Keterbatasan Penelitian Gambaran Status Gizi Lebih Polisi

80

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini terdapat beberapa kelemahan yang menjadi keterbatasan dalam penelitian. Keterbatasan ini dapat berasal dari peneliti sendiri maupun keterbatasan instrumen yang ada. Berikut ini adalah keterbatasan yang ada pada penelitian ini: 1. Pengukuran gizi lebih dapat menggunakan penghitungan IMT dan lemak tubuh, tetapi peda pada penelitian ini menggunakan IMT hal ini disebabkan karena polisi memiliki tingkat aktivitas yang tidak begitu tinggi, sedangkan penghitungan lemak tubuh dapat dilakukan terhadap responden dengan tingkat aktivitas fisik yang tinggi. 2. Pada penelitian ini, untuk pengambilan data konsumsi pangan dilakukan dengan metode recall 2×24 jam terhadap polisi. Metode recall 2×24 jam ini sangat erat hubungannya dengan kemampuan responden untuk mengingat kembali konsumsi pangan yang dikonsumsi sehari sebelum dilakukan pengambilan data dan memungkinkan untuk terjadinya bias recall sehingga sangat tergantung ketepatannya pada daya ingat responden. Akan tetapi, peneliti berusaha untuk membantu responden agar dapat mengigat konsumsi makanan yang telah dikonsumsi sehari sebelum dilakukan wawancara penelitian. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir terjadinya bias recall. 81 3. Adanya kemungkinan bias the flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus melaporkan konsumsi makanan dengan berlebih sedangkan responden yang gemuk cenderung melaporkan makanan dengan lebih sedikit. Meskipun demikian, akan tetapi peneliti berusaha untuk menggali lebih dalam mengenai pola makan responden sehingga responden yang mengalami the flat slope syndrome jumlahnya tidak terlalu banyak dapat diminimalisir.

6.2 Gambaran Status Gizi Lebih Polisi

Berdasarkan hasil penelitian pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor Tahun 2010 diperoleh bahwa polisi dengan gizi lebih sebesar 39,7 dan gizi tidak lebih sebesar 60,3. Persentasae gizi lebih pada penelitian ini lebih besar jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurfatimah 2007 pada prajurit Batalyon-33 Cijantung Jakarta Timur tahun 2007 dengan hasil 38,7, Nurusalma 2006 pada karyawan Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor dengan hasil 30,9, Suthiono 2003 pada orang dewasa di Kabupaten Minahasa dengan hasil 24,1, Wahyuningrum 2000 pada pegawai instalasi gizi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dengan hasil 24,2 dan Kartisem 2001 pada pegawai Rumah Sakit Daerah Cideres dengan hasil 23,3. Dari data di atas, dapat diketahui bahwa masih terdapatnya polisi dengan status gizi lebih. Hal ini akan meningkatkan resiko timbulnya berbagai macam komplikasi terhadap kesehatan timbulnya berbagai macam penyakit degeneratif 82 seperti penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, stroke, dislipidemia, osteoarthritis dan beberapa tipe kanker Wargahadibrata, 2009 dan Moore, 2005. Terjadinya status gizi lebih pada orang dewasa termasuk polisi merupakan masalah penting karena seorang anggota polisi dituntut untuk memiliki kesehatan fisik dan psikis yang optimal dalam menjalankan semua tugas dan pekerjaannya. Hal ini akan berpengaruh terhadap ketahanan fisik sehingga dapat mengurangi kebugaran. Selain itu dapat menimbulkan gangguan emosional seperti rasa malu, renah diri, dan yang paling utama dapat mengurangi produktivitas kerja Nurusalma, 2006.

6.3 Hubungan Antara Umur Dengan Status Gizi Lebih