91
0,543 dan P value = 0,544. Akan tetapi penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Handayani 2002, Nurfatimah 2007, dan Roselly
2008 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi protein dengan status gizi lebih dengan nilai P value = 0,1 P value =
0,012 dan P value = 0,000. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna
antara tingkat konsumsi protein dengan kejadian gizi lebih diasumsikan karena adanya faktor berat badan, umur, jenis kelamin, mutu protein dan pertumbuhan
yang dapat mempengaruhi kebutuhan protein Suhardjo, 1989. Selain itu sebagian besar polisi yang memiliki status gizi lebih maupun status gizi tidak lebih banyak
mengkonsumsi makanan tinggi energi seperti es teh manis dengan gula yang cukup banyak atau jus dengan menggunakan gula dan susu. Sehingga asupan
protein sedikit yang terserap oleh tubuh. Sedangkan protein dalam tubuh berfungsi sebagai penyedia energi apabila kebutuhan energi tidak tercukupi dari konsumsi
karbohidrat dan lemak Kartasapoetra dan Marsetyo, 2003. Menurut Jebb 2006 dalam Christina 2008 studi yang mempelajari hubungan antara protein dan jenis-
jenis protein dengan kejadian obesitas menunjukkan hasil yang tidak konsisten.
6.9 Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Lemak Dengan Status Gizi Lebih
Lemak merupakan salah satu sumber energi utama tubuh. Satu gram lemak menghasilkan 9 kalori energi. Lemak akan disimpan di dalam tubuh dalam bentuk
jaringan adipose. Jaringan ini tidak aktif karena tidak ikut dalam proses
92
metabolisme sehari-hari akan tetapi jaringan ini sangat penting sebagai cadangan energi Sediaoetama, 2006.
Menurut Read dan Balzos 1997 dalam Sebastian 2008 lemak di dalam tubuh lebih mudah disimpan sebagai cadangan energi dalam jaringan adipose. Jika
dibandingkan dengan karbohidrat yang menggunakan 23 energi untuk diubah menjadi cadangan lemak dalam jarinagn adipose, lemak hanya membutuhkan 3
energi. Oleh karena itu konsumsi lemak cenderung lebih cepat menimbulkan kegemukan dibandingkan karbohidrat dan protein.
Pengukuran lemak pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode recall 2×24 jam. Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara konsumsi lemak dengan status gizi lebih dengan nilai P value = 0,474. Namun penelitian ini memperlihatkan bahwa polisi yang
mengkonsumsi lemak 25 lebih banyak mengalami gizi lebih yaitu sebesar 44,1. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Handayani 2002 dan Nurfatimah 2007 yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi lemak dengan status gizi lebih dengan
nilai P value = 0,327 dan P value = 0,082. Akan tetapi penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sebastian 2008 dan Roselly
2008 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi lemak dengan status gizi lebih dengan nilai P value = 0,01 dan P value
= 0,004. Tidak bermaknanya hubungan ini mungkin disebabkan karena konsumsi
lemak seorang polisi lebih rendah daripada kebutuhan per harinya. Mereka
93
berasumsi bahwa hanya lemak yang dapat menyebabkan naiknya berat badan sehingga mereka menghindari makanan yang berlemak.
6.10 Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Makanan Kudapan Dengan Status Gizi Lebih