Keterbatasan Penelitian Gambaran Penggunaan Penolong Persalinan pada Ibu Melahirkan di Provinsi Papua

74

6.1 Keterbatasan Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia SDKI pada tahun 2012. Penelitian ini mempunyai keterbatasan yaitu variabel-variabel yang diteliti terbatas pada variabel yang terdapat dalam SDKI 2012. Beberapa variabel tidak terdapat dalam SDKI, sehingga beberapa variabel yang terdapat dalam kerangka teori yang tidak dapat diteliti.

6.2 Gambaran Penggunaan Penolong Persalinan pada Ibu Melahirkan di Provinsi Papua

Penolong persalinan merupakan orang yang membantu pada saat ibu melahirkan, baik tenaga kesehatan maupun bukan tenaga kesehatan. Dalam SDKI 2012 yang termasuk kedalam penolong persalinan tenaga kesehatan yaitu dokter, dokter kandungan, perawat, bidan dan bidan desa. Sedangkan yang bukan tenaga kesehatan adalah penolong persalinan tradisional atau dukun bayiberanak, kelurgateman dan lain sebagainya BPS, 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 337 ibu yang melahirkan di Provinsi Papua yang menggunakan tenaga kesehatan hanya mencapai 46,3 angka ini sama dengan capaian penolong persalinan dari SDKI 2007. Capaian ini belum memenuhi target MDGs Millenium Development Goals 95 pada tahun 2015. Sedangkan ibu yang menggunakan penolong persalinan bukan tenaga 75 kesehatan mencapai 51,9, angka ini sama dengan hasil yang didapat SDKI 2007. Selain itu, di Provinsi Papua juga masih terdapat ibu yang melahirkan dengan tanpa penolong atau melakukan persalinan sendiri yaitu sebesar 1,8, angka ini sudah mengalami penurunan dari hasil capaian SDKI 2007 yaitu 12,0 BPS, 2008. Tingginya penggunaan penolong persalinan bukan tenaga kesehatan ini dapat meningkatkan resiko terjadinya komplikasi persalinan dan dapat berujung pada kematian ibu. Selain kematian ibu, persalinan yang tidak ditolong oleh tenaga yang terampil dapat mengakibatkan kematian pada bayi. Hal ini disebabkan oleh masih kemampuan dan keterampilan tenaga penolong yang tidak kompeten Kemenkes RI, 2012. Selain masih tingginya penolong persalinan oleh bukan tenaga kesehatan, masih adanya ibu melahirkan di Papua yang tidak menggunakan penolong persalinan semakin menambah resiko angka kematian ibu. Berdasarkan profil kesehatan Provinsi Papua tahun 2012 diketahui bahwa penyebab kematian ibu adalah perdarahan 40,00, hipertensi dalam kehamilan 3,08, infeksi 26,42, Abortus 7,69, partus lama 3,08, lain-lain 21,54 Dinkes Papua, 2012. Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa perdarahan merupakan penyebab kematian paling tinggi, kejadian perdarahan ini dapat ditangani apabila ibu ditolong oleh tenaga profesional yang kompeten. Penolong persalinan bukan oleh tenaga kesehatan lebih tinggi digunakan oleh ibu melahirkan di Provinsi Papua dibandingkan dengan penggunaan tenaga kesehatan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Andersen Newman 2005 diketahui bahwa dalam menggunakan pelayanan kesehatan 76 seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu predisposisi, pemungkin dan kebutuhan. Faktor predisposisi terdiri dari demografi, sturktur sosial, dan kepercayaan kesehatan. Beberapa hal yang dapat berhubungan dengan keputusan ibu dalam menggunakan pelayanan kesehatan yaitu umur ibu, status perkawinan dan paritas. Umur ibu dapat mempengaruhi kesehatan ibu selama proses melahirkan. Ibu yang melahirkan dengan umur terlalu muda atau terlalu tua dapat menjadi penyebab terjadinya masalah persalinan yang dapat berujung pada kematian ibu Depkes, 2009. Keadaan ini dapat mempengaruhi ibu untuk memutuskan penggunaan penolong persalinan. Paritas merupakan jumlah kelahiran yang pernah dialami ibu baik lahir hidup maupun lahir mati. Paritas termasuk kondisi reproduksi ibu yang dapat menyebabkan komplikasi kehamilan apabila ibu mengalami paritas tinggi McCarthy and Deborah, 1992. Paritas berhubungan juga dengan pengalaman ibu dalam proses melahirkan. Pengalaman ibu ini dapat mendukung ibu untuk memilih penggunaan penolong persalinan. Status perkawinan ibu dapat menjadi salah satu faktor yang mendukung ibu untuk menggunakan penolong persalinan. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa ibu yang memiliki status menikah sebesar 87,2. Status perkawinan ibu ini berhubungan juga dengan dukungan suami dalam pengambilan keputusan untuk menggunakan penolong persalinan, dibandingkan dengan ibu yang tidak menikah atau tidak memiliki pasangan. Faktor lain yang dapat mempengaruhi seseorang dalam mengakses pelayanan kesehatan antara lain pendidikan, pekerjaan, budaya, agama, mobilitas penduduk. Pendidikan ibu dan suamipasangan sangat berpengaruh terhadap penggunaan 77 penolong persalinan. Ibu dan suami pasangan yang mempunyai pendidikan rendah akan mempengaruhi terhadap pengetahuan ibu dan suamipasangan tentang penolong persalinan yang baik. Pengetahuan ibu dan suami yang rendah juga dapat berdampak pada kepercayaan ibu dan suamipasangan terhadap kesehatan. Oleh karena itu, pendidikan sangat mempengaruhi seseorang untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Pekerjaan juga mendukung seseorang untuk menggunakan tenaga kesehatan. Pekerjaan ibu dan suamipasangan dapat menggambarkan status ekonomi keluarga yang juga dapat mendukung akses pelayanan kesehatan. status ekonomi juga digambarkan melalui tingkat kekayaan keluarga. Ibu yang memiliki tingkat kekayaan yang tinggi akan lebih memilih menggunakan tenaga kesehatan dibanding ibu dengan tingkat kekayaan rendah. Budaya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perilaku seseorang. Berdasakan penelitian yang dilakukan Alwi dkk 2001 yang dilakukan pada suku Amungme dan suku Kamoro Provinsi Papua, diketahui bahwa masyarakat memandang persalinan merupakan peristiwa alami dan urusan perempuan dan tidak perlu dibesar-besarkan, selain itu mereka juga menganggap bahwa darah dan kotoran persalinan dapat menimbulkan penyakit yang mengerikan bagi laki- laki dan anak-anak sehingga harus disembunyikan atau dijauhkan. Hal ini tentu saja dapat berdampak pada kesehatan ibu dan juga bayi yang dilahirkan bahkan dapat juga menyebabkan kematian ibu dan anak, karena tidak ada penolong persalinan yang terlatih dan terampil untuk membantu ibu pada saat melahirkan. Budaya yang ada di wilayah tempat tinggal ibu di Provinsi Papua dapat mendukung untuk memilih penolong persalinan. Kehidupan masyarakat Papua 78 yang masih dipengaruhi oleh budaya patriarki, yaitu segala urusan kehidupan berpusat pada kekuasaan laki-laki, termasuk dalam hal pengambilan keputusan. Oleh karena itu, masih banyak perempuan di Papua yang kesulitan untuk mengakses pelayanan kesehatan dikarenakan keputusan masih berada di tangan laki-laki terutama di wilayah pedalaman Papua. Selain hal tersebut, wilayah tempat tinggal ibu juga menunjukkan kemampuan ibu dalam mengakses tenaga kesehatan, ketersediaan fasilitas kesehatan dan jumlah tenaga kesehatan juga mempengaruhi ibu untuk dapat mengakses penolong persalinan. Berdasarkan Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI InfoDatin tahun 2013, diketahui bahwa jumlah penolong persalinan yaitu bidan di Papua pada tahun 2013 hanya mencapai 1.353 orang, jumlah ini masih kurang jika dibandingkan dengan provinsi lain. Adapun rasio ibu hamil dan bidan di Provinsi Papua pada sudah memenuhi syarat yaitu setiap bidan mampu menangani 21-30 ibu hamil dan berada pada zona biru. Akan tetapi, berdasarkan jumlah persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan diketahui Provinsi Papua masih berada di zona merah. Rasio bumil dan bidan tinggi tersebut ternyata tidak mempengaruhi angka persalinan ditolong tenaga kesehatan. Hal ini dapat disebabkan oleh distribusi bidan yang kurang merata serta kemampuan dan kualitas pelayanan yang masih kurang Kemenkes, 2014. Ketersediaan tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan yang masih banyak hanya dapat diakses oleh ibu yang bertempat tinggal diwilayah pekotaan dibandingkan ibu yang bertempat tinggal diwilayah pedesaan, 79 pedalaman dan daerah terpencil, hal ini dipengaruhi oleh wilayah Papua yang juga termasuk pegunungan dengan jarak tempat tinggal yang jauh dari pelayanan kesehatan. Ibu yang berada di daerah perkotaan akan lebih mudah untuk mengakses pelayanan kesehatan, hal ini dikarenakan ketersediaan tenaga dan fasilitas masih berpusat di daerah pekotaan.

6.3 Hubungan Faktor Predisposisi Dengan Penggunaan Penolong Persalinan