84
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Dalam pembahasan ini, terlebih dahulu penulis menyampaikan keterbatasan penelitian sebagai berikut.
1. Keterbatasan waktu informan penelitian menjadi hal yang cukup
mempengaruhi peneliti dalam melakukan kajian lebih mendalam tentang setiap informasi yang didapatkan. Mengingat dengan tugas
pekerjaan yang menjadi tanggungjawab para informan, peneliti sangat terbatas dalam melakukan wawancara mendalam karena harus
dilakukan pada waktu-waktu senggang para informan. Untuk meminimalisir keterbatasan waktu ini, peneliti melakukan pendalaman
informasi secara berulang melalui wawancara mendalam pada waktu- waktu lain sesuai kesepakatan dengan informan.
2. Keterbatasan waktu penelitian yang diizinkan dari perusahaan juga
membuat penulis tidak bisa melakukan observasi partisipatif terhadap setiap perilaku pimpinan di Direktorat Produksi. Sehingga observasi
yang penulis lakukan masih terbatas. 3.
Penelitian ini hanya membatasi diri pada informasi pada pendapat supervisor dan manajer yang memungkinkan setiap informasi yang
didapat bersifat subyektif informan, sehingga kualitas dari informasi yang didapat didasarkan pada pemahaman, keterlibatan dan kejujuran
informan memiliki pada objek penelitian. Untuk mengatasi hal
tersebut dilakukan triangulasi sumber data dan metode pengumpulan data yaitu data primer dengan melakukan wawancara mendalam serta
data sekunder dengan melakukan telaah dokumen.
B. Tanggungjawab Pelaksanaan K3LH di Direktorat Produksi
Berdasarkan telaah dokumen SK Direksi PT. Dirgantara Indonesia Persero tentang Struktur Organisasi PT. Dirgantara Indonesia Persero
dan hasil wawancara mendalam dapat diketahui bahwa secara struktural, setiap fungsi manajemen di Direktorat Produksi mempunyai
tanggungjawab untuk melaksanakan Sistem Manajemen Keselamatan, Kesehatan, dan Lingkungan Hidup SMK3LH di Direktorat Produksi
PT. Dirgantara Indonesia Persero. Setiap pemimpin diharapkan dapat menjadi penggerak dalam pembudayaan K3LH di setiap organisasinya
masing-masing. Tugas-tugas struktural K3LH tersebut tercantum pada Dokumen
D4 GO 20 tentang Pedoman Kepemimpinan Manajemen dan Partisipasi Karyawan dalam Menerapkan Sistem Manajemen K3LH. Dengan setiap
tugas-tugas K3LH yang melekat pada fungsi manajemen tersebut, supervisor dan manajer diharapkan untuk berperan aktif dalam
melakukan pengawasan perilaku pekerja dalam melaksanakan K3LH. Selain itu, supervisor dan manajer juga dituntut untuk mampu
mengidentifikasi perilaku berisiko dan lingkungan yang tidak aman
sebelum perilaku dan lingkungan tersebut menyebabkan terjadinya kecelakaan di tempat kerja.
Keterlibatan manajemen terhadap keselamatan merupakan salah satu pendorong kinerja keselamatan karyawan dan secara bermakna
menjadi salah satu faktor dalam penurunan angka kecelakaan pada berbagai industri Michael et al, 2005. Hal ini dikarenakan keterlibatan
manajemen terhadap keselamatan merupakan sebuah landasan penting dari setiap program safety.
Dalam sebuah studi kualitatif di Australia yang menggunakan intervensi multiple-site, Harper et al. 1997 mengidentifikasi sembilan
fitur penting kepemimpinan untuk pemeliharaan inisiatif perilaku selamat. Keterlibatan aktif manajemen dalam proses pembentukan
perilaku selamat adalah yang paling penting. Demikian juga, penelitian perilaku safety pada industri konstruksi di Inggris membuktikan bahwa
keterlibatan manajemen mampu meningkatkan perilaku aman pada pekerja Robertson, 1999.
Penelitian Cooper 2006 pada industri refinery nikel selama 93 minggu juga menunjukan bahwa manajemen secara bermakna telah
berdampak untuk mengubah perilaku keselamatan karyawan. Penelitian yang memfokuskan pengukuran pada perilaku komitmen manajerial
terhadap safety dan perilaku keselamatan karyawan tersebut menunjukan bahwa waktu dan besarnya dampak perubahan perilaku keselamatan para
karyawan membutuhkan komitmen keterlibatan para manajer mereka terhadap keselamatan.
Keterlibatan manajemen yang tinggi terhadap safety lebih efektif untuk menciptakan karyawan yang mampu mengidentifikasi tujuan
organisasi dan mengerahkan setiap usaha untuk mencapai tujuan safety. Sebagai bentuk tanggungjawab manajerial, manajemen di Direktorat
Produksi dapat menggunakan legitimasi otoritasnya sebagai pimpinan untuk mengontrol perilaku pekerja dalam mencapai tujuan safety
Barling Hutchinson, 2000. Oleh karena itu, komitmen manajemen dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai prosedur tersebut sangat penting
supaya proses pembentukan budaya keselamatan di PT. Dirgantara Indonesia Persero lebih dapat dimaksimalkan.
C. Karakteristik Gaya Kepemimpinan Transformasional