Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Penolong Persalinan Di Provinsi Papua (Data SDKI 2012)

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN PENOLONG PERSALINAN DI PROVINSI PAPUA

(DATA SDKI 2012)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh: SARYATI 1110101000063

PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persayaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 26 Juni 2015


(3)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN

Skripsi, Juni 2015

Saryati, NIM : 1110101000063

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Penolong Persalinan Di Provinsi Papua (Data SDKI 2012)

xv + 118 halaman, 18 tabel, 3 gambar, 2 lampiran

ABSTRAK

Penolong persalinan adalah orang yang menolong ibu melahirkan baik merupakan tenaga kesehatan maupun bukan tenaga kesehatan. Penggunaan penolong persalinan bukan tenaga profesional akan menimbulkan resiko komplikasi saat persalinan. Keadaan ini dapat meningkatkan kejadian kematian ibu sehingga dapat mempengaruhi status kesehatan ibu dan juga bayi yang dilahirkan. Provinsi Papua merupakan provinsi dengan persentase penggunaan penolong persalinan tenaga kesehatan paling rendah yaitu sebesar 39,9% dan berada di bawah rata-rata angka nasional (90,88%). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan penolong persalinan oleh ibu melahirkan di Provinsi Papua berdasarkan data SDKI 2012.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi Cross Sectional. Sumber data penelitian adalah data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012. Analisis statistik menggunakan uji Chi Squaredilakukan untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan penolong persalinan di Provinsi Papua.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu yang menggunakan penolong persalinan tenaga kesehatan sebesar 51,9%, penggunaan bukan tenaga kesehatan 46,3% dan tanpa penolong persalinan 1,8%. Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa faktor yang berhubungan dengan penggunaan penolong persalinan di Provinsi Papua antara lain paritas (pvalue0,000), status perkawinan (pvalue 0,000) tingkat pendidikan ibu (pvalue 0,000), tingkat pendidikan suami (pvalue 0,000), status pekerjaan ibu (pvalue 0,000), status pekerjaan suami (pvalue 0,014), tingkat kekayaan (pvalue 0,000), wilayah tempat tinggal (pvalue 0,000), kunjungan pelayanan antenatal (pvalue 0,000). Disarankan agar pemerintah daerah meningkatkan sarana prasana yang dapat digunakan masyarakat untuk mengakses pelayanan persalinan dan melakukan pendidikan kesehatan kepada masyarakat guna meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penolong persalinan.

Kata Kunci :Penolong Persalinan, pelayanan kesehatan, Provinsi Papua Daftar bacaan : 61 (1968-2014)


(4)

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SIENCES PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM

HEALTH PROMOTION CONCENTRATION Undergraduate Thesis, June 2015

Saryati, NIM : 1110101000063

Determinant of Birth Attendant Utilizations in Papua Province (Data of Indonesian Demographic and Health Survey 2012)

xv + 118 pages, 18 tabels, 3 pictures, 2 attachment

ABSTRACT

Birth attendant is a people who help mother during childbirth even as a skilled birth attendant or unskilled birth attendant. Utilization of birth attendant with unskilled birth attendant would have complication risk during childbirth. This kind of condition would increase mortality of mother that will affect to mother health status and the newborns. In Papua, there is still some mother whose give birth with unskilled birth attendant even more without birth attendant. Papua is a province that the utilization of skilled birth attendant s percentage was the lower, that is only 39,9% and it was under the national average (90,88%). This study aims to know the factors associated with utilization of birth attendant by mother during childbirth in Papua Province according to IDHS s data in 2012.

This research is a quantitative research with cross sectional study design. The data source of this study is Indonesia Demographic and Health Survey (IDHS) data in 2012. Chi square test is used as statistics analysis to look for factors associated with utilization of birth attendant in Province of Papua.

The results showed that mother who used utilization of skilled birth attendant is 51,9%, utilization of unskilled birth attendant is 46,3%, and without birth attendant is 1,8%. Based on the research results, indicate that factors related to utilization of birth attendant in Papua Province were parity (p value 0,000), marital status (p value 0,000), mother education level (p value 0,000), husband education level (p value 0,000), mother occupation (p value 0,000), husband occupation (p value 0,014), family economic level (p value 0,000), place of residence (p value 0,000), antenatal care (p value 0,000). Based on these results, it is suggested to the local government to increase the infrastructure that can use for community to accessed maternal care and to make health education for community to excalation community knowledge about birth attendant.

Keyword :Birth attendant, health service, Papua Province Reading list: 61 (1968-2014)


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan Judul

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN PENOLONG PERSALINAN DI PROVINSI PAPUA

(DATA SDKI 2012)

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Disusun Oleh: SARYATI 1110101000063

Jakarta, Juli 2015

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. M. Farid Hamzens, M.si Ratri Ciptaningtyas, MHS NIP: 19630621 199403 1 001 NIP: 19840404 200812 2 007

PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan Judul

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN PENOLONG PERSALINAN DI PROVINSI PAPUA

(DATA SDKI 2012)

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Disusun Oleh: SARYATI 1110101000063

Jakarta, Juli 2015

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. M. Farid Hamzens, M.si Ratri Ciptaningtyas, MHS NIP: 19630621 199403 1 001 NIP: 19840404 200812 2 007

PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan Judul

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN PENOLONG PERSALINAN DI PROVINSI PAPUA

(DATA SDKI 2012)

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Disusun Oleh: SARYATI 1110101000063

Jakarta, Juli 2015

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. M. Farid Hamzens, M.si Ratri Ciptaningtyas, MHS NIP: 19630621 199403 1 001 NIP: 19840404 200812 2 007

PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


(6)

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Saryati

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 20 Oktober 1992

Alamat : Kp. Pematang Tengah RT/RW 003/004 Kelurahan Mekarjaya, Kecamatan Panimbang, Pandeglang, Banten

Jenis Kelamin : Perempuan Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Email :chay92maza@gmail.com

Telepon : 085776801450

Riwayat Pendidikan

1998 2004 SDN Mekarjaya 2, Panimbang

2004 2007 Mts MMA Pusat Caringin, Labuan

2007 2010 MAN 2 Model Serang, Banten

2010 sekarang Peminatan Promosi Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti penjatkan kehadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat dan nikmat sehat, umur, serta kelapangan waktu bagi peneliti. Sehingga peneliti dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Penolong Persalinan Di Provinsi Papua (DATA SDKI 2012) . Sholawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad saw. yang telah menuntun umatnya menujukehidupan yang penuh dengan cahaya Islam.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak akan tersusun dan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itulah, peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Mamah dan Ayah tercinta,orang tua penulis yang mendidik dan membesarkan dengan penuh kasih sayang hingga saat ini. Selalu mendoakan, memberikan dukungan, motivasi, perhatian, dan pengorbanan yang tidak pernah putus kepada peneliti. Kakak serta adik penulis, Teh Sumyati, Andi dan Zahra yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas semua limpahan kasih sayang yang kalian berikan kepada penulis. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan limpahan rahmat, hidayah serta nikmat sehat kepada kalian semua keluargaku tercinta.

2. Bapak, Dr. H. Arif Sumantri, SKM, MKes, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, MKes, PhD, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat dan penanggung jawab skripsi.

4. Ibu Raihana Nadra Al-Kaff, SKM, MMA, selaku penanggung jawab Peminatan Promosi Kesehatan dan Penesehat Akademik.

5. Bapak, Dr. M. Farid Hamzens, M. Si dan Ibu Ratri Ciptaningtyas, MHS, selaku Dosen Pembimbing atas arahan, nasehat, waktu serta bimbingannya selama peneliti mengerjakan skripsi ini.

6. Bapak dr. Yuli Pranpanca Satar, MARS., Ibu Hoirun Nisa, M.Kes, Ph.D.,dan Bu Julie Rostina, SKM, MKM selaku penguji sidang skripsi,


(9)

terima kasih atas kesediaan bapak dan ibu menjadi penguji dan memberikan saran yang positif untuk perbaikan penulisan skripsi.

7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi peneliti.

8. Kak Ida Farida yang telah memberikan banyak masukan serta berbagi ilmu dan pengalaman kepada peneliti.

9. Seluruh teman-teman kelas Promkes 2010 (Wahyunita, Furi, Zahrita, Siva, Yuli, Ayu, Ilmi, Supriadi, Fadlur, Prima, Richo, Hervina, Dita, dan Randika) yang selalu siap mendengarkan keluh kesah peneliti selama mengerjakan skripsi.

10. Dan tak lupa kepada rekan-rekan lain yang telah membantu peneliti dalam proses penyetakan skripsi ini.

Skripsi yang telah dibuat oleh peneliti ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Jakarta, Juni 2015


(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI ...Error! Bookmark not defined. DAFTAR RIWAYAT HIDUP... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah ...6

1.3 Pertanyaan Penelitian ...6

1.4 Tujuan Penelitian...7

1.4.1 Tujuan Umum ... 7

1.4.2 Tujuan Khusus ... 7

1.5 Manfaat Penelitian...8

1.5.1 Bagi Dinas Kesehatan Provinsi Papua ... 8

1.5.3 Bagi Peneliti Lain... 8

1.6 Ruang Lingkup Penelitian...8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1 Penolong Persalinan ...9

2.2 Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan...11

2.3 Model perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan Andersen ...12

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dalam Pemilihan Penolong Persalinan... 16

2.3.1 Faktor Predisposisi ... 16

2.3.2 Faktor Pemungkin ... 24


(11)

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

... 33

3.1 Kerangka Konsep ...33

3.2 Definisi Operasional...35

3.3 Hipotesis...38

BAB IV METODE PENELITIAN ... 40

4.1 Desain Penelitian...40

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...40

4.3 Populasi dan Sampel ...41

4.3.1 Populasi ... 41

4.3.2 Sampel... 41

4.4 Instrumen Penelitian...42

4.5 Pengumpulan Data ...48

4.6 Pegolahan Data...49

4.7 Analisis Data ...50

BAB V... 51

5.1 Analisis Univariat...51

5.1.1 Gambaran Penggunaan Penolong Persalinan Di Provinsi Papua... 51

5.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Faktor Predisposisi ... 52

5.1.3 Gambaran Responden Berdasarkan Faktor Pemungkin... 57

5.1.4 Gambaran Responden Berdasarkan Faktor Kebutuhan ... 59

5.2 Analisis Bivariat...62

5.2.1 Gambaran Faktor Predisposisi Dengan Penggunaan Penolong Persalinan ... 62

5.2.2 Gambaran Faktor Pemungkin Dengan Penggunaan Penolong Persalinan ... 69

5.2.3 Hubungan Faktor Kebutuhan Dengan Penggunaan Penolong Persalinan ... 71

BAB VI ... 73

6.1 Keterbatasan Penelitian ...74

6.2 Gambaran Penggunaan Penolong Persalinan pada Ibu Melahirkan di Provinsi Papua...74


(12)

6.3.1 Umur Ibu ... 79

6.3.2 Paritas... 83

6.3.3 Status Perkawinan ... 87

6.3.4 Tingkat Pendidikan Ibu ... 91

6.3.5 Tingkat Pendidikan Suami/Pasangan ... 94

6.3.6 Status Pekerjaan Ibu ... 96

6.3.7 Status Pekerjaan Suami ... 97

6.4 Hubungan Faktor Pemungkin Dengan Penggunaan Penolong Persalinan .99 6.4.1 Tingkat Kekayaan ... 99

6.4.2 Wilayah Tempat Tinggal... 101

6.5 Hubungan Faktor Kebutuhan Dengan Penggunaan Penolong Persalinan106 6.5.1 Komplikasi Kehamilan... 106

6.5.2 Kunjungan Pelayanan Antenatal ... 108

6.6 Hubungan Faktor Predisiposisi, Faktor Pemungkin, dan Faktor Kebutuhan Terhadap Penggunaan Penolong Persalinan ...110

BAB VII ... 113

7.1 Kesimpulan...114

7.2 Saran...115

DAFTAR PUSTAKA ... 118 LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 35 Tabel 4.1 Daftar Variabel Dan Kuesioner Dalam SDKI 2012... 43 Tabel 4.2 Variabel dan Kode Variabel Penelitian... 49 Tabel 5.1 Distribusi Penggunaan Penolong Persalinan pada Ibu Melahirkan di

Provinsi Papua-Data SDKI 2012... 49 Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Ibu di Provinsi Papua

Data SDKI 2012... ... 51 Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Paritas Ibu di Provinsi Papua

Data SDKI 2012 ... ... 53 Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Status Perkawinan Ibu di

Provinsi Papua-Data SDKI 2012 ... 54 Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu di

Provinsi Papua-Data SDKI 2012 ... 55 Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Suami/Pasangan di Provinsi Papua-Data SDKI 2012... 56 Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan Ibu di

Provinsi Papua-Data SDKI 2012 ... 56 Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan Suami/Pasangan

di Provinsi Papua-Data SDKI 2012 ... 57 Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kekayaan di

Provinsi Papua-Data SDKI 2012 ... 58 Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Wilayah Tempat Tinggal di


(14)

Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kunjungan Pelayanan Antenatal di Provinsi Papua-Data SDKI 2012 ... 60 Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat Komplikasi Kehamilan

di Provinsi Papua-Data SDKI 2012 ... 61 Tabel 5.13 Hubungan antara Umur Ibu dengan Penggunaan Penolong Persalinan

di Provinsi Papua-Data SDKI 2012 ... 62 Tabel 5.14 Hubungan antara Paritas Ibu dengan Penggunaan Penolong Persalinan di Provinsi Papua-Data SDKI 2012 ... 63 Tabel 5.15 Hubungan Status Perkawinan Ibu dengan Penggunaan Penolong

Persalinan di Provinsi Papua-Data SDKI 2012 ... 64 Tabel 5.16 Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Penggunaan Penolong

Persalinan di Provinsi Papua-Data SDKI 2012 ... 65 Tabel 5.17 Hubungan antara Tingkat Pendidikan Suami dengan Penggunaan

Penolong Persalinan di Provinsi Papua-Data SDKI 2012 ... 66 Tabel 5.18 Hubungan antara Status Pekerjaan Ibu dengan Penggunaan

Penolong Persalinan di Provinsi Papua-Data SDKI 2012 ... 67 Tabel 5.19 Hubungan antara Status Pekerjaan Suami dengan Penggunaan

Penolong Persalinan di Provinsi Papua-Data SDKI 2012 ... 68 Tabel 5.20 Hubungan antara Tingkat Kekayaan dengan Penggunaan

Penolong Persalinan di Provinsi Papua-Data SDKI 2012 ... 69 Tabel 5.21 Hubungan antara Wilayah Tempat Tinggal dengan Penggunaan

Penolong Persalinan di Provinsi Papua-Data SDKI 2012 ... 70 Tabel 5.22 Hubungan antara Komplikasi Kehamilan dengan Penggunaan

Penolong Persalinan di Provinsi Papua-Data SDKI 2012 ... 71 Tabel 5.23 Hubungan antara Kunjungan Antenatal dengan Penggunaan


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Andersen & Newman (2005) ... 15

Gambar 2.2 Kerangka Teori ... 32

Gambar 3.1 Kerangka Konsep ... 36


(16)

DAFTAR SINGKATAN

AKI : Angka Kematian Ibu

AKB : Angka Kematian Bayi

BAPPENAS : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

BKKBN : Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BPS : Badan Pusat Statistik

FIGO :International of Gynecology and Obstetrics ICM :International Confideration of Midwives IMD : Inisiasi Menyusui Dini

KH : Kelahiran Hidup

MDGs :Millennium Development Goals

SDKI : Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia WHO :World Health Organization


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Upaya menurunkan angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu target Millenium Development Goals (MDGs). AKI di Asia Tenggara menunjukkan angka yang masih tinggi yaitu sebesar 200 per 100.000 Kelahiran Hidup (KH). Indonesia merupakan negara dengan AKI tertinggi di Asia Tenggara setelah Timor Leste (WHO, 2013). Berdasarkan laporan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2012 terjadi peningkatan AKI dari tahun sebelumnya, AKI pada tahun 2007 adalah 228 per 100.000 KH, meningkat menjadi 359 per 100.000 KH pada 2012 (BPS, 2013).

Tingginya AKI ini dipengaruhi oleh beberapa faktor langsung dan tidak langsung. Menurut World Health Organization (WHO) faktor langsung yang mempengaruhi kematian ibu antara lain pendarahan (25%), infeksi (15%), Eklampsia (12%), persalinan lama (8%), Aborsi yang tidak aman (13%), penyebab langsung lainnya (8%), dan penyebab tidak langsung (19%) (Leah, 2013).

Selain hal tersebut menurut McCarthy and Maine (1992), kematian ibu dapat disebabkan oleh faktor jauh dan faktor perantara. Adapun faktor jauh terdiri dari status perempuan dalam keluarga dan komunitas (pendidikan, pekerjaan, penghasilan, sosial dan kemandirian), status keluarga dalam komunitas (pendapatan keluarga, pendidikan anggota lainnya, pekerjaan


(18)

seperti ketersediaan dokter, klinik, dan ambulans). Faktor perantara terdiri dari status kesehatan, status reproduksi, akses terhadap pelayanan kesehatan (lokasi pelayanan kesehatan, jarak pelayanan yang tersedia, kualitas pelayanan dan akses terhadap informasi tentang pelayanan), perilaku wanita dalam menggunakan pelayanan kesehatan.

Hal tersebut menunjukkan bahwa kematian ibu tidak hanya di pengaruhi oleh faktor medis saja, melainkan terdapat pula faktor-faktor pendukung lain yang dapat mempengaruhinya, seperti akses ibu terhadap pelayanan kesehatan, ketersediaan tenaga penolong persalinan yang profesional, dan persalinan dengan operasicaesar(Michelle Hynes, 2012)

Menurut beberapa penelitian di Indonesia, penolong persalinan merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kematian ibu melahirkan (Sadiq, 2002; Wijayanti, 2005; Wibowo & Darmastuti, 2009; Rani, 2010). Kematian ibu dapat terjadi pada saat kehamilan, persalinan, dan nifas. Kematian ibu erat kaitannya dengan penolong persalinan. Oleh karena itu, salah satu cara yang paling efektif untuk menurunkan angka kematian ibu adalah dengan meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih (BAPPENAS, 2011).

Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi dengan angka kematian ibu yang masih tinggi. Berdasarkan laporan SDKI (2007) angka kematian ibu di Provinsi Papua sebesar 362 per 100.000 KH, pada tahun 2011 tercatat angka kematian ibu sebesar 304,6 per 100.000 KH (Dinkes Papua, 2013). Angka tersebut masih jauh dari target MDGs yakni, 102 per 100.000 kelahiran hidup pada 2015.


(19)

Berdasarkan profil kesehatan Provinsi Papua tahun 2012, diketahui bahwa penyebab langsung yang dapat menyebabkan kematian ibu adalah perdarahan 40,00%, hipertensi dalam kehamilan 3,08%, infeksi 26,42%, Abortus 7,69%, partus lama 3,08%, lain-lain 21,54% (Dinkes Papua, 2012). Tingginya kejadian ini dapat disebabkan oleh rendahnya persalinan ibu yang ditolong oleh tenaga kesehatan yang terampil.

Berdasarkan hasil laporan SDKI tahun 2012, Provinsi Papua merupakan daerah dengan angka penolong persalinan bukan oleh tenaga kesehatan paling tinggi, yaitu mencapai 55,5%. Sedangkan angka penolong persalinan oleh tenaga kesehatan hanya mencapai 39,9%, angka ini lebih rendah dari capaian Provinsi Maluku (49,9%) dan Provinsi Sulawesi Barat (43,3%). Capaian persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan di provinsi Papua masih jauh dari target MDGs, yakni 95% persalinan ditolong tenaga kesehatan pada tahun 2015. Rendahnya persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan ini mengakibatkan tingginya kejadian perdarahan dan infeksi saat persalinan di Provinsi Papua, yang berdampak pada kematian ibu.

Berdasarkan Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI (InfoDatin) tahun 2013, diketahui bahwa jumlah penolong persalinan yaitu bidan di Papua pada tahun 2013 hanya mencapai 1.353 orang, jumlah ini masih kurang jika dibandingkan dengan provinsi lain. Adapun rasio ibu hamil dan bidan di Provinsi Papua pada sudah memenuhi syarat yaitu setiap bidan mampu menangani 21-30 ibu hamil dan berada pada zona biru. Akan tetapi, berdasarkan jumlah persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan diketahui


(20)

tersebut ternyata tidak mempengaruhi angka persalinan ditolong tenaga kesehatan. Hal ini dapat disebabkan oleh distribusi bidan yang kurang merata serta kemampuan dan kualitas pelayanan yang masih kurang (Kemenkes, 2014)

Menurut laporan SDKI 2012, persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan bervariasi sesuai karakteristik latar belakang ibu. Ibu yang berumur lebih tua cenderung menggunakan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan dibandingkan dengan ibu yang berumur 20 tahun atau usia yang masih muda. Persalinan ditolong tenaga kesehatan juga menurun pada ibu dengan urutan kelahiran yang tinggi.

Tempat tinggal juga berpengaruh dalam penggunaan penolong persalinan, terdapat perbedaan persentase penolong persalinan oleh tenaga kesehatan di pedesaan dan perkotaan. Kehidupan masyarakat masih dipengaruhi oleh budaya patriarki yaitu segala bidang kehidupan berpusat pada kekuasaan laki-laki terutama di pedesaan atau pedalaman, hal ini dapat berpengaruh terhadap kontrol perempuan dalam mengambil keputusan penggunaan penolong persalinan (Goo, 2012). Distribusi tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan yang tidak merata juga dapat berdampak pada rendahnya penggunaan penolong persalinan di daerah pedesaan. Akan tetapi, berdasarkan SDKI tahun 2012 ibu yang bertempat tinggal di pedesaan menggunakan tenaga kesehatan Penolong persalinan oleh tenaga kesehatan juga meningkat sejalan dengan tingginya tingkat pendidikan dan tingkat kekayaan keluarga ibu (BPS, 2013).

Penolong persalinan merupakan salah satu dari bentuk pelayanan kesehatan yang sangat dibutuhkan bagi semua ibu melahirkan. Menurut


(21)

Andersen dan Newman (2005), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi seseorang dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan, yakni faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor kebutuhan. Oleh karena itu, teori yang dapat digunakan untuk membahas pemanfaatan penolong persalinan adalah teori The Behavioral Model Of Health Service Use oleh Andersen dan Newman (2005).

Hasil penelitian yang dilakukan Juliwanto (2009) di Aceh Tenggara, diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan penolong persalinan yaitu pengetahuan ibu, Sikap ibu, dan budaya. Jarak ke tempat pelayanan kesehatan dan sosial budaya juga diketahui berhubungan dengan pemilihan penolong persalinan di Gorontalo (Amalia, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fauziyah, dkk (2013) dan Paladan, dkk (2013) di Toraja Utara diketahui terdapat hubungan antara paritas dengan pemanfaatan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan. Hasil penelitian lain yang dilakukan di Sulawesi Tengah menemukan bahwa kepercayaan terhadap pelayanan antenatal juga berpengaruh dalam mengambil keputusan untuk memilih penolong persalinan (Buyandaya, 2012)

Berdasarkan penjelasan diatas, diketahui bahwa provinsi Papua merupakan daerah terendah dalam pencapaian persalinan ditolong tenaga kesehatan. Mengingat masih rendahnya penolong persalinan oleh tenaga kesehatan di provinsi Papua, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan keputusan ibu dalam memilih penolong persalinan di Provinsi Papua dengan menggunakan data SDKI 2012.


(22)

1.2 Rumusan Masalah

Provinsi Papua merupakan salah satu wilayah dengan angka kematian ibu yang masih tinggi. Salah satu pemicu tingginya kematian ibu di Provinsi Papua adalah masih rendahnya penolong persalinan oleh tenaga kesehatan. Berdasarkan laporan SDKI (2012) persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan di papua hanya mencapai 39,9%, sedangkan persalinan ditolong oleh bukan tenaga kesehatan yaitu mencapai 55,5%. Selain itu, masih terdapat ibu yang melakukan persalinan tanpa penolong sebesar 3,2%. Capaian persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan di Provinsi Papua masih jauh dari target MDGs 95%. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan penolong persalinan di provinsi Papua dengan menggunakan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran penggunaan penolong persalinan di Provinsi Papua berdasarkan hasil SDKI tahun 2012?

2. Apakah ada hubungan antara faktor predisposisi (umur, paritas, status perkawinan, pendidikan ibu, pendidikan suami, status pekerjaan ibu, status pekerjaan suami) ibu dengan penggunaan penolong persalinan di Provinsi Papua berdasarkan hasil SDKI tahun 2012?

3. Apakah ada hubungan antara faktor pemungkin (tingkat kekayaan dan wilayah tempat tinggal) ibu dengan penggunaan penolong persalinan di Provinsi Papua berdasarkan hasil SDKI tahun 2012?


(23)

4. Apakah ada hubungan antara faktor kebutuhan (kunjungan pelayanan antenatal) ibu dengan penggunaan penolong persalinan di provinsi Papua berdasarkan hasil SDKI tahun 2012?

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan penolong persalinan di Provinsi Papua berdasarkan hasil SDKI tahun 2012

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran penggunaan penolong persalinan di Provinsi Papua berdasarkan hasil SDKI tahun 2012?

2. Diketahuinya hubungan antara faktor predisposisi (umur, paritas, status perkawinan, pendidikan ibu, pendidikan suami, status pekerjaan ibu, status pekerjaan suami) ibu dengan penggunaan penolong persalinan di Provinsi Papua berdasarkan hasil SDKI tahun 2012? 3. Diketahuinya hubungan antara faktor pemungkin (tingkat kekayaan

dan wilayah tempat tinggal) ibu dengan penggunaan penolong persalinan di Provinsi Papua berdasarkan hasil SDKI tahun 2012 4. Diketahuinya hubungan antara faktor kebutuhan (kunjungan pelayanan

antenatal) ibu dengan penggunaan penolong persalinan di Provinsi Papua berdasarkan hasil SDKI tahun 2012


(24)

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Dinas Kesehatan Provinsi Papua

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan data dan informasi terkait faktor yang mempengaruhi pemilihan penolong persalinan di Papua pada tahun 2012, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan untuk peningkatan cakupan persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan.

1.5.3 Bagi Peneliti Lain

Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan rujukan peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian terkait kesehatan ibu, khususnya dalam pemilihan penolong persalinan.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan ibu dalam penggunaan penolong persalinan di Provinsi Papua berdasarkan SDKI 2012. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan menggunakan data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012. Populasi dalam penelitian ini mengacu pada populasi dalam SDKI 2012. Sampel penelitian adalah wanita usia subur 15-49 tahun yang pernah melahirkan lima tahun terakhir di Provinsi Papua sesuai dengan SDKI 2012. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2014 oleh mahasiswa peminatan Promosi Kesehatan program studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penolong Persalinan

Persalinan dan kelahiran merupakan suatu kejadian fisiologi yang normal. Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses saat janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37- 42 minggu), berlangsung tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Prawirohadrjo, 2009).

Penolong persalinan terlatih menurut WHO, ICM (International Confideration of Midwives), dan FIGO (International of gynecology and obstetrics) adalah profesional kesehatan terakreditasi seperti bidan, dokter atau perawat yang telah diberi pendidikan dan dilatih dalam keterampilan yang diperlukan untuk menangani persalinan normal (tanpa komplikasi), kelahiran bayi, dan periode pasca salin dini, juga mampu mengidentifikasi, mengelola, serta merujuk komplikasi pada ibu dan bayi baru lahir (Sastrawinata, 2009).

Menurut Departemen Kesehatan (2008) Penolong persalinan yang aman adalah dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pada prinsipnya penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:


(26)

b. Metode pertolongan persalinan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan;

c. Segera merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi;

d. Dapat melaksanakan inisiasi menyusui dini (IMD);

e. Dapat memberikan Injeksi Vit K 1 dan salep mata pada bayi baru lahir. Penolong persalinan oleh tenaga kesehatan ini merupakan salah satu tujuan pemerintah untuk mengurangi angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Hal ini dikarenakan penolong persalinan profesional dapat melakukan pencegahan akan terjadinya infeksi dalam persalinan. Infeksi dalam persalinan atau infeksi intrauretin merupakan salah satu infeksi yang dapat menyebabkan kematian ibu. Infeksi intrauterine (korioamnionitis, infeksi intraannion,amnionitis) merupakan infeksi akut pada cairan ketuban, janin dan selaput korioamnion yang disebabkan oleh bakteri. Sekitar 25% infeksi intrauterine disebabkan oleh ketuban pecah dini. Makin lama jarak antara ketuban pecah dengan persalinan, makin tinggi pula resiko morbiditas dan mortalitas ibu dan janin (Prawirohadrjo, 2009). Oleh karena itu, penggunaan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan sangatlah diperlukan.

Tenaga penolong persalinan dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu pertama penolong persalinan dengan tenaga kesehatan yang termasuk didalamnya adalah dokter umum, dokter kandungan, bidan dan bidan desa, dan tenaga profesional lainnya (Farrer, 2001). Kedua adalah penolong


(27)

persalinan bukan tenaga kesehatan yaitu dukun, keluarga/teman/lainnya selain tenaga profesional yang terlatih.

2.2 Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Skinner (1938) merumuskan bahwa perilaku merupakan respons seseorang terhadap rangsangan dari luar. Perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian adanya respons dari organisme tersebut atau disebut dengan S-O-R . Berdasarkan batasan tersebut, maka perilaku kesehatan merupakan suatu respons seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan (Notoatmodjo, 2007).

Perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan sangat erat kaitannya dengan persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit. Perilaku ini menyakut pada upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita sakit atau kecelakaan. Pada prinsipnya kategori pelayanan kesehatan dibagi menjadi dua yaitu pelayanan yang beroriantasi publik (masyarakat) dan pelayanan yang beroriantasi perorangan (individu) (Notoatmodjo, 2007).


(28)

2.3 Model perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan Andersen

Andersen mengembangkan model perilaku penggunaan pelayanan kesehatan pada akhir 1960an, dengan menggunakan keluarga sebagai unit analisisnya. Kemudian Andersen bersama Anderson, Smedby dan Newman menggunakan model ini untuk penelitian dengan unit analisisnya individu. Model ini dikenal dengan nama A behavioral model of health services use . Model ini dapat menggunakan keluarga atau individu sebagai unit analisisnya.

Model ini bertujuan untuk mengetahui alasan penggunaan pelayanan kesehatan, mendefinisikan dan mengukur kesetaraan dalam akses pelayanan kesehatan, membantu pemangku kebijakan dalam membaut kebijakan tentang pelayanan kesehatan yang merata. Dalam model ini disebutkan bahwa untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan, keluarga dan individu di pengaruhi oleh faktor predisposisi seseorang untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan, kemampuan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan, dan kebutuhan mereka untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Berdasarkan hal tersebut, pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tiga komponen, yaitu predisposisi (predisposing), pemungkin (enabling), dan kebutuhan (need). Setiap komponen tersebut terdiri dari beberapa subkomponen, yang dijelaskan sebagai berikut:

1) Predisposisi (predisposing)

Faktor predisposisi merupakan kecenderungan seseorang dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Faktor ini berada dalam setiap individu dan berbeda-beda setiap individu, sehingga faktor ini termasuk dalam faktor yang sulit atau tidak dapat diubah. Dalam


(29)

model ini kecenderungan pemanfaatan pelayanan kesehatan dikelompokkan dalam tiga variabel yang terdiri dari variabel demografi; struktur sosial yaitu menggambarkan pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh status individu dalam komunitas, karakteristik ini dapat menunjukkan gaya hidup sekaligus perilaku individu dalam lingkungan sosialnya dan dapat berhubungan dengan pola pemanfaatan pelayanan kesehatan (Andersen, 1968; Andersen & Newman, 2005). Dalam veriabel tersebut terdiri dari setiap karakteristik, sebagai berikut:

a. Variabel demografi: umur, jenis kelamin dan status perkawinan

b. Variabel struktur sosial: pendidikan, pekerjaan, kesukuan, ras, dan lainnya.

c. Variabel keyakinan terhadap pelayanan kesehatan: sikap, pengetahuan, dan keyakinan individu dalam manfaat-manfaat pelayanan kesehatan dalam pemenuhan kesehatan mereka.

2) Pemungkin (enabling)

Faktor pemungkin merupakan faktor yang memungkinkan/ memfasilitasi seseorang dalam menggunakan pelayanan kesehatan. faktor ini sangat erat kaitannya dengan kemampuan sumber daya untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan, karena meskipun telah mempunyai faktor predisposisi seseorang tidak akan bertindak tanpa


(30)

subkomponen yaitu sumberdaya keluarga dan sumberdaya komunitas. Sumberdaya keluarga merupakan kemampuan keluarga untuk mengakses pelayanan kesehatan, seperti pendapatan kelurga, asuransi kesehatan, dan lainnya. Sedangkan, sumberdaya komunitas merupakan ketersediaan sumberdaya disekitar individu tinggal yang dapat digunakan untuk memgakses pelayanan kesehatan, seperti wilayah tempat tinggal individu dan ketersediaan pelayanan kesehatan.

3) Kebutuhan (need)

Faktor kebutuhan merupakan faktor yang langsung mempengaruhi individu untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Faktor ini berhubungan langsung dengan kondisi atau kesakitan individu. Faktor ini digambarkan oleh dua kategori yaitu pertama penilaian individu (perceived need), yaitu penilaian individu terhadap keadaan kesehatan yang dirasakan. Pada penilaian individu ini, melihat pandangan seseorang terhadap kesehatan dan keadaan fungsional mereka sendiri, serta bagaimana mereka mengalami gejala sakit, nyeri, dan kekhawatiran tentang kesehatan mereka dan penilaian mereka terhadap masalah kesehatan yang mereka rasakan cukup untuk mencari bantuan profesional. Dan kedua adalah penilaian klinik (evaluated clinic) yaitu penilaian kesehatan oleh tenaga profesional atau tenaga kesehatan. Dua keadaan ini mempengaruhi seseorang dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan.


(31)

Berdasarkan penjelasan diatas, model pemanfaaytan pelayanan kesehatan Andersen diilustrasikan sebagai berikut:

Gambar 1. Model Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

= hubungan antar komponen

----= subkomponen dari masing-masing komponen

Sumber: Andersen & Newman, 2005(Societal and Individual Determinants of Medical Care Utilization in The United States)

Predisposisi

Demografi

Struktur Sosial

Kepercayaan Kesehatan

Pemungkin

Sumber daya kelurga

Sumber daya Komunitas

Persepsi Kebutuhan

Penggunaan pelayanan kesehatan


(32)

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dalam Pemilihan Penolong Persalinan

Pemilihan penolong persalinan oleh tenaga kesehatan merupakan salah satu bentuk pemanfaatan pelayanan kesehatan. Berdasarkan Andersen pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi (predisposing), faktor pemungkin (enabling), dan faktor kebutuhan (need). Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

2.3.1 Faktor Predisposisi

A. Karakteristik Demografi

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan karakteristik demografi yang mempunyai peran dalam mempengaruhi ibu untuk memilih penolong persalinan adalah umur, tempat tinggal, dan paritas (Salam & Siddiqui, 2006; Simanjuntak,dkk., 2012; Fauziyah,dkk., 2013). Karakteristik demografi ibu yang mempengaruhi terhadap pemilihan penolong persalinan sebagai berikut:

1. Umur Ibu

Umur merupakan lama hidup seseorang yang dihitung sejak dilahirkan. Umur adalah tingkat yang menempatkan individu-individu dalam urutan perkembangan. Umur yang baik untuk kehamilan dan persalinan adalah antara umur 20-35 tahun, ini disebut juga dengan usia reproduksi sehat. Wanita


(33)

tahun akan mempunyai resiko yang tinggi baik pada ibu maupun bayi (Kemenkes, 2011).

Umur ibu merupakan faktor yang dapat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan untuk memilih tenaga penolong persalinan. Ibu yang lebih muda cenderung lebih memilih menggunakan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan daripada ibu yang lebih tua, beberapa penelitian menunjukkan bahwa ibu yang berumur lebih tua lebih sedikit menggunakan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinannya. Sedangkan, berdasarkan hasil SDKI 2012 diketahui bahwa Presentase kelahiran ditolong tenaga kesehatan lebih rendah diantara ibu yang berumur 20 tahun daripada ibu yang lebih tua (BPS, 2013).

2. Paritas

Paritas merupakan frekuensi ibu pernah melahirkan anak baik hidup atau mati, tetapi bukan aborsi. Pengalaman melahirkan merupakan bagian penting untuk menentukan hasil kehamilan saat ini. Paritas dapat dibedakan menjadi primipara, multipara dan grande multipara. Primipara adalah wanita yang telah melahirkan bayi aterm sebanyak satu kali. Multipara adalah wanita yang pernah melahirkan anak hidup beberapa kali, dimana persalinan tersebut tidak lebih dari lima kali. Sedangkan Grande multipara adalah ibu yang pernah


(34)

Menurut Wikjhosastro (2007), paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan, termasuk yang meninggal dengan usia kehamilan >36 minggu. Paritas 1-3 merupakan paritas yang paling aman bagi kesehatan ibu maupun janin dalam kandungan. Paritas 2-3 merupakan paritas yang paling aman di tinjau dari sudut kematian maternal, paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai resiko angka kematian maternal lebih tinggi (Yenita, 2011).

Menurut Kementerian kesehatan (2011), paritas dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu paritas dikategorikan rendah apabila ibu melahirkan kurang atau sama dengan 3 kali kelahiran, sedangkan paritas tinggi yaitu apabila ibu melahirkan lebih dari 3 kali kelahiran.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Assfaw (2010) di Ethiopia, ibu dengan paritas rendah lebih memilih menggunakan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan dibandingkan dengan ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dikarenakan pengalaman ibu dengan paritas rendah yang masih kurang dalam persalinan, sehingga mereka cenderung memiliki ketakutan lebih tinggi dibanding ibu yang telah sering melahirkan. Penelitian yang dilakukan Fauziyah, dkk (2013), juga mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara paritas dengan pemilihan penolong persalinan. Penelitian lain yang dilakukan Tarekegn, dkk (2014) di Ethiopia, diketahui


(35)

bahwa ibu dengan paritas rendah mempunyai peluang 2,4 kali untuk menggunakan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan.

3. Status Perkawinan

Berdasarkan UU No.1 tahun 1974, perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Status perkawinan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi seseorang untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan, termasuk penolong persalinan.

B. Karakteristik Struktur Sosial 1. Pendidikan

Berdasarkan UU RI Nomor 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Republik Indonesia, 2003).


(36)

Pendidikan merupakan faktor utama yang memepengaruhi individu dalam hal pengetahuan, sikap dan perilaku. Pendidikan merupakan indikator penting yang dapat menggambarkan modal sosial dari sumber daya manusia dan hasil pembangunan sosial ekonomi (BPS, 2013). Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan kepada seseorang pada orang lain agar mereka dapat memahami. Semakin tingginya pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pengetahuan yang mereka miliki (Mubarak,dkk, 2007).

Wanita yang mempunyai pendidikan tinggi cenderung mempunyai pengetahuan dan kesadaran tentang manfaat dari pelayanan kehamilan dan komplikasi kehamilan. Wanita yang memiliki pendidikan tinggi lebih memilih menggunakan pelayanan modern daripada wanita dengan pendidikan rendah. Pendidikan juga dapat membantu mereka mengambil keputusan untuk menangani kesehatan mereka, termasuk dalam pengambilan keputusan memilih penolong persalinan (Assfaw, 2010).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 2008 tentang wajib belajar, pendidikan seseorang rendah apabila hanya tamat sampai Sekolah Menengah Pertama atau pendidikan setingkat lainnya ke bawah. Sedangkan pendidikan


(37)

tinggi adalah seseorang dengan pendidikan sampai Sekolah Menegah Atas atau setingkat lainnya keatas.

Berdasarkan hasil penelitian Simanjuntak (2012) dan Amalia (2011), terdapat hubungan antara pendidikan ibu dengan pemilihan penolong persalinan. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi lebih memilih menggunakan tenaga kesehatannya daripada ibu yang berpendidikan rendah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Jat dkk (2011) yang dilakukan di India, didapatkan bahwa ibu dengan pendidikan lebih tinggi memiliki 2,35 kali kesempatan untuk memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinannya, dibandingkan dengan ibu yang memiliki pendidikan rendah.

Selain pendidikan ibu, pendidikan suami atau pasangan juga mempunyai pengaruh terhadap pemilihan penolong persalinan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Dagne (2010) di Ethiopia, menyebutkan bahwa wanita dengan suami atau pasangan yang mempunyai pendidikan tinggi mempunyai peluang 2,2 kali untuk menggunakan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinannya.

2. Status Pekerjaan

Pekerjaan merupakan aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh penghasilan. Sesorang yang bekerja (mempunyai penghasilan)


(38)

karena semakin baik pekerjaan seseorang maka semakin besar pula penghasilan dan semakin baik juga kesejahteraan keluarga (Arung, dkk., 2013).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Arung, dkk (2013) di Toraja Utara, diketahui bahwa terdapat hubungan antara status pekerjaan ibu dengan pemilihan pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan. Selain status pekerjaan ibu, status pekerjaan suami atau pasangan juga mempunyai pengaruh dalam keputusan ibu untuk memanfaatkan penolong persalinan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Kanini di Kenya pada tahun 2012, di ketahui terdapat hubungan antara status pekerjaan suami/pasangan dengan penggunaan penolong persalinan.

3. Budaya

Kebudayaan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukkan sikap seseorang. Menurut Kontjaraningrat (2004) kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan perbedaan kemampuan-kemampuan dan kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan seseorang sebagai anggota masyarakat (Juliwanto, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian Juliwanto (2008) terdapat hubungan antara budaya dengan pemilihan tenaga penolong persalinan. Ibu dengan budaya yang tidak mendukung 48%


(39)

cenderung lebih memilih bukan tenaga kesehatan untuk penolong persalinan dibandingkan dengan budaya yang mendukung 15,2%. Budaya dalam penelitian ini merupakan budaya yang mendukung penolong persalinan oleh tenaga kesehatan.

C. Kepercayaan Pada Kesehatan

Kepercayaan pada kesehatan berkaitan dengan sikap, pengetahuan dan kepercayaan terhadap manfaat-manfaat pelayanan kesehatan. Adapun variabel yang termasuk dalam kepercayaan pada kesehatan yang mempengaruhi pemilihan penolong persalinan sebagai berikut:

1. Pengetahuan Ibu

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, hal ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan (yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba) terhadap suatu objek (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Perilaku seseorang akan lebih langgeng apabila didasari dengan pengetahuan (Fitriani, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Buyandaya (2012) dan Amalia (2011) diketahui terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemilihan penolong persalinan. Hal ini sejalan pula dengan hasil penelitian yang


(40)

pengetahuan baik lebih memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinannya dibandingkan dengan ibu yang pengetahuannya kurang.

2. Sikap Ibu

Sikap adalah merupakan reaksi atau respons seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Menurut Alport (1994), sikap mempunyai 3 komponen utama yaitu (1) kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu objek; (2) kehidupan emosional atau evaluasi emasional terhadap suatu objek; (3) kecenderungan untuk bertindak (trend to behave). Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (Mubarak,dkk, 2007).

Sikap yang dimaksud disini adalah pandangan atau pendapat ibu terhadap penolong persalinan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Juliwanto (2008) terdapat hubungan antara sikap ibu dengan pemilihan penolong persalinan. Ibu yang mempunyai sikap kurang setuju mempunyai peluang 5 kali untuk memilih penolong persalinan bukan oleh tenaga kesehatan.

2.3.2 Faktor Pemungkin


(41)

yang terdiri dari sumber daya keluarga dan sumber daya yang terdapat di lingkungan. Adapun faktor pemungkin ibu dalam pemilihan penolong persalinan sebagai berikut:

1. Jarak kepelayanan kesehatan

Keterjangkauan pelayanan kesehatan mempengaruhi seseorang dalam pemilihan pelayanan kesehatan. Jarak juga merupakan komponen kedua yang memungkinkan seseorang untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan (Sari, 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Amalia (2011) yang dilakukan di Gorontalo, terdapat hubungan antara jarak ke tempat pelayanan kesehatan terhadap pemilihan penolong persalinan. Jarak rumah ibu dari fasilitas kesehatan berkontribusi terhadap penggunaan pelayanan persalinan, ibu yang tinggal dengan jarak 30 min atau kurang cenderung 1,25 kali untuk menggunakan penolong persalinan oleh tenaga kesehatan, dibandingkan ibu yang bertempat tinggal dengan jarak lebih dari 30 menit (Choulagai, dkk., 2013).

2. Wilayah Tempat Tinggal Ibu

Wilayah tempat tinggal merupakan unit administratif terkecil yaitu Desa/Kelurahan ditempati oleh sejumlah orang yang terbagi dalam dua unit perkotaan dan perdesaan. Perkotaan adalah suatu wilayah administratif setingkat desa/kelurahan yang memenuhi persyaratan tertentu dalam hal kepadatan


(42)

fasilitas perkotaan, sarana pendidikan formal, sarana kesehatan umum, dan sebagainya. Sedangkan Perdesaan adalah suatu wilayah administratif setingkat desa/kelurahan yang belum memenuhi persyaratan tertentu dalam hal kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian, dan sejumlah fasilitas perkotaan, sarana pendidikan formal, sarana kesehatan umum, dan sebagainya (BPS, 2010).

Hasil penelitian yang dilakukan Salam & Siddiqui (2006) di India, diketahui bahwa ibu yang tinggal di perkotaan lebih memilih menggunakan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan dibandingkan dengan ibu yang tinggal di perdesaan.

3. Tingkat kekayaan

Pengukuran kekayaan rumah tangga, didapatkan dengan melalui pengukuran karakteristik latar belakang rumah tangga (mengukur standar hidup rumah tangga dalam jangka panjang). Pengukuran ini didasarkan pada data karakteristik perumahan dan kepemilikan barang, jenis sumber air minum, fasilitas toilet dan kakakteristik lain terkait dengan status sosial ekonomi rumah tangga (BPS, 2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Salam & Siddiqui (2006) terdapat hubungan antara tingkat kekayaan dengan pemilihan penolong persalinan. Hal ini disebutkan bahwa ibu dengan ekonomi tinggi lebih memilih tenaga kesehatan untuk penolong persalinan dibandingkan dengan ibu yang ekonomi rendah.


(43)

4. Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk dapat menggunakan pelayanan kesehatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Amalia di Gorontalo pada tahun 2011, diketahui bahwa pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seorang ibu untuk memanfaatkan pelayanan penolong persalinan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Tapanuli Utara oleh Siamanjuntak, dkk pada 2012, diketahui bahwa keluraga dengan pendapatan diatas UMR lebih memilih bidan sebagai penolong persalinannya.

5. Biaya Persalinan

Biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Biaya kesehatan ditinjau melalui dua sudut, yaitu melalui penyedia pelayanan kesehatan dan melalui pemakai jasa pelayanan (Azwar, 2010). Biaya persalinan merupakan salah satu biaya kesehatan yang dilihat melalui sudut pemakai jasa pelayanan, yaitu besarnya dana yang harus dikeluarkan oleh ibu hamil atau kelaurga untuk mendapatkan pelayanan penolong persalinan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Simanjuntak, dkk pada tahun 2012 di Tapanuli Utara,


(44)

diketahui bahwa terdapat hubungan antara biaya persalinan dengan pemanfaatan penolong persalinan.

6. Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi ibu dalam mengambil keputusan dalam memilih penolong persalinan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Simanjuntak, dkk pada tahun 2012 di Tapanuli Utara, diketahui bahwa terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan pemanfaatan penolong persalinan.

2.3.3 Faktor Kebutuhan

Faktor kebutuhan (need) merupakan faktor langsung yang mempengaruhi individu untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Menurut Fosu (1994) Faktor kebutuhan menggambarkan status kesehatan yang dirasakan seseorang (Chakraborty, dkk., 2003). Faktor kebutuhan terdiri dari dua komponen yaituperceivedanevaluated.

Perceive need merupakan suatu keadaan yang dirasakan oleh seseorang yang dapat mempengaruhi dalam pencarian pelayanan kesehatan. Menurut Andersen (2008) yang termasuk dalam perceive need adalah kematian, kesakitan dan tingkat kecacatan. Menurut Phillip (1990) dalam bukunya yang berjudulHealth and Healthcare in Third World menyatakan bahwa faktor need bagi wanita hamil berbeda dengan orang sakit, tanggapan terhadap kesehatan kehamilan, kesakitan dan komplikasi kehamilan termasuk dalam kelompok ini


(45)

yang berhubungan langsung terhadap kematian ibu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Auliasih, dkk (2013) yang dilakukan di Sulawesi Selatan, diketahui bahwa ibu yang pernah mengalami komplikasi kehamilan lebih memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinannya.

Evaluated need menggambarkan pendapat tenaga kesehatan terkait status kesehatan dan kebutuhan mereka terhadap pelayanan kesehatan (Andersen, 1995). Keterlibatan tenaga kesehatan dalam keputusan ibu hamil untuk menggunakan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan dapat terjadi saat ibu melakukan kunjungan pelayanan antenatal untuk pemeriksaan kehamilannya.

Menurut WHO (2010), pelayanan antenatal adalah pengawasan sebelum persalinan terutama ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim (Ritonga, 2013). Tujuan dari usaha pelayanan antenatal adalah untuk memantau kemajuan kehamilan dan memastikan kesehatan ibu serta tumbuh kembang bayi, juga untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu (Jekti & Mutiatikum, 2011).

Pelayanan antenatal dapat memberikan kesempatan bagi petugas kesehatan untuk memberikan informasi secara spesifik tentang masalah kehamilannya, yang dapat juga mempengaruhi ibu membuat keputusan untuk persalinannya (Lelei, dkk.,2013). Ibu yang melakukan kunjungan antenatal memiliki kesempatan untuk menerima


(46)

Selain itu, mereka juga dapat menerima informasi tentang manfaat melakukan persalinan oleh tenaga kesehatan dan mampu merencanakan persalinan yang aman, sehingga ibu yang melakukan kunjungan antenatal lebih cenderung memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan.

Pelayanan antenatal terdiri dari kunjungan pertama (K1), yaitu kontak pertama ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi. Kunjungan ke-4 (K4) yaitu kunjungan ibu hamil dengan kontak 4 kali atau lebih dengan tenaga kesehatan. Kontak 4 kali dilakukan sebagai berikut: minimal satu kali pada trismester I (0-12 minggu), minimal satu kali pada trismester ke-2 ( 12-24 minggu), dan minimal 2 kali pada trismester ke-3 ( 24 minggu sampai dengan kelahiran) (Direktorat Bina Kesehatan Ibu, 2012).

Berdasarkan uraian tersebut, maka kunjungan ke pelayanan antenatal paling sedikit dilakukan sebanyak 4 kali. Kunjungan pelayanan antenatal memberikan pengaruh kepada ibu hamil untuk memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinannya, baik di fasilitas kesehatan maupun dirumah (USAID, 2007).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Jekti & Mutiatikum (2011), ibu yang sering melakukan kunjungan terhadap pelayanan antenatal, lebih cenderung memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan di bandingkan dengan ibu yang tidak patuh mengunjungi pelayanan antenatal. Penelitian lain yang dilakukan oleh Choulagai, dkk (2013) yang dilakukan di Nepal, diketahui bahwa ibu


(47)

yang setidaknya menyelesaikan kunjungan antenatal sebanyak 4 kali atau lebih, memiliki peluang sebesar 2,4 kali untuk menggunakan penolong persalinan oleh tenaga kesehatan.

2.5 Kerangka Teori

Kerangka teori ini disusun berdasarkan The Behavioral Model Of Health Service Use Andersen tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan dan dari berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan dan diketahui berpengaruh dalam pemilihan penolong persalinan. Faktor-faktor yang mempenaruhi pemilihan penolong persalinan ini dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor kebutuhan. Kerangka teori dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:


(48)

Gambar 2. Kerangka Teori

Faktor-Faktor Pemilihan Penolong Persalinan Adaptasi Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Andersen

= hubungan antar komponen

----= subkomponen dari masing-masing komponen

Sumber: Ronald Andersen and John F. Newman (2005), diadaptasi oleh Salam & Siddiqui (2006); Assfaw (2010); Kanini (2012); Simanjuntak,dkk (2012); Arung, dkk (2013); Choulagai, dkk (2013).

Predisposisi

- Umur - Paritas -Status

perkawinan

- Pendidikan ibu - Pendidikan suami - Status pekerjaan ibu - Status pekerjaan suami - Budaya - Pengetahuan - Sikap Pemungkin

-Tingkat kekayaan -Dukugan keluarga -Biaya persalinan -Pendapatan

kelurga

- Jarak kepelayanan kesehatan - Wilayah Tempat

Tinggal - Komplikasi kehamilan - Kunjungan pelayanan antenatal Kebutuhan Penggunaan pelayanan kesehatan


(49)

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian merupakan kerangka hubungan antara konsep-konsep yang akan diukur atau diamati dalam penelitian, terdiri dari variabel-variabel serta hubungan antar variabel-variabel. Kerangka konsep mengacu pada kerangka teori dan dikembangkan dari tujuan penelitian yang telah dirumuskan (Notoatmodjo, 2010).

Berdasarkan kerangka teori yang telah dijelaskan sebelumnya terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ibu dalam melakukan pemilihan penolong persalinan diantaranya yaitu faktor predisposisi (umur, paritas, status perkawinan, pendidikan ibu, pendidikan suami, status pekerjaan ibu, status pekerjaan suami, budaya, pengetahuan, sikap), faktor pemungkin (jarak kepelayanan kesehatan, wilayah tempat tinggal, tingkat kekayaan, pendapatan keluarga, biaya persalinan, dukungan keluarga) dan faktor kebutuhan (komplikasi kehamilan dan kunjungan pelayanan antenatal). Adapun variabel yang digunakan sebagai berikut:


(50)

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Dalam penelitian tidak semua variabel digunakan, terdapat beberapa variabel yang tidak diamati dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan keterbatasan penelitian yang menggunakan data sekunder dari SDKI 2012, sehingga variabel-variabel yang digunakan mengacu pada data yang tersedia dalam SDKI 2012. Variabel-variabel yang tidak diamati antara lain yaitu pengetahuan, sikap, budaya, jarak kepelayanan kesehatan, pendapatan keluarga, biaya persalinan dan dukungan keluraga. Variabel-variabel tersebut tidak ada dalam data SDKI 2012.

Faktor Predisposisi - Umur - Paritas -Status

perkawinan - Pendidikan ibu - Pendidikan

suami - Status

pekerjaan ibu - Status

pekerjaan suami

Faktor Pemungkin - Tingkat

kekayaan - Wilayah

Tempat Tinggal

Faktor Kebutuhan - Komplikasi

kehamilan - Kunjungan

pelayanan antenatal

Penggunaan penolong persalinan


(51)

3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat

Ukur

Cara

ukur Hasil Ukur

Skala Ukur Variabel Dependen 1. Penggunaan Penolong persalinan Jenis penolong persalinan yang digunakan ibu untuk menolong

persalinannya pada saat melahirkan dalam lima tahun terakhir Kuesioner SDK12-WUS bagian 4 No. 433 Observasi data SDKI 0. Tanpa penolong persalinan 1. Bukan tenaga kesehatan 2. Tenaga kesehatan (BPS, 2013) Ordinal Variabel Independen

1. Umur Ibu Tingkat umur ibu pada ulang tahun terakhirdikurangi umur anak terakhir yang lahir dalam 5 tahun sebelum survey Kuesioner SDK12-WUS bagian 1 No. 103, 215 Observasi data SDKI

0 = < 20

1 = 20 34 tahun 2 = 35 49 tahun (BPS, 2013)

Ordinal

2. Status Perkawinan

Ikatan perkawinan yang dimiliki oleh ibu pada kelahiran anak terakhir Kuesioner SDK12-WUS bagian 6 Observasi data SDKI 0. Pisah 1. Cerai Hidup 2. Cerai Mati


(52)

No Variabel Definisi Alat Ukur

Cara

ukur Hasil Ukur

Skala Ukur

603 4. Menikah

(BPS, 2013)

3. Paritas Jumlah kelahiran, baik hidup maupun mati yang pernah dialami ibu

Kuesioner SDK12-WUS bagian 2 No. 202-208 Observasi data SDKI 0. 6+ 1. 4-5 2. 2-3 3. 1 (BPS, 2013) Ordinal 4. Wilayah Tempat tinggal Lokasi tempat tinggal ibu yang dikategorikan berdasarkan perkotaan dan pedesaan Kuesioner SDK12-WUS pengenala n tempat No. 5 Observasi data SDKI 0. Pedesaan 1. Perkotaan (BPS, 2013) Ordinal 5. Pendidikan Ibu

Tingkat pendidikan formal tertinggi yang pernah dicapai ibu

Kuesioner SDK12-WUS bagian 1 No. 105-106 Observasi data SDKI 0. Tanpa Pendidikan 1. Pendidikan Dasar 2. Pendidikan Menengah 3. Pendidikan tinggi (BPS, 2013) Ordinal 6. Pendidikan suami/pasang an

Tingkat pendidikan formal tertinggi yang pernah dicapai suami/pasangan

Kuesioner SDK12-WUS bagian 8 No. 804-805 Observasi data SDKI 0.Tanpa Pendidikan 1. Pendidikan Dasar 2. Pendidikan Menengah Ordinal


(53)

No Variabel Definisi Alat Ukur

Cara

ukur Hasil Ukur

Skala Ukur 3. Pendidikan tinggi (BPS, 2013) 7. Status pekerjaan ibu

Status bekerja pada ibu, baik yang dilakukan dirumah maupun di luar rumah dan memperoleh penghasilan/imbalan Kuesioner SDK12-WUS bagian 8 No. 808 Observasi data SDKI

0. Tidak Bekerja 1. Bekerja (BPS, 2013) Ordinal 8. Status pekerjaan suami/Pasan gan

Status bekerja pada suami yang dilakukan untuk memperoleh penghasilan Kuesioner SDK12-WUS bagian 8 No. 805A Observasi data SDKI

0. Tidak Bekerja 1. Bekerja (BPS, 2013) Ordinal 9. Tingkat kekayaan Tingkat kekayaan rumah tangga, didapatkan dengan mengukur karakteristik latar belakang rumah tangga (mengukur standar hidup rumah tangga dalam jangka panjang) Kuesioner SDK12-RT Bagian III dan IV Observasi data SDKI 0. Terbawah 1. Mengengah bawah 2. Menengah 3. Menengah atas 4. Teratas (BPS, 2013) Ordinal 10. Kunjungan Pelayanan Antenatal Jumlah kunjungan ibu kepelayanan kesehatan untuk Kuesioner SDK12-WUS Observasi data SDKI

0. Tidak ANC 1. Tidak tahu 2. 1


(54)

No Variabel Definisi Alat Ukur

Cara

ukur Hasil Ukur

Skala Ukur

kehamilannya No. 408 4. 4+

(BPS, 2013) 11. Komplikasi

Kehamilan

Riwayat komplikasi kehamilan yang dialami ibu selama masa kehamilan Kuesioner SDK12-WUS bagian 4 No. 414C Observasi data SDKI 0. Pernah 1. Tidak Pernah

(BPS, 2013)

Ordinal

3.3 Hipotesis

1. Ada hubungan antara umur ibu dengan penggunaan penolong persalinan di Provinsi Papua.

2. Ada hubungan antara paritas dengan penggunaan penolong persalinan di Provinsi Papua.

3. Ada hubungan antara status perkawinan dengan penggunaan penolong persalinan di Provinsi Papua.

4. Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan penggunaan penolong persalinan di Provinsi Papua.

5. Ada hubungan antara pendidikan suami dengan penggunaan penolong persalinan di Provinsi Papua.

6. Ada hubungan antara status status pekerjaan ibu dengan penggunaan penolong persalinan di Provinsi Papua.

7. Ada hubungan antara status pekerjaan suami dengan penggunaan penolong persalinan di Provinsi Papua.


(55)

9. Ada hubungan antara wilayah tempat tinggal dengan penggunaan penolong persalinan di Provinsi Papua

10. Ada hubungan anatara komplikasi kehamilan dengan dengan penggunaan penolong persalinan di Provinsi Papua

11. Ada hubungan antara kunjungan pelayanan antenatal dengan penggunaan penolong persalinan di Provinsi Papua


(56)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Desain cross sectional adalah penelitian yang variabel terikat dan variabel bebasnya diukur dalam satu waktu tertentu. Dalam penelitian ini yang termasuk dalam variabel terikat adalah penolong persalinan, sedangkan variabel bebasnya adalah umur, paritas, status perkawinan, pendidikan ibu, pendidikan suami, status pekerjaan ibu, status pekerjaan suami, tingkat kekayaan, wilayah tempat tinggal, kunjungan pelayanan antenatal dan komplikasi kehamilan.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) merupakan penelitian berskala nasional yang dilakukan di 33 provinsi di Indonesia. SDKI 2012 dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bekerja sama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Kementerian Kesehatan.

Penelitian ini berfokus pada satu provinsi yaitu provinsi Papua, yang akan dilaksanakan pada Desember 2014.


(57)

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini mengacu pada jumlah populasi SDKI 2012. Populasi dalam penelitian ini adalah semua wanita usia subur (WUS) 15-49 tahun yang pernah melahirkan dalam kurun waktu lima tahun terakhir atau dari tahun 2008-2012.

4.3.2 Sampel

Metode sampling yang digunakan dalam SDKI 2012 adalah sampling tiga tahap. Tahap pertama adalah memilih sejumlah primary sampling unit (PSU) dari kerangka sampel PSU secara probability proportional to size (PPS). PSU adalah kelompok blok sensus yang berdekatan yang menjadi wilayah tugas koordinator tim Sensus Penduduk 2010. Tahap kedua adalah memilih satu blok sensus secara PPS di setiap PSU terpilih. Tahap ketiga adalah memilih 25 rumah tangga biasa di setiap blok sensus terpilih secara sistematik (BPS, 2013). Dalam penelitian ini terdapat kriteria sampel yang peneliti gunakan dalam penelitian, sebagai berikut:

Kriteria inklusi: Sampel dalam penelitian ini adalah wanita usia subur (WUS) 15-49 tahun yang pernah melahirkan dalam lima tahun terakhir pada SDKI 2012 dengan kelahiran tunggal.

Kriteria eksklusi: Jumlah kelahiran kembar di Provinsi Papua hanya sebesar 1,4%, untuk menghindari bias maka karakteristik sampel disamaratakan menjadi ibu yang melahirkan dengan kelahiran tunggal.


(58)

Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 337 ibu, dan yang tidak digunakan dalam penelitian ini sebanyak 583 ibu. Jumlah ini diperoleh setelah melalui proses cleaning atau pembersihan data dari data yang tidak tersedia atau data missing dalam tahap pengambilan sampel yang diperlukan dalam penelitian ini.

Adapun langkah-langkah penentuan sampel dalam penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 4.1 Penentuan Sampel

4.4 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner SDKI 2012. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner wanita usia subur (WUS) 15-49 tahun dan kuesioner rumah tangga. Kuesioner WUS

Wanita usia 15-49 tahun yang memenuhi syarat untuk diwawancarai dalam SDKI 2012 di provinsi papua =

968 wanita

Wanita usia 15-49 tahun yang memenuhi syarat berdasarkan hasil kunjungan dalam SDKI 2012 di

provinsi papua = 920 wanita

Wanita usia subur 15-49 tahun yang pernah melahirkan dalam lima tahun terakhir di provinsi Papua = 349

wanita

Setelah melalui prosescleaningdatamissingatau data tidak tersedia, jumlah sampel yang diperoleh sebesar

337 ibu yang pernah melahirkan dalam lima tahun terakhir


(59)

dan rumah tangga ini digunakan untuk mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian, yaitu penolong persalinan, umur, paritas, status perkawinan, pendidikan ibu, pendidikan suami, status pekerjaan ibu, status pekerjaan suami, tingkat kekayaan, wilayah tempat tinggal, kunjungan pelayanan antenatal dan komplikasi kehamilan.

Adapun daftar variabel dan kusioner yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

Tabel 4.1

Daftar Variabel Dan Kuesioner Dalam SDKI 2012

No. Variabel Keterangan Kuesioner

1. Penolong persalinan Kuesioner Wanita Usia Subur bagian 4 No. 433

2 Umur ibu Kuesioner Wanita Usia Subur bagian 1

No. 103, 215

3 Status Perkawinan Kuesioner SDK12-WUS bagian 6

No. 601-603

4 Pendidikan ibu Kuesioner Wanita Usia Subur bagian 1

No. 105-106

5 Pendidikan suami Kuesioner SDK12-WUS bagian 8

No. 804-805

6 Status pekerjaan ibu Kuesioner Wanita Usia Subur bagian 8 No. 808

7 Status pekerjaan suami Kuesioner SDK12-WUS bagian 8 No. 805A

8 Paritas Kuesioner Wanita Usia Subur bagian 2

No. 202-208

9 Wilayah tempat tinggal Kuesioner Wanita Usia Subur bagian pengenalan tempat No. 5

10 Tingkat kekayaan Kuesioner Rumah Tangga Bagian III dan IV

11 Komplikasi Kehamilan Kuesioner Wanita Usia Subur bagian 4 No. 414C

12 Kunjungan Pelayanan Antenatal Kuesioner Wanita Usia Subur bagian 4 No. 408


(60)

Adapun pengukuran data dari setiap variabel yang digunakan adalah sebagai berikut:

1) Pemilihan Penolong persalinan

Pemilihan penolong persalinan didefinisikan sebagai pilihan ibu dalam menggunakan tenaga kesehatan, non tenaga kesehatan atau tanpa penolong pada saat melahirkan dalam lima tahun terakhir. Penolong persalinan yang ditanyakan dalam kuesioner SDKI 2012 terdiri dari 3 (tiga) kategori yaitu petugas kesehatan (dokter umum, dokter kandungan, perawat, bidan dan bidan desa), orang lain (dukun, teman/kelurga dan lainnya), dan tanpa penolong. Hasil ukur yang digunakan adalah 0 apabila ibu melahirkan tanpa penolong persalinan, 1 apabila ibu menggunakan bukan tenaga kesehatan dan 2 apabila ibu menggunakan tenaga kesehatan.

2) Umur Ibu

Umur ibu dalam penelitian ini didefinisikan sebagai umur ibu pada ulang tahun terakhir dikurangi dengan umur anak terakhir. Umur ibu didapatkan dari jawaban kuesioner SDKI 2012 yang dikurangi umur anak terakhir 5 tahun sebelum survei dilakukan. Dalam penelitian ini umur ibu dikelompokkan menjadi umur muda yaitu kurang dari 20 tahun (< 20), umur ibu sedang 20-35 tahun, dan umur lebih tua lebih dari 35 tahun (>35) (Kemenkes, 2011). Hasil ukur yang digunakan adalah 0 apabila umur ibu kurang dari 20 tahun, 1 apabila umur ibu 20-34 tahun, dan 2 apabila umur ibu 35-49 tahun.


(61)

Paritas dalam penelitian ini didefinisikan sebagai jumlah kelahiran yang pernah dialami ibu, baik lahir hidup maupun lahir mati. Jawaban ini diperoleh melalui jumlah anak yang pernah dimiliki ibu baik hidup atau mati, yang ditanyakan dalam kuesioner SDKI 2012. Hasil ukur yang digunakan adalah 0 apabila paritas ibu lebih dari 6, 1 apabila paritas ibu 4 sampai 5, 2 apabila paritas ibu 2-3, dan 3 apabila paritas ibu 1.

4) Status Perkawinan

Status perkawinan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai ikatan perkawinan yang ibu miliki pada kelahiran anak terakhir. Hasil ukur yang digunakan adalah 0 apabila responden pisah, 1 apabila responden cerai hidup, 2 apabila responden cerai mati, 3 apabila responden hidup bersama, dan 4 apabila responden menikah.

5) Pendidikan Ibu

Pendidikan ibu dalam penelitian ini didefinisikan sebagai tingkat pendidikan formal tertinggi yang dicapai oleh ibu. Jenjang pendidikan yang ditanyakan dalam kuesioner SDKI 2012 terdiri dari tidak pernah bersekolah, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Akademi atau Universitas. Dalam penelitian ini, pendidikan dikategorikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008 mengenai Wajib Belajar. Pendidikan rendah jika tamat < SMA dan pendidikan tinggi jika tamat SMA (Kemendiknas, 2008). Hasil ukur yang digunakan adalah 0


(62)

apabila ibu tanpa pendidikan, 1 apabila pendidikan dasar, 2 apabila pendidikan menengah dan 3 apabila pendidikan tinggi.

6) Pendidikan Suami/Pasangan

Pendidikan suami/pasangan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai tingkat pendidikan formal tertinggi yang dicapai oleh suami/pasangan. Hasil ukur yang digunakan adalah 0 apabila suami atau pasangan tanpa pendidikan, 1 apabila pendidikan dasar, 2 apabila pendidikan menengah dan 3 apabila pendidikan tinggi.

7) Status pekerjaan ibu

Status pekerjaan ibu dalam penelitian ini didefinisikan sebagai status bekerja pada ibu, baik yang dilakukan dirumah maupun di luar rumah dan memperoleh penghasilan/imbalan. Status bekerja pada ibu didapatkan melalui jawaban ibu menggunakan kuesioner SDKI 2012. Hasil ukur yang digunakan adalah 0 apabila ibu tidak bekerja/IRT dan 1 apabila ibu bekerja.

8) Status pekerjaan suami/Pasangan

Status pekerjaan suami/pasangan yang didefinisikan sebagai jenis kegiatan yang dilakukan suami/pasangan untuk mendapatkan penghasilan/imbalan. Hasil ukur yang digunakan adalah 0 apabila suami/pasangan tidak bekerja dan 1 apabila suami/pasangan bekerja. 9) Tingkat kekayaan

Tingkat kekayaan dalam penelitian ini didefinisikan Tingkat kekayaan rumah tangga, didapatkan dengan mengukur karakteristik latar belakang rumah tangga yang digunkana untuk mengukur standar hidup


(63)

rumah tangga dalam jangka panjang. Tingkat kekayaan didasarkan pada karakteritik perumahan dan kepemilikan barang, jenis air minum, fasilitas sanitasi rumah tangga yang dimiliki dan karakteristik lain yang sesuai dengan status ekonomi rumah tangga. Setiap karakteristik tersebut kemudian diberi skor untuk setiap rumah tangga, yang kemudian dijumlahkan untuk menghasilkan skor total setiap rumah tangga yang kemudian diurutkan. Selanjutnya tingkat rumah tangga ini dibagi ke dalam quintiles mulai dari satu (paling rendah) sampai dengan lima (paling tinggi). Kemudian dihasilkan lima kategori yaitu terbawah, menengah kebawah, menengah, menengah keatas, dan teratas. Hasil ukur yang digunakan adalah 0 terbawah, 1 menengah kebawah, 2 menengah, 3 menengah keatas, dan 4 teratas.

10) Wilayah tempat tinggal

Wilayah tempat tinggal dalam penelitian ini didefinisikan sebagai tempat tinggal ibu yang dikategorikan berdasarkan perkotaan dan pedesaan. Pengelompokkan wilayah tempat tinggal ini mengacu pada Peraturan Kepala Pusat Statistik Nomor 37 Tahun 2010 Tentang Klasifikasi Perkotaan dan Perdesaan. Hasil ukur yang digunakan adalah 0 apabila wilayah tempat tinggal ibu pedesaan, 1 apabila wilayah tempat tinggal ibu perkotaan.

11) Komplikasi Kehamilan

Komplikasi kehamilan didefinisikan sebagai riwayat komplikasi kehamilan ibu selama masa kehamilannya. Hasil ukur yang digunakan


(64)

apabila 0 apabila ibu pernah mengalami komplikasi kehamilan, dan 1 apabila ibu tidak pernah mengalami komplikasi kehamilan.

12) Kunjungan pelayanan antenatal

Kunjungan Pelayanan Antenatal didefinisikan jumlah kunjungan ibu kepelayanan kesehatan untuk memeriksakan kehamilannya. Hasil ukur yang digunakan adalah 0 apabila ibu tidak melakukan kunjungan antenatal, 1 apabila ibu melakukan kunjungan 1 kali, 2 apabila ibu melakukan kunjungan 2-3 kali, dan 3 apabila ibu melakukan kunjungan lebih dari 4 kali.

4.5 Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan cara mengumpulkan data dari hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012. Data yang diperoleh dan dianalisis dari SDKI 2012 yaitu penolong persalinan, umur, paritas, status perkawinan, pendidikan ibu, pendidikan suami, status pekerjaan ibu, status pekerjaan suami, tingkat kekayaan, wilayah tempat tinggal, kunjungan pelayanan antenatal. Adapun kode variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:


(65)

Tabel 4.2

Variabel dan Kode Variabel Penelitian

No. Variabel Kode data

Variabel Dependen

1. Penolong persalinan M3F, M3G, M3, M3H

Variabel Independen

1. Umur ibu V012

2. Pendidikan ibu V106

3. Pendidikan suami V701

4. Status pekerjaan ibu V714

5. Status pekerjaan suami V704

6. Status perkawinan V501

7. Paritas V201

8. Tempat tinggal V102

9. Tingkat kekayaan V190

10. Komplikasi Kehamilan M43

11. Kunjungan Pelayanan Antenatal M14

4.6 Pegolahan Data

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan perangkat lunak (software). Pengolahan data yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut:

1) Cleaning yaitu pembersihan data yang dilakukan dengan cara tabulasi frekuensi dari variabel-variabel yang akan diteliti. Cleaning data ini dilakukan untuk mengecek data yang tidak sesuai dan data yang hilang/missing.

2) Recoding yaitu pengkodean ulang pada variabel-variabel yang membutuhkan perubahan tertentu. Pengkodean ini disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.

3) Weighting data yaitu melakukan pembobotan pada tiap variabel sebelum dilakukannya analisis data.


(66)

4.7 Analisis Data

Analisi data yang dilakukan pada penelitian ini sebagai berikut: 1) Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel. Dalam penelitian ini analisis univariat akan digunakan untuk menghasilkan distribusi frekuensi terhadap variabel yang diteliti.

2) Analisis Bivariat

Pada penelitian ini analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Hasil uji untuk analisis bivariat ini dilihat dengan uji chi square dengan membuat tabel silang variabel independen dan dependen. Pada penelitian ini digunakan tingkat kepercayaan sebesar 95% dan derajat kemaknaan ( ) 5% atau 0,05, yaitu apabila diperoleh nilai p 0,05 maka terdapat hubungan yang signifikan antara variabel dependen dan independen, dan apabila diperoleh nilai p>0,05 maka tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel dependen dan variabel independen.


(67)

BAB V

HASIL

5.1 Analisis Univariat

Analisis univariat menggambarkan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel yang diteliti, baik variabel dependen maupun variabel independen. Adapun variabel tersebut adalah penolong persalinan, umur ibu, paritas, status perkawinan, pendidikan ibu, pendidikan suami, status pekerjaan ibu, status pekerjaan suami, tingkat kekayaan, wilayah tempat tinggal, komplikasi kehamilan dan kunjungan antenatal.

5.1.1 Gambaran Penggunaan Penolong Persalinan Di Provinsi Papua

Gambaran distribusi frekuensi ibu berdasarkan penggunaan penolong persalinan di Provinsi Papua dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut ini:

Tabel 5.1

Distribusi Penggunaan Penolong Persalinan pada Ibu Melahirkan di Provinsi Papua Data SDKI 2012

Penggunaan Penolong Persalinan Tidak Dibobot Dibobot

(n) (%) (n) (%)

Tanpa Penolong Persalinan 6 1,8 6 0,7

Bukan Tenaga Kesehatan 175 51,9 350 42,5

Tenaga Kesehatan 156 46,3 468 56,8


(68)

Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui bahwa setelah dilakukan pembobotan (weighting) persentase ibu yang melahirkan tanpa penolong persalinan sebanyak 0,7% ibu, persentase ibu yang menggunakan bukan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinannya sebanyak 42,5% ibu, dan ibu yang menggunakan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan saat melahirkan sebanyak 56,8%. Dari hasil pembobotan tersebut menunjukkan bahwa persentase ibu yang menggunakan tenaga kesehatan lebih tinggi dibanding ibu yang menggunakan bukan tenaga kesehatan. Hal ini dikarenakan jumlah residual penggunaan tenaga kesehatan yang tinggi yaitu sebesar 193,3. Meski demikian, dari hasil tersebut menunjukkan bahwa persentase penggunaan bukan tenaga kesehatan masih tinggi.

5.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi dalam penelitian ini terdiri dari umur ibu, paritas, status perkawinan, pendidikan ibu, pendidikan suami, status pekerjaan ibu, dan status pekerjaan suami. Dalam penelitian ini variabel-variabel tersebut dikategorikan sesuai dengan data SDKI 2012. Gambaran distribusi frekuensi ibu berdasarkan faktor predisposisi dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini:


(69)

1) Distribusi Umur Ibu

Tabel 5.2

Distribusi Responden Berdasarkan Umur Ibu Umur Ibu Tidak Dibobot Dibobot

(n) (%) (n) (%)

<20 tahun 43 12,8 43 6,2

20-34 tahun 232 68,8 464 67,0

35-49 tahun 62 18,4 186 26,8

Total 337 100 693 100

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa setelah dilakukan pembobotan (weighting) ibu yang berumur <20 tahun sebanyak 6,2%, ibu yang termasuk dalam kelompok umur 20-34 tahun sebanyak 67,0%, dan ibu yang termasuk dalam kelompok umur 35-49 tahun sebanyak 26,8%. Berdasarkan hasil analisis, baik yang tidak dilakukan pembobotan atau yang dilakukan pembobotan tersebut, menunjukkan bahwa ibu pada kelompok umur 20-34 tahun lebih tinggi di banding ibu dengan kelompok umur lainnya.

2) Distribusi Paritas Ibu

Tabel 5.3

Distribusi Responden Berdasarkan Paritas Ibu Paritas Tidak Dibobot Dibobot

(n) (%) (n) (%)

6+ 41 12,2 41 4,3

4-5 67 19,9 134 14,1

2-3 138 40,9 414 43,3

1 91 27 364 38,2


(70)

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa setelah dilakukan pembobotan (weighting) persentase ibu yang memiliki paritas 6+ sebesar 4,3%, ibu yang termasuk dalam kelompok paritas 4-5 sebanyak 14,1%, ibu yang termasuk dalam kelompok paritas 2-3 sebanyak 43,3%, dan ibu yang termasuk dalam kelompok paritas 1 sebanyak 38,2%. Berdasarkan hasil analisis, baik yang tidak dilakukan pembobotan atau yang dilakukan pembobotan tersebut, menunjukkan bahwa persentase paritas ibu di Provinsi Papua lebih tinggi pada ibu yang termasuk dalam kelompok paritas 2-3.

3) Distribusi Status Perkawinan Ibu

Tabel 5.4

Distribusi Responden Berdasarkan Status Perkawinan Ibu

Status Perkawinan

Tidak

Dibobot Dibobot

(n) (%) (n) (%)

Pisah 1 0,3 5 1,2

Cerai hidup 5 1,5 20 5,0

Cerai mati 7 2,1 21 5,2

Hidup bersama 30 8,9 60 15,0

Menikah 294 87,2 294 73,5

Total 337 100 400 100

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa setelah dilakukan pembobotan (weighting) persentase ibu yang memiliki status perkawinan pisah sebanyak 1,2%, ibu yang memiliki status perkawinan cerai hidup sebanyak 5,0%, ibu yang memiliki status perkawinan cerai mati sebanyak 5,2%, ibu yang memiliki status hidup bersama sebanyak 15,0%, dan ibu yang memiliki status menikah sebanyak 73,5%. Berdasarkan hasil analisis, baik


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)