berdiskusi atau pertemuan SQCDP. Sedangkan apabila diskusi itu dilakukan dengan pekerja, pimpinan di Direktorat Produksi cenderung
membuka mekanisme terbuka melalui diskusi secara tatap muka langsung di tempat kerja. Bahkan, dalam pernyataan informan 4
disampaikan, mereka menggunakan mekanisme brainstorming ketika pertemuan SQCDP. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
pimpinan di Direktorat Produksi sudah berusaha untuk mendorong bawahan mereka menggunakan rasionalitas terhadap setiap ide dan
kritikan yang disampaikan sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
2. Pertimbangan Individual
Pada karakteristik petimbangan individual, pemimpin mampu bertindak sebagai pelatih atau mentor untuk mendorong setiap orang
berkomitmen terhadap tujuan bersama, memberikan umpan balik dan menjadi penghubung kebutuhan individual dengan misi organisasi. Selain
itu, dalam karakteristik pertimbangan individual, pemimpin berusaha untuk meluangkan waktu secara langsung dalam memberikan nasihat kepada
bawahan serta mendampingi dan mengawasi pekerja. Berikut dijelaskan tentang karakteristik pertimbangan individual dari supervisor dan manajer di
Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia Persero.
a. Memberikan Nasihat
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan para supervisor dan manajer di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia Persero,
dapat tergambarkan bahwa kecenderungan karakteristik para supervisor dan manajer adalah dengan memberikan nasihat kepada pekerja ketika
mereka tidak melaksanakan K3LH. Manajer di Direktorat Produksi pun berusaha untuk memberikan nasihat kepada supervisor dan leader
dengan meminta supervisor dan leader untuk terlibat aktif dalam memberikan nasihat kepada pekerja. Hal ini dapat tergambarkan dalam
pernyataan berikut.
Informan 1
“…waktu di SQCDP kita minta supaya insiden jangan terulang, nah itu kasih bimbingan supaya mereka lebih bisa
ngingetin pekerja. Saya kan engga bisa selamanya di bengkel juga. Jadi leader sama supervisor itu bisa kita minta
bantuan”
Informan 2
“kalau supervisor itu kan bimbingannya itu, eee, kita sampaikan, oh ada informasi K3LH ini, kita bahas gitu ya,
supaya di bawah itu bisa ngelakuin informasi itu, pekerja nya di ingetin supaya sesuai sama inform
asi itu…”
Pernyataan manajer tentang memberikan nasihat kepada supervisor dan leader tersebut dikonfirmasi oleh pernyataan supervisor sebagai
berikut.
Informan 3
“bimbingannya paling di SQCDP itu ya, nanti tuh manajer bilang supaya ngingetin pekerja gitu yah, tapi kan itu ga
usah dikasih tau juga udah jadi,,eee,, apa namanya, rutinitas kita sehari-
hari gitu yah”
Sejalan dengan manajer, para supervisor pun cenderung untuk memberikan nasihat tentang pelaksanaan K3LH kepada leader dan
pekerja. Berikut pernyataan yang menyatakan hal tersebut.
Informan 3
“…saat apel itu kan kita kasih bimbingan dalam menggunakan safety
…Jadi saya langsung nyampeikan di depan mereka
…”
Informan 5
“bimbingan itu sejauh kita mengingatkan ya, jadi kalau mereka engga pake APD itu kan kita harus tanya, kenapa
mereka engga pake nih. Kalau misalkan mereka engga pake tapi ada safetynya kan berarti kita minta mereka supaya
pake…”
Pemberian nasihat yang disampaikan oleh supervisor tersebut dikonfirmasi oleh pernyataan para leader. Berikut pernyataan leader
yang menunjukan tentang pemberian nasihat yang diberikan oleh para supervisor.
Informan 7
“ya palingan ngasih tau aja ke kita supaya ngingetin pekerja gitu ya supaya make safety”
Informan 9
“bimbingannya mengingatkan ya, kalau pekerja engga pake APD itu harus ditanya, harus diingetin supaya mereka
pake….”
Dalam pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa supervisor dan manajer di Direktorat Produksi sangat menekankan
pemberian nasihat K3LH dengan mengingatkan pekerja ketika pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri. Dalam proses mengingatkan
tersebut, supervisor dan manajer pada intinya akan memberikan nasihat kepada pekerja supaya pekerja mau untuk menggunakan alat pelindung
diri. Proses memberikan nasihat tersebut seringkali dilakukan oleh pimpinan karena supervisor dan manajer di Direktorat Produksi
memahami bahwa pekerja sudah mendapatkan bimbingan pengetahuan tentang persyaratan pelaksanaan K3LH dari proses pelatihan training di
Departemen Pendidikan dan Pelatihan PT. Dirgantara Indonesia Persero, sehingga tanggungjawab supervisor dan manajer lebih pada
penekanan terhadap pematuhan pelaksanaan K3LH oleh pekerjanya saja.
Informan 1
“bimbingan yang saya lakukan selama ini dalam melaksanakan K3LH adalah dengan saya mengingatkan,
kemudian menyuruh mereka untuk menggunakan safety gitu yah. Karena kalau tugas untuk memberikan pelatihan itu
sudah ada diklat, itu ada fungsi lain disini”
Informan 2
“…kalau bimbingan untuk cara makenya sama yang lain-lain kan itu ada tanggungjawabnya di diklat, kita engga sampe
kesana. Ingetin aja supaya mereka make safetynya. Semua anggota dikasih tau, dikasih pengertian harus menggunakan
alat- alat safety yang sudah dikasih”
Sedangkan untuk proses pemberian nasihat pelaksanaan K3LH tersebut dapat dibedakan melalui cara berkelompok dan perorangan.
Pemberian bimbingan secara kelompok tersebut dilakukan pada saat rapat atau apel. Sedangkan pemberian bimbingan secara perorangan
relatif dilakukan oleh para supervisor dan manajer ketika pekerja melakukan pelanggaran terhadap prosedur K3LH. Hal ini dapat
tergambarkan dalam pernyataan berikut ini.
Informan 2
“ya biasanya kita hanya ngasih bimbingan itu supaya mereka yang engga pake safety supaya pake safety…”
Informan 3
“jadi saya kumpulin mereka itu pada saat apel yah, saat apel itu kan kita kasih bimbingan dalam menggunakan safety…”
Selain memberikan nasihat
kepada pekerja,
karakteristik pertimbangan individual supervisor dan manajer di Direktorat Produksi
juga dapat dilihat dari kecenderungan mereka dalam bersikap terhadap pelanggaran pelaksanaan K3LH di tempat kerja. Supervisor dan manajer
akan meluangkan waktu untuk memberikan pengertian tentang
pentingnya pelaksanaan K3LH di tempat kerja. Berikut pernyataan supervisor dan manajer yang mendukung hal tersebut.
Informan 1
“kalau saya melihat mereka engga pake safety gitu, saya datengi, saya ingetin supaya mereka pake, alatnya kan sudah
kita siapkan, kalau engga pake kan kita tanya kenapa engga make safety”
Pernyataan manajer tentang mengingatkan pekerja yang melakukan
pelanggaran K3LH secara langsung tersebut juga dikonfirmasi oleh pernyataan supervisor.
Informan 4
“itu kalau lagi kebetulan ngeliat, manajer juga ngingetin…”
Informan 5
“sama aja kaya saya, menegur dan menghimbau supaya pekerja
itu menggunakan alat safetynya”
Sedangkan keterlibatan supervisor dalam mengingatkan pekerja yang tidak melaksanakan K3LH dapat dilihat dari pernyataan leader
berikut.
Informan 7
“intinya sih kalau menurut saya sama yah. Kalau mereka lagi ngontrol kesini, pasti ngingetin juga, diajak ngobrol gitu
ya supaya mereka pake. Soalnya kita disini begitu saja ya, jadi kita ngingetin aja ke pekerjanya langsung”
Informan 8
“supervisor kan sering kesini, jadi yang lebih sering ngingetin pekerja itu justru supervisor. Manajer kan
kerjannya juga pasti banyak ya, di waktu-waktu tertentu aja manajer datang kesini….”
Dengan demikian, berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa supervisor dan manajer di Direktorat Produksi PT.
Dirgantara Indonesia Persero sudah meluangkan waktu untuk memberikan nasihat kepada pekerja dalam melaksanakan K3LH. Selain
itu, supervisor dan manajer juga memiliki karakteristik untuk memberikan nasihat secara langsung kepada pekerja yang melakukan
pelanggaran terhadap pelaksanaan K3LH. Pada pernyataan-pernyataan di atas juga dapat tergambarkan bahwa proses pemberian nasihat tersebut
dilakukan ketika supervisor dan manajer melakukan pengawasan di tempat kerja.
b. Umpan Balik terhadap Kebutuhan K3LH para Pekerja
Umpan balik supervisor dan manajer di Direktorat Produksi terhadap kebutuhan pekerja berhubungan dengan proses pengembangan
pekerja dalam melaksanakan K3LH. Setiap informan cenderung menjadikan fasilitas K3LH sebagai masalah utama dalam memenuhi
pelaksanaan K3LH di tempat kerja, sehingga mayoritas jawaban informan ketika ditanya tentang kebutuhan dalam pelaksanaan K3LH
yang dihadapi di tempat kerja langsung mengarah pada proses
penyediaan fasilitas K3LH di tempat kerja. Hal ini dapat tergambarkan dalam pernyataan berikut.
Informan 1 “gini, masalah yang ada di bawah sekarang adalah pertama
ketersediaan APD ya, keter sediaan APD…”
Informan 3
“…hal yang pertama saya lakukan terhadap atasan saya, artinya saya laporkan ke atasan bahwa saya butuh alat safety
seperti ini, saya udah order dan kebetulan manajer juga nandatangan, kadiv juga saya kasih tau. Mereka juga beralasan
seperti itu, artinya memang pengadaan barang itu agak sulit, tapi secara hirarki saya sudah melakukan eee laporan... Saya
melapor kepada mereka biar mereka juga tau bahwa seandainya terjadi sesuatu nanti bahwa saya udah koordinasi
sebelumnya …”
Supervisor dan manajer berusaha untuk merespon kebutuhan fasilitas K3LH pekerja tersebut dengan mengajukan fasilitas yang dibutuhkan ke
bagian fasilitas sebagai penanggungjawab pengadaan fasilitas di PT. Dirgantara Indonesia Persero. Secara struktural bagian fasilitas merupakan
fungsi terpisah dari Direktorat Produksi. Pada proses pengajuan fasilitas ke bagian fasilitas, dapat
tergambarkan bahwa setiap pemimpin di Direktorat Produksi akan melaporkan setiap ajuan kepada atasan sesuai hirarki struktural masing-
masing. Berikut pernyataan yang menggambarkan cara manajer dalam melakukan pengajuan fasilitas.
Informan 1
“…itu dibahas di level saya pengajuan engga selesei, saya naik ke level empat kepala divisi, dibahas disitu…”
Pelaporan proses pengajuan fasilitas K3LH seperti yang disampaikan oleh manajer tersebut dapat dikonfirmasi oleh pernyataan supervisor seperti
berikut ini.
Informan 3
“…saya laporkan ke atasan bahwa saya butuh alat safety seperti ini, saya udah order dan kebetulan manajer juga
nandatangan, kadiv juga saya kasih tau…”
Informan 6
“kita langsung mengajukan ke fasilitas kalau itu” “atasan tetep kita minta tanda tangannya, kan ada itu”
Dalam pernyataan tersebut dapat terlihat bahwa seorang supervisor akan memberikan respon dengan melapor ke manajer disamping
mengajukan langsung fasilitas K3LH ke fungsi terkait. Sikap supervisor yang melakukan pelaporan dan pengajuan fasilitas tersebut juga
dikonfirmasi oleh pernyataan leader sebagaimana di bawah ini.
Informan 7
“ya untuk menyelesaikan masalah itu kan kita hanya bisa bilang ya ke supervisor, nanti supervisor yang ngurus untuk
menyediakan itu…”
Informan 9
“itu ke supervisor ya, kita sampaikan saja butuhnya apa..”
Pengajuan-pengajuan yang dilakukan oleh supervisor dan manajer ke bagian fasilitas juga mendapatkan konfirmasi dari staff Departemen K3LH.
Staff Departemen K3LH menyatakan, apabila terdapat pengajuan perbaikan alat pelindung diri dari Direktorat Produksi, terlebih dahulu bagian fasilitas
akan meminta pertimbangan dari Departemen K3LH. Apabila ajuan fasilitas yang disampaikan oleh manajer di Direktorat Produksi tersebut telah
memenuhi analisis dari Departemen K3LH, selanjutnya bagian fasilitas akan melakukan pengadaan alat pelindung diri sesuai spesifikasi yang diajukan
oleh manajer di Direktorat Produksi. Berikut pernyataan staff Departemen K3LH yang menyatakan hal tersebut.
Informan 11
“kalau untuk APD memang kita pernah ya diminta semacam pertimbangan, ada ajuan dari manajer yang ingin diganti safety
shoes nya, kita diminta oleh fasilitas buat menjelaskan ke manajer itu tentang fungsi safety shoes itu apa, merk ini
kekuatannya bagaimana, cocok atau engga untuk dipake disana….Kalau misal memang safety shoes nya harus diganti
sesuai ajuan dari DP, ya kita sampaikan ke bagian fasilitas untuk mengadakan sesuai kebutuhan di DP-
nya”
Sedangkan untuk melakukan tindak lanjut terhadap setiap pelaksanaan K3LH, Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia Persero sejak tahun
2013 mengembangkan sistem SQCDP. Pertemuan SQCDP diikuti oleh
setiap manajemen pada setiap tingkatan dan akan membahas mengenai Safety, Quality, Cost, Delivery, dan Person. Setiap permasalahan dan tindak
lanjut dari permasalahan safety akan menjadi agenda pertama pada setiap pertemuan SQCDP. Para pimpinan Direktorat Produksi akan berusaha untuk
membahas setiap temuan K3LH di tempat kerja dan melaporkan setiap tindak lanjut yang telah dan akan dilakukan untuk merespon masalah
tersebut. Selanjutnya, hasil tindak lanjut tersebut akan termuat pada form Action Plan Safety lihat gambar 5.2. Pada pertemuan SQCDP ini juga
dilakukan pembahasan tentang proses pengadaan fasilitas yang dilakukan oleh supervisor dan manajer.
Namun demikian, berdasarkan hasil wawancara mendalam terhadap informan pendukung diketahui, setiap divisi di Direktorat Produksi belum
sepenuhnya melakukan pertemuan SQCDP secara sistematis, saat ini baru pada Divisi Detail Part Manufacturing proses pertemuan SQCDP tersebut
dilakukan secara sistematis. Berikut pernyataan informan pendukung yang menyatakan tentang pelaksanaan pertemuan SQCDP di Divisi Detail Part
Manufacturing.
Informan 10
“khusus untuk SQCDP itu yang jalan secara sistematis baru di Detail Part Manufacturing, yang adek liat kalau setiap abis
dzuhur itu pertemuan SQCDP, kita termasuk bahas safety disana, malah itu pembahasan pertama di setiap SQCDP, kita
juga ikut diskusi disana”
Berikut gambaran peserta pertemuan SQCDP di Direktorat Produksi.
Tabel 5.1. Pertemuan SQCDP
Level Pertemuan
Peserta Pemimpin
Pertemuan
1 Operator atau pekerja
Leader 2
Para Leader Supervisor
3 Para Supervisor
Manajer 4
Para Manajer, Anggota P2K3, dan fungsi lain
Kepala Divisi Sumber : hasil wawancara mendalam dan telaah dokumen Panel
SQCDP
Berdasarkan hasil telaah dokumen yang peneliti lakukan terhadap dokumen SQCDP di Divisi Detail Part Manufacturing, setiap hasil
bimbingan, pengajuan fasilitas dan kinerja K3LH pada masing-masing bagian akan ditulis pada form safety. Form safety ini akan menunjukan
keterlibatan pimpinan dalam melaksanakan K3LH di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia Persero.
Gambar 5. 1. Contoh form Quarter Periode Safety pada Form SQCDP Sumber : Panel SQCDP Direktorat Produksi
3. Motivasi Inspirasional