Aplikasi Teknik Relaksasi Otot Progresif untuk Mengatasi Masalah Nutrisi dalam Asuhan Keperawatan Pasien Kanker Payudara yang Menjalani Kemoterapi di Rindu B2A RSUP Haji Adam Malik Medan

(1)

APLIKASI TEKNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF UNTUK

MENGATASI MASALAH NUTRISI DALAM ASUHAN

KEPERAWATAN PASIEN KANKER PAYUDARA YANG

MENJALANI KEMOTERAPI DI RINDU B2A RSUP HAJI

ADAM MALIK MEDAN

Disusun dalam Rangka Menyelesaikan Mata Ajaran Praktika Senior

PRAKTIKA SENIOR

Oleh:

FOURLINA NOVIYANI NDRAHA 101101051

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN TAHAP PROFESI F A K U L T A S K E P E R A W A T A N

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

(3)

(4)

PRAKATA

Puji beserta syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

rahmat dan karuniaNya, sehingga penulisan tugas akhir yang berjudul ―Aplikasi Teknik Relaksasi Otot Progresif untuk Mengatasi Masalah Nutrisi dalam Asuhan

Keperawatan Pasien Kanker Payudara yang Menjalani Kemoterapi di Rindu B2A RSUP Haji Adam Malik Medan‖ dapat diselesaikan. Tugas akhir ini ditulis terkait dengan persyaratan untuk memperoleh gelar Ners pada Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah

memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian tugas

akhir ini kepada :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara yang telah memfasilitasi terlaksananya pendidikan sehingga

skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Ibu Erniyati, S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Diah Arruum, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh perhatian dan cermat,

sehingga tugas akhir ini diselesaikan dengan baik.

4. Seluruh dosen Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara beserta staf


(5)

5. Direktur Rumah Sakit Pusat Haji Adam Malik yang telah memberikan

kesempatan dan dukungan untuk melakukan praktikan senior di Provinsi

Sumatera Utara.

6. Rekan-rekan mahasiswa profesi Keperawatan 2015 Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bantuan dan

dukungan.

7. Seluruh keluarga yang menyayangi saya yang telah memberikan doa dan

dukungan disepanjang kehidupanku dan selama menjalani pendidikan di

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara ini.

Semoga segala bantuan, kebaikan dan dukungan dapat menjadi motivasi

bagi saya dan saya ucapkan terimakasih.

Medan, 21 Agustus 2015


(6)

DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PERSETUJUAN………..…………. PRAKATA... DAFTAR ISI... i ii iv

Abstrak... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Praktikan Senior ... 7

1. Tujuan Umum ... 7

2. Tujuan Khusus... 7

2.4 Manfaat Praktikan Senior... 8

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN... 9

2.1 Kanker Payudara... 9

2.1.1 Pengertian... 9

2.1.2 Penyebab atau Faktor Risiko... 9

2.1.3 Klasifikasi... 10

2.1.4 Manifestasi... 12

2.1.5 Prosedur Diagnosis... 13

2.1.6 Stadium ... 14

2.1.7 Penatalaksanaan... 19

2.2 Kemoterapi... 21

2.2.1 Prinsip Dasar ... 21

2.2.2 Metode Dasar Pemberian... 22

2.2.3 Klasifikasi Obat... 2.2.4 Faktor-faktor Pemilihan Obat... 2.2.5 Indikasi dan Kontra Indikasi Pemberian... 2.2.6 Efek Samping... 23 24 25 25 2.3 Masalah Nutrisi... 27

2.4 Mual dan Muntah... 30

2.4.1 Fisiologi... 30

2.4.2 Tingkat Keparahan... 30

2.4.3 Klasifikasi Mual dan Muntah... 2.4.4 Potensi Muntah... 2.5 Relaksasi Otot Progresif (PMR)... 2.5.1 Pengertian... 2.5.2 Manfaat... 2.5.3 Pelaksanaan Terapi... 2.5.4 Langkah-langkah Terapi... 31 32 33 33 33 34 35 BAB III ASUHAN KEPERAWATAN... 40

3.1 Pengkajian... 40

3.2 Analisa Data... 53


(7)

3.4 Intervensi... 56

3.5 Implementasi dan Evaluasi ... 60

BAB IV ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN... 66

4.1 Deskripsi Profil Ruangan ... 66

4.2 Pembahasan Kasus Utama... 67

4.2.1 Analisis Pengkajian... 67

4.2.2 Analisis Diagnosa Keperawatan... 68

4.2.3 Analisis Perencanaan... 69

4.2.4 Analisis Implementasi dan Evaluasi... 71

4.3 Evidence Based Nursing... 72

4.3.1 Penelaahan Kritis... 74

4.3.2 Praktek Berdasarkan Pembuktian... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 76

5.1 Kesimpulan... 76

5.2 Saran... 76

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

78 Format Pengkajian MERE

Lembar Observasi

Leaflet PMRT dan buku kerja Leaflet Nutrisi dan SAP

Surat Ijin Praktikan Senior dari Fakultas Keperawatan USU Surat Balasan Izin Penelitian

Surat ACC Ruangan Surat Selesai Penelitian Surat Keaslian Terjemahan


(8)

__

ABSTRAK

Kanker adalah suatu penyakit neoplasma ganas yang mempunyai spektrum sangat luas dan kompleks. Berbagai terapi diterapkan termasuk kemoterapi yang merupakan sitostatika untuk menghancurkan sel kanker dengan menghambat atau mengganggu sintesa DNA dalam siklus sel. Mual dan muntah merupakan efek samping kemoterapi dimana obat bekerja pada bagian atas saluran cerna atau merangsang kemoreseptor di chemoreseptor trigger zone khusus di samping pusat muntah. Keluhan mual dan muntah ini yang akhirnya mengakibatkan masalah nutrisi dan mempunyai dampak buruk terhadap fungsi imunitas tubuh pada pasien kanker payudara. Intervensi dalam menangani masalah nutrisi mual dan muntah menjadi salah satu indikator kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan. Sebagai pemberi asuhan keperawatan, penulis menerapkan aplikasi terapi relaksasi otot progresif dalam memberikan asuhan keperawatan dengan masalah nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh akibat mual dan muntah pada pasien kanker payudara di Rindu B2A RSUP HAM, Medan. Hasil evaluasi yang ditemukan dengan menggunakan pengkajian Morrow Assesment of Nausea and Vomiting (MANE) hasil evaluasi pasien masih mengalami mual 1 kali dengan durasi 1 menit dan intensitas 2 dan tidak ada muntah. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa PMRT efektif dalam mengatasi mual muntah pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi dan disarankan untuk menggunakan PMRT sebagai intervensi keperawatan dalam mengatasi mual muntah pada pasien payudara yang menjalani kemoterapi.

Kata kunci: Kanker, masalah nutrisi, teknik relaksasi otot progresif

Judul : Aplikasi Terapi Aplikasi Teknik Relaksasi Otot Progresif Untuk Mengatasi Masalah Nutrisi Dalam Asuhan Keperawatan Pasien Kanker Payudara Yang Menjalani Kemoterapi Di Rindu B2A Rsup Haji Adam Malik Medan Nama : Fourlina Noviyani Ndraha

NIM : 101101051 Program studi : Profesi Ners (Ns) Tahun akademik : 2015


(9)

Title of the Thesis : The Application of the Therapy of Progressive Muscle Relaxation Technique for handling Nutrition Problem in Nursing Care for Breast Cancer Patients under Chemotherapy Treatment in Rindu B2A of RSUP Haji

Adam Malik, Medan

Name of Student : Fourlina Noviyani Ndraha Std. ID Number : 101101051

Department : Nurse Profession (Ns) Academic Year : 2015

ABSTRACT

Cancer is a detrimental neoplasm which has very wide spectrum. Some therapies are applied, including chemotherapy which is sytostatic to damage cancer cells and to impede or disturb DNA synthetic in cell cycle. Vomit and nausea are the side effect of chemotherapy in which medicines work on the upper digestive tract or stimulate chemoreceptor in chemoreceptor trigger, especially beside the vomit center. Complaint about nausea will have nutrition problem bad impact on body immunity function in breast cancer patients. The intervention of handling nausea nutrition became one of the indicators of nursing care quality. Here, the writer applied progressive muscle relaxation therapy in giving nursing care with malnutrition because of vomit and nausea in breast cancer patient in Rindu B2A of RSUP HAM, Medan. The result of the evaluation, using Morrow Assessment of Nausea and Vomiting (MANE) showed that patient still felt nausea one time with 1 minute in duration and the intensity of 2 and no vomit. Based on that, it can be concluded that PMRT effective in treating nausea and vomiting of breast cancer patients undergoing chemotherapy and is recommended for use PMRT as a nursing intervention in overcoming nausea and vomiting in breast cancer patients undergoing chemotherapy.

Keywords: Cancer, Nutrition Problem, Progressive Muscle Relaxation Technique


(10)

__

ABSTRAK

Kanker adalah suatu penyakit neoplasma ganas yang mempunyai spektrum sangat luas dan kompleks. Berbagai terapi diterapkan termasuk kemoterapi yang merupakan sitostatika untuk menghancurkan sel kanker dengan menghambat atau mengganggu sintesa DNA dalam siklus sel. Mual dan muntah merupakan efek samping kemoterapi dimana obat bekerja pada bagian atas saluran cerna atau merangsang kemoreseptor di chemoreseptor trigger zone khusus di samping pusat muntah. Keluhan mual dan muntah ini yang akhirnya mengakibatkan masalah nutrisi dan mempunyai dampak buruk terhadap fungsi imunitas tubuh pada pasien kanker payudara. Intervensi dalam menangani masalah nutrisi mual dan muntah menjadi salah satu indikator kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan. Sebagai pemberi asuhan keperawatan, penulis menerapkan aplikasi terapi relaksasi otot progresif dalam memberikan asuhan keperawatan dengan masalah nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh akibat mual dan muntah pada pasien kanker payudara di Rindu B2A RSUP HAM, Medan. Hasil evaluasi yang ditemukan dengan menggunakan pengkajian Morrow Assesment of Nausea and Vomiting (MANE) hasil evaluasi pasien masih mengalami mual 1 kali dengan durasi 1 menit dan intensitas 2 dan tidak ada muntah. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa PMRT efektif dalam mengatasi mual muntah pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi dan disarankan untuk menggunakan PMRT sebagai intervensi keperawatan dalam mengatasi mual muntah pada pasien payudara yang menjalani kemoterapi.

Kata kunci: Kanker, masalah nutrisi, teknik relaksasi otot progresif

Judul : Aplikasi Terapi Aplikasi Teknik Relaksasi Otot Progresif Untuk Mengatasi Masalah Nutrisi Dalam Asuhan Keperawatan Pasien Kanker Payudara Yang Menjalani Kemoterapi Di Rindu B2A Rsup Haji Adam Malik Medan Nama : Fourlina Noviyani Ndraha

NIM : 101101051 Program studi : Profesi Ners (Ns) Tahun akademik : 2015


(11)

Title of the Thesis : The Application of the Therapy of Progressive Muscle Relaxation Technique for handling Nutrition Problem in Nursing Care for Breast Cancer Patients under Chemotherapy Treatment in Rindu B2A of RSUP Haji

Adam Malik, Medan

Name of Student : Fourlina Noviyani Ndraha Std. ID Number : 101101051

Department : Nurse Profession (Ns) Academic Year : 2015

ABSTRACT

Cancer is a detrimental neoplasm which has very wide spectrum. Some therapies are applied, including chemotherapy which is sytostatic to damage cancer cells and to impede or disturb DNA synthetic in cell cycle. Vomit and nausea are the side effect of chemotherapy in which medicines work on the upper digestive tract or stimulate chemoreceptor in chemoreceptor trigger, especially beside the vomit center. Complaint about nausea will have nutrition problem bad impact on body immunity function in breast cancer patients. The intervention of handling nausea nutrition became one of the indicators of nursing care quality. Here, the writer applied progressive muscle relaxation therapy in giving nursing care with malnutrition because of vomit and nausea in breast cancer patient in Rindu B2A of RSUP HAM, Medan. The result of the evaluation, using Morrow Assessment of Nausea and Vomiting (MANE) showed that patient still felt nausea one time with 1 minute in duration and the intensity of 2 and no vomit. Based on that, it can be concluded that PMRT effective in treating nausea and vomiting of breast cancer patients undergoing chemotherapy and is recommended for use PMRT as a nursing intervention in overcoming nausea and vomiting in breast cancer patients undergoing chemotherapy.

Keywords: Cancer, Nutrition Problem, Progressive Muscle Relaxation Technique


(12)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Kanker adalah suatu penyakit neoplasma ganas yang mempunyai spektrum

sangat luas dan kompleks. Penyakit ini dimulai dari neoplasma ganas yang

paling jinak sampai neoplasma yang paling ganas. Hampir tidak ada kanker

yang dapat sembuh dengan spontan dan bila kanker itu dibiarkan terus

tumbuh, cepat atau lambat akhirnya akan menimbulkan kematian penderitanya

dalam keadaan yang menyedihkan dan memilukan. Masalah kanker sangat

luas dan kompleks, tidak hanya menyangkut penderita tetapi juga keluarga,

masyarakat serta pemerintah dan lingkungan hidup (Rasjidi, 2009).

Kanker menjadi penyebab angka kesakitan dan kematian tertinggi di

seluruh dunia. Terdapat sekitar 14 juta kasus baru dan 8,2 juta kematian

disebabkan oleh kanker pada tahun 2012. Jumlah dari kasus baru diperkirakan

meningkat sekitar 70% dari 2 dekade terakhir. Lebih dari 60% dari total kasus

baru di dunia terjadi di daerah Afrika, Asia dan Amerika Tengah dan Selatan

(WHO, 2015).

Pada tahun 2015 diperkirakan 1.658.370 kasus baru pasien di Amerika

yang akan terdiagnosa penyakit kanker dan 589.430 orang meninggal akibat

penyakit ini. Jumlah kematian akibat kanker adalah 171,2 per 100.000

laki-laki dan perempuan (berdasarkan data tahun 2008-2012). Jumlah masyarakat


(13)

diperkirakan meningkat hingga mencapai 19 juta pada tahun 2024 (SEER

Cancer Statistics Review (CSR), 2015).

Secara nasional prevalensi penyakit kanker pada penduduk untuk semua umur di Indonesia tahun 2013 sebesar 1,4‰ atau diperkirakan sekitar 347.792 orang. Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki prevalensi tertinggi untuk penyakit

kanker, yaitu sebesar 4,1% dan di daerah Sumatera Utara sebanyak 1,0% yaitu

13.391 orang (Infodatin, 2015).

Kanker payudara adalah keganasan paling sering pada wanita di negara

maju, nomor dua setelah kanker serviks di negara berkembang dan merupakan

29% dari seluruh diagnosa kanker setiap tahun. Berdasarkan data dari

American Cancer Society, sekitar 1,3 juta wanita terdiagnosis menderita kanker payudara, dan tiap tahunnya di seluruh dunia kurang lebih 465.000

wanita meninggal oleh karena penyakit ini. Berdasarkan data dari WHO,

kasus kematian pada penderita kanker payudara adalah sebanyak 521.000

kematian di seluruh dunia (WHO, 2015).

Situasi kanker payudara di Indonesia berdasarkan estimasi angka kesakitan

dan kematian di Indonesia, kanker payudara berada pada urutan yang pertama

yaitu 21,69% dari 25 jenis kanker yang terjadi di Indonesia pada tahun

2005-2007. Pada prevalensi kanker berdasarkan provinsi, D.I. Yogyakarta

merupakan provinsi tertinggi terjadinya kanker payudara di Indonesia yaitu


(14)

Tingginya angka morbiditas dan mortalitas akibat kanker payudara

disebabkan pasien sering datang terlambat dalam mendapatkan pertolongan.

Kebanyakan pasien kanker payudara datang pada stadium lanjut. Sebanyak

5-12% dari pasien stadium I/II meninggal dalam 10 tahun pertama setelah

diagnosa ditegakkan, lebih dari 60% pada pasien stadium III dan lebih 90%

pada stadium IV. Penderita datang sangat terlambat dan mencari pertolongan

hanya setelah terjadi perdarahan karena pada stadium dini sering tidak

menimbulkan gejala (Rasjidi, 2009). Sedangkan apabila lebih cepat terdeteksi

prognosis harapan hidup akan lebih baik. Berdasarkan data PERABOI

(Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia) didapatkan data rata-rata

prognosis harapan hidup penderita kanker payudara (survival rate) per

stadium yaitu stadium 0 sebanyak 89%, stadium I sebanyak 85%, stadium II

sebanyak 60-70%, stadium III sebanyak 30-50% dan stadium IV sebanyak

15%.

Pilihan pengobatan yang digunakan pada pasien kanker harus berdasarkan

pada tujuan yang relasitik dan dicapai untuk setiap tipe kanker yang spesifik.

Berbagai terapi yang diterapkan termasuk pembedahan, radioterapi,

kemoterapi dan terapi biologis serta beberapa metode terapi lainnya (Smeltzer

& Bare, 2002). Terapi operasi dan radioterapi menjadi terapi kuratif kanker

yang bersifat lokal, sedangkan kemoterapi adalah metode terapi sistemik

terhadap kanker sistemik dan juga kanker dengan metastasis klinis ataupun


(15)

Kemoterapi adalah penggunaan obat anti kanker (sitostatika) untuk

menghancurkan sel kanker dengan menghambat atau mengganggu sintesa

DNA dalam siklus sel (Suyatno, 2014). Penggunaan kemoterapi dapat

dimaksudkan sebagai kuratif, adjuvan (penunjang) dan paliatif. Kemoterapi

menyebar melalui sirkulasi darah tanpa halangan sampai di semua jaringan

dan semua organ bahkan sampai di semua sel tubuh. Namun kelemahan terapi

sistemis ini adalah setiap sel sehat akan menerima racun sel dalam konsentrasi

yang sama. Jadi efek sampingnya juga bersifat sistemis dapat muncul di

manapun dan batasnya ditentukan oleh toleransi dari sel-sel sehat yang paling

peka, dimanapun dalam tubuh (Jong, 2005).

Meskipun sering menjadi pilihan utama dalam mengatasi kanker,

kemoterapi memiliki efek samping yang serius. Kepekaan terhadap efek

samping sangat berbeda dari satu penderita ke penderita lain. Karakteristik

individu sangat bervariasi dalam tingkatan gejala mual-muntah post

kemoterapi (Jong, 2005). Efek samping kemoterapi paling sering dapat dilihat

pada jaringan dengan aktivitas proliferatif yang tinggi dan salah satunya pada

sistem gastrointestinal karena sebagian besar agen kemoterapi bersifat

emetogenik (Widjanarko, 2003).

Masalah nutrisi mual dan muntah merupakan salah satu efek samping

kemoterapi yang dapat menimbulkan ketakutan bagi pasien (Hesketh, 2008).

Berdasarkan penelitian di RSUP DR. M. Djamil Padang, pasien keganasan

yang menjalani kemoterapi mengalami depresi akibat mual dan muntah


(16)

nutrisi dan akhirnya mempunyai dampak buruk terhadap fungsi imunitas

tubuh serta menurunkan toleransi pasien terhadap sitostatika (Reksodiputo,

2009).

Selain penatalaksanaan secara farmakologi, intervensi non farmakologi

juga telah diteliti sebagai terapi adjuvant untuk mengatasi masalah mual dan

muntah. Untuk mengatasi efek mual dan muntah setelah kemoterapi diberikan

psikoterapi yang salah satunya adalah dengan memberikan terapi perilaku.

Salah satu bentuk terapi perilaku adalah terapi relaksasi yaitu terapi relaksasi

otot progresif. Hasil penelitian yang melibatkan 7l pasien kanker payudara

menunjukkan bahwa terapi relaksasi otot progresif dapat mengurangi durasi

dan intensitas mual dan muntah pada pasien yang menjalani kemoterapi. Mual

dan muntah masih dirasakan oleh pasien saat menjalani kemoterapi, tetapi

intensitas, frekuensi,dan durasinya lebih rendah dibandingkan kemoterapi

sebelumnya tanpa adanya terapi relaksasi otot progresif (Rahmawati, 2011).

Terapi relaksasi otot progresif adalah salah satu dari teknik relaksasi yang

paling mudah dan sederhana serta merupakan suatu prosedur untuk

mendapatkan relaksasi otot melalui dua langkah. Langkah pertama adalah

dengan memberikan tegangan pada suatu otot dan kedua dengan

menghentikan tegangan tersebut kemudian memusatkan perhatian terhadap

bagaimana otot tersebut menjadi relaks, merasakan sensasi relaks secara fisik

dan tegangannya menghilang (Robert, 2007). Teknik relaksasi progresif ini,

telah digunakan untuk mengatasi berbagai keluhan yang berhubungan dengan


(17)

relaksasi progresif ini berdasar pada hubungan antara ketegangan otot dengan

ketegangan emosi (Vitahealth, 2004)

Penelitian yang dilakukan oleh Maraldo et. al (2015), menunjukkan

bahwa pada pasien yang mengalami night eating syndrome merasakan

penurunan gejala setelah dilakukan relaksasi otot progresif dan juga terbukti

menurunkan depresi dan kecemasan yang dialami oleh pasien. Berdasarkan

hasil studi yang dilakukan oleh Molassiotis, Yung, Yam, Chan dan Mok

(2001), menunjukan sebanyak 28 pasien dari dengan intervensi relaksasi otot

progresif mengalami penurunan mual dan muntah setelah kemoterapi secara

signifikan dibandingkan dengan 33 pasien yang masuk dalam kelompok

kontrol. Hasil studi penelitian yang dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar

pada tahun 2013 menunjukan bahwa pasien pada kelompok intervensi

mengalami penurunan keluhan mual dan muntah sedangkan pada kelompok

kontrol cenderung tetap bahkan meningkat (Agustini, 2013).

Perawat sebagai bagian dari pemberi pelayanan kesehatan mempunyai

peranan penting dalam menangani masalah-masalah yang dihadapi oleh pasien

yang menjalani kemoterapi (Hawkins & Grunberg, 2009). Skrinning dan

evaluasi nutrisi secara dini dapat mengidentifikasi masalah yang mungkin

mempengaruhi keberhasilan terapi kanker. Penemuan masalah nutrisi dan

terapinya membantu pasien meningkatkan respon terapi dan menurunkan

komplikasi (Sutandyo, 2007). Oleh karenanya amat penting untuk menerapkan


(18)

Teknik relaksasi dapat membantu menurunkan stimulasi yang memperburuk

gejala mual dan muntah (Smeltzer & Bare, 2002). Ada beragam teknik yang

mampu mencapai kondisi relaksasi yang sama, termasuk salah satunya adalah

relaksasi otot progresif yang secara sistematis, mengencangkan dan

melemaskan kelompok-kelompok otot yang berlainan. (Hyman, 2006).

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik melakukan asuhan

keperawatan pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi dengan judul ―Aplikasi terapi relaksasi otot progresif untuk mengatasi masalah nutrisi dalam asuhan keperawatan pada pasien kanker payudara yang menjalani

kemoterapi di ruang Rindu B2A RSUP H. Adam Malik Medan‖.

1.2Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari latar belakang diatas adalah apakah

terdapat perubahan masalah nutrisi mual-muntah akibat kemoterapi setelah

diberikan relaksasi otot progresif pada pasien kanker payudara di RSUP

H.Adam malik Medan?

1.3Tujuan Penyusunan 1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk

menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien kanker payudara yang

menjalani kemoterapi dengan menitikberatkan implementasi relaksasi otot


(19)

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik responden berdasarkan usia,

pendidikan, pekerjaan, dan frekuensi kemoterapi

b. Mengidentifikasi keluhan mual muntah (frekuensi, durasi,

intensitas) sebelum dilakukan relaksasi otot progresif.

c. Mengidentifikasi keluhan mual muntah (frekuensi, durasi,

intensitas) setelah dilakukan relaksasi otot progresif.

d. Mengidentifikasi perbedaan mual muntah (frekuensi, durasi,

intensitas) sebelum dan setelah dilakukan relaksasi otot

progresif.

1.4 Manfaat Penyusunan

1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan

gambaran asuhan keperawatan pada pasien kanker payudara yang sedang

menjalani kemoterapi. Hasil karya ilmiah ini juga dapat digunakan sebagai

data dasar untuk penelitian yang melibatkan pasien kanker yang sedang

menjalani kemoterapi. Selain itu, karya tulis ilmiah ini dapat memberikan

gambaran terhadap kondisi pasien kanker payudara yang sedang menjalani

kemoterapi sehingga dapat memberikan gagasan baru untuk

pengembangan ilmu keperawatan, khususnya keperawatan Medikal Bedah

di masa yang akan datang.


(20)

Hasil Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dapat memberikan masukan

bagi pengembangan asuhan keperawatan pada pasien kanker payudara

yang sedang menjalani kemoterapi sehingga diharapkan dapat

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Selain itu karya ilmiah ini

dapat memberikan gambaran asuhan keperawatan secara komprehensif


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Kanker Payudara

2.1.1 Pengertian Kanker Payudara

Kanker payudara adalah karsinoma yang berasal dari epitel duktus atau

lobulus payudara (Suyatno & Pasaribu, 2014). Kanker adalah proses penyakit

yang bermula ketika sel abnormal diubah oleh mutasi genetik dari DNA seluler.

Sel abnormal ini membentuk klon dan mulai berpoliferasi secara abnormal,

mengabaikan sinyal mengatur pertumbuhan dalam lingkungan sekitar sel tersebut

(Smeltzer & Bare, 2002). Kanker payudara merupakan tumor malignan yang

muncul di dalam sel pada payudara. Tumor malignan adalah sekelompok sel-sel

kanker yang tumbuh di dalam (terinvasi) di seluruh jaringan atau menyebar

(metastasis) di beberapa area pada tubuh (American Cancer Society, 2015).

2.1.2 Penyebab atau Faktor Risiko Kanker Payudara

Penyebab kanker payudara secara pasti belum diketahui. Penyakit ini

adalah penyakit heterogen yang kemungkinan besar berkembang sebagai hasil

dari banyak faktor (Newton et. al., 2009). Faktor risiko kanker payudara adalah:

a. Jenis kelamin wanita. Insiden kanker payudara pada wanita dibanding pria

lebih dari 100:1. Secara umum 1 dari 9 wanita Amerika akan menderita

kanker payudara sepanjang hidupnya.

b. Usia menurut National Cancer Institute’s Surveillance Epidemiology and End Result Program, insiden kanker payudara meningkat cepat selama dekade


(22)

ke-4 kehidupan. Setelah menopause insiden terus meningkat tapi lebih lambat,

puncak insiden pada dekade kelima dan keenam dan level terendah pada

dekade keenam dan ketujuh. Satu dari 8 penderita kanker payudara berusia

kurang dari 45 tahun dan berkisar 2/3 penderita kanker payudara berusia lebih

dari 55 tahun.

c. Riwayat keluarga: pasien dengan riwayat keluarga tingkat pertama (ibu dan

saudara kandung) mempunyai resiko 4-6 kali dibanding wanita yang tidak

mempunyai faktor risiko ini. Pasien dengan keluarga tingkat pertama pre

menopause menderita bilateral breast cancer, mempunyai risiko 9 kali. Pasien dengan keluarga tingkat pertama post menopause menderita bilateral

breast cancer mempunyai risiko 4-5,4 kali.

d. Usia melahirkan anak pertama, jika usia 30 atau lebih risiko 2 kali dibanding

wanita yang melahirkan usia kurang dari 20 tahun.

e. Riwayat menderita kanker payudara, juga merupakan faktor risiko untuk

payudara kontralateral. Risiko ini meningkat pada wanita usia muda.

f. Predisposisi genetikal. Risiko ini berjumlah kurang dari 10% kanker

payudara.

2.1.3 Klasifikasi Patologik

Kanker payudara digunakan klasifikasi histologi berdasarkan WHO

Clasification of Breast Tumor.

a. Karsinoma noninvasive: karsinoma in situ duktal, karsinoma in situ lobular,

karsinoma papiliform intraduktal, karsinoma papiliform intrakistik


(23)

c. Karsinoma invasif: karsinoma lobular invasifdan karsinoma duktal invasif

d. Karsinoma tubular

e. Karsinoma kribriform invasif

f. Karsinoma medular

g. Karsinoma musinosa dan karsinoma kaya mukus lainnya: karsinoma

musinosa, karsinoma adenoid kistik dan mukokarsinoma sel torak, karsinoma

sel signet

h. Karsinoma neuroendokin: karsinoma neuroendokin padat, atipikal, karsinoma

sel kecil, karsinoma neuroendokin sel besar

i. Karsinoma papilar invasif

j. Karsinoma mikropapilar invasive

k. Karsinoma apokrin

l. Karsinoma dengan metaplasis: karsinoma metaplasis epitel, karsinoma

metaplasia sel skuamosa, adenokarsinoma dengan metaplasia sel spindle,

karsinoma adenoskuamosa, karsinoma mukoepidermoid, karsinoma

mesenkimal epithelial campuran

m. Karsinoma lipoid

n. Karsinoma sekretorik

o. Karsinoma onkositik

p. Karsinoma kistik adenoid

q. Karsinoma asinar

r. Karsinoma sel jernih kaya glikogen


(24)

t. Karsinoma mamae inflamatorik

u. Penyakit paget papilla mamae

2.1.4 Manifestasi Kanker Payudara

Menurut Otto (2005), gambaran klinis pada kanker payudara adalah:

a. Gejala yang paling sering terjadi

1) Masa (terutama jika keras, irregular, tidak nyeri tekan) atau penebalan

pada payudara atau daerah aksila

2) Rabas putting payudara unilateral, persisten, spontan yang mempunyai

karakter serosanguinosa, mengandung darah, atau encer.

3) Retraksi atau inversi puting susu

4) Perubahan ukuran, bentuk atau tekstur payudara (asimetris)

5) Pengerutan atau pelekukan kulit disekitarnya

6) Kulit yang bersisik di sekeliling putting susu

b. Gejala penyebaran lokal atau regional

1) Kemerahan, ulserasi, edema, atau pelebaran vena

2) Perubahan peau d’orange (seperti kulit jeruk) 3) Pembesaran kelenjar getah bening aksila

c. Bukti metastesis

1) Pembesaran kelenjar gelenjar bening supraklavikula dan servikal

2) Hasil rontgen toraks abnormal dengan atau tanpa efusi pleura

3) Peningkatan alkali fosfatase, kalsium, pindal tulang positif , dan/atau nyeri


(25)

4) Tes fungsi hati abnormal

5) Nyeri kepala yang hebat, muntah proyektil, kesadaran menurun

6) Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas

2.1.5 Prosedur Diagnosis

Prosedur diagnosis pada kanker payudara terdiri dari anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang (Suyatno & Pasaribu, 2014).

a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Anamnesis bertujuan untuk

mengidentifikasi identitas, penderita, faktor risiko, perjalanan penyakit, tanda

dan gejala kanker payudara, riwayat pengobatan dan riwayat penyakit yang

pernah diderita. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk menentukan karakter

(nature) dan lokasi lesi. Inspeksi dilakukan pada kedua payudara, aksila dan

sekitar klavikula yang bertujuan untuk identifikasi tanda dan gejala tumor

primer dan kemungkinan metastasis ke kelenjar getah bening ataupun

metastasis jauh.

b. Ultrasonografi Payudara melihat lesi hipoekoik dengan tepi tidak teratur

(irregular) dan shadowing disertai orientasi vertikal kemungkinan merupakan

lesi maligna. USG secara umum diterima untuk membedakan masa kistik

dengan solid dan sebagai pengarah untuk biopsi serta pemeriksaan skrining

pasien usia muda. Peran USG lain adalah untuk evaluasi metastasis ke organ

visceral.

c. Mamografi memegang peranan mayor dalam deteksi dini kanker payudara,


(26)

tanda. Tipe pemeriksaan mamografi adalah skrining dan diagnostik. Skrining

mamografi dilakukan pada wanita yang asimptomatik. Skrining mamografi

direkomendasikan setiap 1-2 tahun untuk usia 50 tahun atau lebih. Pada

kondisi tertentu direkomendasikan sebelum usia 40 tahun (missal wanita yang

keluarga tingkat pertama menderita kanker payudara). Mamografi diagnostik

dilakukan pada wanita yang simptomatik, tipe ini lebih rumit dan digunakan

untuk menentukan ukuran yang tepat, lokasi abnormalitas payudara, untuk

evaluasi jaringan sekitar dan getah bening sekitar payudara.

d. MRI (Magnetic Resonance Imaging) merupakan instrumen yang sensitif

untuk deteksi kekambuhan lokal pasca BCT atau augmentasi payudara

dengan implant, deteksi multifocal cancer dan skrining pasien usia muda

dengan densitas payudara yang padat yang memiliki risiko tinggi.

e. Biopsi memberikan informasi sitologi atau histopatologi. FNAB (Fine needle

Aspiration Biopsy) merupakan salah satu prosedur diagnostik awal dan merupakan biopsi yang memberikan informasi sitologi. Biopsi yang

memberikan informasi histopatologi adalah Biopsi Core, biopsi insisi, biopsi

eksisi, potong beku dan ABBI (advance breast biopsy instrument).

f. Bone Scan, Foto toraks dan USG Abdomen. Bone scan bertujuan untuk

evaluasi metastasis di tulang. Foto toraks dan USG abdomen rutin dilakukan

untuk melihat adanya metastasis di paru, pleura, mediastinum, tulang-tulang

dada dan organ visceral (terutama hepar).

g. Pemeriksaan Laboratorium dan Marker yang dianjurkan adalah darah rutin,


(27)

2.1.6 Stadium Kanker Payudara

Stadium kanker payudara ditentukan berdasarkan sistem TNM dari AJCC

(American Joint Committee on Cancer) terbaru. Klasifikasi cTNM klinis:

a. Tumor Primer

T : kanker primer

TX : kanker primer tak dapat dinilai (missal telah direksesi)

T0 : tak ada bukti lesi primer

Tis : karsinoma in situ.mencakup karsinoma in situ duktal atau karsinoma

in situ lobular, penyakit Paget papila mamae tanpa nodul (penyakit

Paget dengan nodul diklasifikasikan menurut ukuran nodul).

T1 : diameter tumor <= 2 cm

Tmic : infiltrasi mikro <= 0,1 cm

T1a : diameter terbesar > 0,1 cm, tapi <= 0,5 cm

T1b : diameter terbesar > 0,5 cm, tapi <= 1 cm

T1c : diameter terbesar > 1 cm, tapi <=2 cm

T2 : diameter tumor terbesar > 2 cm, tapi <= 5 cm

T3 : diameter tumor terbesar > 5 cm

T4 : berapapun ukuran tumor, menyebar langsung ke dinding toraks atau

kulit (dinding toraks termasuk tulang iga, m.interkostales dan m.

seratus anterior, tak termasuk m. pektorales).

T4a : menyebar ke dinding toraks

T4b : udem kulit mamae (termasuk peau d’orange) atau ulserasi, atau nodul satelit di mamae ipsilateral.


(28)

T4c : terdapat 4a dan 4b sekaligus

T4d : karsinoma mamae inflamatorik

b. Kelenjar getah bening regional

N : kelenjar limfe regional

NX : kelenjar limfe regional tak dapat dinilai (missal sudah diangkat

sebelumnya)

N0 : tak ada metastasis kelenjar limfe regional

N1 : di fosa aksilar ipsilateral terdapat metastasis kelenjar limfe mobil

N2 : kelenjar limfe metastatic fosa aksilar ipsilateral saling konfluen dan

terfiksasi dengan jaringan lain; atau bukti klinis menunjukkan

terdapat metastasis kelenjar limfe mamaria interna namun tanpa

metastasis kelenjar limfe aksilar

N2a : kelenjar limfe aksilar ipsilateral saling konfluen dan terfiksasi dengan

jaringan lain

N2b : bukti klinis menunjukkan terdapat metastasis kelenjar limfe mamaria

interna namun tanpa metastasis kelenjar limfe aksilar

N3 : metastasis kelenjar limfe infraklavikular ipsilateral, atau bukti klinis

menunjukkan terdapat metastasis kelenjar limfe mamaria interna dan

metastasis kelenjar limfe aksilar, atau metastasis kelenjar limfe

supraklavikular ipsilateral

N3a : metastasis kelenjar limfe infraklavikular

N3b : bukti klinis menunjukkan terdapat metastasis kelenjar limfe mamaria


(29)

N3c : metastasis kelenjar limfe supraklavikular

c. Patologi

pT- : tumor primer (sama dengan klasifikasi T, pada tepi irisan seputar

specimen harus tak terlihat tumor secara makroskopik, adanya lesi ganas

yang hanya tampak secara microskopik pada tepi irisan tidak mempengaruhi

klasifikasi)

N- : kelenjar limfe regional

pNx : kelenjar limfe regional tak dapat dinilai (misal sudah diangkat

sebelumnya)

pN0 : secara histologik tak ada metastasis kelenjar limfe, tapi tidak

dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk kelompok sel tumor

terisolasi (ITC)

pN0 (i-) :histologis tak ada metastasis kelenjar limfe, imunohistologi ITC

positif

pN0 (mol-) : histologist tak ada metastasis kelenjar limfe, pemeriksaan

molekuler ITC negatif (RT-PCR)

pN0 (mol+): histologist tak ada metastasis kelenjar limfe, pemeriksaan

molekuler ITC negatif (RT-PCR)

pN1mi : mikrometastasis (diameter terbesar >0,2 mm, tapi ≤2 mm).

pN1 : di aksila ipsilateral terdapat 1-3 kelenjar limfe metastatic, atau dari

diseksi kelenjar limfe sentinel secara mikroskopik ditemukan

metastasis kelenjar limfe mamaria interna ipsilateral, tapi tanda bukti


(30)

pN1a : di aksila ipsilateral terdapat 1-3 kelenjar limfe metastatic, dan

minimal satu kelenjar limfe metastatic berdiameter maksimal >2 mm.

pN1b : dari diseksi kelenjar limfe sentinel secara mikroskopik ditemukan

metastasis kelenjar limfe mamaria interna ipsilateral, tapi tanpa bukti

klinis

pN1c : pN1a disertai pN1b

pN2 :di aksila ipsilateral terdapat 4-9 kelenjar limfe metastatik, atau bukti

klinis menunjukkan metastasis kelenjar limfe mamaria interna

ipsilateral tapi tanpa metastasis kelenjar limfe aksilar

pN2a : di aksila terdapat 4-9 kelenjar limfe metastatic berdiameter maksimal

>2 mm.

pN2b : bukti klinis menunjukkan metastasis kelenjar limfe mamaria interna

ipsilateral tapi tanpa metastasis kelenjar limfe aksilar.

pN3 : di aksila ipsilateral terdapat 10 atau lebih kelenjar limfe matastatik;

atau metastasis kelenjar limfe infraklavikular ipsilateral; atau bukti

klinis menunjukkan matastasis kelenjar limfe mamaria interna disertai

metastasis kelenjar limfe aksilar ipsilateral; atau secara klinis negative,

dari diseksi kelenjar limfe sentinel secara mikroskopik ditemukan

metastasis kelenjar limfe mamaria interna ipsilateral, tapi tanpa bukti

klinis, namun terdapat lebih dari 3 kelenjar limfe aksilar metastatic


(31)

pN3a : di aksila terdapat 10 atau lebih kelenjar limfe metastatik, dan minimal

satu kelenjar limfe metastatik berdiameter terbesar >2 mm, atau

metastasis kelenjar limfe infraklavikular.

pN3b : bukti klinis menunjukkan metastasis kelenjar limfe mamaria interna

disertai metastasis kelenjar limfe aksilar ipsilateral, atau secara klinis

negatif, dari diseksi kelenjar limfe sentinel secara mikroskopik

ditemukan metastasis kelenjar limfe mamaria interna ipsilateral, tapi

tanda bukti klinis, namun terdapat lebih dari 3 kelenjar limfe aksilar

metastatic.

pN3c : metastasis kelenjar limfe supraklavikular

M – metastasis jauh Klafikasi stadium klinis:

Stadium 0 : TisN0M0

Stadium 1 : T1N0M0

Stadium IIA : T0N1M0, T1N1M0, T2N0M0

Stadium IIB : T2N1M0, T3N0M0

Stadium IIIA : T0N2M0, T1N2M0, T2N2M0, T3N1-2M0

Stadium IIIB : T4, N apapun, M0; IIIC : T apapun, N3 M0

Stadium IV : T apapun, N apapun, M1

2.1.7 Penatalaksanaan

Modalitas terapi kanker payudara secara umum meliputi: operasi

(pembedahan), kemoterapi, radioterapi, terapi hormonal dan terapi target (Suyatno


(32)

a. Operasi (pembedahan) merupakan modalitas utama untuk penatalaksanaan

kanker payudara. Berbagai jenis operasi pada kanker payudara memiliki

kerugian dan keuntungan yang berbeda-beda.

1) Classic Radical Mastectomy adalaah operasi pengangkatan seluruh

jaringan payudara beserta tumor, nipple areola komplek, kulit diatas

tumor, otot pektoralis mayor dan minor serta diseksi aksila level I-III.

Operasi ini dilakukan bila ada metastasis jauh.

2) Modified Radical Mastectomy adalah operasi pengangkatan seluruh

jaringan payudara beserta tumor, nipple areola komplek, kulit diatas

tumor dan fasia pectoral serta diseksi aksila level I-II. Operasi ini

dilakukan pada stadium dini dan lokal lanjut.

3) Skin Sparing Mastectomy adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan

payudara beserta tumor dan nipple areola komplek dengan

mempertahankan kulit sebanyak mungkin serta diseksi aksila level I-II.

Operasi ini harus disertai rekonstruksi payudara dan dilakukan pada

tumor stadium dini dengan jarak tumor ke kulit jauh (>2 cm) atau

stadium dini yang tidak memenuhi sarat untuk BCT.

4) Nipple Sparing Mastectomy adalah operasi pengangkatan seluruh

jarungan payudara beserta tumor dengan mempertahankan nipple areola

kompleks dan kulit serta diseksi aksila level I-II. Operasi ini juga harus

disertai rekonstruksi payudara dan dilakukan pada tumor stadium dini

dengan ukuran 2cm atau kurang, lokasi perifer dan potong beku sub


(33)

5) Breast Concerving Treatment adalah terapi yang komponennya terdiri

dari lumpektomi atau segmentektomi atau kuadrantektomi dan diseksi

aksila serta radioterapi.

b. Kemoterapi

Kemoterapi adalah penggunaan obat anti kanker (sitostatika) untuk

menghancurkan sel kanker. Regimen yang sering digunakan mengandung

kombinasi siklofosfamid (C), metotreksat (M), dan 5-FU (F). Oleh karena

doksorubisin merupakan salah satu zat tunggal yang paling aktif, zat ini sering

digunakan dalam kombinasi tersebut.

c. Radioterapi

Mekanisme utama kematian sel karena radiasi adalah kerusakan DNA

dengan gangguan proses replikasi dan menurunkan risiko rekurensi lokal dan

berpotensi untuk menurunkan mortalitas jangka panjang penderita kanker

payudara.

d. Terapi hormonal

Adjuvan hormonal terapi diindikasikan hanya pada payudara yang

menunjukkan ekspresi positif dari estrogen reseptor (ER) dana atau progesterone

reseptor (PR) tanpa memandang usia, status menopause, status kgb aksila maupun

ukuran tumor.


(34)

Terapi ini ditujukan untuk menghambat proses yang berperan dalam

pertumbuhan sel-sel kanker. Terapi untuk kanker payudara adalah tra stuzumab

(Herceptin), Bevacizumab (Avastin) dan Lapatinib ditosylate (Tykerb).

2.2Kemoterapi

2.2.1 Prinsip Dasar Kemoterapi

Kemoterapi adalah penggunaan obat anti kanker (sitostatika) untuk

menghancurkan sel kanker. Obat ini umumnya bekerja dengan menghambat atau

mengganggu sintesa DNA dalam siklus sel. Pengobatan kemoterapi bersifat

sistemik, berbeda dengan pembedahan atau radiasi yang lebih bersifat

lokal/setempat. Obat sitostotika dibawa melalui aliran darah atau diberikan

langsung ke dalam tumor, jarang menembus blood-brain barrier sehingga obat ini

sulit mencapai sistem saraf pusat (Suyatno & Pasaribu, 2014).

Tujuan kemoterapi ditargetkan pada tiga area yaitu penyembuhan,

pengontrolan dan paliatif. Penyembuhan adalah hasil yang ditujukan pada semua

pasien, tetapi sering tergantung pada beberapa faktor pada saat diagnosis dan

faktor-faktor lain selama terapi dilakukan.

2.2.2 Metode Dasar Pemberian Kemoterapi

Kemoterapi bersifat sistemik dan berbeda dengan terapi lokal seperti

pembedahan dan terapi radiasi. Menurut Otto (2001) terdapat empat cara


(35)

a. Terapi adjuvant diberikan sesudah pengobatan yang lain seperti pembedahan

atau radiasi. Tujuan terapi adalah untuk memusnahkan sel-sel kanker yang

masih tersisa atau metastase kecil yang ada (micro metastasis).

b. Terapi neoadjuvan diberikan mendahului/ sebelum pengobatan/ tindakan

yang lain seperti pembedahan atau penyinaran. Tujuannya adalah untuk

mengecilkan massa tumor yang besar sehingga operasi atau radiasi akan lebih

berhasil.

c. Terapi primer sebagai pengobatan utama pada tumor ganas yang diberikan

pada kanker yang bersifat kemosensitif. Biasanya diberikan terlebih dahulu

sebelum pengobatan yang lain misalnya bedah atau radiasi.

d. Terapi induksi ditujukan mengecilkan massa tumor atau jumlah sel kanker,

contoh pada tomur ganas yang berukuran besar (Bulky Mass Tumor) atau

pada keganasan darah seperti leukemia.

e. Terapi kombinasi meliputi kombinasi dua atau lebih zat kemoterapi dalam

terapi kanker, yang menyebabkan setiap pengobatan memperkuat aksi obat

lainnya atau bertindak secara sinergis.

2.2.3 Klasifikasi Obat

Obat-obat kemoterapi diklasifikasikan berdasarkan aktivitas farkologis dan

pengaruhnya terhadap reproduksi sel. Kelompok dasar dan aksi potensial mereka

adalah sebagai berikut (Otto, 2005).

a. Obat-obat spesifik fase siklus sel berpengaruh terhadap sel-sel yang sedang

mengalami pembelahan; contohnya adalah antimetabolit, alkaloid tanaman


(36)

b. Obat-obat fase siklus sel nonspesifik berpengaruh pada sel yang sedang

membelah atau beristirahat; misalnya agens alkilasi, antibiotic antitumor,

nitrourea, hormone dan steroid, serta agen lainnya seperti prokarbazin.

c. Agens alkilasi bersifat nonspesifik pada fase siklus sel mempengaruhi

duplikasi asam nukleat sehingga mencegah mitosis.

d. Antibiotic (agens antitumor) bersifat nonspesifik, yang mengganggu

transkripsi DNA dan menghambat sintesis DNA

e. Hormon-hormon bersifat nonspesifik memanipulasi kadar hormon,

pertumbuhan tumor dapat ditekan.

f. Agens antihormonal menunjukkan kemampuan antineoplastiknya dengan

kemampuan untuk menetralkan atau menghambat produksi hormon alami

yang digunakan oleh tumor yang bergantung pada hormon.

g. Nitrourea bersifat non spesifik, dengan kemampuan untuk melewati sawar

darah otak.

h. Kortikosteroid memberikan efek antiinflamasi pada jaringan tubuh

i. Alkaloid tanaman vinca bersifat spesifik menyebabkan terhentinya mitosis.

j. Agens lainnya dapat bersifat spesifik atau nonspesifik dengan cara kerja yang

beragam.

2.2.4 Faktor-faktor Pemilihan Obat

a. Jenis Kanker: Kanker hemopoitik dan limphoitik dan kanker padat (solid)

b. Sensitivitas kanker: sensitif (sebagian besar tumor solid), responsive (tumor


(37)

c. Populasi sel kanker dalam tumor: Fraksi klonogen (dapat tumbuh), fraksi non

klonogen (tidak mempunyai kemampuan tumbuh).

d. Persentase sel yang terbunuh. Implikasi klinis dari besar beban sel kanker dan

hipotesis sel yang mati secara logaritmik ialah: untuk dapat membunuh sel

kanker sebanyak mungkin pengobatan harus diulang beberapa kali, untuk

memperbesar daya bunuh obat anti kanker perlu dipakai kombinasi obat

bersamaan (polifanna), lebih baik mulai pengobatan waktu tumor masih kecil

atau setelah mengecilkan dulu masa tumor dengan radiasi atau operasi

e. Siklus pertumbuhan kanker: semua siklus, pada siklus pertumbuhan tertentu,

pada semua fasa, pada siklus pertumbuhan tertentu, pada fase tertentu.

f. Imunitas tubuh: diperkirakan kemampuan tubuh untuk mengatasi sel kanker

terbatas sampai sejumlah 105 sel.

2.2.5 Indikasi dan Kontra Indikasi Pemberian Kemoterapi

Tidak semua kanker memerlukan obat sitostatika. Pemberian sitostatika

harus dengan hati-hati dan sesuai indikasi (Sukadja, 2000).

a. Indikasi kemoterapi: Menyembuhkan kanker,memperpanjang hidup dan

remisi, memperpanjang interval bebas kanker, menghentikan progresi kanker,

paliasi simptom, mengecilkan volume kanker.

b. Kontra Indikasi kemoterapi penggunaan kemoterapi, yakni kontraindikasi

mutlak yaitu penyakit stadium terminal, hamil trimester pertama, septicemia

dan koma dan relatif yaitu usia lanjut terutama untuk tumor yang tumbuhnya

lambat dan sensitifivitasnya rendah, status penampilan yang sangat jelek, ada


(38)

sumsum tulang, dementia, penderita tidak dapat mengunjungi klinik secara

teratur, tidak ada kooperasi dari penderita, tumor resisten terhadap obat, tidak

ada fasilitas penunjang yang memadai (Rasdiji, 2013).

2.2.6 Efek samping Kemoterapi

Efek toksik jangka panjang terdiri atas efek toksik jangka pendek dan

jangka panjang (Fujin, 2011).

a. Efek toksik jangka pendek

1) Depresi sumsum tulang merupakan hambatan terbesar kemoterapi.

Kebanyakan obat antitumor, kecuali hormon, bleomisin, L-asparaginase,

semuanya menimbulkan leucopenia, trombositopenia dan anemia dengan

derajat yang bervariasi. Depresi sumsum tulang yang parah dapat

menyebabkan timbulnya infeksi, septicemia dan hemoragi visera.

2) Reaksi gastrointestinal yaitu sering menimbulkan mual, muntah dengan

derajat bervariasi. Di antaranya dosis tinggi DDP, DTIC, HN2, Ara-C,

CTX, BCNU menimbulkan mual muntah yang hebat. Pemberian penyekat

reseptor 5-hidroksitriptamin 3 (5-HT3), seperti ondansentron, granisetron,

tropisetron, ramosetron, azasetron, dan lainnya dapat mencegah dan

mengurangi kejadian mual, muntah. 5FU, MTX, bleomisin, adriamisin

dapat menimbulkan ulserasi mukosa mulut, selama kemoterapi harus

meningkatkan perawatan hygiene oral. Obat sejenis 5FU dan CPT-11

kadang kala menimbulkan diare serius gangguan keseimbangan air dan

elektrolit yang terjadi harus dikoreksi segera. Diare tertunda akibat


(39)

3) Rudapaksa fungsi hati: MTX, 6MP, 5FU, DTIC, VP-16, asparaginase dan

lainnya dapat menimbulkan rudapaksa hati. Obat kemoterapi

menyebabkan infeksi virus hepatitis laten yang memburuk tiba-tiba,

menimbulkan nekrosis hati akut atau subakut (hepatitis berat).

4) Rudapaksa fungsi ginjal: dosis tinggi siklofosfamid, ifosfamid dapat

menimbulkan sistem hemoragik, penggunaan bersama merkaptoetan

sulfonat (mesna) dapat menghambat pembentukan metabolit aktifnya,

akriladehid, mencegah terjaidinya sistitis hemoragik. Dosis tinggi MTX

yang disekresi lewat urin dapat menyumbat duktuli renalis hinggga timbul

oliguri, uremia.

5) Kardiotoksisitas: Adriamisin, daunorubisin, taksol dan herseptin dapat

menimbulkan efek kardiotoksik.

6) Pulmotoksisitas: penggunaan jangka panjang bleomisin, busulfan dapat

menimbulkan fibrosis kronis paru.

7) Neurotoksisitas: vinkristin, eisplatin, oksaliplatin, taksol dan lainnya dapat

menimbulkan perineuritis. Sewaktu terapi hindari minum air dingin dan

mencuci tangan dengan air dingin.

8) Reaksi alergi: Bleomisin, asparaginase, taksol, taksotere dapat

menimbulkan menggigil, demam, syok anafilaktik, udem.

9) Reaksi lainnya: obat sejenis adriamisin, taksol, VP-16, CTX dapat

menimbulkan alopesia, melanosis dengan derajat bervariasi, biasanya

dapat pulih spontan setelah obat dihentikan. Infus kontinu 5-FU, xeloda


(40)

plantar-plantar) dengan manifestasi telapak tangan dan kaki nyeri, bercak merah,

bengkak, eksudasi, deskuamasi, ulserasi dan lainnya.

b. Efek toksik jangka panjang: karsinogenisitas dan infertilitas

2.3 Masalah Nutrisi pada Pasien Kanker

Malnutrisi adalah hal yang hampir selalu ditemukan pada pasien kanker,

bahkan dipandang sebagai salah satu tanda penting kanker. Setiap ada penurunan

berat badan yang mencolok penyakit yang perlu diingat adalah kanker. Defisiensi

gizi yang paling sering ditemukan adalah defisiensi protein dan kalori dengan

manifestasi mengecilnya massa otot. Pengobatan dengan statistika dan radioterapi

akan mengurangi nafsu makan, bila tidak ditanggulangi dengan baik, gizi pasien

akan menjadi lebih buruk lagi selama pengobatan. Penyebab kurang gizi pada

pasien kanker dapat dibagi atas tiga kelompok, yaitu: rendahnya nutrisi yang

dikonsumsi pasien, konsumsi bahan nutrisi oleh sel kanker dan gangguan

metabolisme akibat kanker (Reksodiputro et. al., 2009).

Mengonsumsi makanan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi khususnya

pada penderita kanker bertujuan untuk menghambat penurunan berat badan secara

berlebihan dan mencapai serta mempertahankan status gizi yang optimal. Diet

merupakan bagian yang penting dari terapi pada kanker. Mengkonsumsi makanan

yang baik sebelum, selama dan setelah terapi dapat membantu pasien merasa lebih

baik dan bertahan lebih kuat. Dari setiap terapi pada kanker memiliki efek

samping masing–masing yang dapat menyebabkan masalah makan. Pada umumnya terapi pada kanker menimbulkan efek samping yang menimbulkan


(41)

beberapa gangguan yang berhubungan dengan makan, antara lain : mual, muntah,

diare, perubahan pengecapan, tidak nafsu makan dan malabsorpsi zat gizi. Cara— cara untuk mengatasi masalah makan:

1. Kurang nafsu makan

Kurang nafsu makan dapat diatasi dengan cara :

a. Mengkonsumsi makanan padat yang tinggi energi dan protein

b. Menyediakan makanan dalam porsi kecil

c. Mengkonsumsi makanan lebih sering dari biasanya. Makanlah

dalam 1– 2 jam sekali

d. Menyediakan selalu makanan favorit untuk menggugah selera

e. Hindari bau makan yang menyengat

f. Tambahkan bahan yang mengandung energi dan protein tinggi ke

dalam makanan, seperti susu, mentega, telur

g. Mengolah makanan dengan bentuk yang menarik

h. Tekankan pada diri bahwa makan adalah bagian yang penting

dalam program pengobatan

i. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan

2. Perubahan indera kecap

Perubahan biasanya di sebabkan karena efek samping terapi radiasi

dan kemoterapi. Biasanya pasien menjadi tiba – tiba tidak suka terhadap makanan yang biasanya disukai, sehingga makanan yang

dikonsumsi menjadi berkurang. Cara mengatasinya adalah :


(42)

b. Konsumsi jus atau makanan selingan berbahan buah-buahan yang

segar

c. Campurkan makanan dengan rasa manis, seperti gula dan madu

d. Gunakan bumbu yang dapat meningkatkan selera dari segi aroma

maupun rasa

e. Berkumur dengan air soda 5 g + air putih 500 ml

3. Mual dan Muntah

Gangguan ini sangat mempengaruhi asupan makanan pada pasien

kanker dan dapat diatasi dengan cara :

a. Makan makanan yang kering

b. Porsi makanan kecil dengan frekuensi 6-8 kali/hari, diantaranya 3

kali porsi besar

c. Hindari makanan yang berbau merangsang

d. Hindari makanan yang berlemak tinggi karena akan merangsang

rasa mual

e. Makan dan minum perlahan-lahan

f. Hindari makanan dan minuman terlalu manis

g. Batasi cairan pada saat makan

h. Tidak tiduran setelah makan ± 1 jam setelah makan

i. Apabila muntah, minumlah banyak air untuk mengahindari

terjadinya dehidrasi


(43)

Pada kondisi ini selain karena efek terapi juga dapat disebabkan karena

faktor stres. Apabila terjadi diare dapat diatasi dengan :

a. Minumlah banyak air. Air diminum dalam suhu kamar

b. Mengkonsumsi makanan dalam porsi kecil 6 - 8 kali/hari

c. Hindari makanan terlalu manis.

d. Hindari susu penuh selama diare

e. Berikan makanan sumber serat larut air

f. Hindari makanan yang mengandung gas

2.4 Mual dan Muntah

2.4.1 Fisiologi Mual dan Muntah

Bahan kimia termasuk obat atau bahan berbahaya yang memicu mual dan

muntah dengan bekerja pada bagian atas saluran cerna atau dengan merangsang

kemoreseptor di chemoreseptor trigger zone khusus di samping pusat muntah.

Obat kemoterapi yang digunakan untuk mengobati kanker sering menyebabkan

muntah dengan bekerja pada chemoreseptor trigger zone (Sherwood, 2011).

2.4.2 Tingkat keparahan mual dan muntah

National Cancer Institute (2008) menyatakan bahwa mual dan muntah

pada pasien kanker dapat dibedakan menjadi 5 tingkat seperti pada tabel 2.2


(44)

Tabel 2.2 Tingkat Keparahan Mual dan Muntah

Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 3 Tingkat 4 Tingkat 5 Mual Hilang

selera makan, kebiasaa n makan tidak berubah Asupan makan berkurang tanpa penuruna n BB bermakna ; Cairan i.v. atau TPN perlu ≥24 jam Asupan kalori dan cairan oral tak memadai; Cairan i.v. tube feeding atau TPN

perlu ≥24

jam Menganca m nyawa Kematia n Munta h 1episode dalam 24jam 2-5 episode/ 24jam Cairan i.v. perlu <24 jam ≥6episode/2 4 jam Cairan i.v. atau TPN

perlu ≥24

jam Menganca m nyawa Kematia n

2.4.3 Klasifikasi Mual dan Muntah

Newton et. al (2009) mengklasifikasikan mual muntah dalam 4 tipe yaitu:

a. Mual muntah akut

Mual muntah terjadi dalam 24 jam pertama setelah pemberian kemoterapi.

Obat sitostatika dengan potensi mual muntah sedang sampai berat

diperkirakan dapat menyebabkan mual muntah yang berulang tanpa

pengobatan antiemetik.


(45)

Mual muntah terjadi setelah lebih dari 24 jam pemberian kemoterapi. Mual

muntah tipe ini berhubungan dengan pemberian kemoterapi cisplatin dan

cyclophosphamide.

c. Antisipatori mual muntah

Mual muntah terjadi pada awal siklus kemoterapi sebagai respon dari bau,

pandangan dan suara dari ruang kemoterapi. Ini terjadi pada pasien yang

sudah merasa mual atau rasa tidak enak diperut dan cemas, walaupun obat

sitostatika belum diberikan.

d. Mual muntah kronik

Mual muntah yang bersifat kronik pada pasien kanker stadium lanjut

berhubungan dengan berbagai faktor seperti gangguan persyarafan otak,

pengaruh obat (morfin), atau toksikasi kemoterapi.

2.4.4 Potensi Muntah Berdasarkan Jenis Kemoterapi

American Society of Clinical Oncology membuat klasifikasi kemoterapi

berdasarkan risiko terjadinya muntah akut dan lambat.

Risiko Obat Sitostatika

Berat

(Terjadi pada lebih dari 90% pasien)

• cisplatin (Platinol)

• mechlorethamine (Mustargen) • streptozotocin (Zanosar)

• cyclophosphamide (Cytoxan), 1,500 mg/m2

• carmustine (BiCNU) • dacarbazine (DTIC-Dome) • dactinomycin

Sedang

(Terjadi pada 30 sampai 90 % pasien)

• carboplatin (Paraplatin) • cyclophosphamide (Cytoxan) • daunorubicin (DaunoXome) Ringan

(Terjadi pada 10% sampai 30 % pasien)

• mitoxantrone (Novantrone) • paclitaxel (Taxol)

• docetaxel (Taxotere) • mitomycin (Mutamycin)


(46)

• topotecan (Hycamtin) • gemcitabine (Gemzar) • etoposide (Vepesid) • pemetrexed (Alimta) • methotrexate (Rheumatrex)

• cytarabine (Cytosar), less than 1,000 mg/m2

Sangat ringan

(Terjadi pada kurang dari 10 % pasien)

• vinorelbine (Navelbine) • bevacizumab (Avastin) Sangat ringan

(Terjadi pada kurang dari 10 % pasien)

• bleomycin (Blenoxane) • vinblastine (Velban) • vincristine (Oncovin) • busulphan (Myleran) • fludarabine (Fludara)

2-chlorodeoxyadenosine (Leustatin)

2.5 Relaksasi Otot Progresif (PMR) 2.5.1 Pengertian

Terapi relaksasi otot progresif atau progressif muscle relaxation

merupakan suatu prosedur untuk mendapatkan relaksasi pada otot melalui dua

langkah. Langkah pertama dengan memberikan tegangan pada suatu kelompok

otot, dan kedua dengan menghentikan tegangan tersebut kemudian memusatkan

perhatian terhadap bagaimana otot tersebut menjadi relaks, merasakan sensasi

relaks secara sisik dan tegangannya menghilang (Robert, 2007).

2.5.2 Manfaat Terapi Relaksasi Otot Progresif (PMR)

Manfaat PMR secara umum dapat dikatakan sama dengan manfaat

relaksasi lainnya. Relaksasi progresif dipelopori oleh ahli fisiologis dan psikologis

Edmund Jacobson pada tahun 1930-an, relaksasi progresif adalah cara yang


(47)

belajar mengistirahatkan otot-otot melalui suatu cara yang tepat, maka hal ini akan

diikuti dengan relaksasi mental dan pikiran. Teknik yang digunakan Jacobson

terdiri dari penegangan dan pengenduran berbagai kelompok otot di seluruh tubuh

dalam sekuen yang teratur. Relaksasi ini telah digunakan untuk mengatasi

berbagai keluhan yang berhubungan dengan stress seperti tukak lambung,

hipertensi, kecemasan dan insomnia. Efektivitas relaksasi progresif adalah

berdasarkan hubungan antara ketegangan otot dengan ketegangan emosi. Ketika

merasa secara emosional amburadul, secara otomatis kita menegangkan otot-otot,

dalam kaitan dengan respon melawan atau lari (fight or flight) (Vitahealth, 2004)

Respon relaksasi terjadi melalui penurunan yang bermakna dari kebutuhan

zat asam (oksigen) oleh tubuh. Tubuh menjadi rileks karena ia bekerja ringan.

Metabolismenya berkurang, pertukaran komponen-komponen kehidupan

berlangsung dalam suasana tanpa paksaan (Pasiak, 2008). Hasil studi yang

dilakukan oleh Molassiotis et al (2001), menunjukan sebanyak 38 pasien dari

kelompok intervensi dengan PMR mengalami penurunan mual muntah paska

kemoterapi secara signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Maryani (2009), PMR dapat

menurunkan mual muntah serta kecemasan setelah kemoterapi. Hasil praktek

keperawatan berbasis pembuktian yang dilakukan oleh Rahmawati (2011) tentang

efektifitas relaksasi otot progresif dalam mengatasi mual muntah pasien yang

menjalani kemoterapi menunjukkan bahwa mual muntah masih dirasakan pasien

saat menjalani kemoterapi tetapi intensitas, frekuensi, dan durasinya lebih rendah


(48)

2.5.3 Pelaksanaan Terapi Relaksasi Otot Progresif

Relaksasi otot progresif melibatkan kontraksi dan relaksasi berbagi

kelompok otot. Selama melakukan latihan, pasien berfokus pada ketegangan dan

relaksasi kelompok otot pada wajah, leher, bahu, dada, tangan, lengan, punggung,

perut dan kaki. Meregangkan otot secara progresif dimulai dengan menegangkan

dan meregangkan kumpulan otot utama tubuh, dengan cara ini maka akan disadari

dimana otot itu berada dan hal ini akan meningkatkan kesadaran terhadap respon

otot tubuh (Vitahealth, 2004).

Pelaksanaan terapi ini harus memperhatikan elemen penting yang

diperlukan untuk rileks yaitu lingkungan yang tenang, posisi yang nyaman, sikap

yang baik. Lingkungan yang tenang diperlukan sehingga pasien dapat

berkonsentrasi pada relaksasi termasuk membatasi gangguan, suara-suara dan

pencahayaan. Posisi yang nyaman memberikan dukungan bagi tubuh untuk

berbaring di tempat tidur pada posisi yang nyaman. Pelaksanaan PMR untuk hasil

yang maksimal dianjurkan dilakukan 2 kali sehari dan dilakukan 2 jam setelah

makan untuk mencegah rasa mengantuk setelah makan. Jadwal latihan biasanya

memerlukan waktu satu minggu untuk hasil yang lebih maksimal (Mckay &

Dinkmeyer, 2002).

2.5.4 Langkah-langkah Terapi Relaksasi Otot Progresif

Pelaksanaan PMR dilakukan dalam 4 sesi dengan 14 gerakan (Modifikasi

Alini, 2012; Supriati, 2010 dalam Tobing, 2012). 14 gerakan yang dilakukan

dalam 4 sesi akan memudahkan klien untuk mengingat gerakan-gerakan yang


(49)

a. Sesi satu : pelaksanaan teknik relaksasi yang meliputi dahi, mata, rahang,

mulut, leher, dimana masing-masing gerakan dilakukan sebanyak 2 kali.

Pelaksaan PMR yaitu:

1) Gerakan pertama ditunjukkan untuk otot dahi yang dilakukan dengan cara

mengerutkan dahi dan alis sekencang-kencangnya hingga kulit terasa

mengkerut kemudian dilemaskan perlahan-lahan hingga sepuluh detik

kemudian lakukan satu kali lagi.

2) Gerakan kedua merupakan gerakan yang ditunjukan untuk mengendurkan

otot-otot mata yang diawali dengan memejamkan sekuat-kuatnya hingga

ketegangan otot-otot di daerah mata dirasakan menegang. Lemaskan

perlahan-lahan hingga 10 detik dan ualangi kembali sekali lagi.

3) Gerakan ketiga bertujuan untuk merelaksasikan ketegangan otot-otot

rahang dengan mengatupkan mulut sambil merapatkan gigi

sekuat-kuatnya sehingga klien merasakan ketegangan disekitar otot-otot

rahang. Lemaskan perlahan- lahan selama 10 detik dan ulangi sekali lagi.

4) Gerakan keempat dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar muly.

Moncongkan bibir sekuat-kuatnya ke depan hingga terasa ketegangan di

otot-otot daerah bibir. Lemaskan mulut dan bibir perlahan-lahan selama 10

detik kemudian lakukan sekali lagi.

5) Gerakan kelima ditunjukkan untuk otot-otot leher belakang klien di minta

menekankan kepala kearah punggung sedemikian rupasehingga terasa

tegang pada otot leher bagian belakang. Lemeskan leher perlahan-lahan


(50)

6) Gerakan keenam bertujuan melatih otot leher bagian depan. Gerakan ini

dilakukan dengan cara menekukkan atau turunkan dagu hingga

menyentuh dada hingga merasakan ketegangan otot di daerah leher

bagian depan. Lemaskan perlahan-lahan hingga 10 detik lakukan

kembali sekali lagi.

7) Gerakan ketujuh: gerakan ketujuh ditujukan untuk melatih otot-otot bahu.

Relaksasi untuk mengendurkan bagian otot-otot bahu dapat dilakukan

dengan cara mengangkat kedua bahu ke arah setinggi telinga. Lemaskan

atau turunkan kedua bahu secara perlahan hingga 10 detik.

b. Sesi dua : Pelaksanaan teknik relaksasi meliputi tangan, lengan, dan bahu

punggung, dada, perut, tungkai dan kaki serta masing-masing gerakan

dilakukan sebanyak dua kali. Pelaksanaan latihan PMR terdiri dari:

1) Gerakan kedelapan dianjurkan untuk melatih otot tangan yang dilakukan

dengan cara menggenggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.

Selanjutnya minta klien untuk mengepalkan sekuat–kuatnya otot–otot tangan hingga merasakan ketegangan otot–otot daerah tangan. Relaksasikan otot dengan cara membuka perlahan–lahan kepalan tangan selama 10 detik. Lakukan sebanyak dua kali pada masing–masing tangan. 2) Gerakan kesembilan adalah gerakan yang ditujuan untuk melatih otot–otot

tangan bagian belakang. Gerakan dilakukan dengan cara menekuk kedua

pergelangan tangan ke belakang secara perlahan–lahan hingga terasa ketegangan pada otot- otot tangan bagian belakang dan lengan bagian


(51)

bawah menegang, jari–jari menghadap ke langit–langit. Lemaskan perlahan–lahan hingga 10 detik dan lakukan sekali lagi.

3) Gerakan kesepuluh adalah gerakan untuk melatih otot–otot lengan atau biseps. Gerakan ini diawali dengan menggenggam kedua tangan hingga

menjadi kepalan dan membawa kepalan tersebut ke pundak sehingga

otot-otot lengan bagian dalam menegang. Lemaskan perlahan–lahan selama 10 detik dan lakukan sekali lagi.

4) Gerakan kesebelas bertujuan untuk melatih otot–otot punggung. Gerakan ini dapat dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi,

lalu busungkan dada dan pertahankan selama 10 detik lalu lemaskan

perlahan–lahan. Lakukan gerakan sekali lagi.

5) Gerakan keduabelas ditujukan untuk melatih otot–otot dada. Gerakan ini dilakukan dengan cara menerik nafas sedalam–dalamnya dan tahan beberapa saat sambil merasakan ketegangan pada bagian dada dan daerah

perut. Hembuskan nafas perlahan–lahan melalui bibir. Lakukan gerakan ini sekali lagi.

6) Gerakan ketigabelas ditujukan untuk melatih otot–otot perut. Gerakan ini dilakukan dengan menarik perut kearah dalam sekuat–kuatnya. Tahan selama 10 menit hingga perut terasa kencang dan tegang. Lemaskan

perlahan–lahan hingga 10 detik dan lakukan sekali lagi.

7) Gerakan keempatbelas adalah gerakan yang ditunjukan untuk

merelaksasikan otot–otot kaki. Gerakan ini dilakukan dengan meluruskan kedua telapak kaki selama 10 detik hingga terasa tegang pada daerah paha.


(52)

Lemeskan kedua kaki secara perlahan hingga 10 detik, lakukan sekali lagi.

Kemudian gerakan selanjutnya dengan cara menarik kedua telapak kearah

dalam keuat-kuatnya hingga klien merasakan ketegangan di kedua betis

selama 10 detik. Lemaskan kedua kaki secara perlahan-lahan hingga 10

detik lakukan kembali.

c. Sesi tiga merupakan sesi evaluasi kemampuan klien melakukan latihan

relaksasi progresif gerakan pertama hingga ke empatbelas yang meliputi

dahi, mata, rahang, mulut, leher, tangan, telapak tangan, bahu, punggung,


(53)

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN 3.1. Pengkajian Keperawatan

1. Identitas Klien dan Penanggung Jawab

a. Identitas klien

Nama : Ny. J

Umur : 30 Tahun

Status perkawinan : Menikah

Pendidikan : SMK

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jl. Balai Desa No.13 Timbang Deli Medan

Tanggal Masuk : 10 Agustus 2015

Tanggal Pengkajian : 12 Agustus 2015

Ruangan/Kamar : Rindu B 2A

Diagnosa Medik : Ca Mammae T4N1M1

b. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Tn. S

Umur : 34 Tahun

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Alamat : Jl. Balai Desa No.13 Timbang Deli Medan

Hubungan dgn Klien : Suami


(54)

Sesak dialami klien sejak bulan Juli dan mengeluh semakin sesak

sebelum masuk rumah sakit.

3. Riwayat kesehatan sekarang: klien merasakan sesak saat beraktivitas

a. Provocative/palliative

Apa penyebabnya : terdapat penumpukan cairan di paru-paru

Hal-hal yang memperbaiki keadaan : klien mengatakan beristirahat

saat keluhan sesak dirasakan

b. Quantity/quality

Bagaimana dirasakan : klien mengatakan sesak semakin parah

ketika melakukan aktivitas

Bagaimana dilihat : Klien terlihat menggunakan otot-otot

pernafasan dan pernafasan cuping hidung dan post pemasangan

drain (kanker telah metastase di paru dan mengakibatkan efusi

pleura)

c. Region

Dimana lokasinya : di kedua lapang paru

Apakah menyebar : tidak ada

d. Severity (mengganggu aktivitas) : aktivitas terganggu

e. Time (kapan mulai timbul dan bagaimana terjadinya): sesak

dialami saat beraktivitas


(55)

a. Penyakit yang pernah dialami : klien menderita kanker payudara

sejak 1 yang lalu dan menolak tindakan operasi pengangkatan

payudara

b. Pengobatan/tindakan yang dilakukan : klien dibawa ke rumah sakit

untuk mendapatkan pengobatan

c. Pernah dirawat/dioperasi: klien pernah dioperasi pengangkatan

tumor di payudara kiri satu tahun yang lalu.

d. Alergi : Klien tidak menderita alergi makanan ataupun obat-obatan

5. Riwayat kesehatan keluarga

a. Orang tua : Ayah klien menderita hipertensi dan

diabetes melitus

b. Saudara kandung : tidak ada penyakit

c. Penyakit keturunan yang ada : Tidak ada

d. Anggota keluarga yang meninggal : saudara ayah meninggal

e. Penyebab meninggal : Diabetes mellitus


(56)

Keterangan:

: Klien : laki-laki

: perempuan

: perempuan sudah meninggal

: laki-laki sudah meninggal

6. Riwayat/keadaan psikososial

a. Bahasa yang digunakan : bahasa Indonesia

b. Persepsi pasien tentang penyakitnya : klien tetap memiliki

semangat untuk sembuh

7. Konsep diri

a. Body image : Baik

b. Ideal diri : Pasien ingin cepat sembuh

c. Harga diri : Harga diri baik

d. Peran diri : Klien merupakan ibu dari 2 orang anak

e. Personal identity : pasien seorang yang ramah dan penyayang di

keluarga

8. Keadaan emosi : stabil

9. Perhatian terhadap orang lain/lawan bicara: pasien tampak ramah

dengan orang lain dan mau menceritakan tentang kondisinya.

10. Hubungan dengan keluarga : harmonis

11. Hubungan dengan saudara: harmonis

12. Hubungan dengan orang lain: baik


(57)

14. Daya adaptasi : klien sulit beradaptasi dengan lingkungan baru dan

mengatakan sulit tidur selama di rumah sakit

15. Mekanisme pertahanan diri: selalu berdoa dan berusaha untuk

kesembuhan

16. Pemeriksaan fisik :

a. Keadaan umum : composmentis

b. Tanda-tanda vital:

Suhu tubuh: 36,70C Nadi : 78x/i Tekanan darah: 110/70 RR : 02 3 l/i

c. Pemeriksaan kepala:

1) Kepala dan rambut:

Kepala :

a) Bentuk : bulat dan simetris

b) Ubun-ubun : keras dan tidak cekung

c) Kulit kepala : bersih dan tidak ada luka

Rambut :

a) Penyebaran dan keadaan rambut : merata

b) Bau : tidak berbau

c) Warna kulit : sawo matang

Wajah :

a) Warna kulit : sawo matang


(58)

2) Mata :

a) Kelengkapan dan kesimetrisan : mata kanan dan kiri

lengkap dan simetris

b) Palpebra : tidak terdapat peradangan pada palpebra

c) Konjungtiva dan sclera : baik, tidak anemia, tidak

ada ikterik

d) Pupil : normal, respon pada cahaya ada dan isokor

e) Kornea dan iris: tidak ada peradangan, iris berwarna

hitam dan respon pada cahaya ada.

f) Visus : penglihatan baik

3) Hidung :

a) Tulang hidung/posisi sptumnasi : posisi septumnasi

berada medial

b) Lubang hidung: lubang hidung kanan dan kiri

simetris, tidak ada secret, tidak ada peradangan

c) Cuping hidung : ada pernafasan cuping hidung

4) Telinga :

a) Bentuk telinga : normal, simetris kiri dan kanan

b) Ukuran telinga : normal

c) Lubang telinga : serum dalam batas normal, tidak

ada peradangan

d) Ketajaman pendengaran : pendengaran baik


(59)

a) Keadaaan bibir : mukosa bibir kering

b) Keadaan gigi dan gusi : gigi bersih, tidak ada gusi

berdarah

c) Keadaan lidah : indra perasa berkurang, mengeluh

pahit di bagian lidah

d) Orofaring : uvula berada di medial

6) Leher

a) Posisi trakea : berada di tengah

b) Tiroid : tidak ada pembesaran tiroid

c) Suara : jelas

d) Kelenjar limfa : tidak ada pembesaran kelenjar

limfa

e) Vena jugularis : tidak ada peningkatan pada vena

jugularis

f) Denyut nadi karotis : teraba

d. Pemeriksaan integument :

1) Kebersihan : pasien tampak bersih

2) Kehangatan : akral hangat

3) Warna : warna kulit sawo matang

4) Turgor : turgor kulit baik

5) Kelembaban : kulit pasien kering di bagian

punggung


(60)

e. Pemeriksaan payudara dan ketiak :

1) Ukuran dan bentuk payudara : tidak normal, payudara kiri

dan kanan tidak simetris, payudara kiri membengkak dan

ada luka, terdapat bekas luka operasi payudara.

2) Warna payudara dan areola : warna payudara kanan sesuai

dengan warna kulit dan areola payudara kanan normal.

Warna payudara kiri kehitaman dan ada luka, areola

payudara berwarna hitam

3) Kelainan payudara dan putting : payudara kanan tidak ada

kelainan, payudara kiri terdapat kelainan, dan teraba keras.

f. Pemeriksaan thorak dan dada :

1) Inspeksi toraks :

a) Bentuk toraks: normal

b) Pernafasan :

Frekuensi : terpasang O2 3 l/i

Irama : tidak teratur

2) Pemeriksaan jantung :

a) Inspeksi : tidak ada pembengkakan jantung

b) Frekuensi nadi : 78x/i


(61)

1) Inspeksi :

a) Bentuk abdomen : soepel

b) Benjolan/massa : tidak ada

c) Bayangan pembuluh darah : tidak ada

2) Auskultasi:

a) Peristaltik usus: 15x/i

b) Suara tambahan: tidak ada suara

3) Palpasi :

a) Tanda nyeri tekan : tidak ada

b) Benjolan/massa : tidak ada

c) Tanda asites : tidak ada

d) Hepar : tidak ada pembesaran pada hati

h. Pemeriksaan musculoskeletal:

1) Kesimetrisan otot : simetris kiri dan kanan

2) Pemeriksaan edema : tidak ada edema

3) Kekuatan otot : kekuatan otot baik, nilai skor=4

4) Kelainan pada ekstremitas dan kuku : tidak ada kelainan

i. Pemeriksaan neurologi :

1) Tingkat kesadaran : komposmentis dan GCS : 15 E5V4M

2) Meningeal sign : tidak ada kaku kuduk, brudzinski

tidak ada, kernig sign tidak ada

j. Status mental :


(62)

2) Orientasi : mampu berorientasi pada waktu, tempat dan

orang dengan baik

3) Proses berpikir : mampu berpikir dengan baik

4) Motivasi atau kemauan : memiliki motivasi untuk sembuh

5) Persepsi: pasien akan cepat sembuh

6) Bahasa : bahasa Indonesia dengan baik

k. Nervus kranialis :

1) Nervus olfaktorius : tidak ada gangguan

2) Nervus optikus : tidak ada gangguan

3) Nervus okulomotorius, nervus trakialis, nervus abdusen:

tidak ada gangguan

4) Nervus trigeminus : tidak ada gangguan

5) Nervus fasialis: tidak ada gangguan

6) Nervus vestibulocochlearis: tidak ada gangguan

7) Nervus glosofaringeus: tidak ada gangguan

8) Nervus assesorius: tidak ada gangguan

9) Nervus hipoglosus: tidak ada gangguan

l. Fungsi motorik :

1) Cara berjalan : pasien dapat berjalan

2) Romberg test : pasien dapat berdiri tegak

m. Fungsi sensori :

1) Identifikasi sentuhan ringan : pasien merasakan sentuhan


(63)

2) Test tajam-tumpul : pasien masih merasakan tajam-tumpul

n. Pola kebiasaan sehari-hari :

1) Pola tidur dan kebiasaan :

a) Waktu tidur : tidak menentu

b) Waktu bangun : tidak menentu

c) Masalah tidur : klien mengatakan sulit tidur di

malam hari selama di rumah sakit

d) Hal-hal yang mempermudah tidur : keadaan yang

tenang

e) Hal-hal yang mempermudah bangun : lingkungan

yang tidak nyaman karena berisik

2) Pola eliminasi

a) BAB

Pola BAB : 1x sehari

Penggunaan laksatif : tidak ada

Karakter feses : normal

BAB terakhir : pagi

Riwayat perdarahan : tidak ada

Diare : tidak ada

b) BAK

Pola BAK : 5-6x sehari

Inkontinensia : tidak ada


(64)

Retensi : tidak ada

Nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK : tidak ada

Riwayat penyakit ginjal : tidak ada

Penggunaan diuretic : tidak ada

Upaya mengatasi masalah : tidak ada

3) Pola makan dan minum :

a) Gejala (subjektif) :

Diet (Tipe) : tinggi kalori tinggi protein

Jumlah makan per hari : 3 kali/hari

Pola diet : makanan biasa

Kehilangan selera makan : klien mengatakan nafsu

makan berkurang karena terasa pahit di lidah

Mual muntah : klien mengatakan mengalami mual

muntah setelah kemoterapi

Nyeri ulu hati : ada

Yang berhubungan dengan : mual dan muntah

Alergi/intoleransi makanan : tidak ada alergi

makanan dan obat-obatan

b) Tanda (Objektif):

Berat badan biasa : 45 kg tinggi badan : 152cm

Bentuk tubuh : kurus

c) Waktu pemberian makan : pagi, siang , malam


(65)

e) Waktu pemberian cairan : klien minum kurang lebih

8 gelas/hari

f) Masalah makan dan minum :

Kesulitan mengunyah : tidak ada

Kesulitan menelan : tidak ada

Tidak dapat makan sendiri : klien dapat makan

sendiri

g) Upaya mengatasi masalah : tidak ada masalah

4) Kebersihan diri/personal hygene:

a) Pemeliharaan badan : 2x sehari

b) Pemeliharaan gigi dan mulut : 2x sehari

c) Pemeliharaan kuku : dipotong kuku apabila sudah

panjang

5) Pola kegiatan/aktivitas : aktivitas klien terbatas

o. Hasil pemeriksaan penunjang/diagnostic:

1) Diagnosa medis : Ca Mammae

2) Pemeriksaan diagnostik/penunjang medis:

Radiologi : Hidropneumotoraks bilateral disertai infeksi dd

metastasis

USG hepar : hepar tidak membesar dengan nodul bulat

hipokoik multiple pada modus kanan, tak tampak dilatasi

system bilier intrahepatik, tak tampak efusi pleura kanan.


(66)

3.2 Analisa Data

No Data Objektif/Subjektif Etiologi Masalah 1 Data Subjektif:

klien mengatakan perubahan sensasi rasa, sering mual dan muntah setelah menjalani kemoterapi, kurang selera makan, setelah muntah, ludah terasa lengket.

Data Objektif:

TTV: terpasang O2 3 l/I, HR: 78x/I, TD: 110/70, T: 36,70 C tidak tertarik untuk makan, kurang minat pada makanan, tonus otot lemah, mukosa mulut kering

Kanker Payudara

Terapi: agen kemoterapi

Bekerja pada bagian atas saluran cerna

Merangsang kemoreseptor di

chemoreseptor trigger zone

Memicu mual dan muntah

Nafsu makan berkurang

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

2 Data Subjektif:

Klien mengatakan mengalami sesak dan nafas terasa pendek Data Objektif:

Nafas cuping hidung, fase ekspirasi lama, pernafasan pursed-lip, terpasang O2 : 3 l/I, penggunaan otot-otot bantu nafas. Hyperplasia pada sel mammae Mendesak jaringan mammae Peningkatan konsistensi mammae Mammae membengkak Massa tumor mendesak ke jaringan luar Ketidakefektifan pola nafas


(67)

Infiltrasi pleura parietale

Ekspansi paru menurun

Penurunan energy dan kelelahan

Gangguan pola nafas 3. Data subjektif: Nyeri saat

ditekan pada luka payudara Data Objektif: gangguan pada permukaan kulit (epidermis), luka berwarna merah dan pinggir luka kehitaman, tidak ada tanda infeksi

Hiperplasi pada sel mammae

Menekan jaringan sekitar

Mammae membengkak

Massa tumor mendesak ke jaringan luar

Perfusi jaringan terganggu

Faktor mekanik (Terkena tekanan)

Ulkus

Gangguan integritas kulit

Kerusakan integritas kulit


(68)

3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan

muntah ditandai dengan klien mengatakan perubahan sensasi rasa, kurang

selera makan setelah muntah, sering mual dan muntah setelah menjalani

kemoterapi, tidak tertarik untuk makan, kurang minat pada makanan, tonus

otot lemah, mukosa mulut kering.

2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan energi dan

kelelahan ditandai dengan Klien mengatakan mengalami sesak dan nafas

terasa pendek, nafas cuping hidung, fase ekspirasi lama, pernafasan

pursed-lip, terpasang O2 : 3 l/I, penggunaan otot-otot bantu nafas.

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanik (terkena

tekanan) ditandai dengan nyeri saat ditekan pada luka payudara,

gangguan pada permukaan kulit (epidermis), luka berwarna merah dan

pinggir luka kehitaman, tidak ada tanda infeksi

3.4 Intervensi Keperawatan No Diagnosa

Keperawatan

Tujuan/Kriteria Hasil

Intervensi Rasional 1. Nutrisi kurang

dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan mual dan muntah

Setelah dilakukan terapi relaksasi otot progresif selama 4 kali pertemuan

diharapkan mual dan muntah berkurang setelah kemoterapi. Status gizi: tingkat gizi yang tersedia untuk memenuhi

kebutuhan

1. Sesuaikan diet sebelum dan sesudah pemberian obat sesuai dengan kesukaan dan toleransi pasien. 2. Cegah

1. Setiap pasien berespon secara berbeda terhadap makanan setelah kemoterapi. Suatu diet yang

mengandun g makanan yang dapat


(1)

119


(2)

120


(3)

121


(4)

122


(5)

123


(6)

124


Dokumen yang terkait

Pola Hidup Pasien Kanker Payudara Selama Kemoterapi di RSUP H Adam Malik Medan

4 88 80

Pengendalian Nyeri (Pain Control) pada Pasien Kanker Kronik di RSUP Haji Adam Malik Medan

5 88 107

Hubungan Citra Tubuh dengan Koping Pasien Kanker di RSUP H. Adam Malik Medan

15 165 88

Komorbiditas pada Pasien Tuberkulosis Paru yang Dirawat Inap di Ruang Rawat Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Juli 2010- Juni 2012

1 38 76

Tingkat Kepercayaan Terhadap Pengobatan Medis Pada Pasien Kanker Payudara Di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2012

0 59 75

Hubungan Dukungan Sosial dengan Kecemasan Pasien Kanker Payudara di RSUP Haji Adam Malik Medan

7 50 58

Aplikasi Teknik Relaksasi Otot Progresif untuk Mengatasi Masalah Nutrisi dalam Asuhan Keperawatan Pasien Kanker Payudara yang Menjalani Kemoterapi di Rindu B2A RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 40

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1. Pengkajian Keperawatan - Aplikasi Teknik Relaksasi Otot Progresif untuk Mengatasi Masalah Nutrisi dalam Asuhan Keperawatan Pasien Kanker Payudara yang Menjalani Kemoterapi di Rindu B2A RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 39

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Payudara 2.1.1 Pengertian Kanker Payudara - Aplikasi Teknik Relaksasi Otot Progresif untuk Mengatasi Masalah Nutrisi dalam Asuhan Keperawatan Pasien Kanker Payudara yang Menjalani Kemoterapi di Rindu B2A RSUP Haji Adam M

0 0 32

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Aplikasi Teknik Relaksasi Otot Progresif untuk Mengatasi Masalah Nutrisi dalam Asuhan Keperawatan Pasien Kanker Payudara yang Menjalani Kemoterapi di Rindu B2A RSUP Haji Adam Malik Medan

0 1 9