasi commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Dalam persaingan dunia bisnis modern sekarang ini banyak terjadi turn over karyawan potensial karena ketidakcocokan antara karyawan dengan organisasi tempat mereka bekerja. Ketidakcocokan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti lingkungan kerja yang tidak nyaman, perbedaan tujuan yang ingin diraih, adanya masalah pribadi, dan sebagainya. Menghadapi masalah tersebut, organisasi dituntut untuk dapat menyelaraskan kebutuhan dan keinginan karyawan dengan organisasi sehingga mereka menjadi nyaman dalam organisasi. Salah satu caranya adalah dengan memperhatikan kebutuhan karyawan. McClelland dalam Ivancevich et al., 2006 menyatakan bahwa ketika muncul suatu kebutuhan yang kuat di dalam diri seseorang, kebutuhan tesebut memotivasi dirinya untuk menggunakan perilaku yang dapat mendatangkan kepuasannya. Berdasarkan hasil penelitian, McClelland dalam Ivancevich et al., 2006 mengembangkan serangkaian faktor diskriptif yang menggambarkan seseorang dengan kebutuhan yang tinggi akan pencapaian. Hal tersebut adalah: a Suka menerima tanggung jawab untuk memecahkan masalah, b Cenderung menetapkan tujuan pencapaian yang moderat dan cenderung mengambil risiko yang telah diperhitungkan, c Menginginkan umpan-balik atas kinerja. commit to user 2 Menurut Lee 1997 : 93 pada dasarnya pengertian dari kebutuhan terdiri dari tiga elemen, yaitu: 1 Hanya terjadi bila terjadi ketidakseimbangan antar kebutuhan, 2 Mendorong untuk bertindak, 3 Merespon atau bertindak dengan cara tertentu dalam kondisi tertentu. Oleh karena itu, selama tidak terdapat halangan pada kepuasannya, sebuah kebutuhan biasanya tidak akan menjadi elemen dominan pada sebuah kepribadian, hanya kebutuhan yang tak terpuaskan yang akan memotivasi seseorang untuk melakukan sesuatu dalam usaha untuk memperoleh keseimbangan dan untuk mengurangi ketidaknyamanan. Untuk membuat karyawan nyaman maka sebuah organisasi harus memperhatikan kebutuhan karyawan. Menurut Steers dan Braunstein 1976 kebutuhan karyawan dapat digolongkan menjadi kebutuhan akan berprestasi mengacu pada keinginan untuk mencapai sesuatu dan untuk mencapai standar keunggulan, kebutuhan akan berafiliasi adalah keinginan untuk memiliki hubungan pribadi yang hangat dan ramah, kebutuhan akan otonomi adalah keinginan untuk melakukan sesuatu dengan cara sendiri dan memiliki kebebasan pribadi, dan kebutuhan akan kekuasaan adalah keinginan untuk memegang kekuasaan, dan mempengaruhi dan mengontrol orang lain. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat mendorong karyawan merasa seimbang dan nyaman dalam organisasi. Untuk menyeimbangkan kebutuhan karyawan dengan organisasi diperlukan sebuah upaya organisasi yang disebut sosialisasi organisasi. Dengan sosialisasi organisasi yang baik, perusahaan dapat memfasilitasi kebutuhan karyawan. commit to user 3 Louis 1980 : 229 mendefinisikan sosialisasi organisasi sebagai sebuah proses dimana seorang individu datang untuk menghargai nilai-nilai, kemampuan, perilaku yang diharapkan, dan pengetahuan sosial yang penting untuk mengasumsikan peran organisasi dan untuk berpartisipasi sebagai anggota organisasi. Taormina 1997 : 32 menggolongkan dimensi sosialisasi organisasi menjadi: 1 Pelatihan yang merupakan tindakan, proses, atau metode yang dilakukan untuk memperoleh semua jenis keterampilan fungsional atau kemampuan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan tertentu. 2 Pemahaman mengacu pada sejauh mana seorang karyawan sepenuhnya memahami dan dapat menerapkan pengetahuan tentang pekerjaannya, organisasi, orang, dan budayanya. 3 Dukungan rekan kerja mengacu pada kelangsungan emosional, moral, atau instrumental yang diberikan tanpa kompensasi yang berhubungan dengan uang oleh karyawan lain dalam organisasi di mana mereka bekerja”. 4 Prospek masa depan berkaitan dengan sejauh mana seorang karyawan dapat merencanakan dan memiliki sebuah karir yang baik dalam organisasi dirinya bekerja. Dalam penerapan sosialisasi organisasi, karyawan yang memiliki kebutuhan berprestasi akan memperhatikan dimensi sosialisasi organisasi yang berupa pelatihan untuk meningkatkan kinerja mereka, sehingga karyawan akan lebih mudah memperoleh prestasi yang diinginkannya. Karyawan yang memiliki kebutuhan berafiliasi akan lebih cendrung mengarah ke dimensi sosialisasi organisasi yang berupa dukungan rekan kerja karena dengan kondisi lingkungan kerja yang nyaman akan membuat mereka merasa diterima commit to user 4 organisasi. Karyawan dengan kebutuhan otonomi akan lebih mengarah ke dimensi sosialisasi organisasi yang berupa pemahaman, karena pemahaman akan memberikan karyawan pengetahuan yang cukup sehingga saat karyawan dipromosikan ke tingkat yang lebih tinggi mereka akan dapat menguasai pekerjaan mereka dengan baik. Karyawan dengan kebutuhan akan kekuasaan akan lebih memperhatikan dimensi sosialisasi organisasi yang berupa prospek masa depan, karena dengan gaji yang besar atau penghargaan yang diperoleh akan semakin menguatkan kekuasaan mereka dalam organisasi. Dengan meningkatkan upaya organisasi dalam melakukan sosialisasi organisasi, maka karyawan akan semakin merasa menjadi bagian dari budaya organisasi Taormina, 2009 : 653. Karyawan yang merasa terpenuhi kebutuhannya akan loyal terhadap organisasi untuk mendukung organisasi dalam mencapai tujuannya. Feldman dalam Kreitner dan Kinicki, 2005 :96 telah mengusulkan model tiga tahap sosialisasi organisasi, yang meliputi: Tahap I: Sosialisasi antisipasi yaitu proses belajar yang dilakukan sebelum bergabung dengan organisasi, karyawan akan mengumpulkan semua informasi untuk mengantisipasi semua hal yang berhubungan dengan organisasi. Tahap II: Pertemuan, yaitu nilai, keterampilan, dan tingkah laku mulai berubah saat karyawan baru menemukan seperti apa sesungguhnya organisasi tersebut. commit to user 5 Tahap III: Perubahan dan pemahaman yang bertambah, yaitu karyawan menguasai keterampilan, peran, dan menyesuaikan diri dengan nilai dan norma kelompok kerja. Penugasan tugas yang penting dan pemecahan konflik menandai mulainya tahap akhir dari proses sosialisasi ini. Lebih lanjut Taormina 2009 : 657 menjelaskan bahwa Sosialisasi organisasi dapat dianggap sebagai transmisi budaya. Dalam konteks tersebut, sosialisasi organisasi merupakan proses dimana seseorang belajar tentang budaya organisasi dimana mereka bekerja. McMillan dan Capehart 2005 : 492 menyatakan bahwa Sosialisasi organisasi dapat membantu meningkatkan keselarasan antara individu dan budaya organisasi. Oleh karena itu, sosialisasi selalu dilihat sebagai alat untuk menyelaraskan karyawan dengan budaya organisasi sehingga karyawan dapat merasa menjadi bagian dari organisasi. Dengan demikian, tujuan dari setiap proses sosialisasi organisasi adalah untuk memastikan bahwa individu menjadi bagian dari konteks budaya yang lebih besar, apakah konteks tersebut adalah grup, organisasi, atau masyarakat Taormina, 2009 : 654. Dengan begitu perusahaan harus dapat memfasilitasi sosialisasi yang baik untuk karyawannya, sehingga karyawan dapat menyesuaikan diri dan selaras dengan budaya organisasi dimana mereka bekerja. Menurut Kreitner dan Kinicki 2005 :79 budaya merupakan suatu wujud anggapan yang dimiliki, diterima secara implisit oleh kelompok dan menentukan bagaimana kelompok tersebut rasakan, pikirkan, dan bereaksi commit to user 6 terhadap lingkungannya yang beraneka ragam. Menurut Rivai 2005:430 fungsi budaya perusahaan adalah: 1 Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara suatu perusahaan dengan perusahaan yang lain. 2 Budaya memberikan identitas bagi anggota perusahaan. 3 Budaya mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas dari pada kepentingan individu. 4 Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial. 5 Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu serta membentuk sikap dan perilaku karyawan. Wallach 1983 : 32 membagi dimensi budaya organisasi menjadi tiga, yaitu: 1 Budaya birokrasi, memiliki struktur hirarki dengan garis tanggung jawab yang jelas, dan diatur untuk beroperasi dalam cara yang teratur dan terkendali. 2 Budaya inovatif, cenderung giat, berorientasi pada hasil, dan ditandai oleh kreativitas dan berani mengambil risiko, yang membuat mereka tertantang, tempat yang bertekanan dimana mereka bekerja. 3 Budaya suportif, yang dicirikan oleh interaksi sosial yang harmonis dan adil dimana terdapat kepercayaan, kolaborasi, dan kebebasan pribadi. Taormina 2009 : 669 melakukan penelitian mengenai hubungan kebutuhan karyawan, sosialisasi organisasi, dan budaya organisasi. Hasil dari penelitian tersebut menyebutkan bahwa kebutuhan karyawan berhubungan signifikan dengan dimensi sosialisasi organisasi. Penelitian ini juga menemukan bahwa dimensi sosialisasi organisasi juga memiliki hubungan yang signifikan dengan dimensi budaya organisasi. commit to user 7 Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Taormina 2009 : 650 dimana untuk lebih menyempurnakan analisis digunakan beberapa literatur dari berbagai buku dan jurnal sebagai referensi. Upaya organisasi dalam menyelaraskan hubungan antara karyawan dengan budaya organisasi melalui sosialisasi organisasi merupakan hal yang sangat penting. Tentunya tanpa mengesampingkan kebutuhan karyawan itu sendiri. Dengan pemenuhan kebutuhan karyawan oleh organisasi maka karyawan akan merasa diperhatikan oleh organisasi, sehingga karyawan akan merasa menjadi bagian dari organisasi tersebut. Demikian pula halnya dengan Bank BNI 46 cabang Surakarta. Dengan semakin beragamnya kebutuhan karyawan, diharapkan melalui sosialisasi organisasi Bank BNI 46 cabang Surakarta dapat memfasilitasi kebutuhan karyawannya. Pada akhirnya sosialisasi organisasi tersebut akan dapat menyelaraskan hubungan antara karyawan dengan budaya organisasi tempat mereka bekerja. Terlebih lagi dalam era globalisasi saat ini dimana sektor perbankan di Indonesia menjadi sangat diminati karena perkembangannya yang pesat, sehingga tidak menutup kemungkinan Bank BNI menentukan dan mengembangkan budaya organisasi yang terbaik untuk organisasi apakah itu birokrasi, suportif, ataupun inovatif untuk mempertahankan eksistensinya di dalam persaingan bisnis. Untuk itu diperlukan upaya organisasi dalam bentuk sosialisasi organisasi, sehingga dapat tercapai keselarasan antara karyawan dengan budaya organisasi. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini menarik untuk dikaji lebih dalam, yang akan dituangkan dalam bentuk penelitian yang berjudul : commit to user 8 POLA HUBUNGAN ANTARA KEBUTUHAN KARYAWAN, SOSIALISASI ORGANISASI, DAN BUDAYA ORGANISASI. Studi pada karyawan Bank BNI 46 cabang Surakarta

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah kebutuhan untuk berprestasi karyawan akan secara positif berpengaruh pada sosialisasi organisasi dalam dimensi pelatihan, pemahaman, dukungan rekan kerja, dan prospek masa depan di organisasi mereka? 2. Apakah kebutuhan untuk berafiliasi karyawan akan secara positif berpengaruh pada sosialisasi organisasi dalam dimensi pelatihan, pemahaman, dukungan rekan kerja, dan prospek masa depan di organisasi mereka? 3. Apakah kebutuhan akan otonomi karyawan akan secara positif berpengaruh pada sosialisasi organisasi dalam dimensi pelatihan, pemahaman, dukungan rekan kerja, dan prospek masa depan di organisasi mereka? 4. Apakah kebutuhan akan kekuasaan karyawan akan secara positif berpengaruh pada sosialisasi organisasi dalam dimensi pelatihan, pemahaman, dukungan rekan kerja, dan prospek masa depan di organisasi mereka? 5. Apakah persepsi karyawan tentang pelatihan dalam organisasi mereka akan berpengaruh positif pada budaya organisasi dalam dimensi birokrasi, inovasi, dan supportif? commit to user 9 6. Apakah persepsi karyawan tentang pemahaman mereka mengenai organisasi akan berpengaruh positif pada budaya organisasi dalam dimensi birokrasi, inovasi, dan supportif? 7. Apakah persepsi karyawan tentang dukungan rekan kerja akan berpengaruh positif pada budaya organisasi dalam dimensi birokrasi, inovasi, dan supportif? 8. Apakah persepsi karyawan tentang prospek masa depan di organisasi mereka akan berpengaruh positif pada budaya organisasi dalam dimensi birokrasi, inovasi, dan supportif?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Untuk mengetahui pengaruh kebutuhan berprestasi karyawan dengan sosialisasi organisasi dalam dimensi pelatihan, pemahaman, dukungan rekan kerja, dan prospek masa depan di organisasi mereka. 2. Untuk mengetahui pengaruh kebutuhan berafiliasi karyawan dengan sosialisasi organisasi dalam dimensi pelatihan, pemahaman, dukungan rekan kerja, dan prospek masa depan di organisasi mereka. 3. Untuk mengetahui pengaruh kebutuhan akan otonomi karyawan dengan sosialisasi organisasi dalam dimensi pelatihan, pemahaman, dukungan rekan kerja, dan prospek masa depan di organisasi mereka. 4. Untuk mengetahui pengaruh kebutuhan akan kekuasaan karyawan dengan sosialisasi organisasi dalam dimensi pelatihan, pemahaman, dukungan rekan kerja, dan prospek masa depan di organisasi mereka. commit to user 10 5. Untuk mengetahui pengaruh persepsi karyawan tentang pelatihan dalam organisasi mereka dengan budaya organisasi dalam dimensi birokrasi, inovasi, dan supportif. 6. Untuk mengetahui pengaruh persepsi karyawan tentang pemahaman mereka mengenai organisasi dengan budaya organisasi dalam dimensi birokrasi, inovasi, dan supportif. 7. Untuk mengetahui pengaruh persepsi karyawan tentang dukungan rekan kerja dengan budaya organisasi dalam dimensi birokrasi, inovasi, dan supportif. 8. Untuk mengetahui pengaruh persepsi karyawan tentang prospek masa depan di organisasi mereka dengan budaya organisasi dalam dimensi birokrasi, inovasi, dan supportif.

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian ini bagi pihak – pihak yang terkait adalah sebagai berikut : 1. Bagi instansi, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam kebijakan pengelolaan sumber daya manusia, terutama terkait dengan upaya memfasilitasi kebutuhan karyawan dengan menggunakan sosialisasi organisasi, yang pada akhirnya sosialisasi organisasi tersebut dapat menyelaraskan antara karyawan dengan budaya organisasi tempat mereka bekerja. 2. Bagi peneliti, hasil yang disajikan dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan pengetahuan, khususnya dalam bidang commit to user 11 Manajemen Sumber Daya Manusia terutama mengenai kebutuhan karyawan, sosialisasi organisasi dan budaya organisasi. 3. Bagi peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi yang ingin melakukan penelitian pada bidang yang sama. commit to user 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Taormina 2009 : 651 secara umum setiap karyawan memiliki berbagai kebutuhan pribadi dan mungkin budaya organisasi tempat mereka bekerja cocok atau tidak cocok dengan beberapa kebutuhan karyawan tertentu. Hal ini berarti orang akan lebih bahagia dalam organisasi di mana kebutuhan mereka terpuaskan daripada di organisasi di mana kebutuhan mereka tidak dapat terpuaskan. Berkenaan dengan hubungan antara kebutuhan individu dan konteks sosial yang lebih besar dari organisasi, sebuah pandangan psiko-sosial akan menekankan bahwa orang harus diintegrasikan atau disosialisasikan pada setiap budaya organisasi. Taormina 2009 : 651 menjelaskan bahwa seharusnya terdapat hubungan antara karyawan dan organisasi, dengan tidak adanya hubungan ini mungkin akan terjadi ketidakteraturan dalam organisasi, dengan banyaknya karyawan yang merasa tidak yakin akan keberadaan mereka di perusahaan tempat mereka bekerja. Dengan meningkatkan upaya organisasi dalam melakukan sosialisasi organisasi, maka karyawan akan semakin merasa menjadi bagian dari budaya organisasi. Untuk memperjelas hubungan antara kebutuhan karyawan, sosialisasi organisasi, dan budaya organisasi akan diuraikan konseptualisasi variabel-variabel tersebut. commit to user 13

1. Kebutuhan Karyawan

Menurut Gibson et al., 2006 : 132 motivasi adalah sebuah dorongan pada karyawan yang memulai dan mengarahkan sebuah prilaku. Dan kebutuhan adalah sebuah rasa kurang puas yang dialami oleh seorang individu pada poin tertentu di waktu tertentu. McClelland dalam Ivancevich et al., 2006 :154 menyatakan bahwa ketika muncul suatu kebutuhan yang kuat di dalam diri seseorang, kebutuhan tesebut memotivasi dirinya untuk menggunakan prilaku yang dapat mendatangkan kepuasannya. McClelland membagi kebutuhan karyawan menjadi 3, yaitu : a. Seseorang yang memiliki kebutuhan akan prestasi yang tinggi mendorong seorang individu untuk menetapkan tujuan yang menantang, untuk bekerja keras demi mencapai tujuan tersebut, dan menggunakan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk mencapainya. Berdasarkan hasil penelitian, McClelland mengembangkan serangkaian faktor diskriptif yang menggambarkan seseorang dengan kebutuhan yang tinggi akan prestasi, yaitu: 1. Suka menerima tanggung jawab untuk memecahkan masalah. 2. Cendrung menetapkan tujuan pencapaian yang moderat dan cendrung mengambil risiko yang telah diperhitungkan. 3. Menginginkan umpan-balik atas kinerjanya. b. Seseorang yang memiliki kebutuhan akan afiliasi merefleksikan keinginan untuk berinteraksi secara sosial dengan orang. Seseorang dengan commit to user 14 kebutuhan afiliasi yang tinggi menempatkan kualitas dari hubungan pribadi sebagai hal yang paling penting, dan oleh karena itu hubungan sosial lebih didahulukan daripada penyelesaian tugas. c. Seseorang dengan kebutuhan kekuasaan yang tinggi, di lain pihak, mengkonsentrasikan diri dengan mempengaruhi orang lain dan memenangkan argumentasi. Menurut McClelland, kekuasaan memiliki dua orientasi. Kekuasaan dapat menjadi negatif pada orang yang berfokus pada dominasi dan kepatuhan. Atau kekuasaan dapat menjadi positif karena merefleksikan perilaku persuasif dan inspirasional. Klasifikasi yang lain dikembangkan oleh Steers dan Braunstein 1976 : 254 yang membagi kebutuhan karyawan menjadi 4, yaitu: 1. Kebutuhan untuk berprestasi n-Ach mengacu pada keinginan untuk mencapai sesuatu dan untuk mencapai standar keunggulan, dengan tidak mengambil tugas yang terlalu sulit untuk menghindari kegagalan. 2. Kebutuhan untuk berafiliasi n-Aff adalah keinginan untuk memiliki hubungan pribadi yang hangat dan ramah. 3. Kebutuhan akan otonomi n-Aut adalah keinginan untuk melakukan sesuatu dengan cara sendiri dan memiliki kebebasan pribadi. 4. Kebutuhan untuk dominasi, juga disebut sebagai kebutuhan akan kekuasaan n-Pow adalah keinginan untuk memegang kekuasaan, dan mempengaruhi dan mengontrol orang lain. commit to user 15 Secara teori, kebutuhan ini tidak saling berhubungan secara eksklusif, melainkan setiap orang memiliki kebutuhan masing-masing, tetapi untuk derajat yang berbeda.

2. Budaya Organisasi.

Menurut Gibson et al., 2006 : 31 budaya organisasi merupakan sesuatu yang dirasakan oleh karyawan dan sebuah persepsi yang menimbulkan sebuah pola kepercayaan, nilai, dan ekspektasi. Dan Schein dalam Gibson et al., 2006 : 31 menyatakan budaya organisasi sebagai sebuah pola dari asumsi dasar yang ditemukan, diketahui, atau dikembangkan oleh sebuah kelompok yang dipelajari untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan adaptasi dengan lingkungan luar dan integrasi dalam kelompok tersebut. Pernyataan Schein ini memiliki inti bahwa budaya meliputi asumsi, adaptasi, persepsi, dan pembelajaran. Menurut Kreitner dan Kinicki 2005 :79 budaya organisasi merupakan suatu wujud anggapan yang dimiliki, diterima secara implisit oleh kelompok dan menentukan bagaimana kelompok tersebut rasakan, pikirkan, dan bereaksi terhadap lingkungannya yang beraneka ragam. Definisi ini menyoroti tiga karakteristik budaya organisasi yang penting. Pertama, budaya organisasi diberikan pada karyawan baru melalui proses sosialisasi. Kedua, budaya organisasi mempengaruhi perilaku kita di tempat kerja. Ketiga, budaya organisasi berpengaruh terhadap pandangan ke luar dan kemampuan bertahan terhadap perubahan. commit to user 16 Kreitner dan Kinicki 2005 :79 membagi fungsi budaya organisasi menjadi empat, yaitu : a. Memberikan identitas organisasi kepada karyawan. Sebagai contoh perusahaan yang inovatif yang memburu pengembangan produk baru. Salah satu cara mempromosikan inovasi adalah dengan mendukung riset dan pengembangan produk dan jasa baru. Identitas tersebut didukung dengan mengadakan penghargaan yang diberikan pada karyawan yang inovatif. b. Memudahkan komitmen kolektif. Budaya organisasi yang dapat membuat karyawannya nyaman dalam organisasi tersebut dapat meningkatkan komitmen kolektif karyawannya terhadap organisasi tersebut. Sehingga karyawan tersebut akan lebih loyal terhadap organisasi tersebut dan meningkatkan tingkat turn over karena karyawan tersebut puas dan bangga bekerja dalam organisasi tersebut. c. Mempromosikan stabilitas sistem sosial. Stabilitas sistem sosial mencerminkan taraf di mana lingkungan kerja dirasakan positif dan mendukung, dan konflik serta perubahan yang diatur dengan efektif. d. Membentuk prilaku dengan membantu manajer merasakan keberadaannya. Fungsi budaya ini membantu para karyawan memahami mengapa organisasi melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan bagaimana perusahaan bermaksud mencapai tujuan jangka panjangnya. commit to user 17 Menurut Rivai 2005 : 430 fungsi budaya perusahaan adalah: 1. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara suatu perusahaan dengan perusahaan yang lain. 2. Budaya memberikan identitas bagi anggota perusahaan. 3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas dari pada kepentingan individu. 4. Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial. 5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu serta membentuk sikap dan perilaku karyawan. Menurut Gibson et al., 2006 : 38 membagi budaya menjadi empat jenis, yaitu: 1. Budaya Birokrasi merupakan sebuah budaya yang menekankan pada peraturan, kebijakan, penentuan keputusan yang tersentralisasi. 2. Budaya Keluarga merupakan sebuah budaya yang menekankan pada lingkungan kerja yang bersifat kekeluargaan, mengikuti tradisi dan ritual, kerja tim, dan pengaruh sosial. 3. Budaya Entrepreneur merupakan sebuah budaya yang menekankan pada inovasi, kreatifitas, pengambilan resiko, dan secara agresif mencari kesempatan. commit to user 18 4. Budaya Pasar merupakan sebuah budaya yang menekankan pada pertumbuhan penjualan, peningkatan market share, stabilitas keuangan, dan keuntungan. Meskipun banyak upaya telah dilakukan untuk menilai dimensi budaya organisasi, beberapa instrumen telah dirancang untuk digunakan sebagai ukuran umum budaya organisasi. Wallachs 1983 : 32 membagi dimensi budaya organisasi menjadi tiga, yaitu: budaya birokrasi, inovatif, dan suportif. a. Budaya birokrasi memiliki struktur hirarki dengan garis tanggung jawab yang jelas, dan diatur untuk beroperasi dalam cara yang teratur dan terkendali. b. Budaya inovatif cenderung giat, berorientasi pada hasil, dan ditandai oleh kreativitas dan berani mengambil risiko, yang membuat mereka tertantang, tempat yang bertekanan dimana mereka bekerja. c. Budaya suportif yang dicirikan oleh interaksi sosial yang harmonis dan adil dimana terdapat kepercayaan, kolaborasi, dan kebebasan pribadi. Seperti kebutuhan karyawan, Wallach 1983 : 35 menekankan bahwa budaya organisasi tidak hanya terdiri dari satu jenis saja. Setiap organisasi memiliki berbagai elemen dari masing-masing budaya organisasi tersebut. Oleh karena itu, tidak realistis untuk mengkategorikan sebuah organisasi sepenuhnya hanya memiliki satu jenis budaya saja. Sebaliknya, setiap budaya organisasi dapat dinilai untuk derajat birokrasi, inovasi, dan suportifnya. commit to user 19

3. Sosialisasi Organisasi.

Menurut Gibson et al., 2006 : 41 sosialisasi organisasi merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh organisasi untuk mengenalkan karyawan baru pada budaya organisasi tersebut. Menurut Kreitner dan Kinicki 2005 : 96 sosialisasi organisasi didefinisikan sebagai proses seseorang mempelajari nilai, norma, dan perilaku yang dituntut, yang memungkinkan ia untuk berpatisipasi sebagai anggota organisasi. Sosialisasi organisasi merupakan mekanisme kunci yang digunakan oleh organisasi untuk menanamkan budaya organisasinya. Secara singkat, sosialisasi organisasi mengubah orang baru menjadi orang yang berfungsi penuh dalam mempromosikan dan mendukung nilai dan keyakinan dasar organisasi. Peneliti perilaku organisasi Feldman dalam Kreitner dan Kinicki, 2005 :96 telah mengusulkan model tiga tahap sosialisasi organisasi yang mengembangkan pemahaman yang lebih dalam mengenai proses penting ini. Ketiga tahap tersebut adalah: 1. Sosialisasi antisipasi, 2. Pertemuan, dan 3. Perubahan dan pemahaman yang bertambah. Model Feldman juga merinci perilaku dan afeksi yang timbul yang dapat digunakan untuk menilai seberapa baik seorang individu bersosialisasi. Tahap 1: Sosialisasi Antisipasi Proses belajar yang dilakukan sebelum bergabung dengan organisasi. Tahap ini dimulai sebelum individu benar-benar bergabung dengan organisasi. commit to user 20 Informasi sosialisasi lebih dulu datang dari berbagai sumber. Dalam tahap ini proses sosial yang timbul adalah: 1. Mengantisipasi kenyataan mengenai organisasi dan pekerjaan baru. 2. Mengantisipasi kebutuhan organisasi mengenai keterampilan dan kemampuan seseorang. 3. Mengantisipasi sensitivitas organisasi terhadap kebutuhan dan nilai seseorang. Tahap 2: Pertemuan Nilai, keterampilan, dan tingkah laku mulai berubah saat karyawan baru menemukan seperti apa sesungguhnya organisasi tersebut. Tahap dua dimulai saat kontrak pekerjaan telah ditandatangani. Dalam tahap ini proses sosial yang timbul adalah: 1. Mengatur gaya hidup versus konflik dalam kerja. 2. Mengatur konflik peran antar kelompok. 3. Mencari definisi dan kejelasan peran. 4. Menjadi familiar dengan dinamika tugas dalam kelompok. Tahap 3: Perubahan dan Pemahaman yang Bertambah. Karyawan menguasai keterampilan, peran, dan menyesuaikan diri dengan nilai dan norma kelompok kerja. Penugasan tugas yang penting dan pemecahan konflik menandai mulainya tahap akhir dari proses sosialisasi ini. Mereka yang tidak mengalami transisi ke tahap 3 secara sukarela atau tidak sukarela akan terisolasi dari jaringan sosial di dalam organisasi. Dalam tahap ini proses sosial yang timbul adalah: commit to user 21 1. Persaingan peran disesuaikan dengan tugas yang sulit dikuasai. 2. Internalisasi norma dan nilai kelompok. Setelah tiga tahap sosialisasi organisasi tersebut selesai dan karyawan sudah tersosialisasi maka akan timbul tingkah laku dan afeksi dari orang yang sudah tersosialisasi tersebut, antara lain: a. Hasil Tingkah laku: · Melaksanakan peran tugasnya · Tetap berada di organisasi · Berinovasi dan bekerja sama secara spontan b. Hasil yang bersifat afeksi: · Merasa puas secara umum · Secara internal termotivasi untuk bekerja · Terlibat dalam pekerjaan yang membutuhkan kemampuan yang tinggi Gibson et al., 2006 : 44 menyatakan ada beberapa karakteristik dari sosialisasi yang efektif, yaitu: 1 perekrutan yang efektif, 2 program pemilihan dan penempatan yang efektif, 3 program orientasi yang efektif, 4 program pelatihan yang efektif, 5 menyediakan informasi evaluasi kinerja yang lengkap, 6 penugasan pekerjaan yang menantang pada karyawan. Louis 1980 : 229 mendefinisikan sosialisasi organisasi sebagai sebuah proses dimana seorang individu datang untuk menghargai nilai-nilai, kemampuan, perilaku yang diharapkan, dan pengetahuan sosial yang penting commit to user 22 untuk mengasumsikan peran organisasi dan untuk berpartisipasi sebagai anggota organisasi. Definisi ini, seperti halnya dengan hampir semua definisi konsep yang lain, menekankan bahwa sosialisasi organisasi sebagai hal yang penting dalam membantu karyawan berhasil menyesuaikan diri dengan masyarakat dan budaya organisasi. Kebanyakan penelitian tentang sosialisasi organisasi berfokus pada proses, tetapi pengkonsepan kembali yang dilakukan oleh Chao et al. 1994 dan Taormina 1994 mengungkapkan hal yang berbeda dari bidang sosialisasi organisasi. Dalam pendekatannya Taormina 1994 : 136 membagi sosialisasi organisasi menjadi empat dimensi, yaitu: pelatihan, pemahaman, dukungan rekan kerja, dan prospek masa depan. Model ini sangat sederhana dan tiga dimensi mewakili enam poin yang diidentifikasi oleh Chao et al. 1994, dan Taormina 1994 menambahkan domain keempat, yakni prospek masa depan. Berikut ini gambaran empat komponen dari sosialisasi organisasi yang juga telah menerima dukungan konseptual dalam model teoretis yang baru- baru ini dikembangkan.

a. Pelatihan.

Sesuai dengan definisi yang dikemukakan Taormina 1997 : 32, pelatihan adalah tindakan, proses, atau metode yang dilakukan untuk memperoleh semua jenis keterampilan fungsional atau kemampuan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan tertentu commit to user 23 dan berfokus pada sejauh mana karyawan memandang organisasi sebagai penyedia keterampilan kerja yang memadai.

b. Pemahaman.

Hal ini mengacu pada sejauh mana seorang karyawan sepenuhnya memahami dan dapat menerapkan pengetahuan tentang pekerjaannya, organisasi, orang, dan budayanya Taormina, 1997 : 32. Jadi, pemahaman berkaitan dengan seberapa baik karyawan memahami organisasi dan bagaimana organisasi beroperasi.

c. Dukungan Rekan Kerja.

Hal ini mengacu pada kelangsungan emosional, moral, atau instrumental yang diberikan tanpa kompensasi yang berhubungan dengan uang oleh karyawan lain dalam organisasi di mana mereka bekerja Taormina, 1997 : 33. Daerah ini juga sesuai dengan definisi sosialisasi karena berfokus pada hubungan sosial karyawan di tempat kerja dan mengacu pada sejauh mana seorang karyawan diterima oleh karyawan lain.

d. Prospek Masa Depan.

Hal ini berkaitan dengan sejauh mana seorang karyawan dapat merencanakan dan memiliki sebuah karir yang baik dalam organisasi dirinya bekerja Taormina, 1997 : 33. Dalam hal teori sosialisasi organisasi, prospek masa depan merupakan salah satu aspek yang baku dalam budaya organisasi, seperti penghargaan, bonus, dan peluang untuk kemajuan yang ditawarkan oleh sebuah commit to user 24 organisasi dan diukur dari segi persepsi karyawan terhadap ada tidaknya penghargaan tersebut dalam organisasi. Menurut Taormina 2009 : 653 sosialisasi organisasi melibatkan tujuan fungsional untuk membantu karyawan selaras dengan organisasi yang mempekerjakan mereka, dimensi sosialisasi organisasi yang berkaitan dengan karakteristik tertentu baik dari karyawan misalnya masing-masing kebutuhan, dan organisasi misalnya dimensi budaya mereka. Oleh karena itu, harus ada hubungan antara: 1. kebutuhan karyawan dan domain sosialisasi, 2. domain sosialisasi dan domain budaya organisasi.

G. PENELITIAN TERDAHULU

1. Taormina 2009 Beberapa peneliti telah melakukan penelitian tentang hubungan antara kebutuhan karyawan dengan dimensi sosialisasi organisasi dan hubungan antara dimensi sosialisasi organisasi dengan dimensi budaya organisasi. Taormina 2009 melakukan penelitian mengenai hubungan kebutuhan karyawan, sosialisasi organisasi, dan budaya organisasi. Hasil dari penelitian tersebut menyebutkan bahwa kebutuhan karyawan memiliki hubungan yang signifikan dengan dimensi sosialisasi organisasi. Kebutuhan akan otonomi mempunyai hubungan yang kuat dengan pelatihan, pemahaman, dan prospek masa depan. Selain itu kebutuhan akan afiliasi juga memiliki hubungan yang kuat dengan dukungan rekan kerja. Penelitian ini juga menemukan bahwa dimensi sosialisasi organisasi commit to user 25 juga memiliki hubungan yang signifikan dengan dimensi budaya organisasi. Pelatihan dan dukungan rekan kerja memiliki hubungan dengan budaya birokratis. Pelatihan juga mempunyai hubungan dengan budaya inovatif. Pelatihan, dukungan rekan kerja, dan prospek masa depan mempunyai hubungan dengan budaya suportif. Penelitian ini menggunakan random sampling yang dilakukan di Cina pada pekerja tetap dan kuesioner yang disebarkan sebanyak 400 kuesioner. 2. Taormina 2008 Penelitian tentang hubungan sosialisasi organisasi dengan budaya organisasi pernah dilakukan oleh Taormina 2008 yang mendapatkan hasil bahwa keempat domain sosialisasi organisasi memiliki hubungan yang signifikan dengan budaya birokratis, tapi prospek masa depan berhubungan negatif terhadap budaya birokratis. Sampel yang digunakan merupakan para pekerja dewasa di Cina yang bekerja di organisasi lokal pada kota pelabuhan internasional di pesisir selatan Cina. 3. Greenhaus 1999 Penelitian tentang sosialisasi organisasi yang efektif untuk karyawan pernah dilakukan oleh Greenhaus 1999 yang mendapatkan hasil bahwa rekan kerja, salah satu dimensi sosialisasi organisasi berhubungan positif dengan kesuksesan pendatang baru untuk berfungsi dalam kerja kelompok dan penerimaan akan budaya organisasi. Pelatihan juga mempunyai hubungan dengan penerimaan budaya organisasi. Sampel commit to user 26 merupakan 200 karyawan yang baru bekerja selama 3 bulan pada 200 perusahaan terbesar dunia. 4. Koberg dan Chusmir 1987 Koberg dan Chusmir 1987 menemukan bahwa kebutuhan untuk berprestasi n-Ach, kebutuhan akan otonomi n-Aut, kebutuhan akan kekuasaan n-Pow, kebutuhan untuk berafiliasi n-Aff secara positif memiliki hubungan dengan budaya inovatif. Kebutuhan untuk berprestasi n-Ach, kebutuhan akan kekuasaan n-Pow, kebutuhan untuk berafiliasi n-Aff memiliki hubungan dengan budaya birokrasi. Dan kebutuhan akan otonomi n-Aut berhubungan negatif dengan budaya suportif. Penelitian ini dilakukan pada 165 manajer pada kota besar di sebelah barat Amerika. 5. O’Reilly et al. 1991 O’Reilly et al. 1991 mengukur karakteristik individu, termasuk prestasi, afiliasi, otonomi, dan kekuasaan, dan beberapa karakteristik dimensi budaya organisasi, termasuk inovatif dan suportif. Mereka menemukan kebutuhan akan otonomi dan kekuasaan berhubungan positif dengan budaya inovatif, dan kebutuhan akan otonomi dan kekuasaan berhubungan negatif dengan budaya suportif. Penelitian ini dilakukan pada 171 mahasiswa S2 pada universitas di bagian pesisir barat Amerika. 6. Jones 1986 Dalam kaitan dengan domain sosialisasi organisasi, secara teoritis aspek penting dari penyesuaian karyawan terhadap budaya organisasi adalah kebutuhan karyawan. Jones 1986 menemukan bahwa karakteristik commit to user 27 karyawan seperti kepercayaan diri mungkin mempengaruhi proses sosialisasi. Penelitian ini dilakukan pada 127 mahasiswa S2 pada universitas di bagian barat Amerika.

H. KERANGKA PEMIKIRAN

Untuk memudahkan alur pemikiran dalam penelitian ini, hubungan antar variabel-variabel yang diteliti akan digambarkan dalam sebuah kerangka pemikiran. Gambar 1 Sumber: Taormina 2009 Kerangka Pemikiran Dari kerangka pemikiran di atas dapat dilihat bahwa kebutuhan karyawan berpengaruh pada dimensi sosialisasi organisasi. Dimensi sosialisasi akan berpengaruh pada dimensi budaya organisasi. Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Taormina 2009 yang mendapatkan hasil bahwa kebutuhan karyawan memiliki hubungan yang signifikan dengan dimensi Kebutuhan akan Berprestasi Kebutuhan akan Kekuasaan Kebutuhan akan Otonomi Sosialisasi Organisasi: Pelatihan Pemahaman Dukungan Rekan Kerja Budaya Organisasi Suportif Budaya Organisasi Inovatif Budaya organisasi Birokratis Kebutuhan akan Afiliasi commit to user 28 sosialisasi organisasi. Karyawan dengan kebutuhan akan berprestasi akan memanfaatkan pelatihan dalam organisasi karena pelatihan akan meningkatkan kinerja mereka dan akan mempermudah karyawan memperoleh prestasi yang diinginkan. Karyawan dengan kebutuhan akan berafiliasi akan nyaman di dalam organisasi yang memiliki suasana dimana karyawannya saling mendukung antara satu dengan yang lain. Karyawan dengan kebutuhan akan otonomi akan menyukai pemahaman, karena pemahaman akan meningkatkan pengetahuan mereka tentang pekerjaan yang diberikan pada mereka sehingga mereka dapat melakukan pekerjaan itu sendiri. Karyawan dengan kebutuhan akan kekuasaan akan menyukai organisasi yang menawarkan prospek masa depan yang baik seperti gaji yang besar dan berbagai penghargaan yang akan meningkatkan kekuasaan mereka di atas yang lain. Dimensi sosialisasi organisasi memiliki hubungan yang signifikan dengan dimensi budaya organisasi. Dimensi sosialisasi organisasi seperti pelatihan diberikan kepada para karyawan sesuai dengan budaya organisasi dimana mereka bekerja sehingga mereka dapat memiliki kinerja yang baik sesuai dengan budaya organisasi mereka baik budaya birokrasi, inovatif, maupun suportif. Pemahaman diberikan pada para karyawan agar mereka dapat mengerti apa peran mereka dan bagaimana organisasi berjalan sehingga karyawan dapat menyesuaikan diri dengan budaya organisasi tempat mereka bekerja baik budaya birokrasi, inovatif, maupun suportif. Rekan kerja dapat membantu karyawan lain untuk lebih mudah menerima budaya organisasi commit to user 29 karena rekan kerja dapat menjelaskan dengan rinci budaya organisasi tempat mereka berkerja baik budaya birokrasi, inovatif, maupun suportif. Prospek masa depan seperti bonus dan penghargaan akan dapat membuat karyawan termotivasi untuk bekerja sesuai dengan budaya organisasi mereka baik budaya birokrasi, suportif, ataupun inovatif. Dengan terpenuhinya kebutuhan karyawan dalam organisasi tersebut, penyampaian sosialisasi organisasi yang tepat, dan karyawan yang dapat selaras dengan budaya organisasi dimana dia bekerja maka pada akhirnya akan meningkatkan kinerja karyawan dan membuat organisasi dapat mencapai tujuannya.

I. HIPOTESIS

Hubungan antara Kebutuhan dengan Dimensi Sosialisasi Organisasi. Jones 1983 : 466 berpendapat bahwa perbedaan individu, seperti perbedaan dalam kebutuhan, dapat mempengaruhi reaksi orang terhadap peran atau tugas-tugas yang diberikan pada mereka dalam organisasi. Reichers 1987 : 282 berpendapat bahwa beberapa aspek karyawan misalnya kebutuhan mereka dan aspek situasi misalnya lingkungan organisasi dapat memfasilitasi interaksi mereka dan dapat meningkatkan laju sosialisasi organisasi. Reichers 1987 : 283 juga menyatakan bahwa variabel kebutuhan untuk berafiliasi n-Aff dapat mempengaruhi sejauh mana seseorang berinteraksi dengan orang lain di tempat kerja. Berkenaan dengan hubungan antara kebutuhan karyawan dan dimensi sosialisasi organisasi, Steers dan Braunstein 1976 : 252 menyatakan semakin commit to user 30 baik kualitas program sosialisasi organisasi maka akan lebih menguntungkan jika tidak meninggalkan pemenuhan kebutuhan karyawan. Hubungan antara Kebutuhan untuk Berprestasi n-Ach dan Dimensi Sosialisasi Organisasi. Smits et al. 1993 : 117 meneliti kebutuhan untuk berprestasi n-Ach pada para profesional dan mencatat bahwa orang dengan kebutuhan untuk berprestasi n-Ach tinggi mungkin tidak mudah untuk disosialisasikan ke dalam organisasi karena kebutuhan untuk berprestasi n-Ach dikaitkan dengan keinginan untuk bekerja sendiri. Menurut Taormina 2009 : 655 mengenai kaitannya dengan area sosialisasi, kebutuhan untuk berprestasi n-Ach mengacu pada keinginan karyawan untuk menjadi lebih sempurna, dan pelatihan akan membantu karyawan berperforma lebih baik. Karyawan dengan kebutuhan untuk berprestasi n-Ach tinggi harus menghargai pelatihan karena akan membantu mereka meningkatkan kinerja mereka dan mencapai tujuan pribadi mereka. Demikian pula dengan pemahaman, salah satu tujuan sosialisasi adalah untuk meningkatkan efektivitas karyawan. Oleh karena itu, karyawan yang memiliki kebutuhan untuk berprestasi n-Ach tinggi harus memperhatikan kegiatan organisasi yang dirancang untuk meningkatkan pemahaman mereka, karena ini juga akan memberikan kontribusi untuk kebutuhan mereka untuk meningkatkan kinerja dan pencapaian tujuan. Menurut Taormina 2009 : 655 dukungan rekan kerja juga bisa terkait dengan kebutuhan untuk berprestasi n-Ach karena karyawan dengan commit to user 31 kebutuhan untuk berprestasi n-Ach tinggi akan memiliki peluang lebih besar untuk mencapai tujuan mereka dengan bantuan karyawan lainnya. Jadi, mereka harus menghargai dukungan yang diterima dari rekan kerja mereka. Komponen sosialisasi keempat yaitu prospek masa depan juga terhubung dengan kebutuhkan ini karena karyawan dengan kebutuhan untuk berprestasi n-Ach tinggi ditandai oleh keinginan untuk mencapai tingkat keberhasilan tinggi. Hasil penelitian dari Taormina 2009 : 669 menyatakan bahwa kebutuhan karyawan berupa kebutuhan akan prestasi memiliki hubungan yang signifikan dengan dimensi sosialisasi organisasi yang berupa pemahaman dan dukungan rekan kerja, Oleh karena itu: H1. Kebutuhan untuk berprestasi karyawan akan secara positif berpengaruh pada sosialisasi organisasi dalam dimensi pelatihan, pemahaman, dukungan rekan kerja, dan prospek masa depan di organisasi mereka. Hubungan antara Kebutuhan untuk Berafiliasi dan Dimensi Sosialisasi Organisasi. Kebutuhan untuk berafiliasi n-Aff adalah keinginan untuk memiliki hubungan antar individu yang ramah. Reichers 1987 : 282 mengusulkan bahwa karyawan yang memiliki kebutuhan untuk berafiliasi n-Aff tinggi akan mencari interaksi di tempat kerja untuk memuaskan kebutuhan ini. Reichers 1987 : 282 juga berpendapat bahwa kebutuhan untuk berafiliasi n- Aff dapat membantu sosialisasi organisasi. Dengan kata lain, karena commit to user 32 kebutuhan untuk berafiliasi n-Aff mencerminkan keinginan seseorang untuk bergaul dengan orang lain, dan rekan kerja merupakan agen-agen sosialisasi. Domain sosialisasi organisasi yang paling relevan dengan kebutuhan untuk berafiliasi n-Aff adalah dukungan rekan kerja karena itu keramahan lingkungan kerja sesuai kebutuhan untuk berafiliasi n-Aff. Dengan demikian, karyawan dengan kebutuhan untuk berafiliasi n-Aff tinggi harus menghargai dan bersosialisasi dengan baik ke dalam organisasi dimana rekan kerja menawarkan dukungan interpersonal yang tinggi. Menurut Taormina 2009 : 656 pelatihan juga dapat dihubungkan dengan kebutuhan untuk berafiliasi n-Aff. Karyawan dengan kebutuhan untuk berafiliasi n-Aff tinggi akan menghargai upaya anggota lain yang melatih mereka. Dan juga, pelatihan dapat meningkatkan efektivitas karyawan jika karyawan bekerja dalam tim. Pemahaman juga bisa dihubungkan ke kebutuhan untuk berafiliasi n-Aff karena sosialisasi mencakup orientasi informasi tentang organisasi dan orang-orangnya. Jadi, karyawan dengan kebutuhan untuk berafiliasi n-Aff tinggi akan menghargai pengetahuan ini, yang dapat membantu mereka untuk mengetahui dan untuk bertemu dengan banyak orang dalam organisasi. Demikian pula, menurut Taormina 2009 : 656 prospek masa depan dapat dihubungkan dengan kebutuhan untuk berafiliasi n-Aff karena promosi dan kemajuan dapat memperluas wawasan sosial karyawan, memberikan kesempatan tambahan mereka untuk bertemu dan berinteraksi dengan lebih banyak orang. Semakin besar peluang untuk ekspansi sosial yang ditawarkan commit to user 33 oleh suatu organisasi, semakin besar kemungkinan karyawan dengan kebutuhan untuk berafiliasi n-Aff tinggi akan menghargai tawaran seperti itu. Hasil penelitian dari Taormina 2009 : 669 menyatakan bahwa kebutuhan karyawan berupa kebutuhan akan berafiliasi memiliki hubungan yang signifikan dengan dimensi sosialisasi organisasi yang berupa pelatihan dan dukungan rekan kerja, Oleh karena itu: H2. Kebutuhan untuk berafiliasi karyawan akan secara positif berpengaruh pada sosialisasi organisasi dalam dimensi pelatihan, pemahaman, dukungan rekan kerja, dan prospek masa depan di organisasi mereka. Hubungan antara Kebutuhan akan Otonomi dan Dimensi Sosialisasi Organisasi. Orang dengan kebutuhan akan otonomi n-Aut tinggi termotivasi untuk memiliki kebebasan pribadi di tempat kerja. Otonomi dipandang sebagai karakteristik pribadi yang memungkinkan orang untuk berhasil mengatasi hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan mereka Bigliardi et al., 2005 : 228. Menurut Taormina 2009 : 656 tergantung pada sifat dari pekerjaan yang ditugaskan pada seseorang, tingkat kebutuhan akan otonomi n-Aut karyawan bisa juga berhubungan dengan seberapa baik dia beradaptasi dengan pekerjaan. Misalnya, dalam pekerjaan yang memerlukan seseorang untuk bekerja sendiri, karyawan dengan kebutuhan akan otonomi n-Aut yang tinggi bisa diharapkan melakukan penyesuaian dengan baik. Sehubungan dengan commit to user 34 kebutuhan akan otonomi n-Aut dan dimensi sosialisasi organisasi, pelatihan dapat diterapkan untuk semua jenis pekerjaan. Jadi, pelatihan harus dihargai oleh karyawan dengan kebutuhan akan otonomi n-Aut tinggi karena akan membantu mereka melakukan pekerjaan yang mereka ingin lakukan, melakukannya dengan cara mereka sendiri, dan melakukan pekerjaan dengan lebih efektif. Menurut Taormina 2009 : 656 karyawan dengan kebutuhan akan otonomi n-Aut tinggi akan menghargai upaya organisasi untuk meningkatkan pemahaman mereka akan organisasi, yang dapat membantu mereka mendapatkan kebebasan pribadi. Bahkan dukungan rekan kerja dapat membuat hubungan dengan kebutuhan akan otonomi n-Aut, misalnya karyawan dengan kebutuhan akan otonomi n-Aut tinggi akan menghargai dukungan dari rekan kerja yang percaya pada mereka untuk menyelesaikan pekerjaan secara independen. karyawan dengan kebutuhan akan otonomi n- Aut tinggi juga harus menghargai organisasi dengan prospek masa depan yang baik karena kemajuan, gaji tinggi, dan penghargaan lainnya sering termasuk elemen otonomi yang besar. Hasil penelitian dari Taormina 2009 : 669 menyatakan bahwa kebutuhan karyawan berupa kebutuhan akan otonomi memiliki hubungan yang signifikan dengan dimensi sosialisasi organisasi yang berupa pelatihan, pemahaman, dan prospek masa depan. Oleh karena itu: H3. Kebutuhan akan otonomi karyawan akan secara positif berpengaruh pada sosialisasi organisasi dalam dimensi commit to user 35 pelatihan, pemahaman, dukungan rekan kerja, dan prospek masa depan di organisasi mereka. Hubungan antara Kebutuhan akan Kekuasaan dan Dimensi Sosialisasi Organisasi. Bauer et all. 1998 : 156 berpendapat bahwa orang dengan kebutuhan akan kekuasaan n-Pow yang tinggi diperkirakan memiliki keinginan untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain. Dimensi sosialisasi organisasi khususnya pelatihan bisa berhubungan dengan kebutuhan akan kekuasaan n- Pow karena peningkatan kompetensi pelatihan dapat membuat karyawan dengan kebutuhan akan kekuasaan n-Pow tinggi akan dipromosikan ke tingkat otoritas yang lebih tinggi. Pemahaman dapat memberikan karyawan dengan kebutuhan akan kekuasaan n-Pow tinggi dengan informasi yang berguna tentang orang yang memiliki otoritas, struktur kekuasaan, dan kekuasaan yang relevan lainnya. Menurut Taormina 2009 : 657 meskipun mungkin telihat bertolak belakang untuk mengharapkan dukungan rekan kerja dapat terkait dengan kebutuhan akan kekuasaan n-Pow, kekuasaan tidak terdapat terjadi dalam ruang hampa, yang sebaliknya kekuasaan hanya bias terjadi dalam konteks sosial. Agar efektif, orang-orang yang berkuasa harus memiliki dukungan dari karyawan lain. Hubungan yang ada antara kebutuhan karyawan dan dimensi sosialisasi organisasi adalah antara kebutuhan akan kekuasaan n-Pow dan prospek masa depan. Organisasi dengan prospek masa depan yang berlimpah misalnya kesempatan untuk maju akan memungkinkan orang dengan commit to user 36 kebutuhan akan kekuasaan n-Pow tinggi untuk mendapatkan posisi yang lebih tinggi dari kekuasaan mereka sekarang. Oleh karena itu: H4. Kebutuhan akan kekuasaan karyawan akan secara positif berpengaruh pada sosialisasi organisasi dalam dimensi pelatihan, pemahaman, dukungan rekan kerja, dan prospek masa depan di organisasi mereka. Hubungan antara Dimensi Sosialisasi Organisasi dan Dimensi Budaya Organisasi. Hubungan konseptual antara sosialisasi organisasi dan budaya organisasi didasarkan dari teori sosiologi, psikologi sosial biasanya mencakup nilai-nilai budaya sebagai bagian dari definisi sosialisasi. Louis 1980 : 229 memberikan dasar teoritis yang menghubungkan antara sosialisasi organisasi dan budaya organisasi. Lebih lanjut Taormina 2009 : 657 menjelaskan bahwa Sosialisasi organisasi dapat dianggap sebagai transmisi budaya, dimana sosialisasi organisasi merupakan proses seseorang belajar tentang budaya organisasi tempat mereka bekerja. McMillan-Capeharts 2005 : 492 menyatakan bahwa Sosialisasi organisasi dapat membantu meningkatkan keselarasan antara individu dan budaya organisasi. Oleh karena itu, sosialisasi selalu dilihat sebagai alat untuk menyelaraskan karyawan dengan budaya organisasi sehingga karyawan dapat merasa menjadi bagian dari organisasi. Dengan demikian, tujuan dari setiap proses sosialisasi organisasi adalah untuk memastikan bahwa individu menjadi commit to user 37 bagian dari konteks budaya yang lebih besar, apakah konteks tersebut adalah grup, organisasi, atau masyarakat Taormina, 2009 : 669. Dengan begitu perusahaan harus dapat memfasilitasi sosialisasi yang baik untuk karyawannya, sehingga karyawan dapat menyesuaikan diri dan selaras dengan budaya organisasi dimana mereka bekerja. Hubungan antara Pelatihan dan Dimensi Budaya Organisasi. Dollard 1939 : 54 menyatakan bahwa budaya ditularkan melalui proses pelatihan individu untuk melakukan kemampuan yang dibutuhkan untuk menjadi anggota fungsional dalam organisasi, dengan demikian, pelatihan dapat digunakan pada semua jenis budaya. Pelatihan sebagai sarana untuk karyawan untuk memahami pekerjaan mereka, pelatihan berkaitan dengan penyesuaian karyawan ke dalam organisasi mereka, misalnya dalam kemampuan mereka untuk mengatasi masalah, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi. Taormina 2009: 658 menyatakan karyawan di seluruh organisasi harus terlatih dalam beberapa keterampilan atau tugas agar secara efektif dapat melakukan pekerjaan mereka, pelatihan harus dapat menyediakan hubungan terhadap budaya dari semua jenis organisasi. Misalnya, seseorang mungkin dilatih tugas dasar dalam budaya birokrasi, dibrainstorming dalam budaya inovatif, atau membangun tim dalam budaya yang suportif. Hasil penelitian dari Taormina 2009 : 669 menyatakan bahwa dimensi sosialisasi organisasi berupa pelatihan memiliki hubungan yang signifikan dengan ketiga dimensi budaya organisasi, baik birokrasi, inovatif, maupun inovatif. Oleh karena itu: commit to user 38 H5. Persepsi karyawan tentang pelatihan dalam organisasi mereka akan berpengaruh positif pada budaya organisasi dalam dimensi birokrasi, inovasi, dan supportif. Hubungan antara Pemahaman dan Dimensi Budaya Organisasi. Menurut Bauer et al 1998 : 158 domain sosialisasi menekankan pada unsur penting yang memungkinkan karyawan untuk belajar hal-hal sesuai perannya dalam organisasi, bagaimana organisasi bekerja, siapa orang-orang penting dalam organisasi, dan bagaimana untuk menyelesaikan pekerjaan. Banyak teori telah menyarankan bahwa aspek pemahaman organisasi membantu karyawan menyesuaikan diri dengan organisasi dan budaya organisasi. Taormina 2009 : 658 menyatakan bahwa domain pemahaman juga harus mempunyai hubungan antara sosialisasi organisasi dengan budaya organisasi, dan, seperti pelatihan, pemahaman karyawan tentang bagaimana fungsi organisasi diperlukan untuk bersosialisasi untuk semua jenis budaya organisasi. Hasil penelitian dari Taormina 2009 : 669 menyatakan bahwa dimensi sosialisasi organisasi berupa pemahaman memiliki hubungan yang signifikan dengan dimensi budaya organisasi birokrasi. Oleh karena itu: H6. Persepsi karyawan tentang pemahaman mereka mengenai organisasi akan berpengaruh positif pada budaya organisasi dalam dimensi birokrasi, inovasi, dan supportif. Hubungan antara Dukungan Rekan Kerja dan Dimensi Budaya Organisasi. commit to user 39 Sejauh anggota yang lain dari organisasi bertindak sebagai agen sosialisasi Bauer et al., 1998 : 159, dukungan rekan kerja juga memainkan peran dalam menghubungkan sosialisasi organisasi kepada budaya organisasi. Reichers 1987 : 280 menekankan pentingnya orang dalam sebagai agen proaktif yang dapat membantu karyawan bersosialisasi lebih cepat dan efektif karena “orang dalam” sudah akrab dengan budaya organisasi dan bisa menjelaskan bagaimana sesuatu hal dapat dilakukan. ditemukan hubungan positif antara agen dan kinerja karyawan, komitmen, dan kepuasan kerja. Jadi, bila anggota lain organisasi memberikan dukungan, karyawan akan lebih cenderung untuk beradaptasi dengan baik dengan budaya organisasi. Hasil penelitian dari Taormina 2009 : 669 menyatakan bahwa dimensi sosialisasi organisasi berupa dukungan rekan kerja memiliki hubungan yang signifikan dengan dimensi budaya organisasi birokrasi dan suportif. Oleh karena itu: H7. Persepsi karyawan tentang dukungan rekan kerja akan berpengaruh positif pada budaya organisasi dalam dimensi birokrasi, inovasi, dan supportif. Hubungan antara Prospek Masa Depan dan Dimensi Budaya Organisasi. Menurut Taormina 2009 : 659 variabel ini menilai sejauh mana karyawan melihat kemungkinan memiliki karir dalam organisasi mereka, sebagaimana tercermin dalam peluang untuk memperoleh keuntungan seperti kenaikan gaji dan promosi. Karena kebanyakan organisasi menggunakan keuntungan tersebut untuk memotivasi dan mempertahankan karyawan, commit to user 40 prospek masa depan tidak dapat terpisahkan berkaitan dengan budaya organisasi. Sebagai contoh, berdasarkan deskripsi oleh Wallach 1983 : 33: birokrasi seperti organisasi pemerintahan telah memberikan keamanan finansial yang mendorong karyawan untuk terus bekerja di sana; budaya suportif memberikan berbagai tunjangan yang mendorong karyawan untuk memiliki komitmen organisasi; dan organisasi dengan budaya inovatif biasanya menawarkan bonus yang signifikan terhadap karyawan untuk berkontribusi dalam ide-ide produk baru yang menguntungkan perusahaan. Akibatnya, prospek masa depan adalah domain sosialisasi yang juga harus dikaitkan dengan budaya organisasi. Hasil penelitian dari Taormina 2009 : 670 menyatakan bahwa dimensi sosialisasi organisasi berupa prospek masa depan memiliki hubungan yang signifikan dengan dimensi budaya organisasi suportif. Oleh karena itu: H8. Persepsi karyawan tentang prospek masa depan di organisasi mereka akan berpengaruh positif pada budaya organisasi dalam dimensi birokrasi, inovasi, dan supportif. commit to user 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

a. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah rencana dari struktur penelitian yang mengarahkan proses dan hasil penelitian sedapat mungkin menjadi valid, obyektif, efisien, dan efektif Jogiyanto, 2004 : 53. Adapun tipe dari desain survei yang dipilih adalah explanatory research. Menurut Jogiyanto 2004 : 12 explanatory research merupakan riset yang mencoba untuk menjelaskan fenomena yang ada. Menurut Indriantoro dan Supomo 2002: 86, secara umum yang perlu ditentukan di dalam desain penelitian adalah karakteristik-karakteristik penelitiannya meliputi: tujuan studi, tipe hubungan antar variabel, lingkungan studi, unit analisis, horison waktu dan pengukuran konstruk. 1. Tujuan Studi Tujuan studi penelitian ini adalah hypothesis testing pengujian hipotesis, yaitu penelitian yang menjelaskan fenomena dalam bentuk hubungan antar variabel. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pola hubungan antara kebutuhan karyawan, sosialisasi organisasi, dan budaya organisasi. 2. Tipe Hubungan Antar Variabel Tipe hubungan dalam penelitian ini adalah hubungan sebab akibat kausal, yaitu penelitian yang menunjukkan arch hubungan commit to user 42 antara variabel bebas independen dengan variabel terikat dependen. Variabel-variabel tersebut adalah kebutuhan karyawan, sosialisasi organisasi, dan budaya organisasi. 3. Lingkungan Studi Penelitian terhadap suatu fenomena dapat dilakukan pada lingkungan yang natural dan lingkungan buatan. Lingkungan setting penelitian ini adalah lingkungan yang natural, yaitu dengan mengambil subyek penelitian karyawan pada Bank BNI 46 cabang Surakarta. 4. Unit Analisis Unit analisis merupakan tingkat agregasi data yang dianalisis dalam penelitian dan merupakan elemem penting dalam desain penelitian karena mempengaruhi proses pemilihan, pengumpulan dan analisis data. Unit analisis penelitian ini adalah tingkat individual, yaitu data yang dianalisis berasal dari setiap individu karyawan. 5. Horison Waktu Data penelitian dapat dikumpulkan sekaligus pada waktu tertentu atau dikumpulkan secara bertahap dalam beberapa waktu yang relatif lebih lama, tergantung pada karakteristik masalah yang akan dijawab. Penelitian ini merupakan studi satu tahap one shot study, yaitu penelitian yang datanya dikumpulkan sekaligus pada periode tertentu. commit to user 43 6. Pengukuran Konstruk Konstruk merupakan abtraksi dari fenomena atau realitas yang untuk keperluan penelitian harus dioperasionalkan dalam bentuk variabel yang diukur dengan berbagai macam nilai. Pengukuran konstruk dalam penelitian ini menggunakan skala Likert, yaitu skala yang menyatakan kategori, peringkat dan jarak konstruk yang diukur. Skala interval yang digunakan dinyatakan dengan angka 1 sampai 4 dimana 1 untuk sangat tidak setuju dan 4 untuk sangat setuju.

b. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA PEMBERDAYAAN KARYAWAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASI PADA KARYAWAN PT DANLIRIS SURAKARTA Hubungan Antara Pemberdayaan Karyawan Dengan Komitmen Organisasi Pada Karyawan PT Danliris Surakarta.

0 5 14

HUBUNGAN ANTARA BUDAYA ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KOMITMEN PADA KARYAWAN Hubungan Antara Budaya Organisasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Pada Karyawan CV. Griya Computama Surakarta.

0 2 17

HUBUNGAN ANTARA BUDAYA ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KOMITMEN PADA KARYAWAN Hubungan Antara Budaya Organisasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Pada Karyawan CV. Griya Computama Surakarta.

0 2 15

HUBUNGAN ANTARA BUDAYA ORGANISASI DENGAN STRES KERJA KARYAWAN Hubungan Antara Budaya Organisasi Dengan Stres Kerja Karyawan.

0 1 16

HUBUNGAN ANTARA BUDAYA ORGANISASI DENGAN STRES KERJA KARYAWAN Hubungan Antara Budaya Organisasi Dengan Stres Kerja Karyawan.

0 2 18

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP BUDAYA ORGANISASI DENGAN KOMITMEN ORGANISASI PADA KARYAWAN PT. BCA HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP BUDAYA ORGANISASI DENGAN KOMITMEN ORGANISASI PADA KARYAWAN PT. BCA KANTOR CABANG UTAMA SOLO.

0 0 17

HUBUNGAN ANTARA BUDAYA ORGANISASI DENGAN KOMITMEN ORGANISASI PADA KARYAWAN HUBUNGAN ANTARA BUDAYA ORGANISASI DENGAN KOMITMEN ORGANISASI PADA KARYAWAN.

0 0 16

PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA BUDAYA ORGANISASI DENGAN KOMITMEN ORGANISASI PADA KARYAWAN.

0 0 7

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KARYAWAN TERHADAP BUDAYA ORGANISASI DENGAN Hubungan Antara Persepsi karyawan Terhadap Budaya Organisasi Dengan Tingkat Stres Kerja Karyawan.

0 0 15

Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Budaya organisasi, dan Kompensasi terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada Karyawan Bank BNI Cabang padang).

0 0 6