Prosiding Seminar Nasional Peran Geograf dalam Pengembangan Wilayah Perdesaan di Indonesia sebagai Implementasi UU No. 23 Tahun 2014,
Malang, 9 Mei 2015
53 |
Supriyanto
rakat yang dahulunya dijadikan obyek pembangunan,maka dalam pemberdaya-
an masyarakat, masyarakat merupakan subyek pembangunan.
Dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat khususnya pemberdayaan
ekonomi masyarakat, pemerintah bukan berarti lepas tangan, namun harus mem-
berikan penjelasan bahwa di era Good Governance
, peran pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat lebih ber-
fungsi sebagai regulator yang meng- akomodasi aspirasi masyarakat. Dengan
menjalankan peran sebagai regulator dalam
pemberdayaan ekonomi
masyarakat maka pemerintah dapat men- ciptakan situasi yang kondusif untuk
pembangunan disemua sektor kehidu- pan. Artinya, pemerintah dalam pem-
berdayaan masyarakat adalah lebih banyak berperan pada penentuan rambu-
rambu dan aturan main secara umum menyangkut formulasi dan penetapan
kebijakan, implementasi monitoring dan evaluasi mediasi. Peran pemerintah
paling menonjol adalah dalam peran pengambilan keputusan dan pendanaan.
Mengingat adanya kemungkinan terjadi sengketa dalam perjalanan pembangunan
maka diperlukan peran mediasi. Untuk menjaga
kualitas hasil,
pemerintah menetapkan
pola monetoring
dan evaluasi yang jelas dan berkelanjutan.
Dalam rangka memudahkan pemelihara- an hasil-hasil pembangunan, menjaga
kualitas dan tanggung jawab, pemerintah menyusun dan menetapkan kriteria
evaluasi pada setiap program pem- bangunan. Dan kriteria tersebut di-
konsultasikan, didiskusikan
dengan pihak masyarakat yang memiliki kom-
petensi atau profesi yang relevan. Selain itu, Pemerintah Daerah
diharapkan berperan aktif dan efektif dalam pelaksanaan program-program
pemberdayaan masyarakat
pesisir, sehingga Pemerintah Daerah diharapkan
melakukan hal-hal sebagai berikut: a
Secara periodik melakukan “validasi data keluarga miskin”, agar diketahui
dan ditetapkan “nama dan jumlah keluarga
miskin yang
menjadi penerima
manfaat beneficiaries
program penanggulangan kemiski- nan, serta sebagai dasar dalam
mengevaluasi tingkat keberhasilan Pemerintah Daerah dalam menurun-
kan jumlah penduduk miskin”.
b Mengembangkan
“program pe-
nanggulangan kemiskinan spesifik daerah” yang dibiayai dari dana
APBD, agar dapat berkontribusi simultan dengan program penang-
gulangan kemiskinan yang diintro- dusir oleh Pemerintah Pusat.
c Mengevaluasi efektivitas pelaksanaan
seluruh program penanggulangan kemiskinan, agar dapat diketahui
tingkat keberhasilannya dalam me- nurunkan jumlah penduduk miskin
di masing-masing daerah.
Sehingga pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa peran pemerintah
dalam program pemberdayaan masya- rakat sangatlah besar dimana pemerintah
pada hakekatnya hanya menjadi fasilita-
Prosiding Seminar Nasional Peran Geograf dalam Pengembangan Wilayah Perdesaan di Indonesia sebagai Implementasi UU No. 23 Tahun 2014,
Malang, 9 Mei 2015
54 |
Supriyanto
tor dan regulator dalam sebuah proses pemberdayaan. Keterlibatan pemerintah
dalam hal ini dimaksudkan agar pe- laksanaaan program lebih terarah dan
meminimalisir konflik-konflik yang ter- jadi dalam masyarakat itu sendiri.
4. Ukuran Keberhasilan Pemberdayaan Masyarakat
Untuk mengukur apakah proses dan tujuan pemberdayaan masyarakat
berjalan dengan baik atau tidak maka diperlukan suatu indikator. Adapun
indicator
pemberdayaan masyarakat
tersebut, antara lain: a masyarakat mempunyai kemampuan menyiapkan
dan menggunakan pranata dan sumber- sumber yang ada di masyarakat; b
dapat berjalannya ”bottom up planning’; c memampukan dan aktivitas ekonomi; d
kemampuan menyiapkan hari depan keluarga; d kemampuan menyampaikan
pendapat dan aspirasi tanpa adanya tekanan. Masyarakat yang berdaya akan
mampu dan bergairah kuat untuk berpartisipasi
dalam pembangunan,
mampu mengawasi
jalannya pem-
bangunan dan juga menikmati hasil pembangunan
Sayangnya, tingkat pencapaian setiap indikator tentu tidak sama pada
setiap variable atau fokusnya. Artinya, sejumlah indikator tertentu berhasil
dicapai, namun indikator lainnya belum terpenuhi. Atas dasar pemikiran ini,
maka boleh jadi tidak ada suatu model tolok ukur yang standar dalam melihat
keberhasilan program pemberdayaan masyarakat. Semuanya tergantung pada
kepentingan, manfaat, dan kesepakatan. Apalagi mengukur keberhasilan program
pemberdayaan
masyarakat adalah
merupakan suatu keniscayaan sulit. Sebagai ilustrasinya, bagaimana
mengukur keberhasilan pemberdayaan masyarakat dengan indikator tercapainya
kondisi 5P
yaitu: pemungkinan,
penguatan, perlindungan, penyokongan dan pemeliharaan.
a Pemungkinan enabling: terciptanya
suasana atau iklim yang memungkin- kan potensi masyarakat berkembang
secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat
dari sekat-sekat cultural dan struc- tural yang menghambat.
b Penguatanempowering:
semakin kuatnya
pengetahuan dan
ke- mampuan yang dimiliki masyarakat
dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
pemberdayaan harus mampu me- numbuh-kembangkan segenap ke-
mampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang keman-
dirian mereka.
c Perlindungan protection: terlindu-
nginya masyarakat terutama ke- lompok lemah agar tidak tertindas
oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan yang tidak
seimbang apalagi tidak sehat antara yang kuat dan yang lemah, dan
mencegah
terjadinya eksploitasi
kelompok kuat terhadap kelompok lemah. Pemberdayaan harus di-
Prosiding Seminar Nasional Peran Geograf dalam Pengembangan Wilayah Perdesaan di Indonesia sebagai Implementasi UU No. 23 Tahun 2014,
Malang, 9 Mei 2015
55 |
Supriyanto
arahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang
tidak menguntungkan rakyat kecil.
d Penyokongan motivation: tercipta-
nya proses
kegiatan pemberian
bimbingan dan
dukungan agar
masyarakat mampu
menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupan-
nya. e
Pemeliharaan maintenance: tercipta- nya pemeliharaan kondisi yang
kondusif agar tetap terjadi keseim- bangan distribusi kekuasaan antara
berbagai kelompok dalam masya- rakat. Pemberdayaan harus mampu
menjamin keselarasan dan keseim- bangan yang memungkinkan setiap
orang
memperoleh kesempatan
berusaha.
5. Pola Pikir Pemberdayaan Masyarakat ke Depan
Di Indonesia, ada pergeseran menarik dalam hal wacana, paradigma
dan kebijakan pembangunan, yakni dari pembangunan ke pemberdayaan. Tepat-
nya pembangunan desa terpadu pada tahun 1970-an, bergeser menjadi pem-
bangunan masyarakat desa pada tahun 1980-an dan awal 1990-an, kemudian
bergeser lagi menjadi pemberdayaan masyarakat desa mulai akhir 1990-an
hingga sekarang.
Kini, dalam konteks reformasi, demokratisasi dan desentralisasi, wacana
pemberdayaan mempunyai gaung luas dan populer. Strategi atau paradigm
pembangunan yang dilaksanakan dalam kegiatan
pembangunan masyarakat
dengan pemberdayaan muncul dikarena- kan kegagalan-kegagalan yang dialami
dalam proses dan pelaksanaan pem- bangunan yang cenderung sentralistis.
Model
sentralistis tidak
memberi kesempatan langsung kepada masyarakat
untuk terlibat dalam proses pem- bangunan,
terutama dalam
proses pengambilan keputusan yang menyang-
kut pemilihan pejabat, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program-
program pembangunan.
Menurut Yen
1920 dalam
Suryono31 2012 saran kepada semua pihak yang berurusan dengan peng-
gerakan pembangunan dalam mem- berdayakan masyarakat adalah:
a
Datangi masyarakat yang hendak diberdayakan.
b Hidup dan tinggalah dengan mereka
agar mengenal dengan baik ke- pentingan dan kebutuhannnya.
c Belajarlah dari mereka supaya dapat
dipahami apa yang ada dibenak mereka, potensi apa yang mereka
miliki.
d Ajak dan ikutkan masyarakat dalam
dalam proses perencanaan. e
Ajak dan libatkan mereka dalam proses pelaksanaan rencana.
f Mulailah dari apa yang mereka tahu.
g Bangunlah sesuatu dari modal apa
yang masyarakat punya. h
Ajari masyarakat dengan contoh konkritnyata.
i Jangan dipameri mereka dengan
sesuatu yang menyilaukan, tetapi