Konflik Sosial yang Terjadi dalam
Prosiding Seminar Nasional Peran Geograf dalam Pengembangan Wilayah Perdesaan di Indonesia sebagai Implementasi UU No. 23 Tahun 2014,
Malang, 9 Mei 2015
152 |
Agus Purnomo, M.Pd Neni Wahyuningtyas, M.Pd
Islam dan menganut ajaran Muhammadi- yah dengan masyarakat Desa Ngadas
lainnya. Konflik tersebut disebabkan karena 8 KK tersebut tidak mau
mengikuti adat yang ada di Desa Ngadas seperti melakukan slametan. Hal tersebut
sesuai dengan pernyataan dari Bapak Sanetram yang berumur 41 tahun sebagai
berikut:
“Nggeh lek konflik niku wonten mawon mas, wong namine tiyang,
nggeh niku wonten 8 KK sing mboten purun tumut adat’e
utowo kebiasaane tiyang Ngadas ngriki. Lah 8 KK niku sedanten
menurut agamane menyan lan sajen niku haram. Padahal niku
kan damel rasa syukur a mas, kan damel
ngetoaken sajen
kale menyan lak mboten larang se mas,
mboten sampek
ngrugiaken keluarga. Lha niku kan warisan
nenek moyang a mas. Nenek moyang maringi ngeten niki kan
tujuane damel keapikan a mas.
”. Adapun sanksi sosial yang harus
diterima oleh 8 KK tersebut yaitu didiamkan
oleh masyarakat
Desa Ngadas, dan tidak diberi aliran air ke
rumahnya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
selanjutnya dari
Bapak Sanetram yaitu
“Sementara ini orang-orang niku didiamaken, terus orang-orang
niku mboten dialiri tuyo ”.
Hal tersebut sesuai dengan per- nyataan Weber dalam teori konflik yaitu,
munculnya aksi dari kedua belah pihak karena adanya perbedaan kepentingan-
kepentingan tersebut. Pihak yang ter- gantung menyadari ketertindasannya,
sedangkan pihak yang berkuasa mulai bertindak
dengan menahan
orang tertentu.
Sehingga keduah
belah kelompok tersebut terlibat ke dalam
konflik, yaitu mempertahankan antara status quo
dan mengubahnya Veeger, 1992.