Analisis Kesesuaian Keberadaan Safety Sign Berdasarkan Identifikasi Bahaya di Bidang Profilling Prismatic Machine Departemen Machining Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014

(1)

ANALISIS KESESUAIAN KEBERADAAN SAFETY SIGN

BERDASARKAN IDENTIFIKASI BAHAYA DI BIDANG PROFILLING PRISMATIC MACHINE DEPARTEMEN MACHINING DIREKTORAT

PRODUKSI PT. DIRGANTARA INDONESIA TAHUN 2014

SKRIPSI

OLEH:

EVIANTI ANGGUN LESTARI 1110101000009

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2014 M / 1434 H


(2)

(3)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Juli 2014

Evianti Anggun Lestari, NIM : 1110101000009

ANALISIS KESESUAIAN KEBERADAAN SAFETY SIGN

BERDASARKAN IDENTIFIKASI BAHAYA DI BIDANG PROFILLING PRISMATIC MACHINE DEPARTEMEN MACHINING DIREKTORAT PRODUKSI PT. DIRGANTARA INDONESIA TAHUN 2014

178 Halaman, 21 Tabel, 19 Gambar, 2 Bagan, 11 Lampiran

ABSTRAK

Menurut OHSAS 18001:2007, implementasi Sistem Manajemen K3 di perusahaan harus menerapkan HIRARC yang meliputi identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko. Pentingnya identifikasi dan pengendalian bahaya sangat berpengaruh besar terhadap angka kecelakaan kerja dan kesehatan pekerja. Oleh karena itu, perusahaan membutuhkan aplikasi yang tepat untuk mereduksi pekerja dari bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan ditempat kerja.Terdapat 5 spesifik tindakan pengendalian, yaitu dengan pendekatan eliminasi, substitusi, pengendalian teknis, pengendalian administrasi dan alat pelindung diri. Pengendalian risiko yang dilakukan PT. Dirgantara Indonesia masih dengan pendekatan administrasi, yaitu diantaranya dengan pelatihan kerja, rotasi kerja, pemberian safety sign. Akan tetapi, berdasarkan hasil studi pendahuluan safety sign yang diterapkan di Bidang Profilling Prismatic Machine masih belum tepat, karena belum sesuai dengan potensi bahaya, risiko dan lokasi kerjanya.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yang dimaksudkan untuk melihat kesesuaian penerapan pengendalian administrasi, dalam bentuk safety sign di PT. Dirgantara Indonesia. Adapun pengambilan data dilakukan melalui wawancara mendalam (dengan informan utama, pendukung, dan kunci), observasi dan telaah dokumen.

Hasil identifikasi bahaya dan penilaian risiko memiliki hasil yang bervariasi dari low risk hingga high risk. Sebagian besar keberadaan dan kebutuhan safety sign tidak sesuai berdasarkan hasil identifikasi bahaya yang ada.


(4)

Untuk meningkatkan kewaspadaan pekerja terhadap potensi bahaya di tempat kerja, maka sebaiknya PT. Dirgantara Indonesia memasang safety sign sesuai dengan bahaya. Selain itu, sebaiknya PT. Dirgantara Indonesia melakukan inspeksi risiko bahaya secara rutin keseluruh Direktorat Produksi.


(5)

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM

OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY SPECIALIZATION Undergraduate Thesis, Juli 2014

Evianti Anggun Lestari, NIM : 1110101000009

ANALYSIS ON THE SUITABILITY PRESENCE OF SAFETY SIGN BASED ON HAZARD IDENTIFICATION IN PROFILLING PRISMATIC

MACHINING MACHINE DEPARTMENT PRODUCTION

DIRECTORATE PT. DIRGANTARA INDONESIA IN 2014 178 Pages, 21 Table, 19 Picture, 2 Chart, 11 Appendix

According to OHSAS 18001:2007, implementation of Health and Safety Works Management System in a company should applying HIRARC which consists of hazard identification, risk assesment and risk controlling. The importance of risk identification and controlling have a big impact to number of accidents and worker’s health. Therefore, a company needs right application to reduce worker’s hazard that could cause accidents at work. There are five specific controlling actions, which is elimination approach, substitution, technical control, adminstration control, and personal protective equipment. Control risk by PT. Indonesian Aerospace is the administrative approach, some of them with job training, job rotation, the provision of safety signs. However, based on the results of preliminary studies of safety sign that is applied in the field of profiling Prismatic Machine is still not right, because it is not in accordance with the potential hazards, risk and their places of work.

This study is a qualitative study, in order to to look at the suitability of the application of administrative controls. Data collected through in-depth interview (with key informants, suppoters, and key), observation, and document review.

Results hazard identification and risk assessment have varied results from low risk to high risk. Most of the existence and needs of safety sign is not appropriate based on the identification of hazards.

To increase awareness of workers against potential hazards in the workplace, then you should PT. Indonesian Aerospace installing safety sign in accordance with danger. In addition, should the PT. Indonesian Aerospace conduct regular hazard inspections throughout the Production Directorate.


(6)

(7)

(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Evianti Anggun Lestari

Jenis Kelamis : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Surabaya, 8 Januari 1992 Kebangsaan : Indonesia

Status : Belum menikah

Tinggi / Berat : 151 cm / 58 kg

Agama : Islam

Alamat : Jl.Wr.Supratman Gg. Bacang No.90A Rt003 / Rw 009 Ciputat Timur, Tangerang selatan.

No. Ponsel : 085694025327 / 087771037927

Email : Hardshake_vi@yahoo.com

PENDIDIKAN

1996 – 1998 : TK Islam Al-Quran 1998 - 2004 : SD Negeri Pondok Ranji 1

2004 - 2007 : SMP Negeri 3 Kota Tangerang Selatan 2007 - 2010 : SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan

2010 – now : UIN SYARIF HIDATATULLAH JAKARTA Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Program Studi : Kesehatan Masyarakat

Department : Keselamatan dan Kesehatan Kerja (KKK/K3)


(9)

KATA PENGANTAR

Diawali dengan segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala keberkahan, kenikmatan dan kebesaran – Nya, serta sholawat dan salam selalu tercurah kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan kehidupan dari jaman jahiliyah menjadi jaman yang terang benderang seperti saat ini. Sehingga alhamdulilah laporan skripsi dengan judul “ANALISIS KESESUAIAN KEBERADAAN SAFETY SIGN BERDASARKAN IDENTIFIKASI BAHAYA DI BIDANG PROFILLING PRISMATIC MACHINE DEPARTEMEN MACHINING DIREKTORAT PRODUKSI PT. DIRGANTARA INDONESIA TAHUN 2014” dapat terselesaikan dengan baik, alhamdulillah.

Penyusunan laporan skripsi ini merupakan satu persyaratan kelulusan program S1 Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan pelaksanaan penelitian skripsi ini yang dilaksanakan selama kurang lebih tiga bulan, penulis mengalami banyak tantangan baru, sehingga penulis merasa lebih semangat lagi untuk menjalankan amanah sebagai lulusan di bidang Keselamatan dan Kesehatan kerja. Semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membaca pada umumnya dan khususnya bagi penulis sendiri. Dan dalam laporan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat dibutuhkan untuk memperbaiki laporan ini.

Pada pelaksanaan dan pembuatan laporan ini banyak pihak terkait yang telah membantu penulis dalam segi apapun sehingga dapat terselesaikannya laporan skripsi yang telah memberikan banyak pelajaran bagi penulis. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :


(10)

1. Keluarga tercinta, Mama yang selalu memberikan nasihat – nasihat di setiap waktu, Bapa yang selalu mendukung di setiap langkahku demi penjajakan kehidupan yang lebih baik di setiap harinya, dan adikku Dian Nur Utami yang selalu membantuku di setiap hari kita bersama dan senantiasa mendukung setiap kegiatan yang dilakukan.

2. Ibu Yuli Amran., SKM, MKM. Selaku pembimbing skripsi I yang telah memberikan masukan, nasihat, dan telah membimbing dengan penuh kesabaran sehingga peneliti dapat menyelesaikan laporan skripsi ini. Terimakasih banyak Bu.

3. Ibu Iting Shofwati., ST, MKKK. Pembimbing skripsi II yang selalu memberikan nasihat, trik – trik dalam berusaha, memberikan semangat yang sangat power full, dan kesabaran kepada peneliti sehingga menjadikan inspirasi kepada penulis.

4. Mas Tri Anggoro Mardiutomo yang selalu ada dan mendukung penulis di setiap waktu, selalu memberikan nasihat dan semangat yang positif dan membangun, memberikan pandangan yang jauh kedepan.

5. Untuk para sahabat – sahabatku Anis Syarifah Nasution, Vivi, Harum, Dinda yang selalu memberikan dukungan di setiap waktu.

6. Untuk teman – teman Kesehatan Masyarakat 2010 dan K3 2010 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih telah mengisi di perjalanan kehidupanku di tengah – tengah bangku perkuliahan.

7. Komunitas Pelatih tari Ratoh Jaroe (Aceh) Jakarta yang selalu mendukung dan membantu penulis dalam bidang seni tari.


(11)

Akhir kata dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT, penulis berharap semua kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Amin.

Ciputat, Juli 2014


(12)

DAFTAR ISI

Abstrak ...i

Lembar Pengesahan ...iv

Lembar Persetujuan Panitia Sidang Skripsi...v

Riwayat Hidup ...vi

Kata Pengantar ...vii

Daftar Isi ...x

Daftar Tabel ...xiv

Daftar Gambar ...xvi

Daftar Bagan ...xvii

Daftar Istilah ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1Latar Belakang ...1

1.2Rumusan Masalah ...7

1.3Pertanyaan ...7

1.4Tujuan Penelitian ...7

1.5Manfaat Penelitian ...9

1.6Ruang Lingkup ...10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...12

2.1Bahaya...12

2.2Keselamatan Kerja ...13

2.2.1 Kecelakaan Kerja ... ... 15

2.2.2 Incident ... ..... 16


(13)

2.3.1 Identifikasi Bahaya .... ... 19

2.3.1.1 Preliminary Hazard Analisis (PHA) ... ... 23

2.3.1.2 Hazard and Operability and analysis (HAZOP) ... 23

2.3.1.3 Worksheet Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) ... 26

2.3.1.4 Job Safety Analisis (JSA)... 27

2.3.1.5 Task Risk Assessment (TRA) ... 28

2.3.1.6 Checklist ... 30

2.3.1.7 Brainstorming . ...32

2.3.2 Penilaian Risiko ...33

2.3.2.1 Analisis Kualitatif ... 34

2.3.2.2 Analisis Kuantitaif ... 36

2.3.2.3 Analisis Semi Kuantitatif...37

2.3.3 Pengendalian Risiko ... 39

2.4 Safety Sign ...43

2.4.1 Pengertian ... 43

2.4.2 Kategori Safety Sign ...47

2.4.2.1 Kategori Berdasarkan OSHA ... 47

2.4.2.2 Kategori Berdasarkan ANSI Z535 . ... 49

2.4.2.3 Kategori Safety Sign Menurut BSI 5499 ... 55

2.4.3 Psikologi Warna Berdasarkan BSI 5499 ...67

2.5 Kerangka Teori ... ... ...68

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH ...69


(14)

3.2 Definisi Istilah ... 71

BAB IV METODELOGI PENELITIAN ...73

4.1 Jenis Penelitian ...73

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 73

4.3 Informan Penelitian ...73

4.4 Instrumen Peneltian ... ...75

4.5 Sumber Data ...76

4.6 Metode Pengumpulan Data ... 76

4.7 Pengolahan Data ...77

4.8 Analisis Data ...78

4.9 Triangulasi data ...80

4.10 Penyajian Data ...82

BAB V HASIL ... 83

5.1Proses Produksi di Bidang Profilling Prismatic Machine ... 83

5.2Pelaksanaan Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Bidang Profilling Prismatic Machine ... 88

5.2.1 Hasil Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian di mesin DGMP dan DGAL Bidang Profilling Prismatic Machine ...90

5.2.2Hasil Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian di mesin MATEC dan JOBS ...99

5.2.3 Daftar Potensi Bahaya dan Risiko di Bidang Profilling Prismatic Machine.. ... ...106

5.3Keberadaan Safety Sign Bidang Profilling Prismatic Machine ... 109


(15)

5.3.2 Standar Safety Sign yang Digunakan ...117

5.3.3Petugas yang Memasang Safety Sign ...118

5.4 Analisa Kebutuhan Safety Sign Berdasarkan Hasil Identifikasi Bahaya di Bidang Profilling Prismatic Machine ...120

5.5 Analisis Kesesuaian Keberadaan Safety Sign di Bidang Profilling Prismatic Machine ...135

BAB VI PEMBAHASAN ...150

6.1 Keterbatasan Penelitian ...150

6.2 Prosedur Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko, dan Pengendalian Risiko .. ... ...151

6.3 Daftar Bahaya, Risiko, Penilaian Risiko dan Pengendalian Berdasarkan Hasil Identifikasi Bahaya di Bidang Profilling Prismatic Machine ... 152

6.4 Keberadaan Safety Sign di Bidang Profilling Prismatic Machine ... 155

6.5 Kebutuhan Safety Sign Berdasarkan Daftar Bahaya ... 162

6.6. Kesesuaian Keberadaan Safety Sign di Bidang Profilling Prismatic Machine. ...167

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN... 172

7.1 Kesimpulan ... 172

7.2 Saran ... 174

DAFTAR PUSTAKA...175


(16)

Daftar Tabel

2.1 Informasi Identifikasi Bahaya ... ... 22

2.2 Contoh HAZOP ...25

2.3 Contoh Worksheet Failure Modes and Effect Analysis FMEA ...26

2.4 Contoh Job Safety Analysis Worksheet. ... 28

2.5 Contoh Analisis Risiko dengan Task Risk Assessment (TRA) ... 30

2.6 Contoh Checklist ...31

2.7 Ukuran Kualitatif dari “likelyhood” Menurut standar AS/NZS 4360 ... 34

2.8 Ukuran Kualitatif dari “consequency” MENURUT STANDAR AS/NZS 4360 ... ... ... ...35

2.9 Perkiraan Probabilitas... 36

2.10 Analisis Kuantitatif ...37

2.11 Analisis Semi Kuantitatif ...38

4.1 Informan Penelitian ...74

4.2 Karakteristik Informan ... 74

4.3 Metode Pengumpulan Data ... 77

4.4 Triangulasi Data ...81

5.1 Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dengan Task Risk Assessment dan Keberadaan Safety sign di Mesin DGMP dan DGAL ... 91

5.2 Hasil Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian di mesin MATEC dan JOBS ...99

5.3 Daftar Potensi Bahaya dan Risiko di Bidang Profilling Prismatic Machine....106


(17)

5.5 Analisa Kebutuhan Safety sign Berdasarkan Hasil dari Manajemen Risiko dan Keberadaan Safety sign pada Mesin DGMP (A-B-C-D), SGMP-J, DGAL (E-F-G-H), SGAL-I, MATEC dan JOBS...120 5.6 Analisis Kesesuaian Keberadaan Safety sign berdasarkan hasil Identifikasi Bahaya dan Keberadaan Safety sign dengan Kebutuhan Safety sign di Mesin (DGMP-A,B,C,D, SGMP-J) ...135


(18)

Daftar Gambar

2.1 Hirarki pengendalian ... 45

2.2 Format safety sign yang dilengkapi signal word panel dan word message ... ... 53

2.3 Piktogram dengan STANDAR ANSI Z535...54

2.4 Kategori safety sign BSI 5499. ...56

2.5 Kategori safety sign BSI 5499 ... 67

2.6 Tanda larangan (Prohibition Sign) ...58

2.7 Tanda bahaya (Danger Sign) ...59

2.8 Tanda kendaraan darurat (Emergency Response Sign) ...61

2.9 Tanda api (Fire Fighting Sign)...63

2.10 Tanda perintah APD (mandatory sign) ... 65

2.11 Tanda perintah APD (mandatory sign)...76

2.12 Psikologi warna menurut BSI .5499...67

5.1 Flow chart proses produksi PT. Dirgantara Indonesia ... 89

5.1 Bidang Profilling Prismatic Machine (Area Mesin DGMP) ...91

5.2 Bidang Profilling Prismatic Machine (Area Mesin DGMP) ...92

5.3 Bidang Profilling Prismatic Machine (Area Mesin MATEC & JOBS) ... 93

6.1 Keberadaan Safety Sign di Mesin DGMP...159

6.2 Keberadaan Safety Sign di Mesin DGAL ...160


(19)

Daftar Bagan

2.1 Bagan Alur Kerangka Teori ...68 3.1 Bagan Alur. Kerangka Konsep ... 70


(20)

Daftar Istilah

- Safety sign :Tanda keselamatan, salah satu bentuk pengendalian administratif dalam hirarki pengendalian K3

- SIR : Severity Injury Rate (tingkat keparahan kecelakaan kerja per-tahun)

- FIR : Frekuensi Injury Rate (tingkat frekuensi kepaparan kecelakaan kerja per-tahun)

- ANSI : America National Standard Institute (Standar safety sign dari Amerika)

- BSI : British Standard Institute (Standar Safety Sign dari Eropa / British)

- APD : Alat Pelindung Diri (hirarki pengendalian bahaya yang terakhir yaitu melindungi tubuh dari bahaya)

- P2K3 : Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja

- OHSAS : Occupational Health and Safety Standar Assessment (standar penilaian mengenai sistem manajemen K3

- P2K3 : Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja

- TRA : Task Risk Assessment (salah satu metode untuk mengidentifikasi bahaya)


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perkembangan dalam kegiatan industri saat ini sangat pesat, salah satunya industri manufaktur produksi pesawat yang memiliki risiko tinggi terhadap aspek keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan. Mulai dari penggunaan teknologi, material yang sangat berbahaya, prosedur kerja yang kompleks, kegiatan produksi dengan risiko tinggi, ditambah jika terjadi kecelakaan kerja ataupun bencana yang menimpa pekerja, peralatan, proses / produksi, dan lingkungan yang sangat bervariasi.

PT. Dirgantara Indonesia bergerak dalam bidang industri dan jasa dimana perusahaan ini memiliki beberapa unit usaha yang mendukung perkembangan perusahaan serta merupakan suatu perusahaan yang bergerak dibidang pembuatan pesawat terbang, salah satunya adalah satuan usaha (SU) Aircraft Service (ACS) yang perkembangannya meliputi proses penyediaan dan penjualan material sparepart pesawat terbang serta melakukan jasa service pesawat terbang. Pada salah satu divisi AirCraft PT. Dirgantara Indonesia mempunyai fungsi sebagai satuan produksi atau satuan yang merancang serta membuat komponen luar dari pesawat terbang, seperti : sayap, ekor, baling-baling, kepala pesawat, badan pesawat.

Menurut arsip iptek (2011) industri pesawat terbang merupakan salah satu industri yang dianggap penting dan strategis bagi bangsa Indonesia. Pesawat terbang memiliki keunggulan dalam hal kecepatan dan daya capai


(22)

bila dibandingkan dengan sarana transportasi darat dan laut. PT. Dirgantara Indonesia adalah salah satu industri manufaktur terbesar di Indonesia, dimana menurut Heizer dan Render (2005) manufaktur adalah industri membuat dengan tangan (manual) atau dengan mesin sehingga menghasilkan sesuatu barang.

Menurut data Jamsostek hingga akhir tahun 2012 telah terjadi 103.074 kasus kecelakaan kerja, dimana 91,21% korban kecelakaan kembali sembuh; 3,8% mengalami cacat fungsi; 2,61% mengalami cacat sebagian, dan sisanya meninggal dunia (2.419 kasus) dan menalami cacat total tetap (37 kasus), dengan rata-rata terjadi 282 kasus kecelakaan kerja setiap harinya (laporan Tahunan Jamsostek, 2012) dalam Press Release Prof.dra. Fatma Lestari (2014). Begitu juga menurut Cahyani (2009) data kecelakaan yang masih sering terjadi menunjukkan dunia industri di Indonesia cukup mengkhawatirkan, terlebih pada sektor manufaktur Indonesia. Setiap tahun ribuan kecelakaan terjadi di tempat kerja yang menimbulkan korban jiwa, kerusakan materi dan gangguan produksi. Berdasarkan hasil dari riset mengenai kecelakaan kerja menurut Syartini (2010) menyatakan bahwa bahan baku, peralatan, manusia, serta lingkungan kerja mengandung potensi bahaya yang tinggi sehingga diperlukan suatu upaya pencegahan agar tidak terjadi kecelakaan. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja menurut Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 yaitu dibutuhkannya upaya pemantauan dan pengukuran lingkungan kerja dengan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).


(23)

Begitu juga dengan PT. Dirgantara Indonesia sebagai salah satu industri manufaktur yang cukup besar di Indonesia membutuhkan aplikasi Sistem Manajemen K3 dengan tepat, yang berguna untuk mereduksi pekerja dari hazard / bahaya dan kecelakaan kerja. Walaupun kejadian kecelakaan tidak dapat dihindari hingga zero accident, perusahaan dapat melakukan tindakan pengendalian untuk meminimalisir angka kecelakaan di tempat kerja, sehingga produk yang dihasilkan akan semakin meningkat sebagai investasi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar.

Menurut OHSAS 18001 (2007) di dalam klausal 4.3.1 dalam implementasi Sistem Manajemen K3 di perusahaan harus menerapkan HIRARC yaitu meliputi identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko. Setelah mengenali dan melakukan penilaian terhadap bahaya yang ada di perusahaan, langkah penting selanjutnya yaitu menentukan pengendalian bahaya. Berdasarkan hirarki pengendalian keselamatan dan kesehatan menurut OHSAS 18001 ada 5 spesifik tindakan pengendalian dengan pendekatan eliminasi, substitusi, pengendalian teknis, pengendalian administrasi, dan alat pelindung diri.

Pentingnya identifikasi dan pengendalian bahaya yang dilakukan perusahaan sangat berpengaruh besar terhadap angka kecelakaan dan kesehatan para pekerja. Berdasarkan hasil studi pendahuluan saat melakukan magang bulan Februari 2014 di PT. Dirgantara Indonesia dengan metode wawancara, observasi, telaah dokumen dan identifikasi bahaya di seluruh Direktorat Produksi. Oleh karena itu, pemilihan lokasi penelitian di departemen Direktorat Produksi dipilih berdasarkan pertimbangan dari angka


(24)

kecelakaan, nilai SIR, nilai FIR. Data tersebut didapat dengan melakukan wawancara mendalam saat turun lapangan kepada informan utama (02).

Didapat dari hasil wawancara dengan informan utama (02) dan analisa dokumen data kecelakaan 5 tahun terakhir, bahwa kecelakaan tertinggi, nilai SIR, nilai FIR terdapat di Aerostructure Divisi Detail Part Manufacurimg. Dalam pencatatan kecelakaan kerja belum berdasarkan per divisi atau per departemen di Direktorat Produksi. Akan tetapi, dari hasil pemaparan wawancara mendalam dengan informan utama (01, 02, 03) kecelakaan kerja dan potensi bahaya tertinggi terdapat di Departemen Machining Divisi Detail Part Manufacturing Direktorat Produksi.

Selanjutnya, hasil wawancara mendalam yang di dapat dari informan pendukung yaitu Manajer (001) Departemen Machining memiliki beberapa bidang dalam area kerjanya. Dari 7 bidang di Departemen Machining yang saat ini masih mengalami perluasan area kerja, angka kecelakaan kerja tertinggi dan yang memiliki tingkat risiko cukup tinggi adalah di bidang Profilling Presmatic Machine. Pernyataan Informan pendukung (001) di Departemen Machining juga didukung oleh Supervisor sebagai informan pendukung (003, 004) karena memiliki banyak bahaya dibandingkan dengan departemen lainnya. Salah satu karakteristik pekerjaan di Machining yaitu pekerja dihadapkan langsung dengan bahan, mesin dan alat yang berbahaya. Terdapat alat kerja yang sangat berbahaya, lantai kerja yang sangat licin, pekerja masih banyak yang tidak menggunakan APD padahal terdapat tanda wajib pakai APD, crane yang bergerak diatap hanggar ruang produksi, kemudian bisingnya ruang produksi yang berasal dari suara mesin, debu


(25)

dengan bau yang menyengat dan dapat dirasakan di lingkungan kerja, jalur evakuasi yang belum jelas, terpasangnya tanda bahaya yang masih belum sesuai dengan standar berdasarkan penempatan, pemasangan, bentuk, bahan, dan warna. Selain itu, ditemukan bahwa pelaksanaan identifikasi bahaya dan pelaksanaan pengendalian belum dilaksanakan secara maksimal dan belum dilakukan secara berkesinambungan.

Penerapan pengendalian teknis (engineering control) yaitu dengan pendekatan eliminasi, substitusi, isolasi serta pengendalian jarak yang diunkapkan oleh Ramli (2010), tidak mudah diterapkan di Direktorat Produksi karena adanya beberapa kendala dan hambatan yang ada di lapangan seperti mengganggunya proses produksi. Sehingga pengendalian selanjutnya yang diterapkan oleh perusahaan yaitu dengan pengendalian administrasi. Perusahaan melengkapinya dengan pelatihan untuk Supervisor dan P2K3, pengaturan jadwal kerja, penerapan safety sign, serta lanjut dengan pengendalian Alat Pelindung Diri (APD). Pengendalian dengan program tersebut juga belum efektif dan maksimal, yang didapat dari hasil wawancara mendalam kepada informan pendukung (002) mengenai pengendalian yang dilakukan. Pekerja hanya mengenal APD sebagai pengendalian bahaya.

Safety sign sebagai pengendalian administrasi yang diterapkan di Divisi Detail Part Manufacturing Direktorat Produksi, berdasarkan hasil observasi, terlihat kurang tepat jika dibandingkan dengan bahaya, risiko dan proses kerjanya. Hal tersebut dapat memberikan persepsi yang berbeda terhadap potensi bahaya yang ada dan keberadaannya juga kurang lengkap, sehingga tidak dapat memberikan warning terhadap pekerja ataupun tamu


(26)

perusahaan bahwa di lingkungan kerja terdapat bahaya. Untuk itu, perlu dilakukan analisa kebutuhan safety sign berdasarkan hasil identifikasi bahaya yang benar, sehingga hasil kebutuhan safety sign sesuai dengan bahaya yang ada.

Menurut Badan safety sign Indonesia (2009), safety sign / rambu keselamatan adalah peralatan yang bermanfaat untuk membantu melindungi keselamatan dan kesehatan para pekerja dan pengunjung yang berada di lingkungan produksi. Safety sign memang bukan pengendalian yang utama dan tidak dapat mengeliminasi atau mengurangi bahaya dan tidak dapat mencegah terjadinya kecelakaan. Akan tetapi menurut Ilmi (2012) safety sign dapat memberikan perhatian yang menarik, memberikan sikap waspada akan adanya bahaya yang tidak terlihat oleh mata atau peringatan waspada terhadap tindakan yang tidak diperbolehkan, memberikan informasi umum dan memberikan pengarahan kepada tamu perusahaan akan adanya bahaya yang dapat tertuang dengan berbagai macam bentuk dan gambar yang dapat dilihat dari jarak kejauhan maupun dekat, serta mengingatkan para karyawan dimana harus menggunakan peralatan perlindungan diri, mengindikasikan dimana peralatan darurat keselamatan berada, dan sebaginya.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia, yang memiliki banyak risiko bahaya baik untuk pekerja maupun pengunjung yang datang ke wilayah produksi dimana masih kurang dilakukannya pengendalian terhadap bahaya tersebut berdasarkan hirarki pengendalian. Maka pengendalian yang memungkinkan yang dapat terlihat oleh mata dan dapat memberikan himbauan bagi pekerja atau tamu


(27)

perusahaan untuk saat ini menurut peneliti yaitu dalam bentuk administrasi dengan penerapan safety sign adalah tepat. Hal tersebut untuk memberikan warning kepada pekerja dan tamu perusahaan karena adanya potensi bahaya dan risiko, sehingga keelakaan kerja dapat diminimalisir. Oleh karena itu, peneliti ingin melihat keberadaan safety sign apakah sesuai dalam penerapannya khusus di wilayah kerja Departemen Machining Direktorat Produksi dengan judul “Identifikasi Kesesuaian Keberadaan Safety Sign Di Bidang Profilling Prismatic Machine Departemen Machining Direktorat Produksi Pt. Dirgantara Indonesia Tahun 2014” dengan standar yang digunakan sebagai acuan penerapan safety sign yaitu dengan ANSI Z535 dan British Standard Institute (BSI 5499) .

1.2Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu pengendalian risiko yang dilakukan PT. Dirgantara Indonesia masih dengan pendekatan administrasi, yaitu diantaranya dengan pelatihan kerja, rotasi kerja, pemberian safety sign. Akan tetapi, berdasarkan hasil studi pendahuluan safety sign yang diterapkan di Bidang Profilling Prismatic Machine masih belum tepat, karena belum sesuai dengan potensi bahaya, risiko dan lokasi kerjanya.

1.3Pertanyaan

Berdasarkan uraian masalah sebelumnya, maka dirumuskan dalam suatu pertanyaan sebagai berikut :


(28)

1. Bagaimanakah proses produksi di Bidang Profilling Prismatic Machine Departemen Machining Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014 ?

2. Apa sajakah bahaya yang ada di Bidang Profilling Prismatic Machine Departemen Machining Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014 ?

3. Bagaimanakah keberadaan safety sign yang telah ada di Departemen Bidang Profilling Prismatic Machine Departemen Machining Direktorat ProduksiPT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014 ?

4. Safety sign apa saja yang dibutuhkan berdasarkan bahaya yang ada di Bidang Profilling Prismatic Machine Departemen Machining PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014 ?

5. Bagaimana kesesuaian safety sign yang sudah diterapkan di Bidang Profilling Prismatic Machine Departemen Machining Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014 dengan standar safety sign ANSI Z535 dan BSI 5499 ?

1.4Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari skripsi ini adalah untuk menganalisis kesesuaian keberadaan safety sign berdasarkan hasil identifikasi bahaya dalam meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja maupun pengunjung di PT. Dirgantara Indonesia, tahun 2014.


(29)

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diperolehnya informasi proses produksi di Bidang Profilling Prismatic Machine Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014.

2 Diketahuinya bahaya apa saja yang ada di Bidang Profilling Prismatic Machine Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014.

3 Diketahuinya keberadaan safety sign yang telah ada di Bidang Profilling Prismatic Machine Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014.

4 Diketahuinya kebutuhan penerapan safety sign berdasarkan bahaya yang ada di Bidang Profilling Prismatic Machine PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014.

5 Diketahuinya kesesuaian safety sign yang sudah diterapkan di Bidang Profilling Prismatic Machine Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014 dengan standar safety sign ANSI Z535 dan BSI 5499.

1.5Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Mengetahui sistem pengendalian administrasi dalam bentuk tanda keselamatan / safety sign, jalur evakuasi, tanda berbahaya, tanda penggunaan APD, tanda keadaan di lingkungan kerja yang baik dan tepat


(30)

sehingga dapat membantu untuk meminimalisir terjadinya potensi kecelakaan kerja di tempat kerja di PT. Dirgantara Indonesia.

2. Bagi PT. Dirgantara Indonesia (Persero)

a. Memperoleh tambahan informasi dan penjelasan secara lebih rinci mengenai penerapan safety sign dengan karakterisitik lingkungan kerja di Machining Direktorat Produksi.

b. Memberikan kontribusi dalam upaya penerapan safety sign bukan hanya di Machining teteapi di Departemen lainnya di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia.

c. Dapat menentukan standarisasi penerapan safety sign. Bukan hanya standar yang berasal dari nasional saja tetapi juga standar internasional yang disesuaikan dengan karakteristik dan bahaya di Direktorat Produksi maupun gedung lainnya yang ada di PT. Dirgantara Indonesia.

1.6Ruang Lingkup

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan sasaran manajemen perusahaan Departemen K3LH, Supervisor, Team Leader dan beberapa pekerja yang bekerja di Departemen Machining Direktorat Produksi pembuatan komponen pesawat di PT. Dirgantara Indonesia Bandung, Jawa Barat yang dilaksanakan pada bulan April – Juni 2014.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer dilakukan dengan cara melakukan identifikasi bahaya untuk mengetahui potensi bahaya apa saja yang terdapat ruang produksi


(31)

Bidang Profilling Prismatic Machine, melakukan wawancara terbuka dan mendalam kepada pihak manajemen K3LH, pengawas lapangan (Supervisor), dan Manajer mengenai proses, bahaya, dan pengendalian terhadap bahaya, serta penerapan safety sign. Selanjutnya melihat kebutuhan safety sign dari hasil identifikasi bahaya dan melakukan observasi kesesuaian keberadaan safety sign yang di bandingkan dengan standar ANSI Z535 dan BSI 5499 serta pengambilan dokumentasi dalam bentuk foto atau gambar tentang keberadaan safety sign sebagai tanda bukti yang ada di Bidang Profilling Prismatic Machine Departemen Machining Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia. Data sekunder dilakukan dengan telaah dokumen di bagian Departemen K3LH. Dokumen yang digunakan yaitu prosedur penerapan safety sign dengan No. Dok D4 S2 07.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Bahaya

Bahaya menurut OHSAS 18001 (2007) adalah sumber, situasi atau tindakan yang menyebabkan kerugian bagi manusia, baik yang bisa menyebabkan luka-luka, gangguan kesehatan ataupun kombinasi dari keduanya (OHSAS, 2007).

Potensi bahaya yang ada dilingkungan kerja, diantaranya (Tarwaka, 2008) :

a. Potensi bahaya dari bahan – bahan yang berbahaya b. Potensi bahaya udara bertekanan

c. Potensi bahaya udara panas d. Potensi bahaya kelistrikan e. Potensi bahaya mekanik f. Potensi bahaya gravitasi g. Potensi bahaya radiasi h. Potensi bahaya mikrobiologi

i. Potensi bahaya kebisingan dan getaran j. Potensi bahaya ergonomi

k. Potensi bahaya lingkungan kerja

l. Potensi bahaya yang berhubungan dengan kualitas dan jasa, proses produksi, properti, image publik.


(33)

2.2Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja menurut Suma’mur (1981) adalah pengetahuan tentang upaya untuk pencegahan kecelakaan kerja yang berhubungan dengan penggunaan mesin, pesawat, alat, bahan, dan proses pengolahannya, lingkungan tempat kerja serta melakukan pekerjaan. Tujuan dari keselamatan itu sendiri adalah sebagai berikut (Suma'mur, 1981) :

a. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.

b. Menjamin keselamatn setiap orang lain yang berada di tempat kerja. c. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.

Adapun syarat-syarat keselamatan kerja yang di atur dalam Undang-Undang keselamatan dan kesehatan kerja yang dibuat untuk (UUK3, 1970) :

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan

b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan

d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya

e. Memberi pertolongan pada kecelakaan


(34)

g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran

h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan

i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban

m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya

n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang

o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan

p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan barang

q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya

r. Menyeseuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

Dalam implementasi bidang keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan kerja dibutuhkannya sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang melindungi pekerja dari berbagai macam bahaya, kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan melaksanakan upaya K3 secara


(35)

efisien dan efektif. Menurut OHSAS 18001, sistem manajemen merupakan suatu set elemen-elemen yang terkait untuk menetapkan kebijakan dan sasaran untuk mencapai objektif tersebut. Menurut OHSAS 18001, manajemen risiko terbagi atas 3 bagian yaitu Hazard Identification, Risk Assessment, dan Risk Control, biasa dikenal denganHIRARC. HIRARC terdapat pada awal elemen perencanaan sistem manajemen K3 yang dijadikan sebagai pangkal dari pengelolaan K3 (Ramli,2010).

Menurut OHSAS 18001 (2007), HIRARC harus dilakukan di seluruh aktivitas organisasi untuk menentukan kegiatan organisasi yang mengandung potensi bahaya dan menimbulkan dampak serius terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.

2.2.1 Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja merupakan suatu kejadian yang tidak diinginkan yang dapat berakibat cedera, gangguan kesehatan hingga kematian pada manusia, kerusakan properti, gangguan terhadap pekerjaan (kelancaran proses produksi) atau pencemaran (Suardi, 2005). Beberapa ahli juga mendefinisikan kecelakaan kerja, yaitu diantaranya:

 Suma’mur (1981) kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan disini yaitu berarti bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan.


(36)

 Tarwaka (2008) Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan sering kali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda atau properti maupun korban jiwa yang terjadi didalam suatu proses kerja industri atau yang berkaitan denganya

 Sedangkan menurut UU No.03 Tahun 1992 Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.

Sehingga pendapat dari beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa kecelakaan kerja merupakan suatu hal yang tidak diinginkan karena dapat mengakibatkan kerugian berupa cidera, kerugian atau kerusakan property, kerugian materi, gangguan kesehatan, bahkan menyebabkan kematian. Semuanya dapat diartikan menimbulkan kerugian baik kerugian manusia (harm to people), kerusakan material (damage to property), terhentinya proses kerja (loss to process).

2.2.2 Incident

Incident yaitu suatu kejadian yang tidak diinginkan, bilamana pada saat itu sedikit saja ada perubahan maka dapat


(37)

mengakibatkan terjadinya accident (Widodo Siswowardojo, 2003). Critical incident adalah setiap luka atau kecelakaan kerja yangmenyebabkan :

a. Masuk rumah sakit b. Kematian karyawan

c. Kematian pihak ketiga dalam lingkungan perusahaan dan atau karyawan yang terlibat ketika menjalankan tugas pekerjaan. d. Permulaan penuntutan

e. Persoalan perbaikan atau pengumuman larangan.

Near miss adalah insiden dimana belum sempat terjadi kecelakaan atau penyakit. Sehingga menurut OHSAS 18001:2007, incident dapat berupa kecelakaan atau near miss (OHSAS, 2007).

2.3 Manajemen Risiko

Menurut Webb (1994) manajemen risiko adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menanggapi risiko yang telah diketahui melalui rencana analisa risiko atau bentuk observasi lain untuk meminimalisasi konsekuensi buruk yang mungkin muncul. Sedangkan menurut Kerzner Harold (2001) mengemukakan pengertian manajemen risiko sebagai semua rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan resiko, dimana didalamnya termasuk perencanaan (planning), penilaian (assesment) (identifikasi dan dianalisa), penanganan (handling), dan pemantauan (monitoring) risiko.


(38)

Sebagaimana penjelasan menurut beberapa ahli diatas bahwa manajemen risiko adalah sebagai bentuk atau upaya untuk mengelola terhadap risiko untuk meminimalisasikan konsekuensi bruuk yang mungkin terjadi, dapat dilakukan dengan cara perencanaan, identifikasi, penanganan / pengendalian, dan pemantauan risiko.

Didalam manajemen keselamatan dan kesehatan kerja juga mengatur manajemen risiko dengan tujuan untuk mengurangi konsekuensi buruk yang mungkin akan muncul dalam kegiatan industri. Menurut OHSAS 18001 dalam Ramli (2010). Manajemen K3 adalah upaya terpadu untuk mengelola risiko yang ada dalam aktivitas perusahaan yang dapat mengakibatkan cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan terhadap bisnis perusahaan. Karena itu salah satu klausal dalam siklus manajemen K3 adalah mengenai manajemen risiko. Manajemen risiko dalam K3 yaitu HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment, dan Risk Control).

Menurut standar AS/NZS 4360 dalam Ramli (2010) tentang standar Manajemen Risiko, proses manajemen risiko mencakup lankah sebagai berikut :

1. Menentukan konteks 2. Identifikasi risiko 3. Penilaian risiko

 Analisa risiko  Evaluasi risiko


(39)

4. Pengendalian risiko

5. Komunikasi dan konsultasi 6. Pemantauan dan tinjau ulang

2.3.1 Identifikasi Bahaya

Menurut Ramli (2010), identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui potensi bahaya yang ada di lingkungan kerja. Dengan mengetahui sifat dan karakteristik bahaya, kita dengan lebih berhati-hati, waspada dan melakukan langkah-langkah pengamanan agar tidak terjadi kecelakaan.

Namun demikian tidak semua bahaya dapat dikenali dengan mudah.Bahkan untuk mencapai zero accident di lingkungan kerja adalah hal yang paling sulit, karena kemungkinan bahaya dan risiko pasti akan terus ada jika lingkungan kerja belum dikenali bahayanya serta tindakan yang dilakukan untuk mengatasi bahaya tersebut dalam menekan tingkat risiko accident masih minim dilakukan. Hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan dan kreativitas pekerja safety dalam mengkaji pekerjaannya untuk menurunkan risiko kecelakaan, baik dalam engineering control maupun administrative control.

Identifikasi bahaya merupakan langkah awal dalam mengembangkan manajemen risiko K3. Identifikasi bahaya merupakan upaya sistematis untuk mengetahuin adanya bahaya dalam aktivitas


(40)

organisasi. Identifikasi bahaya merupakan landasan dari manajemen risiko. tanpa melakukan identifikasi bahaya tidak mumgkin melakukan pengelolaan risiko dengan baik (Ramli, 2010c). Identifikasi bahaya mungkin didapat dari penggunaan berbagai macam alat, stategi, dan sumber informasi, sumber informasi itu diantaranya (Taylor, 2004) :

Material safety data sheet (MSDS)

 National, kecelakaan kerja berdasarkan daerah

 Pengetahuan tentang bahaya kima dan penilaian dokumen dibawah protokol OECD

 Standar atau kriteria keselamatan dan kesehatan kerja

Menurut Ramli (2010b. P.84) prosedur identifikasi bahaya dan penilaian risiko harus mempertimbangkan :

a. Aktivitas rutin dan non rutin

b. Aktivitas dari semua individu yang memiliki akses ke tempat kerja termasuk kontraktor

c. Perilaku manusia, kemampuan dan faktor manusia lainnya

d. Identifikasi semua bahaya yang berasal dari luar tempat kerja yang dapat menimbulkan efek terhadap kesehatan dan keselamatan manusia yang berada dibawah perlindungan organisasi di dalam tempat kerja


(41)

e. Bahaya yang ditimbulkan di sekitar tempat kerja dari aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan yang berada dibawah kendali organisasi

f. Infrastruktur, peralatan dan material di tempat kerja, apakah yang disediakan organisasi atau pihak lain

g. Perubahan atau rencana perubahan dalam organisasi, kegiatannya atau material

h. Modifikasi pada sistem manajemen K3, termasuk perubahan sementara dan dampaknya terhadap operasi, proses dan aktivitas

Dalam teknik identifikasi bahaya ada berbagai macam yang dapat diklasifikasikan atas (Ramli, 2010) :

1. Teknik / metode pasif

2. Teknik / metode semiproaktif 3. Teknik / metode proaktif

Menurut Peraturan Kepala BATAN untuk mengenali identifikasi bahaya pada tahapan kegiatan dan bahaya yang ditimbulkan, diperlukan beberapa informasi kunci seperti tabel berikut (BATAN, 2012) :


(42)

Tabel 2.1 Informasi Identifikasi Bahaya

Parameter yang perlu diketahui

Cara mendapatkan informasi

 Tempat pekerjaan dilakukan

 Denah lokasi pekerjaan/lay out

 Personil yang

melakukan pekerjaan

 Data pekerja, observasi

 Peralatan dan bahan yang digunakan

 Daftar alat dan bahan yang digunakan, MSDS, dan lain-lain  Tahanapan/urutan

pekerjaan

 Diagram alir/prosedur/instruksi kerja

 Tindakan kendali yang telah ada

 Laporan kecelakaann dan/atau PAK

 Peraturan terkait yang mengatur

 Peraturan perundang-undangan, standar, dan pedoman

 Wawancara, inspeksi, audit dan lain-lain

Sumber : Peraturan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional Nomor : 020/Ka/I/2012

Untuk membantu pelaksanaan manajemen risiko khususunya untuk melakukan identifikasi bahaya, penilaian dan pengendaliannya


(43)

diperlukan metode atau perangkat. Berikut adalah identifikasi yang lebih rinci untuk potensi bahaya dan risiko yang dilakukan berdasarkan macam, penyebab, atau akibat yaitu diantaranya :

2.3.1.1Preliminary Hazard Analysis (PHA)

Preliminary Hazard Analysis (PHA) menurut Budiono (2003) yaitu metode identifikasi yang dilaksanakan sebagai analisis awal.

2.3.1.2Hazard and Operability Analysis (HAZOP)

Hazard and Operability Analysis (HAZOP) yaitu suatu metode identifikasi bahaya yang digunakan untuk industri proses seperti industri kimia, petrokimia, dan kilang minyak (Budiono, 2003). Dalam teknik HAZOP ini analisis lebih detail pada disain dan operasi. Dengan kata lain metode ini digunakan sebagai upaya pencegahan sehingga proses yang berlangsung dalam suatu sistem dapat berjalan lancar dan aman (Juliana, 2008).

Tujuan penggunaan HAZOP sendiri adalah untuk meninjau suatu proses atau operasi pada suatu sistem secara sistematis untuk menentukan apakah proses penyimpangan dapat mendorong kearah kejadian atau kecelakaan yang tidak diinginkan. HAZOP secara sistematis mengidentifikasi setiap kemungkinan penyimpangan (deviation) dari kondisi operasi yang telah ditetapkan dari suatu plant, mencari berbagai faktor penyebab yang memungkinkan


(44)

timbulnya kondisi abnormal tersebut, dan menentukan konsekuensi yang merugikan sebagai akibat terjadinya penyimpangan serta memberikan rekomendasi atau tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak dari potensi risiko yang telah berhasil diidentifikasi (Munawir, 2010).

Langkah-langkah untuk melakukan identifikasi bahaya dengan menggunakan HAZOP worksheet dan Risk Assessment adalah sebagai berikut (Nugroho,dkk. 2013) :

1. Mengetahui urutan proses yang ada pada area penelitian.

2. Mengidentifikasi bahaya yang ditemukan pada area penelitian.

3. Melengkapi kriteria yang ada pada HAZOP worksheet dengan urutan sebagai berikut:

a. Mengklasifikasikan bahaya yang ditemukan (sumber bahaya dan frekuensi temuan bahaya)

b. Mendeskripsikan penyimpangan yang terjadi selama proses operasi

c. Mendeskripsikan penyebab terjadinya penyimpangan d. Mendeskripsikan apa yang dapat ditimbulkan dari

penyimpangan tersebut (consequences).

e. Menentukan tindakan sementara yang dapat dilakukan. f. Menilai risiko (risk assessment) yang timbul dengan


(45)

(severity). Kriteria likelihood yang digunakan adalah frekuensi dimana dalam perhitunganya secara kuantitatif berdasarkan data atau record perusahaan selama kurun waktu tertentu. Kriteria consequences (severity) yang digunakan

Tabel 2.2 Contoh Worksheet Hazard and Operability Analysis (HAZOP)

Node : 1. Tangki Air Type : Tangki Design Condition : Level

Deviasi : More Level Causes Consequences

Risk

Matrix Safeguards Recommendations S L RR

1. Pelampun g rusak

1. Level ditangki naik

2. Air tumpah 3. Rumah banjir

1 2 2 Tidak ada 1. periksa pelampung berkala 2. Auto switch tidak berfungsi

1. Pompa tidak bisa berhenti

2. Pompa panas 3. Air tumpah

2 3 6 Tidak ada Periksa secara berkala

3. Pipa penyalur dari tangki buntu

1. Air tidak keluar dari tangki

2. Level tangki naik 3. Tangki luber

2 2 4 Level alarm

1. Periksa pipa 2. Flushing

berkala Sumber : Ramli (2010)


(46)

2.3.1.3Failure Modes and Effect Analysis (FMEA)

Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) menurut Ramli (2010) yaitu metode yang ditunjukkan untuk menilai potensi kegagalan dalam produk atau proses. FMEA merupaka kajian bahaya yang sistematis, terstruktur, dan komprehensif. FMEA adalah suatu tabulus dari sistem, peralatan pabrik, dan pola kegagalannya serta efeknya terhadap operasi, dapat dikatakan suatu uraian mengenai bagaimana suatu peralatan dapat mengalami kegagalan.

Tabel 2.3 Contoh Worksheet Failure Modes and Effect Analysis FMEA

Subsistem: 1. Tangki bahan bakar Type:

FAILURE

MODES EFFECTS

RISK MATRIX

CONTROLS RECOMMEND

ATIONS

STA TUS

LL S RR

Tangki bocor Efek minyak kosong, mesin mati

4 2 T Standar

ketebalan lapisan Tank diperiksa berkala Minyak bercampur air

Mesin mati 4 2 T Saringan Periksa kualitas

BBM Pelampung rusak Ketinggian BBM tidak terdeteksi

3 3 M Indicator

instrumen Periksa berkala Pipa penyalur bocor Aliran BBM berkurang Pembakaran tidak sempurna Kebakaran jika kontak dengan panas BBM boros

4 3 M Ketebalan

Pipa Penyalur

Pemasangan pipa pada posisi yang aman terhadap benturan


(47)

2.3.1.4Job Safety Analysis (JSA)

Job Safety Analysis (JSA) menurut Soeripto (1997) adalah suatu cara yang digunakan untuk memerikasa metode kerja dan menentukan bahaya yang sebelumnya telah diabaikan dalam merencanakan pabrik atau gedung dan didalam rancang bangun mesin-mesin, alat-alat kerja, material, lingkungan tempat kerja, dan proses.

Pekerjaan yang memerlukan kajian JSA, antara lain :

1. Pekerjaan yang sering mengalami kecelakaan atau memiliki angka kecelakaan tinggi

2. Pekerjaan berisiiko tinggi dan dapat berakibat fatal misalnya membersihkan kaca dengan gondola

3. Pekerjaan yang jarang dilakukan sehingga belum diketahui secara persis bahaya yang ada

4. Pekerjaan yang rumit atau kompleks dimana sedikit kelalaian dapat berakibat kecelakaan atau cedera.

Langkah dalam melakukan JSA , yaitu (Ramli, 2010a) : 1. Pilih pekerjaan yang akan dianalisa

2. Pecah pekerjaan menjadi langkah aktivitas 3. Identifikasi potensi bahaya pada setiap langkah

4. Tentukan langkah pengamanan untuk megendalikan bahaya 5. Komunikasikan kepada semua pihak yang berkepentingan


(48)

Tabel 2.4 Contoh Job Safety Analysis Worksheet

Pekerjaan : Mengganti Ban Serap Langkah 1 : Memasang dongkrak

Potensi Cedera

Konsekuen si

Risk Matrix Pengendalian yang ada

saran Tanggu ng jawab

S L R

R

1. Tangan terjepit

1. Luka sayat

2 3 6 1. Tidak ada 1. Jaga

posisi 2. Dongkra k lepas 1. Cedera 2. Mobil anjlok

2 2 4 1. Pasang

pengaman 1. Posisi dongkra k diperiks a

3. Dst. 2 2 4

Sumber : Ramli (2010)

2.3.1.5Task Risk Assessment (TRA)

Task Risk Assessment (TRA) menurut Ramli (2010) yaitu metode identifikasi bahaya yang dilakukan untuk mengetahui apa saja dan besarnya potensi bahaya yang timbul selama kegiatan berlangsung.

Pekerjaan yang memerlukan TRA yaitu :

1. Mengandung potensi bahaya yang tinggi seperti bekerja di ketinggian, pembersihan tangki, pengelasan dan lainnya

2. Pekerjaan yang sebelumnya pernah mengalami kecelakaan 3. Pekerjaan yang bersifat baru atau jarang / belum pernah

dilakukan sebelumnya


(49)

Teknik melakukan TRA, yaitu :

1. Tentukan jenis pekerjaan yang akan dianalisa

2. Identifikasi apa saja aktivitas, material, peralatan, atau prosedur kerja yang digunakan

3. Analisa semua potensi bahaya yang dapat terjadi untuk setiap aktivitas dan konsekuensinya

4. Tentukan tingkat risiko untuk masing-masing aktivitas 5. Tentukan apa langkah pengamanan yang dperlukan

6. Tentukan sisa risiko dapat (residual risk) yang ada setelah dilakukan langkah pengamanan

7. Jika risiko dapat diterima (tolerable) pekerjaan dapat dilangsungkan, tetapi jika risiko di atas batas yang dapat diterima perlu dipertimbangkan langkah pengamanannya lainnya, seperti perubahan metoda kerja, peralatan, atau prosedur. Jika tidak memungkinkan pekerjaan dibatalkan.


(50)

Tabel 2.5 Contoh Analisis Risiko dengan Task Risk Assessment (TRA)

No : ANALISA RISIKO PEKERJAAN Hal :

Pekerjaan Assessed by ; ………

No. Activitas Fasilitas Alat Potensi Bahaya Konsekuensi Bahaya Pengama n yang ada

Peringkat Risiko Saran Sisa Risiko

L L S

R R

Risi ko

L L S

R

R Risiko

1. Pompa Sembur

an minyak  kebakaran jika kontak dengan panas  pencemara n  cedera manusia Katup buang

Sumber : Ramli (2010)

2.3.1.6Checklist (Daftar Periksa)

Metode daftar periksa untuk mengidentifikasi bahaya sangat mudah dan sederhana yaitu dengan membuat daftar pmeriksaan bahaya di tempat kerja (Ramli, 2010).

Hal yang perlu di perhatikan dalam metode ini, yiatu :

1. Metode bersifat spesifik untuk peralatan atau tempat kerja tertentu. Daftar periksa untuk gudang berbeda dengan daftar periksa untuk bengkel atau unit proses,

2. Daftar periksa harus dikembangkan oleh orang yang memahami atau mengenal tempat kerja atau peralatan. Dengan demikian daftar periksa dapat menjangkau setiap kemungkinan bahaya yang ada,


(51)

3. Daftar periksa harus dievaluasi secara berkala, terutama jika ditemukan ada bahaya baru, atau penambahan dan perubahan sarana produksi, sistem atau proses, dan

4. Pemeriksaan bahaya dilakukan oleh mereka yang mengenal dengan baik kondisi lingkungan kerjanya. Semakin dalam pemahamannya, semakin rinci identifikasi bahaya yang apat dilakukan. Karena itu, pengembangan daftar periksa perlu melibatkan para pekerja setempat.

Tabel 2.6 Contoh Checklist

NO. PERTANYAAN YA TIDAK

1.

Apakah kondisi lantai dalam keadaan bersih dan tidak licin?

2. Apakah penerangan cukup dan kondisi baik

3. Apakah jalan-jalan aman dan tidak terhalang

4. Apakah ventilasi mencukupi dan terpelihara

5.

Apakah semua peralatan listrik dalam kondisi baik dan aman?


(52)

7.

Apakah semua alat kantor dalam kondisi baik dan aman ?

2.3.1.7Brainstorming

Brainstorming menurut Ramli (2010) yaitu melakukan identifikasi bahaya dengan berdiskusi dalam suatu kelompok atau tim ditempat kerja, tim dapat berasal dari suau bidang atau departemen tetapi dapat juga bersifat lintas fungsi. Dalam kelompok ini, setiap pekerja dapat mengungkapkan seluruh pendapatnya mengenai bahaya yang ada dilingkungan kerja.

Berdasarkan prosedur identifikasi bahaya yang dilaksanakan PT. Dirgantara Indonesia tidak baku dalam industri penerbangan. Maka dari itu, peneliti menggunakan metode Task Risk Assessment (TRA) dalam pelaksanaan identifikasi bahaya guna mengetahui kebutuhan pengendalian administrasi tepatnya dalam penerapan safety sign.

Penggunaan dengan metode TRA dalam mengidentifikasi bahaya dalam penelitian ini tepat sekali digunakan oleh peneliti. Dalam mengidentifikasi yang membutuhkan teknik TRA yaitu jika pekerjaan mengandung potensi bahaya yang tinggi seperti bekerja di ketinggian, pembersihan tangki, pengelasan dan lainnya, pekerjaan yang sebelumnya


(53)

pernah mengalami kecelakaan, pekerjaan yang bersifat baru atau jarang / belum pernah dilakukan sebelumnya. Hal tersebut sesuai dengan karakterisitik keadaan dan pekerjaan yang terdapat di Bidang Profiling Prismatic Machine yaitu memiliki mesin yang besar dan tinggi, identifikasi bahaya jarang dilakukan, pernah terjadi kecelakan sebelumnya, serta pekerjaan di bidang tersebut memiliki risiko yang tinggi. Mengidentifikasi bahaya dengan metode TRA juga dapat dilakukan berdasarkan jenis mesin. Oleh karena itu dalam proses mengidentifikasi bahaya yang dilakukan oleh peneliti sendiri, peneliti menggunakan teknik TRA.

2.3.2 Penilaian Risiko

Penilaian risiko adalah upaya untuk menghitung besarnya suatu risiko dan mentapkan apakah risiko tersebut dapat diterima atau ditolak. Mencakup dua tahapan proses yaitu menganalisa risiko (analysis risk) dan mengevaluasi risiko (evaluation risk). Analisa risiko adalah untuk menentukan besarnya suatu risiko yang merupakan kombinasi antara kemungkinan dengan terjadinya dan keparahan jika risiko itu terjadi. Sedangkan evaluasi risiko adalah untuk menilai apakah risiko tersebut dapat diterima atau tidak, dengan membandingkan dengan standar yang berlaku (Ramli, 2010). Metode dalam analisa risiko, yaitu :


(54)

2.3.2.1Analisis kualitatif

Dalam penilaian risiko dengan analisa kualitatif menggunakan bentuk kata atau skala deskriptif untuk menjelaskan seberapa besar kondisi potensial dari kemungkinan yang akan di ukur. Pada umumnya analisis kualitatif digunakan untuk menentukan prioritas tingkat risiko yang lebih dahulu harus diselesaikan (AS / NZS 4360 : 2004).

Menurut standar AS/NZS 4360, kemungkinan / likelyhood diberi rentang antara suatu risiko yang jarang terjadi sampai risiko yang dapat terjadi setiap saat.

Tabel 2.7

Ukuran Kualitatif dari “likelyhood” Menurut standar AS/NZS 4360

Peringkat Definisi Uraian

A Almost Certain Dapat terjadi setiap saat

B Likely Kemungkinan terjadi sering

C Possible Dapat terjadi sekali-kali

D Unlikely Kemungkinan terjadi jarang


(55)

Tabel 2.8

Ukuran Kualitatif dari “consequency” MENURUT STANDAR AS/NZS 4360

Peringkat Definisi Uraian

1 Insignifant

Tidak terjadi cedera, kerugian finansial kecil

2 Minor

Cidera ringan, kerugian finansial sedang

3 Moderate

Cidera sedang, perlu penanganan medis, kerugian finansial besar

4 Major

Cidera berat lebih satu orang, kerugian besar, gangguan produksi

5 Catastrophic

Fatal lebih satu orang, kerugian sangat besar dan dampak luas yang berdampak panjang, terhentinya seluruh kegiatan Sumber : Australian/New Zealand Standard (2004)


(56)

Tabel 2.9

Perkiraan Probabilitas

Peringkat Uraian Uraian

A Sering terjadi

> 0.1 kejadian (1 dalam 10 kemungkinan)

B Sangat mungkin terjadi 0,1 – 0,01

C

Dapat terjadi atau pernah terdengar kejadian serupa

0,01 – 0,001

D

Jarang terjadi atau tidak pernah terdengar

kejadian serupa

0,001 – 0,000001

E

Kemungkinan sangat kecil

< 0,000001

Sumber : Australian/New Zealand Standard (2004)

2.3.2.2Analisis kuantitatif

Dalam penilaian risiko dengan analisa kuantitatif menggunakan hasil perhitungan numerik untuk tiap konsekuensi dan tingkat probabilitas dengan menggunakan data variasi, seperti catatan kejadian, literatur, dan eksperimen. Dengan adanya sumber data tersebut, hasil analisis kuantitatif memiliki keakuratan lebih tinggi dibandingkan dengan analisis risiko yang lain (Kolluru, 1996).


(57)

Tabel 2.10 Analisis Kuantitatif

Sambaran petir 0,0000001 atau 1 dalam 10 juta kejadian

Kebakaran / ledakan dirumah 0,000001 atau 1 dalam 1 juta Mati dalam “industri yang aman” 0,00001 atau 1 dalam 100.000 Mati dalam kecelakaan lalu lintas 0,0001 atau 1 dalam 10.000

Mati di pertambangan 0,001 atau 1 dalam 1000 Terbang dengan pesawat komersil 0,00001 atau 1 dalam 100.000

Merokok 0,05 atau 1 dalam 200

Sumber : Center for Chemical process Safety (CCPS) (2000)

Contoh teknik kuantitatif antara lain :

Fault Tree Analysis (FTA)

 Analisis Lapis Proteksi (Layer of Protection Analysis –LOPA)  Analisa Risiko Kuantitatif (Quantitative Risk Analysis – QRA)

2.3.2.3Analisis Semi Kuantitatif

Dalam penilaian risiko dengan analisa semi kuantitaif yaitu pada prinsipnya hampir sama dengan metode analisis kualitatif, perbedannya terletak pada deskripsi parameter, pada analisis semi kuantitatif dinyatakan dengan nilai atau skor tertentu. Menurut AS / NZS 4360 : 1999, analisis semi kuantitatif mempertimbangkan


(58)

kemungkinan untuk menggabungkan 2 elemen, yaitu probabilitas (likelihood) dan paparan (exposure) sebagai frekuensi.

Tabel 2. 11

Analisis Semi Kuantitatif

Kemungkinan

Konsekuensi Tidak

signifikan Kecil Sedang Berat Bencana

A T T E E E

B S T T E E

C R S T E E

D R R S T E

E R R S T T

E-Risiko Ekstrim Kegiatan tidak boleh dilaksanakan atau dilanjutkan sampai risiko telah direduksi.

Jika tidak memungkinkan untuk mereduksi risiko dengan sumberdaya yang terbatas, maka pekerjaan tidak dapat dilaksanakan.

T-Risiko Tinggi Kegiatan tidak boleh dilaksanakan sampai risiko telah direduksi. Perlu dipertimbangkan sumberdaya yang akan dialokasikan untuk mereduksi risiko.

Apabila risiko terdapat dalam pelaksanaan pekerjaan yang masih berlangsung, maka tindakan harus segera dilakukan.

S-Risiko sedang Perlu tindakan untuk mengurangi risiko, tetapi biaya

pencegahan yang diperlukan harus diperhitungkan dengan teliti dan dibatasi.

Pengukuran pengurangan risiko harus diterapkan dalam jangka waktu yang ditentukan.

R-Risiko rendah Risiko dapat diterima. Pengendalian tambahan tidak diperlukan. Pemantauan diperlukan untuk memastikan bahwa pengendalian telah dipelihara dan diterapkan dengan baik dan benar.


(59)

2.3.3 Pengendalian Risiko

Risiko atau bahaya yang sudah diidentifikasi dan dilakukan penilaian memerlukan langkah pengendalian untuk menurunkan tingkat risiko atau bahaya ke titik yang aman. Untuk melakukan pengendalian atau perubahan pengendalian risiko yang sudah ada perlu melakukan tindakan yaitu hirarki pengendalian risiko. menurut klausal 4.3.1 hirarki pengendalian risiko yaitu eliminasi, substitusi, pengendalian teknis, pengendalian administratif/rambu keselamatan, dan alat pelindung diri.

Seringkali, proses-proses pengendalian risiko pada hirarki HIRARC, berujung pada rekomendasi pemasangan tanda-tanda peringatan bahaya, tanda-tanda anjuran, ataupun tanda-tanda larangan yang kita kenal dengan safety sign (Safety Sign Indonesia, 2013).

Berkaitan dengan risiko K3, pengendalian risiko dilakukan dengan mengurangi kemungkinan atau keparahan dengan hirarki yaitu : (Ramli, 2010a)

1. Eliminasi

Elimininasi adalah teknik pengendalian dengan menghilangkan sumber bahaya, misalnya lobang dijalan ditutup, ceceran minyak dilantai dibersihkan, mesin yang bising dimatikan. Cara ini sangat efektif karena sumber bahaya dieliminasi sehingga potensi risiko dapat dihilangkan. Karena itu,


(60)

teknik ini menjadi pilihan utama dalam hirarki pengendalian risiko.

2. Substitusi

Substitusi adalah teknik pengendalian dengan mengganti alat, bahan, sistem atau prosedur yang berbahaya dengan yang lebih aman atau yang lebih rendah bahayanya. Teknik ini banyak digunakam, misalnya, bahan kimia berbahaya dalam proses produksi diganti dengan bahan kimia lain yang lebih aman. 3. Engineering Control / pengendalian teknis

Sumber bahaya biasanya berasal dari peralatan atau sarana teknis yang ada dilingkungan kerja. Karena itu, pengendalian bahaya dapat dilakukan melalui perbaikan pada desain, penambahan peralatan dan pemasangan peralatan pengaman. Sebagai contoh, mesin yang bising dapat diperbaiki secara teknis misalnya dengan memasang dengan peredam suara sehingga tingkat kebisingan dapat ditekan.

Pencemaran diruang kerja dapat diatasi dengan memasang sistem ventilasi yang baik. Bahaya pada mesin dapat dikurangi dengan memasang pagar pengaman atau sistem interlock.

4. Administrative Control / pengendalian administratif

Pengendalian bahaya juga dapat dilakukan secara administratif misalnya dengan mengatur jadwal kerja, istirahat, cara kerja atau prosedur kerja yang lebih aman, rotasi atau


(61)

pemeriksaan kesehatan, pemasangan tanda bahaya atau rambu-rambu keselamatan.

Pada administrative control atau pengendalian administratif dilakukan shift kerja, rotasi kerja dan mutasi personel, prosedur kerja keselamatan, pemasangan simbol/tanda-tanda bahaya termasuk radiasi, lembar data keselamatan bahan (Material Safety Data Sheet:MSDS) didaerah kerja (BATAN, 2012). Contoh pengendalian risiko pada administratif control menurut BATAN (2012) terbagi menjadi 7 yaitu jadwal pemeliharaan, on the job training, standard operating procedure (SOP), rambu/amaran atau peringatan, program kepedulian, jawal pemantauan, kesiapsiagaan dan tanggap darurat.

Pemasangan tanda keselamatan pada lingkungan kerja adalah suatu upaya dalam implementasi pengendalian risiko yang dapat mengantarkan paradigma pekerja untuk bekerja aman serta menekan tingkat risiko. Lingkungan yang dikelilingi radiasi khususnya wajib memasang tanda keselamatan agar pekerja maupun pengunjung di wilayah pekerja mengetahui akan bahaya radiasi di tempat tersebut ada. Dengan adanya tanda keselamatan atau rambu keselamatan pekerja juga akan lebih awareness terhadap bahaya dilingkungan kerja. Serta menjadikan petunjuk arah jika terjadi keadaan darurat di tempat kerja. Menurut Ramli (2010b) bahaya yang ada di tempat kerja memiliki perbedaan tergantung jenis pekerjaan dan


(62)

tanda keselamatan mengikuti sesuai dengan bahaya atau lay out di lingkungan kerja.

5. PPE / Alat pelindung diri

Pilihan terakhir untuk pengendalian bahaya adalah dengan memakai alat pelindung diri. Misalnya, pelindung kepala, sarung tangan, pelindung pernafasan (respirator/masker), pelindung jatuh, dan pelindung kaki. Dalam konsep K3, penggunaan APD merupakan pilihan terakhir atau last resort dalam pencegahan kecelakaan. Hal ini disebabkan karena alat pelindung diri bukan untuk mencegah kecelakaan (reduce likelyhood) namun hanya sekedar mengurangi efek atau keparahan kecelakaan (reduce consequences).

Gambar 2.1 Hirarki Pengendalian


(63)

2.4 Safety Sign (Tanda Keselamatan) 2.4.1 Pengertian

Safety sign adalah adalah tanda informasi yang bersifat himbauan, peringatan, maupun larangan. Ditujukkan secara positif untuk mengendalikan, mengatur, dan melindungi publik. (Tinarbuko, 2008).

Pengertian safety sign atau tanda keselamatan menurut beberapa sumber yaitu :

a. Menurut OSHA

Menurut OSHA, Sign / tanda adalah peringatan bahaya, sementara atau permanen ditempelkan atau ditempatkan, di lokasi di mana terdapat bahaya. Tanda-tanda akan dihapus ketika bahaya sudah tidak ada lagi atau ditutupi selama jam ketika tidak ada bahaya bagi pekerja atau masyarakat.(Simpson, 2013).

OSHA mempersempit ruang lingkup untuk menutup semua tanda-tanda keselamatan kecuali orang-orang yang dirancang untuk jalan-jalan, jalan raya, rel kereta api dan peraturan kelautan. Spesifikasi tidak berlaku untuk papan buletin tanam atau poster keselamatan. Peraturan tanda OSHA fokus pada pencegahan potensi bahaya yang dapat menyebabkan cedera pada pekerja atau masyarakat, atau kerusakan properti. (Simpson, 2013).


(64)

Rambu- rambu / simbol- simbol K3 adalah peralatan yang bermanfaat untuk membantu melindungi kesehatan dan keselamatan para karyawan dan pengunjung yang sedang berada di tempat kerja. Rambu-rambu keselamatan berguna untuk (Abdurrahman, 2013) :

a. Menarik perhatian terhadap adanya bahaya kesehatan dan keselamatan kerja.

b. Menunjukkan adanya potensi bahaya yang mungkin tidak terlihat.

c. Menyediakan informasi umum dan memberikan pengarahan. d. Mengingatkan para karyawan dimana harus menggunakan

peralatan perlindungan diri.

e. Mengindikasikan dimana peralatan darurat keselamatan berada. f. Memberikan peringatan waspada terhadap beberapa tindakan

yang atau perilaku yang tidak diperbolehkan.

b. Menurut ANSI (American National Standard Institute)

Safety Sign menurut standar ANSI yaitu tanda-tanda keselamatan yang dapat menarik perhatian dengan jelas mengingatkan tentang potensi bahaya. Meskipun banyak organisasi dan perusahaan telah membuat pedoman sendiri untuk memproduksi tanda-tanda keselamatan yang efektif dan nyata. Standar yang ditetapkan oleh American National Standards


(65)

Institute (ANSI) biasanya norma yang paling diterima dalam penerapan tanda (Marquette, 2013).

c. Menurut BSI (British Standard Institute)

British Standar Institute (BSI) adalah standar mengenai penerapan tanda keselamatan. BSI memberikan peningkatan representatif teknis dari tanda-tanda keselamatan dan memperkenalkan prinsip utama sebagai berikut (BSI, 1996) :

- Memberikan rekomendasi dengan penggunaan huruf besar dan kecil

- Memberikan penjelasan untuk orang tuna netra agar membaca dan memahami seperti: peringatan, Api keluar dll.

- Semua tanda-tanda keselamatan BSI sekarang mematuhi standar dengan teknis terbaru lainnya.

Standar safety sign dengan BSI series 5499 peneliti gunakan dalam acuan penelitian mengenai kesesuaian keberadaan safety sign. Semua standar safety sign yang ada memiliki kelebihan masing-masing, akan tetapi dengan standar BSI dijelaskan secara rinci mengenai ukuran, warna, spesifikasi, jenis, bentuk, dan sebagainya secara lengkap.


(66)

Pembuatan Safety Sign yang baik menurut Sumbo Tinarbuko (2008), yaitu harus memenuhi 4 kriteria berikut ini :

1. Mudah dilihat

Penempatan sign juga harus dipikirkan secara tepat. Dan penempatan sign yang baik yaitu ditempat yang mudah diakses orang.

2. Mudah dibaca

Bentuk huruf atau tipografi yang digunakan dalam sign. Sebisa mungkin dapat terbaca.

3. Mudah dimengerti

Bentuk penulisan yang tertera pada sign harus mudah untuk dipahami. Bentuk tulisan juga sebisa mungkin singkat dan padat.

4. Dapat dipercaya

Kebenaran informasi yang ada dapat dipercaya tidak menyesatkan.

Menurut Sumbo Tinarbuko (2008) dalam merancang desain untuk Sign sistem harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut ini :

1. Memahami institusi dan lingkungannya serta mengetahui kegiatan utama institusi tersebut.


(67)

2. Mengidentifikasi fasilitas yang akan dipresentasikan. Serta sign harus mengidentifikasikan fasilitas apa saja yang ada di institusi itu.

3. Menentukan lokasi penempatan serta lokasi harus mudah dilihat dan mudah diakses oleh semua orang.

4. Implementasi sign sistem. Selain desain, kita juga harus memperhatikan material Dalam pembuatan sign. Sekarang ini, desain menarik dan informasi yang benar saja tidaklah cukup.

2.4.2 Kategori Safety sign

2.4.2.1Kategori Berdasarkan OSHA

Berikut adalah spesifikasi safety sign menurut OSHA dalam (Simpson, 2013) , yaitu :

a. Tanda Bahaya / Danger Sign

OSHA membutuhkan tanda bahaya menjadi merah untuk panel atas dengan garis hitam di perbatasan dan panel bawah putih untuk kata-kata tambahan. Tidak ada variasi yang diizinkan. OSHA mensyaratkan majikan untuk mendidik karyawan bahwa tanda-tanda bahaya dan tindakan pencegahan yang diperlukan. Gambar diterima tanda bahaya yang terkandung dalam peraturan OSHA (Simpson, 2013).


(68)

b. Tanda Peringatan / Warning Sign

Tujuan dari tanda hati-hati adalah untuk memperingatkan potensi bahaya atau untuk mengingatkan terhadap praktik yang tidak aman. Menurut peraturan OSHA, tanda hati-hati memiliki latar belakang kuning. Hitam diperlukan untuk panel atas dengan tulisan kuning, membaca “PERHATIAN” Semakin rendah panel kuning untuk kata-kata tambahan yang harus hitam. Bahan tanda dan warna yang ditetapkan dalam Standar Nasional Amerika dan dihubungkan pada website OSHA (Simpson, 2013).

c. Tanda Exit / Keluar (Emergency Sign)

OSHA membutuhkan tanda keluar berada di latar belakang putih dengan huruf merah tidak kurang dari 6 inci tinggi. Script Font harus tidak kurang dari 3/4th dari satu inci tebal.

d. Tanda dan Arah Keselamatan

Tanda keselamatan harus memiliki putih dengan panel atas hijau dengan tulisan putih untuk menyampaikan pesan utama. Panel bawah adalah menjadi huruf hitam pada latar belakang putih. OSHA membutuhkan tanda-tanda arah untuk penggunaan non-lalu lintas harus memiliki latar belakang putih dengan panel hitam dan simbol directional putih.


(1)

Lampiran

Transkip Wawancara Studi Pendahuluan Lembar Transkip Wawancara Informan Pendukung

Analisa Kesesuaian Keberadaan Safety Sign Di PT. Dirgantara Indonesia

Kode Informan : 003

Inisial : ST

Tanggal Wawancara : 19 Mei 2014

Topik

Pembahasan Peneliti

Informan

(Supervisor Departemen Machining Divisi Detail Part Manufacturing Direktorat Produksi)

(menjelaskan maksud dan tujuan penelitian penelitian serta memilih Departemen

Machining karena dari hasil wawancara dan dokumen kecelakaan kerja, nilai SIR dan FIR)


(2)

Kecelakaan Departemen Machining ini?” tanya tentang Machining harusnya ke Pak Didin. Harusnya Pak Didin karena dia Departemennya. Kalau untuk menanyakan bagian saya bisa menjawab, tapi bukan ini saya gitu..”

“Mohon maaf sebelumnya Bapa sebagai

Supervisor di bidang apa?” “oo kalau sekarang itu ada 4 bidang, tapi kalau ada yang baru hhmmm berarti saya ada di Bidang 3 Axis Prismatic Machine” “Ok pak kalau begitu, lalu menurut bapa

bagaimana tingkat incident di Bidang 3 Axis Prismatic Machine?”

“kalau apa nih? Kalau tingkat keseringan itu karena memang tidak ada alat safety nya. Yaitu karena alat safety nya belum dipenuhi. Jadi mungkin dulu ada, tapi tiba2 kalau diminta stok nya gak ada. Ya seperti sarung tangan, ya seperti APD, kebanyakan APD. “pak bagaimana pak kalau tingkat

kecelakaan di bidang 3 axis prismatic ?” “Itu jarang yah, jarang terjadilah. “ “ok pak, lalu menurut bapa tingkat pada

bagian apa pak tingkat kecelakaan tertinggi di Machining ?”

“di 3 Axis itu nama mesinnya HAAS. Kalau tingkat kecelakaan paling sering ya Milling yah. Karena kan manual yah. Ya itu di milling”

“Kalau begitu bagaimana pak tahapan

produksi di 2 axis prismatic ini pak?” “ada 2 tahap, yang pertama ada pre operation, pre lubang untuk dikerjakan di mesin main operasi. Nah main operasi itu 3 axis tadi. operation itu mengerjakan lubang, Setelah dari tool itu dikerjakan lalu ke HAAS ini. Setelah dikerjakan di HAAS baru dikerjakan di fitter finishing. “

“kalau jumlah mesin yang ada di 3 Axis

prismatic ada berpaa pak?” “ada 14 mesin” “lalu pak, menurut bapak bahaya apa saja

pak yang terdapat di bidang 3 axis prismatic ini?”

“Kalau bahaya itu banyak, potensi bahaya itu banyak. Ya seperti tergelincir, ya artinya licin ya tergelincir, tersayat, terpotong, terus satu lagi adalah terjepit. “

“terus kejadian seperti itu sudah pernah

terjadi pak?” “yaa kebetulan kalau disini, potensi yang selain tersayat belum ada. Kalau yang ditempat lain itu mungkin ada. Kalau terjepit itu misalnya, dibagian Cincinati itu di Profilling, itu pernah terjadi tapi tahun2 belakangan kesana. Saya kurang tahu tahun berpanya.”

“lalu pak, bagaimana pak catatan P3K di 3

axis prismatic ini?” “kalau P3K keliatannya kurang memang, kurang supportnya lah, kstok nya gak ada, kadang kosong” adang2 terlambat “kalau penggunaan P3K sendiri itu gimana “kalau penggunaannya sendiri ya sering. Kalau artinya sering itu kan karena kalau


(3)

pak?” tersayat sendiri itu kan gak di catat yah, kalau yang luka2 sedikit itu biasanya gak di catat. Ya kan itu gak tercatat di LIN lah yah maksudnya. Kalau misalkan ada yang tersayat dan perlu jahitan itu baru dicatat, dan pernah terjadi tahun 2014. “ Manajemen Risiko “Lalu pak, bagaimana pelaksanaan

manajemen risiko, seperti identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan pengendalian risiko yang ada di 3 axis prismatic ini?”

“Kita hanya ada satu , ada gambar ada tanda2 bahaya, potensi2 bahaya itu biasanya di tempel, lalu kita selalu mengingatkan bahwa kita selalu menggunakan APD”

“Lalu pak sebelum dilakukan pengendalian itu adanya identifikasi bahaya ya pak, bagaimana identifikasi bahaya yang telah dilakukan pak?”

“kalau identifikasi bahaya itu udah lama, sudah ada. Kaya sarung tangan kan sebenarnya itu kan udah difeinisikan. Terus sepatu safety itu uda didefinisikan, harus pakai pakaian kerja itu didefinisikan. Terus pakai kaca mata atau masker atau tutup telinga ear plug, itu udah didefinisikan. Cuma pada saat sekarang itu untuk pemenuhan ini, itu biasanya stoknya kadang2 sudah kurang, gitu.. itu masalahnya stok, kalau penggunaan sebenarnya kalau orang kasih pasti dipakai,”

“Lalu pak, pengendalian bahayanya sendiri yang sudah dilakukan itu dalam bentuk apa pak?”

“Kalau pengendalian yang ada itu kan sebenarnya sudah ada. Itu kaya lantai licin itu dibersihkan, ya artinya ada cleaning service. Itu di pel lantainya. Kalau lantainya kena oli itu dibersihkan. Kalaupun misalnya ada himbauan bekerja itu artinya bentuknya kontrol berarti kan. “

“ok pak itu kan salah satu bentuk pengendalian administratif ya pak, lalu selain pemberian tanda apa lagi pak?”

“ada pelatihan itu kaya on the spot gitu yah, kaya misalnya di tempat kerja, dan itu kita kasih tau bahwa itu trainingnya langsung disitu gitu. “


(4)

Lampiran Triangulasi Sumber Variabel Penelitian Triangulasi Data Triangulasi Sumber Informan Utama Informan

Pendukung Informan Kunci Prosedur penerapan safety sign

Berdasarkan potensi bahaya yang didapat dari proses hasil identifikasi bahaya, audit, rekomendasi investigasi jika terjadi kecelakaan, serta sampai tahap mendesain dan mencetak warning sign.

Pelaksanaan dilakukan oleh tim K3LH

produksi, dan

pengadaan safety sign dari Departemen K3LH. Sebelum penempatan safety sign disesuaikan dengan bahaya dan

penggunaan APD yang bekerja sama dengan pihak

produksi/bengkel.

Pada hasil identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan kebutuhan safety sign

Kondisi safety sign

Cukup baik, akan tetapi belum di update, sudah mengelotok, warnanya luntur, belum sesuai dengan tempat kerja karena masih adanya struktural organisasi yang berubah sehingga lokasi produksi juga berubah yang mempengaruhi safety sign yang sudah ada.

Kualitas masih kurang, karena sudah buram, letaknya sudah tidak sesuai, kotor, dan bahkan banyak yang tidak ada sign nya.

Pada hasil identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan kebutuhan safety sign Standar safety sign yang diterapkan Berdasarkan kebijakan terdahulu, menggunakan beberapa referensi sumber internet serta lebih menganut ke standar Amerika yaitu ANSI.

Ada yang sudah sesuai dan ada yang belum sesuai karena masih adanya perpindahan lokasi kerja.

Pada hasil identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan kebutuhan safety sign

Alasan menggunaka n standar

tersebut Sebagai pemenuhan requirement customer

Di pandang penting karena dapat

memberikan pengaruh kepada pekerja untuk mengindikasikan adanya potensi bahaya dan mandatory yang

Pada hasil identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan kebutuhan safety sign


(5)

ada di tempat kerja. Petugas

pemasang safety sign

Pengadaan ada di departemen K3LH, yang memasang bisa dari Supervisor yang meminta ke Departemen K3LH, tim K3LH produksi maupun pihak P2K3 sebagai jembatan antara produksi dan K3LH.

Kerjasama antara orang dari machining, K3LH produksi dan

Departemen K3LH.

Pada hasil identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan kebutuhan safety sign


(6)

Lampiran

Triangulasi Metode

Variabel Penelitian

Triangulasi Metode

Wawancara

Mendalam Observasi

Telaah Dokumen

Standar Safety Sign Prosedur penerapan safety

sign

Informan Utama dan Pendukung

-

- prosedur risk assessme nt No. Dokume n D4 G0 03 - No.

Dokume n D4 S2 07 tentang Standar Rambu Keselam atan Kerja

ANSI Z535 dan BSI 5499

Kondisi safety sign Informan Utama dan Pendukung

Keberadaan safety sign pada tabel 5.4

- -

Standar safety sign yang diterapkan

Informan Utama dan Pendukung

ANSI dan BSI Berbagai

referensi ANSI Z535 Alasan menggunakan

standar tersebut

Informan Utama dan Pendukung

- - -

Petugas pemasang safety sign

Informan Utama dan Pendukung


Dokumen yang terkait

Analisis Bahaya Pekerjaan Bagian Paper Machine Berdasarkan Metode Job Safety Analysis (JSA) Dalam Upaya Pengendalian Bahaya

0 38 6

ANALISIS BAHAYA PEKERJAAN BAGIAN PAPER MACHINE BERDASARKAN METODE JOB SAFETY ANALYSIS (JSA) DALAM UPAYA PENGENDALIAN BAHAYA (Studi Kualitatif di Industri Kertas)

0 23 23

Karakteristik Gaya Kepemimpinan Transformasional dalam Impelementasi Safety Leadership di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014

2 26 178

Analisis Penyebab Masalah dalam Pelaksanaan Risk Assessment Pada Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Berdasarkan Task Spesific Risk Assessment dari Management Oversight and Risk Tree (MORT) Tahun 2014

3 23 235

Laporan hasil kerja praktek di Departemen Financial Accounting Direktorat Keuangan PT.Dirgantara Indonesia Jalan Pajajaran No.154 Bandung

0 2 20

Sistem Monitoring dan Evaluasi Kinerja Mesin CNC di Departemen Machining PT. Dirgantara Indoensia

3 17 24

ANALISIS EFISIENSI LAYOUT FASILITAS PRODUKSI PADA DEPARTEMEN MACHINING PT. NAGA BHUANA ANEKA PIRANTI

1 3 80

PENGARUH PEMBERIAN INSENTIF BERDASARKAN PRESTASI KERJA TERHADAP MOTIVASI KERJA KARYAWAN DI LINGKUNGAN DIREKTORAT PRODUKSI DIVISI OPERASI DEPARTEMEN FINAL ASSEMBLY PT. DIRGANTARA INDONESIA.

1 2 61

Studi Deskriptif Mengenai Employee Engagement Pada Karyawan Direktorat Aerostructure Divisi Operating Bagian Machining di PT. Dirgantara Indonesia Bandung.

0 2 43

Manfaat Sistem Pengendalian Manajemen terhadap Peningkatan Kinerja Departemen Produksi pada PT. Dirgantara Indonesia.

0 0 20