13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Status Gizi
Almatsier 2006 menjelaskan bahwa status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara
status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih. Menurut Uripi 2004, status gizi adalah status kesehatan yang merupakan hasil dari keseimbangan antara asupan kebutuhan
dan zat gizi. Menurut Deswarni Idrus dan Gatot Kunanto dalam Supariasa dkk 2002, status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Riyadi 1995 dalam Syafiq dkk 2006 menyatakan bahwa status gizi merupakan
keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan absorbtion, dan penggunaan utilization zat gizi makanan.
Gizi dihubungkan dengan proses dalam tubuh untuk kesehatan seperti penyediaan energi, pembangunan dan pemeliharaan jaringan tubuh serta pengaturan
proses-proses kehidupan dalam tubuh Almatsier, 2003. Untuk mendapatkan kapasitas maksimal dalam beraktivitas, manusia harus
mendapatkan makanan yang cukup sehingga memperoleh semua zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, perbaikan dan pemeliharaan jaringan tubuh dan
terlaksananya fungsi faal normal dalam tubuh, disamping memperoleh energi yang cukup untuk bekerja maksimal.
14
2.2 Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi dibedakan menjadi dua bagian, yaitu penilaian secara langsung dan penilaian secara tidak langsung. Penilaian secara langsung meliputi
antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Sedangkan penilaian secara tidak langsung meliputi survey konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi
Supariasa, 2002. Salah satu cara sederhana dan paling umum digunakan untuk memantau
status gizi seorang dewasa adalah dengan mengukur indeks massa tubuh IMT. Pengukuran IMT berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat. Namun,
penggunaan IMT tidak dapat dilakukan pada wanita hamil dan olahragawan Supariasa, 2002. IMT memiliki juga memiliki kelebihan yaitu tidak memerlukan
informasi usia kronologis, karena indeks berat badan per tinggi badan BBTB tersebut akan berubah sesuai dengan perubahan umur.
Adapun rumus IMT tersebut adalah:
Keterangan: BB : berat badan dalam kilogram kg
TB : tinggi badan dalam meter m WHO mengklasifikasikan indeks massa tubuh IMT dalam beberapa kategori,
yaitu:
15
Tabel 2.1 Klasifikasi IMT Menurut WHO
Klasifikasi IMT kgm
2
Risiko Kesakitan Underweight
18,5 Rendah tapi berisiko
terhadap masalah kesehatan Batas normal
18,5-24,9 Rata-rata
Overweight 25
- Preobese
25-29,99 Meningkat
Preobese kelas 1 30-34,99
Sedang moderate Preobese kelas 2
35-39,99 Berbahaya severe
Preobese kelas 3 40
Sangat berbahaya Sumber: WHO, 2000
Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang. Akhirnya
diambil kesimpulan ambang batas IMT untuk Indonesia seperti tabel 2.3.b
16
Tabel 2.2 Klasifikasi IMT Menurut Departemen Kesehatan RI
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat
17,0 Kekurangan berat badan tingkat
tinggi 17,0-18,5
Normal 18,5-25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan
25,0-27,0 Kelebihan berat badan tingkat berat
27,0 Sumber: Departemen Kesehatan, 2003
Pengukuran IMT pada orang dewasa sangat bermanfaat, karena selain untuk memantau status gizi seseorang dan tingkat obesitas, dapat juga digunakan untuk
mengidentifikasi adanya peningkatan risiko kesakitan dan kematian. Pengukuran IMT dapat digunakan sebagai dasar evaluasi dan intervensi mengenai masalah
kesehatan yang mungkin timbul akibat obesitas WHO, 2000. Kelemahan dari pengukuran ini adalah membutuhkan dua macam alat yaitu
alat untuk mengukur berat badan dengan menggunakan timbangan berat badan dan tinggi badan dengan menggunakan meteran, pengukuran relatif lebih lama,
membutuhkan banyak orang dalam melakukannya, dan sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran, terutama jika dilakukan oleh kelompok non
professional Supariasa, 2002.
17
2.3 Survei Konsumsi