101 terbawah. Hal ini dapat berhubungan dengan sumberdaya yang dimiliki ibu
memenuhi untuk menggunakan pelayanan kesehatan termasuk penggunaan tenaga kesehatan. Tingkat kekayaan merupakan salah satu sumberdaya yang
dapat mendukung untuk menggunakan pelayanan kesehatan Andersen, 1968. Tingkat kekayaan keluarga juga menunjukkan kemampuan ibu untuk
mengeluarkan biaya untuk mengakses persalinan oleh tenaga kesehatan. Dalam penelitian ini diketahui bahwa ibu yang menggunakan tenaga
kesehatan sebagai penolong persalinannya lebih tinggi pada ibu yang termasuk dalam tingkat kekayaan menengah sampai ibu yang memiliki
tingkat kekayaan atas. Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang memiliki tingkat kekayaan tinggi lebih mudah dalam mengakses pelayanan persalinan.
6.4.2 Wilayah Tempat Tinggal
Provinsi Papua merupakan salah satu pulau besar di Indonesia. Namun, jumlah penduduk yang Provinsi Papua jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan besar pulau tersebut. Penyebaran penduduk Papua masih belum merata. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa dari 337 ibu
yang melahirkan lima tahun lalu 2008-2012 ibu yang bertempat tinggal di pedesaan sebesar 56,4, dan ibu yang bertempat tinggal di perkotaan
sebesar 43,6. Hasil uji statistik menunjukkan Pvalue sebesar 0,000 yang artinya
terdapat hubungan yang signifikan antara wilayah tempat tinggal dengan penggunaan penolong persalinan. Hasil penelitian ini sejalan dengan
102 penelitian yang dilakukan Dagne 2010 di Ethiopia, diketahui bahwa ibu
yang berada di wilayah pedesaan lebih sedikit menggunakan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinannya dibandingkan dengan ibu yang bertempat
tinggal diwilayah perkotaan. Berdasarkan penelitian ini wilayah tempat tinggal ibu berhubungan
dengan penggunaan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan. Ibu yang bertempat tinggal di perkotaan menggunakan tenaga kesahatan sebagai
penolong persalinan lebih tinggi dibandingkan ibu yang bertempat tinggal di pedesaan. Hal ini dikarenakan ibu yang bertempat tinggal lebih mudah untuk
mengakses pelayanan persalinan. Ketersediaan tenaga kesehatan yang mendukung untuk melakukan penolongan persalinan lebih banyak tersedia di
wilayah perkotaan dibandingkan wilayah pedesaan. Berdasarkan data tahun 2013 diketahui bahwa ketersediaan tenaga
kesehatan di Papua antara lain rasio dokter umum di Provinsi Papua yang telah mencapai rasio provinsi adalah kota Jayapura yaitu 88,0.
Ketersediaan perawat di provinsi Papua sudah memenuhi capaian Indonesia tahun 2013 dengan rasio rata-rata nasional sebesar 117,5 per 100.000
penduduk. Jumlah rasio perawat di Papua sudah melebihi yaitu pada tahun 2013 mencapai 166,3 per 100.000 penduduk. Rasio bidan di baru mencapai
58,0 per 100.000 penduduk, rasio ini sudah lebih dari rata-rata rasio bidan di provinsi Papua yaitu sebesar 55,1 per 100.000 penduduk Kemenkes RI,
2013. Penyebaran tenaga kesehatan yang belum merata di Papua menjadi
103 penyebab rendahnya capaian penggunaan tenaga kesehatan untuk penolong
persalinannya. Selain itu, Provinsi Papua merupakan provinsi yang mempunyai
banyak suku juga menjadi salah satu hal yang mempengaruhi perilaku masyarakat Papua. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2000, diketahui
bahwa terdapat sebanyak 319 suku di Papua Papua.go.id. banyaknya suku- suku di Papua juga mempunyai pengaruh atas perilaku masyarakat Papua
termasuk perilaku kesehatan masyarakat, yang salah satunya adalah perilaku penggunaan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinannya.
Kepercayaan masyarakat terhadap kebiasaan-kebiasaan adat dalam proses
persalinan dapat
menyebabkan sulitnya
masyarakat untuk
mempercayai tenaga kesehatan dan menggunakannya. Kepercayaan masyarakat yang masih kental terhadap adat istiadat sekitarnya masih tinggi di
daerah-daerah pedesaan atau pedalaman Papua. Ibu yang bertempat tinggal di pedesaan mempunyai peluang lebih besar mendapatkan pengaruh dari adat
setempat dalam melakukan persalinan. Menurut Andersen Newman 2005 wilayah tempat tinggal
seseorang dapat mendukung untuk mengakses pelayanan kesehatan karena norma setempat atau adanya nilai komunitas yang mempengaruhi perilaku
individu yang tinggal di lingkungan tersebut. Salah satu pengaruh budaya terhadap persalinan yaitu persalinan yang dilakukan oleh orang Hatam dan
Sough. Persalinan bagi orang Hatam dan Sough adalah suatu masa krisis. Persalinan biasanya di dalam pondok semuka yang dibangun di belakang
104 rumah. Darah bagi orang Hatam dan Sough bagi ibu yang melahirkan adalah
tidak baik untuk kaum laki-laki, karena bila terkena darah tersebut, maka akan mengalami kegagalan dalam aktivitas berburu. Oleh karena itu, seorang ibu
yang melahirkan harus terpisah dari rumah induknya. Persalinan juga dibantu oleh seorang dukun perempuan Ndaken yang sudah mempunyai posisi yang
penting dalam masyarakat Dumatubun, 2002. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa di beberapa daerah Papua masih kentalnya pengaruh
kepercayaan masyarakat terhadap adat setempat. Kepercayaan tersebut dapat menimbulkan sikap ibu terhadap penggunaan penolong persalinan.
Selain pengaruh budaya, distribusi tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan yang belum merata, keterjangkauan daerah tempat tinggal
masyarakat juga menjadi penyebab rendahnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Rendahnya akses ini juga dapat disebabkan oleh kurang
tersedianya pelayanan kesehatan di daerah-daerah tertentu di Provinsi Papua, seperti halnya pada daerah terpencil dan perbatasan Papua. Provinsi Papua
merupakan provinsi yang berbatasan langsung dengan Papua New Guinea. Daerah perbatasan tersebut berbukit dan bergunung, sehingga daerah-daerah
yang berada diperbatasan tersebut masih merupakan daerah tertinggal. Sulitnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan disebabkan daerah
yang berjauhan dan transportasi yang sulit didapat. Hal ini menjadikan penyebab sulitnya meningkatkan pelayanan kesehatan di masyarakat. Hal ini
berbeda dengan ibu yang bertempat tinggal di wilayah pekotaan. Meski sarana prasarana belum mencapai yang ditargetkan pemerintah, akan tetapi ibu yang
105 bertempat tinggal di pekotaan memiliki peluang yang lebih tinggi untuk
dengan mudah mengakses pelayanan kesehatan dibandingkan ibu yang berada diwilayah pedesaan atau bahkan di pedalaman.
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa ibu yang tinggal di perkotaan lebih banyak menggunakan tenaga kesehatan dibandingkan ibu
yang tinggal di pedesaan. Akan tetapi, meski penggunaan tenaga kesehatan tinggi pada ibu yang bertempat tinggal di perkotaan, namun pada hasil analisis
diketahui bahwa persentase ibu yang melakukan persalinan tanpa penolong lebih tinggi pada ibu yang berada perkotaan sebesar 2,1. Hal ini dapat
disebabkan oleh perbedaan jumlah populasi ibu yang bertempat tinggal di pedesaan jauh lebih banyak dibandingkan ibu yang bertempat tinggal
diwilayah perkotaan. Masih adanya ibu yang bertempat tinggal diperkotaan yang
melahirkan tanpa penolong juga dapat dipengaruhi oleh pendidikan ibu yang masih rendah, hasil analisis menunjukkan ibu diperkotaan yang yang
termasuk dalam tingkat kekayaan terbawah sebesar 23,4 dan ibu masih memiliki pendidikan dasar sebesar 11,7 dan 9,6 ibu mempunyai suami
tidak bekerja dan sebesar 7,4 ibu tidak melakukan kunjungan antenatal. Beberapa hal tersebut dapat menjadi penyebab ibu yang berada di perkotaan
melahirkan tanpa menggunakan persalinan. Oleh karena itu, kerjasama antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat serta lembaga-lembaga masyarakat
lain sangat diperlukan untuk memberikan informasi kesehatan pada ibu, suami atau pasangan dan juga pada keluarga serta masyarakat sekitar serta
106 peningkatan penyediaan sarana dan prasarana untuk mengakses tenaga
kesehatan bagi masyarakat desa dan pedalaman.
6.5 Hubungan Faktor Kebutuhan Dengan Penggunaan Penolong Persalinan 6.5.1